Duduk tenang di salah satu sofa kamar VIP rumah sakit menjadi pilihan Kia saat ini. Baru dua jam yang lalu ia dan Arfan tiba dan mereka langsung bergegas ke rumah sakit. Beruntung ayah Arfan sudah melewati masa kritisnya. Selama perjalanan, Arfan tidak berbicara dan tidak tidur. Namun Kia tahu jika pria itu sedang berdoa karena menggumamkan sesuatu.
Sekarang Kia mulai mengetahui keluarga Arfan. Orang tua pria itu masih lengkap dan tinggal di kampung halaman. Sebagai anak tunggal, Arfan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain sudah berumur, penyakit ayahnya yang membuat Arfan harus lebih giat bekerja. Untung saja pria itu pintar sehingga mendapatkan pekerjaan yang baik dan layak.
Pintu kamar terbuka dan muncul wanita paruh baya yang Kia kenal sebagai Ibu Arfan. Wanita itu masuk dengan kantung plastik di tangannya. Ibu Arfan menghampiri Kia dan tersenyum manis.
"Nak Kia pasti laper ya? Ini Ibuk bel
Di ruang tengah, Arfan dan Kia tampak tengah sarapan bersama. Gadis itu sudah mandi dengan rambutnya yang masih basah. Bahkan ia terlalu malas untuk menggosoknya dengan handuk. Arfan dengan sifat perfeksionisnya sedikit risih dengan tingkah Kia. Namun dia tidak mau memulai hari dengan pertengkaran."Manis banget," gumam Kia setelah menghabiskan dua jagung rebus.Arfan memelankan kunyahannya saat tangan Kia kembali terulur untuk mengambil jagung ke-tiga. Bahkan Arfan masih memakan satu jagungnya sedari tadi."Kamu laper?" tanya Arfan.Kia mengangguk tanpa bersuara. Dia tersenyum sambil memperlihatkan pipinya yang mengembang karena penuh dengan makanan."Makannya pelan-pelan."
Kia duduk di teras rumah Arfan dengan wajah yang kusut. Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang, tapi hingga saat ini Kia belum melihat wajah Arfan di manapun. Dia tidak tahu kemana pria itu pergi karena Arfan tidak menggunakan mobil dan meninggalkan ponselnya yang tengah mengisi daya.Kia memang bangun pukul delapan pagi. Sedikit terlambat tapi bukan berarti Arfan bisa meninggalkannya sendiri seperti ini. Kia hanya tamu di rumah ini dan dia masih takut jika harus ditinggal sendiri."Dasar demit, ilang-ilangan mulu." Kia mencibir sambil menggigit jagung rebusnya kesal.Dia bisa mati kelaparan jika menunggu Arfan. Oleh karena itu Kia mengambil jagung sendiri di kebun dan merebusnya. Sebelum itu dia juga mengecek bahan-bahan yang ada di dapur, yang ia temukan hanya beras dan telur.
Kia melambaikan tangannya pada Gio saat baru keluar dari bandara. Dia tersenyum lebar dan berniat untuk memeluk pria itu, tapi belum sempat itu terjadi Arfan sudah lebih dulu menarik tas ransel yang ia kenakan."Mau ngapain?" desisnya tidak suka."Lepas kangen lah, lepasin!" Kia berusaha melepaskan tangan Arfan dari tasnya. Sadar jika tidak akan bisa akhirnya Kia melepaskan tasnya dan berlari ke arah Gio.Arfan terkejut melihat itu. Tangannya mengepal saat Kia sudah memeluk Gio, meskipun hanya sebentar tapi ada rasa kesal di hatinya. Kapan Kia sadar jika kontak fisik secara berlebihan bersama lawan jenis itu tidak boleh?Kan cuma pelukan antar sahabat, Fan. Masa nggak boleh?Arfan menggeleng mendengar isi otaknya. Tidak, tentu saja tidak boleh! Kia harus lebih bisa menjaga d
Malam ini tidak seperti biasanya. Arfan masih terjaga dan tidak bisa menutup mata. Dia selalu mengganti posisi tidurnya agar lebih nyaman tapi rasanya sama, rasa kantuk itu belum tiba. Arfan duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Dia mengambil buku dan mulai membaca berharap jika rasa kantuk akan segera menyerangnya.Baru lima menit, Arfan menutup bukunya kembali. Entah kenapa hatinya menjadi tidak tenang, dia mendadak merasa gelisah. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia masih memikirkan Kia dan tidak merelakannya pergi besok? Jika iya, Arfan tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Rasa khawatirnya sangat berlebihan.Arfan kembali berbaring dan berusaha untuk membuang semua pikiran negatifnya. Dia harus tidur atau besok akan menjadi hari yang buruk karena tubuhnya yang tidak terlalu fit. Sepertinya berhasil karena Arfan mulai memejamkan mata
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Meskipun sulit untuk diterima, mau tidak mau hal itu akan terjadi. Kesedihan pasti akan menyelimuti, tapi kehidupan tidak bisa langsung berhenti. Hidup harus tetap berjalan karena masa depan sudah menanti.Kia menghela napas dan meminum teh panasnya pelan. Saat ini dia tengah sendiri di ruang tengah. Setelah pengajian selesai, mendadak semuanya menjadi sepi. Mata Kia mengedar ke segala arah mencoba untuk mengingat kenangan singkat bersama ayah Arfan. Seketika dia menyesal karena hanya bisa datang di saat keadaan sedang tidak baik-baik saja.Arfan berada di luar saat ini bersama para tetangga. Sedangkan Ibu Arfan berada di kamarnya untuk beristirahat. Namun ada Dinda di sana, wanita itu masih berusaha membujuk Ibu Arfan yang tidak mau makan seharian. Wanita itu masih terpukul dengan kepergian suaminya.Kia menatap pintu kamar Ibu Arfan
Bunyi alarm yang keras mulai membangunkan tidur Kia. Dia tersenyum dan merenggangkan tubuhnya pelan. Biasanya dia akan mengumpat dan kembali tidur, tapi kali ini berbeda. Apalagi saat hidungnya mencium aroma sedap dari makanan. Kia langsung bangkit dan berlari ke kamar mandi untuk mencuci muka.Seperti yang ia duga sebelumnya, Kia tersenyum saat melihat Ibu Arfan tengah memasak bersama Mbok Sum. Pemandangan itu terlihat sangat indah karena untuk pertama kalinya Ibu Arfan kembali beraktivitas setelah beberapa hari berkabung."Udah bangun, Ki?"Kia mengangguk dan berjalan mendekat. Dia ikut melihat makanan yang Ibu Arfan dan Mbok Sum masak untuk sarapan."Tumben Mbak Kia udah bangun? Biasanya jam 9 masih gulung-gulung di kasur," ucap Mbok Sum jahil."Mbok Sum kan nggak tau. Sebenarnya aku itu bangun pagi tapi tidur lagi." Kia mencari alasan.Ibu Arfan terkekeh
Di tengah malam, Arfan terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya yang kering membuatnya pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Dahinya berkerut melihat laptop yang menyala di atas meja makan. Arfan melirik jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi. Apa Kia belum tidur?Arfan masuk ke dapur dan melihat Kia yang tengah memasak sesuatu. Arfan mendekat dan berdiri di belakangnya, berniat melihat apa yang gadis itu masak."Kamu bikin apa?" tanya Arfan tiba-tiba.Kia terkejut dan berbalik dengan cepat. Matanya terpejam dengan tangan yang menyentuh dada."Ngagetin tau nggak? Kayak demit!" rutuk Kia."Kamu masak apa?" tanya Arfan lagi sambil mengambil air."Mie instan.""Kenapa belum tidur?"Kia menatap Arfan dengan wajah yang memelas. Setetik kemudian dia merengek dan menghentakkan kakinya kesal.
Tidak ada yang tahu perasaan orang lain selain dirinya sendiri. Semua orang akan berusaha mengungkapkan fakta tanpa menyadari jika itu hanyalah opini mereka sendiri. Seperti yang dirasakan Arfan saat ini. Ucapan ibunya masih terngiang-ngiang di kepalanya. Dia masih tidak percaya dengan apa yang ibunya katakan tentang Kia.Cemburu? Bahkan Arfan tidak pernah merasakan perasaan itu selama bertahun-tahun.Dengan langkah mantap, Arfan keluar dari ruang rapat. Jadwalnya hari ini cukup padat. Mungkin karena hari ini adalah hari senin. Seperti biasa, Arfan harus menyelesaikan semuanya agar tidak membawa pekerjaan ke rumah nanti."Pak, ada Kia di dalem." ucap memberi tahu.