Beranda / CEO / Perfect Partner / Bab 140 Mau Menunggu?

Share

Bab 140 Mau Menunggu?

Penulis: Myafa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-25 19:15:26

Flavia terperangah mendengar ucapan Bian. Dia agak sedikit bingung dengan ucapan Bian. “Maksudnya … maksudnya ….”

Bian langsung tertawa melihat wajah panik Flavia. Sang istri benar-benar menggemaskan sekali. Dia segera mencubit pipi sang istri.

“Tenanglah, aku tidak akan memaksa jika kamu belum siap.” Bian memang tidak benar-benar serius dengan apa yang diucapkannya tadi.

Bian segera berbalik, tetapi Flavia menariknya. Membuat Bian kembali menoleh pada sang istri. Tatapannya mengisyaratkan apa pertanyaan kenapa sang istri menariknya.

“Aku belum selesai datang bulan. Katanya masa subur wanita itu sepuluh hari sampai tujuh belas hari dari pertama kali datang bulan. Ini masih enam hari. Jadi masih sekitar empat hari. Apa kamu mau menunggu.” Flavia ragu-ragu mengatakannya.

Bian terkesiap. Dia tidak menyangka jika sang istri benar-benar siap. Hanya karena terhalang datang bulan, tentu saja mereka tidak akan melakukannya.

“Tentu saja aku akan menunggu.” Jika masih ada waktu, tentu s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Perfect Partner    Bab 141 Cemburu

    “Apa perubahan wajahku terlihat?” Bian menatap Flavia. “Jelas terlihat.” Flavia menarik tangan Bian. “Apa kamu tahu jika aku dekat dengannya lagi?” Sambil menggenggam tangan suamiya.“Sedikit.” Bian mengatakan apa adanya. Tanpa menutupi apa yang dirasakan. Flavia tahu jika Bian pasti merasakan ketakutan di dalam hatinya. Hal itu wajar, mengingat Nevan pernah singgah di hatinya. “Aku milikmu, kenapa harus takut?” Flavia menatap sang suami untuk meyakinkan sang suami. “Aku belum memiliki kamu seutuhnya.” Bian mengembuskan napasnya. Merasa takut jika sampai kehilangan Flavia. “Maksudnya?” Flavia bingung dengan ucapan Bian. Lalu pikirannya melayang memikirkan jika mereka belum melakukan hubungan suami istri secara sadar. “Aku janji kamu akan memiliki aku seutuhnya.” Flavia meyakinkan Bian. Satu kecupan mendarat di pipi Bian. Flavia ingin Bian percaya padanya. Kecupan dari sang istri seperti sihir. Seketika menenangkan sekali. Seketika Bian merasa yakin istrinya tidak akan tergoda de

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-25
  • Perfect Partner    Bab 142 Ragu

    Sampai di lobi, Flavia melihat supir yang sudah menunggunya. Rasanya Flavia sudah tidak sabar. Dia segera masuk ke mobil dan duduk manis. Supir segera melajukan mobilnya ketika Flavia masuk ke mobil. Saat perjalanan, ponsel Flavia berbunyi. Suaminya kembali menghubunginya. Kali ini hanya pesan singkat yang dikirim sang suami. [Aku sudah pesan kamar. Aku sudah siapkan baju juga. Kamu ganti saja dan setelah itu kamu bisa ke lantai paling atas untuk bertemu denganku.] Mendapati pesan itu Flavia tersenyum. Sepertinya suaminya memang sudah mempersiapkan semuanya untuknya. Rasanya tak sabar bertemu suaminya. Mobil akhirnya sampai di hotel. Flavia segera turun dari mobilnya. Kemudian masuk ke hotel. Tempat yang ingin ditujunya adalah lobi. Karena ingin meminta kunci kamar hotel. “Fla.” Suara memanggil nama Flavia. Mendengar namanya dipanggil, Flavia segera berhenti. Saat memutar tubuhnya, dia melihat Nevan di sana. Dia sedikit bingung karena melihat Nevan di hotel yang sama deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Perfect Partner    Bab 143 Tidak Pernah Menyentuh

    “Iya, aku bercinta dengan mereka.” Bian menjawab tanpa ada keraguan. Flavia terdiam. Ada rasa sakit terselip di hatinya. Bian tidak sama sekali menutupi apa yang dilakukannya. “Mungkin kamu terkejut, tetapi aku tidak berniat menutupi semuanya. Dari pada kamu dengar dari orang lain, lebih baik dengar dari mulutku sendiri.” Sayangnya, aku sudah mendengar dari orang lain. “Kapan terakhir kali kamu menjalin hubungan?” Flavia kembali bertanya. Dia ingin tahu kapan terakhir kali Bian melakukan hubungan intim dengan kekasihnya.“Tiga tahun yang lalu. Kami memutuskan hubungan, dan sejak itu aku tidak menjalin hubungan dengan siapa pun.” Sejak putus cinta memang Bian lebih fokus dengan pekerjaanya. Flavia masih terdiam. Dia benar-benar bingung harus menanggapi apa. “Aku tahu, pasti kamu kecewa, tetapi aku bisa jamin, tidak akan ada yang datang tiba-tiba untuk meminta pertanggungjawaban karena kami melakukan dengan pengaman. Aku juga bisa jamin jika aku sehat dari penyakit.” Bian meyakink

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Perfect Partner    Bab 144 Sudah Takdir

    Semalaman Flavia menangis. Dia benar-benar memikirkan apa yang harus dilakukannya. Flavia memilih berangkat ke kantor lebih dulu. Karena tidak mau bertemu dengan Bian dalam waktu ini. Di jalan, Bian melewati mobil Flavia. Flavia yang melihat hal itu merasa sedikit sakit. Beberapa waktu ini, mereka selalu pergi berdua, tetapi justru kali ini mereka berangkat terpisah. Flavia berusaha untuk tetap menenangkan hatinya. Mobil Flavia sampai di tempat parkir. Selang beberapa saat motor Bian sampai di tempat parkir juga. Flavia memilih menunggu Bian untuk masuk lebih dulu karena tidak mau menjadi pusat perhatian dari orang-orang. Saat melihat Bian masuk, barulah Flavia masuk ke kantornya. Beruntung lobi tidak terlalu ramai. Jadi Flavia bisa leluasa. Sayangnya, tepat di lift, Bian masih berdiri di depan lift. Rasanya bertemu dengan Bian membuat Flavia tidak nyaman. Bian sengaja melewatkan lift tadi. Dia ingin menunggu istrinya. Tadi, Bian lihat sang istri sengaja menunggunya masuk lebih du

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Perfect Partner    Bab 145 Tidak Pantas Untukmu

    “Setiap orang punya masa lalu buruk. Kita tidak bisa menjadi hakim atas apa yang mereka lakukan dulu. Jika kamu yakin dia akan berubah, lupakan masa lalunya. Lihatlah dia yang sekarang, dan berjalannya ke masa depan bersama.” Mommy Shea tersenyum. Flavia merasakan ketenangan yang tidak pernah didapatkannya. Tak pernah dia mencurahkan isi hati pada seorang ibu. Mendapati Mommy Shea yang menasehati dengan lembut membuatnya merasa jika kini dia memiliki ibu. Tanpa sadar Flavia menangis. Dia merasa terharu ketika ada orang yang menasehatinya. Mommy Shea yang melihat Flavia menangis langsung bangun dan mendekati menantunya itu. Dia duduk di samping sang menantu. “Kenapa, Fla?” Mommy Shea merangkul bahu menantunya. “Aku baru ini mendapatkan nasihat. Baru kali ini ada tempat untukku bertanya. Sebelumnya aku tidak punya tempat bertanya.” Flavia menatap Mommy Shea. Mommy Shea tahu jika Flavia tinggal dengan mama tirinya. Berpikir, mungkin tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu.

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Perfect Partner    Bab 146 Jangan Tinggalkan Aku

    Bian melihat projek yang dibuat Al. Sepupunya itu ada-ada saja membuat taman kaca. Projek ini katanya untuk pernikahan. Bian melihat sendiri, karena tadi kakaknya bilang sudah melihat. Jadi dia melihatnya sendiri. Taman kaca tampak indah dengan bunga-bunga di sekitarnya. Di tengah adalah ruang kosong yang bisa diisi dengan kursi-kursi saat acara pernikahan. Flavia mencari Bian ke taman kaca. Dilihatnya Bian berada di taman kaca sendiri. Tampak suaminya itu sedang berdiri sambil memerhatikan sekitar. Dengan segera Flavia menghampiri, dia langsung memeluk suaminya itu dari belakang. Punggung lebar yang selalu nyaman untuk bersandar itu tak pernah berubah. Selalu nyaman untuk tempatnya bersandar. “Jangan tinggalkan aku.” Air mata Flavia mengalih ketika memeluk sang suami. Dia tidak rela jika harus berpisah dari suaminya itu. Bian cukup terkejut ketika Flavia tiba-tiba memeluknya. Dengan segera dia berbalik untuk melihat wajah sang istri. Dilihatnya sang istri yang menangis sambil meme

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • Perfect Partner    Bab 147 Pernikahan Kedua

    Flavia melihat Ghea, Freya, Shera, dan Dearra di sana. Mereka menyambut Flavia yang baru saja masuk. Melihat kakak-kakak iparnya, tentu saja membuat Flavia bingung. “Kakak di sini?” tanya Flavia bingung. “Iya, kami di sini. Untuk meriasmu.” Freya menjawab dengan senyum di wajahnya. Flavia masih dalam kebingungannya. “Merias untuk apa?” Dia yang bingung pun segera bertanya. “Sudah, ayo kita tidak punya banyak waktu.” Ghea segera menarik adik iparnya itu untuk duduk. Flavia hanya bisa terpaku saja ketika melihat akan hal itu. Dia benar-benar tidak mengerti kejutan apa yang disiapkan Bian untuknya, sampai kakak-kakaknya turun tangan semuanya. Freya merias wajah Flavia bersama Shera, sedangkan Ghea dan Dearra merapikan rambut Flavia. Satu tubuh dikeroyok empat orang. Tak butuh waktu lama, akhirnya Flavia selesai juga berias. Wajah Flavia tak kalah cantik ketika dirias oleh penata rias. “Sekarang pakai gaunnya.” Ghea segera menyerahkan gaun pada Flavia. Flavia melihat gaun dari pant

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29
  • Perfect Partner    Bab 148 Dalam Keadaan Sadar

    Menunggu lift untuk sampai di lantai di mana kamar mereka berada membuat Flavia tersipu malu. Perasaannya tidak karuan. Senang, berdebar, sedikit takut, dan sedikit cemas. Tentu saja itu membuat keheningan di antara dirinya dan sang suami. “Kenapa pucat?” Bian memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Flavia. Mendapati tatapan Bian, Flavia dibuat salah tingkah. “Siapa yang pucat?” elaknya. Bian meraih tangan Flavia. Telapak tangan sang istri berkeringat. Jelas itu menandakan jika sang istri sedang cemas. “Bukannya kemarin kamu yang begitu menginginkannya.” Bian berbisik di telinga sang istri. Menggoda sang istri ternyata sangat mengasyikkan. Apalagi ketika sang istri sedang cemas. “Iya.” Flavia mengangguk. “Kamu berani?” Bian memastikan kembali.“Tentu aku berani.” Jelas dusta yang dikatakan Flavia. Dia tidak benar-benar berani seperti yang dikatakannya.“Baiklah, kita lihat saja.” Bian tersenyum. Gemas sekali sebenarnya melihat wajah sang istri. Lift terbuka, Bian dan Flavia m

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-29

Bab terbaru

  • Perfect Partner    Bab 165 Kebahagiaan Tiada Henti

    Bayi Flavia dan Bian masih di ruang NICU karena mereka masih perlu perawatan. Mengingat berat badan mereka masih begitu kecil. Flavia sendiri sudah belajar bangun paska operasi. Dia semangat melakukan itu semua karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya. Flavia pergi ke ruang NICU diantar oleh Bian. Dia duduk di kursi roda didorong oleh suaminya. Flavia ingin menyusui anak-anaknya. Tidak hanya sendiri, Flavia bersama dengan papanya, mertuanya, kakak, dan bibi dan paman mertuanya. Mereka semua melihat anak-anak Flavia dan Bian lebih dulu dari balik kaca. Tiga anak sedang pulas tertidur. Hal itu membuat mereka begitu gemas sekali. “Kalian sudah punya nama?” Mommy Shea menatap Flavia dan Bian. “Sudah Ma.” Flavia mengangguk. “Siapa?” Daddy Bryan begitu penasaran sekali dengan nama cucunya.“Si sulung, namanya Nathan Fabio Adion.” Karena anak laki-lakinya lahir pertama, jadi Bian menyebutnya sulung. “Itu yang bibirnya tebal namanya Fiorenza Claire Adion.” Bian menunjuk satu anak

  • Perfect Partner    Bab 164 Operasi

    Bian mengajak Flavia keliling komplek. Kebetulan sore hari. Cuaca tidak terlalu panas, jadi enak untuk berkeliling komplek. “Apa kamu suka?” Bian menoleh sejenak pada sang istri. “Tentu saja aku suka. Ternyata seru sekali.” Flavia begitu berbinar menikmati perjalanan. Angin yang bertiup sepoi-sepoi begitu nikmat sekali. “Kapan lagi kita berlima bisa naik motor ini. Nanti jika anak-anak lahir. Aku rasa hanya cukup mereka bertiga.” Bian tertawa. “Iya, satu di sana, dan dua di sini.” Flavia menunjuk tempat duduk di belakang Bian.“Iya, pasti seru membawa mereka bertiga keliling komplek bersama.” Bian sudah membayangkan akan seseru apa nanti kehidupan mereka dengan tiga anak. Bian dan Flavia menikmati perjalanannya keliling komplek. Bian melihat wajah sang istri yang benar-benar berbinar. Tidak sia-sia akhirnya Bian membelikan motor. Walaupun entah kapan akan dipakai lagi. Puas berkeliling-keliling. Akhirnya mereka kembali ke rumah. Bian membantu Flavia untuk turun dari motor. Tanga

  • Perfect Partner    Bab 163 Motor Bian

    Flavia mengukur perutnya yang sudah semakin membesar. Flavia selalu mencatat berapa ukuran perutnya. Tak hanya itu, dia mengambil foto setiap perkembangan besar perutnya. Itu akan dipakainya untuk dokumentasi.Bian yang masuk ke kamar melihat sang istri yang sedang asyik mengukur perutnya. Rasanya gemas sekali melihat istrinya. Bian menghampiri sang istri. Memeluk dari belakang. “Tanganku sepertinya tidak muat untuk memeluk.” Perut Flavia yang besar membuat Bian kesulitan.“Iya, ternyata besar sekali perutku.” Flavia sendiri merasa jika yang dikatakan sang suami benar. “Dengar, nanti kamu harus duduk diam saja. Aku yang akan memilih.” Rencananya hari ini Bian, Flavia, dan keluarga akan memilihkan baju untuk anak mereka. Mengingat usia kandungan cukup besar, sebenarnya Bian tidak tega untuk membiarkan sang istri memilih baju untuk anak mereka. “Baiklah, aku akan diam saja nanti di sana. Duduk manis, dan membiarkan kalian untuk memilih.” Flavia tersenyum. Dia juga tidak yakin jika ak

  • Perfect Partner    Bab 162 Biar Jadi Kejutan

    Kehamilan Flavia sudah mencapai enam bulan. Perut Flavia semakin besar. Ukurannya tidak seperti orang hamil pada umumnya. Itu karena di dalam kandungan Flavia ada tiga janin yang tumbuh. Hari ini Flavia akan mengecek kandungannya. Bulan ini rencananya mereka akan mengecek jenis kelamin, karena dua kali pemeriksaan tidak terlihat. Seperti biasa Bian dan Flavia tidak sendiri. Ada mommy, daddy, dan kakak-kakak mereka. Yang penasaran tidak hanya Flavia dan Bian saja. “Setelah ini kira-kira siapa lagi yang akan kita antar untuk ke rumah sakit memeriksakan kandungan?” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Semua kakak Bian langsung menggeleng. Karena tidak ada dari mereka yang berniat memiliki anak lagi. Tentu saja Flavia dan Bian adalah yang terakhir diantar oleh keluarga saat memeriksakan kandungan. Tentu saja itu membuat mereka semua memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Mama Lyra sudah menunggu di ruang pemeriksaan. Segera Flavia melakukan pemeriksaan. Mama Lyra segera mengecek keadaan janin

  • Perfect Partner    Bab 161 Ngidam

    Tidak ada makanan sama sekali di lemari pendingin. Hal itu membuat Bian bingung apa yang bisa dimakan sang istri malam-malam seperti ini.“Bagaimana jika kita ke restoran cepat saja? Mereka buka dua puluh empat jam. Jadi aku rasa kita bisa beli makanan di sana.” Bian pun memberikan ide.“Aku mau.” Sudah hampir sebulan ini Flavia di rumah. Berkutat di rumah terus. Walaupun ada keponakannya, tetap saja dia bosan. Jadi saat diajak keluar, tentu saja dia merasa senang.“Baiklah, kita ambil baju hangat dulu.” Bian mengajak sang istri untuk segera ke kamarnya.Bian dan Flavia menggunakan mobil untuk ke restoran cepat saja. Jalanan begitu lengang sekali. Mengingat sudah malam. Flavia benar-benar senang sekali. Akhirnya setelah sekian lama dia bisa keluar dari rumah, dan lebih menyenangkan adalah melihat suasana luar.“Kamu senang sekali.” Bian melihat jelas sang istri yang begitu senangnya.“Iya, kamu tahu bukan jika aku sudah sebulan jadi tahanan.” Flavia dengan wajah polosnya menatap Bian.

  • Perfect Partner    Bab 160 Keadaan Janin

    Mama Lyra segera melakukan tindakan untuk menolong Flavia. Beruntung pendarahan dapat diatasi. Setelah pendarahan dapat diatasi, Mama Lyra meminta perawat untuk membawa ke ruangan USG. Dia ingin memastikan keadaan kandungan Flavia. Bian senantiasa menemani Flavia.Mama Lyra memeriksa kandungan Flavia lewat layar USG. Tubuh Flavia yang lemas hanya pasrah saja ketika Mama Lyra melakukan pemeriksaan.Mama Lyra membulatkan matanya ketika melihat kandungan Flavia. Hal itu membuat Bian begitu panik.“Ma, ada apa?” tanya Bian. “Apa anakku kenapa-kenapa?” Bian benar-benar khawatir sekali.“Ada tiga janin di dalam kandungan Flavia.” Mama Lyra menatap Bian. Kemarin dia tidak melihat. Jadi kali ini dia cukup terkejut.Bian membulatkan matanya. Anaknya tidak lagi kembar dua saja, seperti kakaknya, tetapi tiga. Tentu saja itu membuatnya begitu terkejut.“Sayang, anak kita ada tiga.” Bian meraih tangan Flavia. Memberitahu sang istri. Kebetulan saat dibawa ke ruang USG Flavia tersadar.Flavia tidak

  • Perfect Partner    Bab 159 Mual Parah

    “Aku sudah mencari informasi dari internet, dan sepertinya tidak boleh.” Flavia tadi sempat mencari informasi apa saja yang tidak boleh dilakukan saat hamil muda. Dan dia menemukan hal itu. Apalagi jika bukan larangan untuk berhubungan suami istri. Bian mengembuskan napasnya. “Aku akan coba tanya Kak Dean saja. Agar lebih percaya.” Dia masih tidak percaya. Karena itu dia memilih untuk menghubungi kakak sepupunya itu. Bian segera bangun dari posisi tidurnya. Hal yang pertama dilakukannya adalah mengambil ponselnya. Kemudian, menghubungi Dean. “Halo, Bi.” Suara Dean dari seberang sana terdengar. “Kak, aku mau tanya?” “Tanya apa?” Dean di seberang sana bertanya. “Apa saat hamil muda tidak boleh melakukan hal intim?” Bian tanpa basa-basi bertanya. “Tentu saja tidak disarankan ketika hamil muda. Karena itu berisiko untuk kehamilan.” Dean berada di sana menjelaskan. Bian harus kecewa. Karena ternyata tidak boleh. “Baiklah. Terima kasih, Kak.” “Sama-sama, Bi.” Sambungan telepon ter

  • Perfect Partner    Bba 158 Perhatian

    “Sebaiknya kamu istirahat saja.” Bian menarik selimut untuk menutupi tubuh Flavia.Bian dan Flavia memutuskan untuk segera pulang setelah makan siang bersama para ibu Mengingat Flavia kelelahan setelah perjalanan dari proyek, tentu saja Bian tidak akan membiarkan.Flavia mengangguk. Dia memang cukup kelelahan, padahal di dalam perjalanan pulang tadi pagi, dia juga sempat tertidur. Namun, tubuhnya seolah tetap saja kelelahan.“Aku akan rapikan barang-barang kita dulu.” Bian mendaratkan kecupan di dahi sang istri.Tidak ada asisten rumah tangga di apartemen Bian. Karena itu Bian mengerjakan sendiri. Dia akan me-laundry semua pakaiannya. Bian terbiasa tinggal sendiri sewaktu di luar negeri. Jadi tentu saja itu membuatnya tidak kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah.Suara bel yang terdengar di tengah-tengah Bian yang sedang asyik merapikan semua pekerjaanya, membuatnya segera beralih ke pintu apartemennya melihat siapa gerangan yang datang.“Mommy.” Bian melihat sang mommy datang ke

  • Perfect Partner    Bab 157 Periksa Kandungan

    Bian duduk di kursi belakang bersama dengan Flavia. Menemani sang istri. Wajah Flavia begitu pucat sekali. Hal itu membuat Bian begitu panik sekali. Bian menyesali keputusannya yang setuju dengan sang istri mengunjungi proyek. Jika seperti ini, dia akan memilih untuk di rumah saja. Akhirnya, mobil sampai di rumah sakit. Mereka sampai di ruang unit gawat darurat. Perawat langsung menyambut Flavia dan Bian. Perawat meminta Bian untuk memindahkan ke brankar, tetapi Bian menolak. Dia memilih menggendong tubuh sang istri masuk ke ruang perawatan. Perawat segera mengecek keadaan Flavia. Mereka segera memasang infus, karena Flavia tidak sadarkan diri. Dokter jaga segera mengecek keadaan Flavia. “Apa yang dirasakan pasien?” Dokter bertanya pada Bian.“Tadi pagi istri saya mual, pusing, dan siang ini tiba-tiba pingsan.” Bian menjelaskan pada dokter. “Bu, apa dengar suara saya.” Dokter memanggil Flavia. Flavia membuka matanya ketika samar-samar mendengar suara. Dilihatnya langit-langit ber

DMCA.com Protection Status