*****
Sebuah ruangan yang memiliki satu fentelasi kecil, serta hanya satu lampu yang menerangi ruangan. Terdapat tiga pria dalam ruangan, hanya saja satu orang pria yang cukup berumur tengah duduk di kursi dengan keadaannya yang sangat mengkhawatirkan. Dengan tubuh yang di ikat, serta tangannya di ikat kebelakang. Wajahnya yang babak belur serta berlumuran darah membuat penampilan pria tua itu sangat terlihat menyedihkan di hadapan dua pria lainnya yang tengah berdiri memperhatikannya. BRAK!! Pintu ruangan yang terbuka dengan seseorang yang mulai berjalan masuk. Pakaian yang serba hitam serta topeng berwarna hitam yang sebatas mata. Namun uniknya bagian sebelah kanannya yang terdapat sebuah desain burung Phoenix berwarna gold hingga seluruh wajah bagian kanannya tertutupi. Apalagi ekornya yang di ukir menjuntai sangat cantik. Membuat si pria yang tengah duduk di kursi yang sedang ter***** A02, C15, dan E18 saat ini mereka bertiga tengah mengintai sebuah rumah mewah yang berlantai tiga. Keadaan yang gelap membuat rumah megah itu seperti tidak ada penghuninya. "C18 kamu yakin tidak ada siapapun di dalam sana?" Tanya C15 lewat earpiece kecil pada C18 yang berada di dalam mobil tengah sibuk dengan laptopnya, dan ia dengan A02 tengah menyembunyikan diri di balik pohon besar yang lebat. "Ya, tidak ada siapupun. Sudah aku hack CCTV semuanya di dalam rumah itu." Balas C18. "Aku yang akan masuk ke dalam terlebih dahulu, dan C15 berjaga - jagalah aku yakin ini pasti jebakan mereka yang sudah datang." Ucap A02 menatap datar pada rumah megah di hadapannya. "Apa maksudmu?" Sebelum pertanyaan C15 di jawab A02 telah pergi dari hadapannya. Melompati dari pohon ke pohon dengan lincahnya tanpa takut terjatuh, dan mendarat di b
***** ▪︎ United States Central Intelligence Agency ▪︎ "Selamat datang kembali, karena kalian tidak jadi barbeque. " Mereka yang baru saja tiba di salah satu ruangan di mana tempat bagi mereka jika di adakannya rapat, langsung di sambut perkataan Adam yang menjengkelkan. Mereka yang sudah terbiasa dengan kata sambutan itu hanya bisa abai saja. Segera duduk di kursi masing - masing. Dengan mendengarnya perkataan seperti itu masih menandakan jika mereka masih utuh. A02 mengeluarkan sebuah berkas serta kotak di dalam tas gendong kecilnya. Menyodorkannya ke arah Adam. "Pemikiran mu membawa 'matanya' untuk retina scan memang berguna, sangat tepat." Ucap Adam sambil mengambil berkas itu dan meneliti tiap lembarnya. "Mereka membuat anak tersangka mati." Ucap A02 datar. "Sudah aku sangka. Mereka tidak akan mening
WARNING!! 18+ ***** Damian yang harus kerja lembur, ia baru saja sampai rumah jam 9 malam. Akan tetapi ruang utama selalu gelap setiap ia pulang malam ke rumah. Entah ini hanya perasaannya saja atau memang istrinya itu tidak ada di rumah. Terakhir kali ia bertemu dengan Leanne lima hari yang lalu sejak kejadian di mana ia membawa Sarah ke rumahnya, dan ia dengan Leanne mengalami pertengkaran kecil. Ia selalu berpikir mungkin istrinya itu memang sedang menghindarinya, karena setiap pagi dirinya akan berangkat kerja Leanne tidak pernah absen untuk menyuruhnya sarapan pagi yang selalu ia abaikan. Namun belakangan ini ia tidak mendengar panggilan Leanne ke padanya setiap pagi. Mungkin juga ia tidak bertemu dengan Leanne karena tiga hari belakangan ini ia memang selalu lembur, itu juga yang ia pikirkan. Namun jika benar Leanne tidak ada di rumah ia harus memastikannya. Damian pun berjalan
***** Hari sudah gelap dimana Damian baru saja tiba di rumah pukul jam 8 malam. Setelah menyimpan mobilnya ke garasi, ia berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan ruangan yang sudah terang. Heran dengan keadaan rumahnya yang terang serta sebuah suara dari arah dapur membuatnya berjalan ke sana. Hingga ia sampai di sana terlihat seseorang yang sudah ia kenali sedang membelakanginya. "Regan?!" Ucap Leanne terkejut melihat keberadaan Damian di belakangnya. "Kamu baru saja pulang? Aku sedang menyiapkan makan malam. Apa kamu akan makan?" Tanya Leanne sambil menyajikan olahan masakannya ke piring lebar yang tidak lepas dari tatapan Damian. "Ya. Aku akan mandi terlebih dahulu." Ucap Damian dan berlalu pergi ke kamarnya. Melihat suaminya yang sudah pergi, Leanne menyajikan masakannya kembali. Beberapa menit berlalu, Damian yang sudah seles
***** FĹÒWÈŔ'Ş HÖŲŞĒ Sepuluh menit yang lalu di mana toko sedang ramai akan para pelanggan yang berdatangan, dan kini hanya ada satu pembeli terakhir yang sedang melakukan pembayaran di kasir. "Hahh....... akhirnya, aku bisa bernafas kembali." Ucap Justin menghela napas sambil merenggangkan otot pinggangnya yang merasa pegal. "Aku kira sejak tadi kamu sudah mati." Sahut Kenny sarkas setelah ia melakukan transaksi dengan pelanggan terakhir. "Lebih baik kamu diam saja, mendengar suaramu membuat telingaku sakit." Ucap Justin sinis. "Hanya telingamu saja yang bermasalah. Asal kamu tahu saja, aku ini pernah juara paduan suara saat masa sekolah ku dulu." Ucap Kenny bangga. "Aku yakin pendengaran mereka langsung rusak setelah kamu selesai bernyanyi." Ucap Justin. "KAU!!" Tunjuk Kenny kesal mempelototi Justin. Mereka yang hendak bertengkar pun di hentikan ol
***** Sambil menunggu Leanne yang berada di dalam kamar mandi, Damian menatap sekitaran ruangan yang menurutnya kecil tapi nyaman. Di dekat jendela di letakkan beberapa pot kecil dengan beberapa bunga yang menarik untuk di pandangan. Meski di luar terasa panas namun di sini tetap sejuk. Pantas saja itu membuat Leanne merasa nyaman di tokonya. Tatapan Damian pada sekitar terhentikan saat pintu kamar mandi terbuka, dan Leanne keluar dari sana. Seperti biasa Leanne selalu memakai pakaian casual nya. Damian di buat heran, apakah istrinya itu tidak memiliki dress, selain dress yang Leanne pakai saat menemani dirinya pada pesta rekan bisnisnya waktu itu. Atau mungkin saja, memang gaya Leanne dalam fashion memang seperti itu, pikir Damian Damian akui jika Leanne mempunyai wajah yang cantik malahan sangat cantik, karena tanpa make-up pun Leanne sudah terlihat sangat cantik. "Ayo, Damian." Ucap
***** Makan malam yang lancar di sertai obrolan ringan mereka untuk mengusir keheningan ruangan. "Bagaimana ayam saus tiramnya Damian? istrimu yang memasaknya untukmu." Tanya Rose membuat Damian yang tengah memakan makanan favoritnya terhenti sejenak. "Masakannya enak. Terima kasih Sayang sudah memasakannya untukku." Ucap Damian menatap serta memegang tangan Leanne dengan lembut membuat Rose serta Daniel bahagia melihatnya. "Sama - sama Sayang." Sahut Leanne tersenyum lembut yang membuat Damian tertegun sejenak. Jika bukan di hadapan orang tuanya, mungkin ia tidak akan melihat senyum Leanne, batinnya. "Ekhemm. Kalian ini, membuat Mama ingin segera memiliki seorang cucu saja." Celetuk Rose membuat kedua pasangan yang tengah berakting romantis itu tertegun. "Apa sudah ada tand
***** Hotel de Glorie di mana Leanne dan Damian mereka sudah tiba di Paris, dan mereka memutuskan untuk check in di salah satu hotel yang sudah ternama di negara itu. Setelah tiga hari berlalu dan mereka memutuskan untuk pergi ke Paris. "Nanti malam biar aku saja yang tidur di sofa." Ucapan Damian yang pertama saat mereka sudah masuk ke dalam kamar hotel. "Maksudmu?" Tanya Leanne heran, ia menghentikan aktivitasnya yang hendak memasukkan perlengkapan dirinya untuk beberapa hari kedepan ke dalam lemari.Leanne menatap Damian. "Mungkin kamu tidak nyaman jika kita tidur berdua di atas ranjang." Jawab Damian yang tengah mengganti pakaiannya. "Jika aku merasa tidak nyaman mungkin saat kita bermalam di rumah Mama aku tidak akan seranjang denganmu," Sahut Leanne. "Lagian hanya tidur saja 'kan? Toh, kita tidak akan melakukan apapun meski kita berada di sini dalam rangka bulan madu. Tapi jika kamu yang memang tidak nyaman tidur seranjang denganku, tidak apa - apa jika akan tidur di
***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar
***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me
***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian
***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya
***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany
***** Leanne yang baru saja tiba di rumah heran saat mendengar suara tawa. Saat ia berjalan masuk ke dalam dan terus berjalan ke arah ruang makan ternyata suara tawa itu berasal dari Kakeknya dan juga suaminya. Leanne di buat bingung apa yang sudah terjadi pada mereka selama dirinya pergi sehingga mereka terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Tidak seperti awal bertemu kakeknya kurang baik menyambut suaminya. "Oh Princess, kamu sudah pulang. Ayo sini kita makan bersama." Ajak Anthony saat melihat Leanne yang masuk ke ruang makan. Leanne berjalan ke arah kursi duduk di samping Damian. Leanne melihat hidangan yang masih tersaji utuh. "Kalian belum memulainya?" Tanya Leanne. "Kami menunggu mu Princess, lagian belum lama juga kami di sini." Sahut Anthony. "Padahal Kakek bisa saja duluan. Kakek harus menjaga kesehatan Kakek, jangan telat soal makan." Peringat Leanne. "Hanya hari ini saja, lagipula jarang-jarang bisa makan bersama seperti ini." Ucap Anthony. Damian me
***** Leanne dan Damian melanjutkan penerbangan mereka lagi ke Amerika. Dan kini mereka baru saja tiba di Bandara Internasional John F. Kennedy. Setibanya di bandara, sudah ada orang yang menunggu kehadiran Leanne dan Damian. Leanne perkirakan itu bawahannya Damian. Karena Leanne sendiri tidak memberitahukan kedatangannya ke sini pada Anthony atau pun Noel. Mobil melaju menuju kediaman Anthony, hingga beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tujuan. Di depan gerbang kediaman Anthony. Karena pintu gerbang yang tertutup, Leanne menyembulkan kepalanya. Lalu sebuah CCTV bergerak mengscan wajahnya. Leanne memasukkan diri kembali ke dalam mobil dan tidak membutuhkan lima menit pun pintu gerbang mulai terbuka. "Keamanan disini patut aku tiru." Ucap Damian. "Semenjak Nenek meninggal Kakek jadi tidak terlalu suka banyak orang. Banyaknya bodyguard yang di pekerjakan di sini pun itu untuk keamanan Nenek, karena untuk mengurangi resiko aku sendiri memilih tinggal di apartemen s
***** Leanne dan Damian sudah mendarat di negara yang di juluki negeri matahari terbit itu dan kini mereka berada di dalam mobil yang di sopiri oleh Scott, bodyguard Damian yang baru Leanne lihat lagi. Leanne melihat ke arah jalan raya, tahu kemana tujuan mereka Leanne menatap Damian dengan tatapan menelisiknya. "Kenapa?" Tanya Damian. Tangan mengusap pipi Leanne dengan lembut. "Kamu menyuruhnya mengikuti ku sampai ke sini?" Tanya Leanne sambil melirik Scott. Tahu kemana pembicaraan istrinya, Damian tersenyum kecil. "Aku khawatir kamu kenapa-napa." Ucap Damian memberikan alasannya. Tahu dengan sifat Damian yang selalu mengawasinya Leanne pun tidak banyak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah sampai tujuan. Di mana tempat itu adalah sebuah pemakaman. Ya, Leanne kembali mengunjungi makam Raigan lagi. Leanne dan Damian berjalan bersama masuk ke dalam pemakaman. Leanne sengaja mengajak Damian. Mereka tiba di depan makam Reigan. Leanne meletakkan