***** Leanne mengalihkan pandangannya saat Anita berbicara kembali. "Ibu sudah tidak sabar menunggu kehadirannya." Harap Anita yang langsung mendapatkan elusan di punggung tangannya oleh Harris. "Anne," Suara Harris yang memanggilnya membuat Leanne menatap ke arahnya. "Mungkin ini terlalu cepat untuk Ayah katakan, tetapi Ayah harap kamu bisa menerimanya dan juga mengelolanya de—" "Apa itu?" Sela Leanne yang memotong ucapan Harris karena Leanne sendiri enggan untuk berbelit-belit. "Ayah ingin kamu meneruskan perusahaan Ay—" "Tidak bisa." Dan lagi-lagi Leanne menyela ucapan Harris untuk yang kedua kalinya membuat Damian menatap istrinya untuk memperingati sebab Leanne sudah bertindak tidak sopan kepada orangtuanya. Namun Leanne tetaplah Leanne ia tidak memperdulikan tatapan peringatan dari Damian. "Kenapa? Kamu anak ku satu-satunya Anne. Siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan Ayah kalau bukan kamu." Tanya Harris sedikit kecewa dan ia tidak mempermasalahkan Lean
***** 21++ Melihat istrinya yang berbaring setengah naked membuat gairahnya terbakar, dan Damian dengan segera memposisikan tubuhnya kembali di antara kedua kaki Leanne. Damian kembali mendekatkan wajahnya, mencium Leanne dengan tangannya yang mulai turun ke arah bra. Menurunkan tali tipis bra dengan pelan dan ia merasakan getaran dalam diri ketika jari-jarinya menyentuh bahu putih nan mulus istrinya. Damian melepaskan tautan bibir mereka. Ia melihat kaitan bra yang sudah ia turunkan dan tanpa banyak waktu lagi Damian membuka semua kaitan itu dengan lihainya dan cepat. Damian terdiam, tertegun dan terpana saat melihat pemandangan di hadapannya. Dada yang membusung dengan puncak yang merah merona tidak bisa mencegah Damian menelan ludahnya. Sehingga jakunnya yang turun naik menandakan ia tidak bisa menyia-nyiakan lagi suguhan di hadapannya. Damian pun mulai menghisap, menjilat dan mengigit-gigit kecil dada Leanne hingga puncak dada Leanne pun ia hisap seperti mengemut permen.
***** "Kamu yakin tidak perlu aku antar ke sana?" Sudah lebih dari tiga kali Damian terus bertanya hal yang sama kepada Leanne. Sejak dari rumah hingga saat ini di mana mereka sudah berada di landas pacu atau runway lebih tepatnya berada di dalam jet private Damian. Pagi hari ini Leanne sudah berada di bandara di antar oleh Damian, dan ia menyuruh, ah—lebih tepatnya memaksa Leanne untuk pergi menggunakan jet private nya. Sebenarnya Damian ingin mengantar Leanne ke Amerika, namun ada meeting dengan klien pentingnya hari ini, jadi Damian tidak bisa mengantar Leanne ke Amerika. Meski sebelumnya Damian hendak membatalkan meeting nya itu namun dengan cepat Leanne segera melarangnya. Dengan dalih jika meeting nya itu penting, padahal alasan lainnya adalah Leanne tidak ingin selama dirinya di Amerika tindak tanduknya di curigai oleh Damian. "Tidak perlu, lagian setelah aku tiba di sana aku pasti akan di sibukkan dengan perusahaan dan di khawatirkan juga tidak ada waktu untuk mu di s
Delapan tahun yang lalu, di rumah sakit.... ***** Di dalam ruangan, seorang gadis cantik tidur dengan damainya. Namun tidak memungkiri terbaringnya dia sangat menyedihkan, dengan wajah yang memiliki beberapa memar sehingga tidak dapat di tutupi alat oksigen sepenuhnya, salah satu tangan yang terpasang infus, memperlihatkan betapa menderitanya dia saat mata itu terbuka. Tubuh yang terbaring lemah itu sangat tidak berdaya. Bagi siapa pun yang melihat kondisinya akan merasa iba ▪️▪️▪️▪️▪️ PLAK!!! Suara tamparan keras dari pria berumur pada seorang pria di hadapannya, mengisi suasana lorong yang sepi. "Apa yang kau lakukan pada cucuku Harris? Ayah macam apa yang menyiksa anak kandungnya sendiri, sampai di larikan ke rumah sakit, hah?!" Pertanyaan bernada keras itu dari sang Kakek si gadis, yang di sampingnya di dampingi istrinya sambil mengelus pelan lengan suaminya yang tengah beremosi tinggi. "Dia anak yang tidak tahu diri Ayah. Melakukan hal kotor yang mencoreng nama b
***** Beberapa menit yang lalu pesawat jet yang Leanne tumpangi sudah mendarat di runway bandara Internasional John F. Kennedy. Leanne sendiri saat ini tengah berada di ruang tunggu, menunggu Noel yang akan menjemputnya. Namun ada hal yang membuat Leanne kesal saat ia baru saja keluar dari pesawat, hal itu adalah adanya seorang bodyguard atas perintah Damian untuk menjaganya selama ia di sini. Tentu saja hal itu membuat Leanne kesal, kesal karena Damian tidak bilang-bilang dulu soal bodyguard. Selain itu juga Leanne tidak ingin gerak-geriknya selama di sini di curigai. Leanne melirik ke samping di mana bodyguard suruhan Damian tengah berdiri tegak. "Siapa nama mu?" Tanya Leanne. Bodyguard itu melihat ke arah Leanne lalu segera menunduk. "Scott, Nyonya." Sahut Scott lalu segera mengalihkan pandangannya ke arah depan kembali. "Oke Scott, jujur aku tidak membutuhkan bodyguard. Lebih baik kamu kembali." Terang Leanne. "Maaf Nyonya, semua atas perintah Tuan saya tidak bisa lep
***** Leanne dan Noel telah tiba di kediaman Anthony. Seorang kepala pelayan menyambut mereka berdua setelah pintu terbuka. "Selamat datang kembali, Nona Muda." Sapa kepala pelayan wanita paruh baya itu yang bernama Jenna dengan memberikan tatapan hangatnya serta senyum ramahnya. "Aunty Jen," Sapa Leanne balik dengan senyum kecilnya. "Di mana Kakek?" Lanjut Leanne sambil ia masuk ke dalam rumah yang di ikuti Noel. "Tuan besar berada di taman, Nona." Jawab Jenna. "Tidak menyambut ku apa tidak merindukan ku." Ucap Leanne. Leanne berbalik menatap ke arah Noel. "Aku yakin Kakek setiap hari merindukan mu." Ucap Noel. "Ya, aku tahu." Sahut Leanne. "Kalau begitu aku temui Kakek dulu." Lanjutnya. "Hm, nanti aku menyusul ada sedikit urusan yang harus aku kerjakan." Ucap Noel. Leanne dan Noel pun berjalan berbeda arah. Leanne berjalan ke arah taman yang di ikuti oleh Jenna. "Nona, apa ada sesuatu yang perlu saya buatkan?" Tanya Jenna. "Hm, aku ingin minuman yang se
***** Setelah kepergian Leanne, tinggallah mereka berdua di taman. Dan setelah mendapatkan kekesalan dari Leanne, Noel hanya bisa pasrah. Untuk membalas pun itu tidak mungkin. "Baru saja membela diri bukan anak kecil lagi, tapi kelakuan kalian tetap saja. Kekanak-kanakan." Sindir Anthony sambil menyesap tehnya dengan tenang. "Ekhem." Deuheum Noel mengusap tengkuknya karena ia malu sendiri. "Kapan kamu akan menikah, Nak? Umurmu sudah tidak muda lagi. Kamu sudah matang dan mapan untuk berumah tangga. Jangan sampai apa yang di katakan Lean terjadi, jika kamu menghamili seorang wanita terlebih dahulu sebelum adanya pernikahan." Ucap Anthony. "Aku tidak ada waktu untuk berkencan apalagi sampai menghamili seorang wanita." Ucap Noel. "Apa perlu Kakek tambahkan saja orang untuk membantu mu di perusahaan. Agar kamu bisa ada waktu untuk berkencan dan menikah." Saran Anthony. "Tidak perlu seperti itu Kek, hanya saja untuk saat ini aku tidak ingin berkencan apalagi sampai menikah." Tolak
***** Ekspresi datarnya Leanne yang berjalan memasuki kantor CIA tidak membuat pesonanya hilang sedikit pun. Justru ekspresinya yang terlihat seperti itu semakin membuatnya terkesan misterius. Hingga hampir membuat semua orang yang berada di sana melirik terus-terusan ke arahnya. Satu gedung kantor C.I.A siapa sih yang tidak mengenal sosok satu itu? Dia Leanne salah satu Agen di antara mereka yang memiliki nilai terbaik yang memiliki banyak prestasi dalam menangani setiap kasus yang ia tangani. Selain Agen terbaik sikap Leanne sangat misterius itu sulit di tebak hingga membuat orang lain semakin penasaran. Bukan hanya cenderung memiliki kemampuan yang terbilang cerdas, justru dia berani mengambil resiko saat masuk ke lingkaran bahaya yang mungkin kapan saja akan menghilangkan nyawanya. Leanne tetaplah Leanne, ia akan menjalankan misinya hingga tuntas meskipun di depan sana marabahaya menantinya. Hal itu terbukti dengan kepiawaiannya di mana beberapa kasus yang selalu ia tan
***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar
***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me
***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian
***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya
***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany
***** Leanne yang baru saja tiba di rumah heran saat mendengar suara tawa. Saat ia berjalan masuk ke dalam dan terus berjalan ke arah ruang makan ternyata suara tawa itu berasal dari Kakeknya dan juga suaminya. Leanne di buat bingung apa yang sudah terjadi pada mereka selama dirinya pergi sehingga mereka terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Tidak seperti awal bertemu kakeknya kurang baik menyambut suaminya. "Oh Princess, kamu sudah pulang. Ayo sini kita makan bersama." Ajak Anthony saat melihat Leanne yang masuk ke ruang makan. Leanne berjalan ke arah kursi duduk di samping Damian. Leanne melihat hidangan yang masih tersaji utuh. "Kalian belum memulainya?" Tanya Leanne. "Kami menunggu mu Princess, lagian belum lama juga kami di sini." Sahut Anthony. "Padahal Kakek bisa saja duluan. Kakek harus menjaga kesehatan Kakek, jangan telat soal makan." Peringat Leanne. "Hanya hari ini saja, lagipula jarang-jarang bisa makan bersama seperti ini." Ucap Anthony. Damian me
***** Leanne dan Damian melanjutkan penerbangan mereka lagi ke Amerika. Dan kini mereka baru saja tiba di Bandara Internasional John F. Kennedy. Setibanya di bandara, sudah ada orang yang menunggu kehadiran Leanne dan Damian. Leanne perkirakan itu bawahannya Damian. Karena Leanne sendiri tidak memberitahukan kedatangannya ke sini pada Anthony atau pun Noel. Mobil melaju menuju kediaman Anthony, hingga beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tujuan. Di depan gerbang kediaman Anthony. Karena pintu gerbang yang tertutup, Leanne menyembulkan kepalanya. Lalu sebuah CCTV bergerak mengscan wajahnya. Leanne memasukkan diri kembali ke dalam mobil dan tidak membutuhkan lima menit pun pintu gerbang mulai terbuka. "Keamanan disini patut aku tiru." Ucap Damian. "Semenjak Nenek meninggal Kakek jadi tidak terlalu suka banyak orang. Banyaknya bodyguard yang di pekerjakan di sini pun itu untuk keamanan Nenek, karena untuk mengurangi resiko aku sendiri memilih tinggal di apartemen s
***** Leanne dan Damian sudah mendarat di negara yang di juluki negeri matahari terbit itu dan kini mereka berada di dalam mobil yang di sopiri oleh Scott, bodyguard Damian yang baru Leanne lihat lagi. Leanne melihat ke arah jalan raya, tahu kemana tujuan mereka Leanne menatap Damian dengan tatapan menelisiknya. "Kenapa?" Tanya Damian. Tangan mengusap pipi Leanne dengan lembut. "Kamu menyuruhnya mengikuti ku sampai ke sini?" Tanya Leanne sambil melirik Scott. Tahu kemana pembicaraan istrinya, Damian tersenyum kecil. "Aku khawatir kamu kenapa-napa." Ucap Damian memberikan alasannya. Tahu dengan sifat Damian yang selalu mengawasinya Leanne pun tidak banyak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah sampai tujuan. Di mana tempat itu adalah sebuah pemakaman. Ya, Leanne kembali mengunjungi makam Raigan lagi. Leanne dan Damian berjalan bersama masuk ke dalam pemakaman. Leanne sengaja mengajak Damian. Mereka tiba di depan makam Reigan. Leanne meletakkan