Dua hari Flavia dan Bian menginap di hotel. Mereka menghabiskan waktu berdua. Walaupun sudah bisa ditebak apa yang mereka lakukan selama itu. Bian dan Flavia tidak langsung pulang. Mereka memilih ke rumah mommy dan daddy lebih dulu karena ternyata Ethan berada di sana. Mommy Shea kemarin meminta Ethan untuk tinggal di rumah. Merasa kasihan Ethan sendiri di apartemen. Saat sampai di rumah, Bian mendapati Ethan yang sedang sibuk memasak dengan para ibu. Mereka sangat sibuk sekali. “Kalian sudah pulang.” Mommy Shea menatap anak-anaknya. Merasa begitu senang sekali karena ternyata anaknya datang ke rumah. “Iya.” Bian dan Flavia menjawab bersamaan. Namun, pandangan mereka teralih pada Ethan yang sedang sibuk di dapur. Tampak para wanita menyuapi Ethan untuk mencicip masakan mereka. Flavia merasa bingung adiknya dikepung ibu-ibu di dapur. “Adikmu sedang mengajari kami masakan Italia.” Mommy Shea memberitahu menantunya. “Dia jadi bintang di sini.” Mommy Shea kembali menambahkan. Fla
“Apa benar kamu tidak pernah merawat anak-anak dengan benar?” Papa Harry langsung melemparkan pertanyaan itu pada istrinya. Mama Agnes begitu terkejut sekali. Dia tidak menyangka jika suaminya akhirnya tahu setelah puluhan tahun. Mama Agnes justru takut ketika suaminya bertanya padanya seperti itu. Melihat istrinya yang diam tentu saja membuat Papa Harry yakin jika istrinya memang tidak memperlakukan dengan baik anak-anaknya. “Sejak awal menikah, aku sudah bilang jika aku punya anak. Aku sudah bertanya apakah kamu siap memberikan kasih sayang. Jika aku tahu jika kamu tidak menyayangi anakku dengan baik, aku tidak akan menikahimu.” Papa Harry benar-benar kecewa sekali. “Jadi kamu menyesal menikah denganku?” Mama Agnes tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh suaminya tersebut. Kehadirannya seolah tidak dihargai sama sekali. “Iya, aku menyesal. Karena kamu merusak masa kecil anak-anakku.” Papa Harry menyesal ketika meninggalkan luka pada hati anak-anaknya. Padahal mereka pastiny
“Sepertinya Kak Bian benar-benar mencintai Kak Fla.” Ethan menghampiri kakaknya dan menemani kakaknya yang sedang memasak. “Iya, dia benar-benar mencintai aku.” Flavia juga merasa jika Bian memang begitu mencintainya. Walaupun awal perjalanan cinta mereka terasa sulit sekali. “Aku senang akhirnya Kak Fla menemukan orang yang tepat. Aku jauh lebih tenang sekarang.” Selama ini ada perasaan takut jika kakaknya tidak akan bahagia. Namun, semua sirna ketika melihat kakaknya begitu bahagia. Apalagi ada keluarga yang begitu baiknya. “Belajarlah yang benar. Jangan khawatirkan aku.” Flavia tersenyum. Dia ingin adiknya lulus dengan nilai terbaik. Agar kelak bisa mendapatkan kehidupan yang layak. “Tentu aku akan belajar dengan benar.” Ethan sadar jika pastinya kakaknya khawatir dengannya. Untuk sementara ini, dia tidak mengatakan jika nanti dia akan bekerja paruh waktu. Karena menurutnya, itu akan membebani pikiran kakaknya. Yang terpenting, kuliahnya bisa terlaksana dengan baik, dan lulus t
Bian memerhatikan Flavia yang sedang memoles wajahnya di depan cermin. Hari ini Flavia akan ada acara reuni. Walaupun reuninya akan diadakan siang, tetapi dia harus berangkat pagi untuk melakukan persiapan dan memastikan jika semuanya akan aman selama acara berlangsung. “Apa Nevan juga datang pagi?” tanya Bian menatap sang istri yang sedang berdandan. Sejujurnya, dia merasa begitu kecewa sekali karena tidak bisa ikut dengan Flavia. Juga tidak bisa mengawasi sang istri di sana. “Dia bukan panitia. Jadi tentu dia tidak datang pagi-pagi. Dia akan datang siang seperti yang lain.” Sambil memoles wajahnya, Flavia mencoba menjelaskan. Bian mengangguk-anggukkan kepalanya. Walaupun mengerti apa yang dikatakan sang istri, tetap saja dia merasa takut. Wajah cemasnya itu tidak bisa dibohongi dari wajah Bian. Flavia melihat wajah Bian dari pantulan cermin. Dilihatnya sang suami menekuk bibirnya. Seolah tampak kesal sekali. “Apa kamu tidak percaya denganku?” Flavia menatap sang suami dari pant
Sayangnya, saat obat diminum, tidak ada reaksi apa-apa. Sesak yang dirasakan Bian semakin bertambah. Wajah Bian sudah merah-merah. Bibirnya pun sudah bengkak karena makan bubur kepiting itu. “Bi.” Daddy Bryan mulai panik. Reaksi tubuh Bian jauh lebih parah dibanding dirinya. “Dad, a-aku ti-dak bi-sa na-pas.” Bian mencoba menjelaskan pada daddy-nya. “Bry, sepertinya reaksinya lebih parah dibanding kamu.” Papa Felix melihat Bian yang benar-benar sudah sangat kesakitan, meskipun sudah minum obat. “Lalu kita harus apa?” Daddy Bryan menatap Papa Felix.“Kita harus bawa dia ke rumah sakit. Bisa-bisa dia tidak bernapas jika dibiarkan.” Papa Felix jelas takut jika terjadi apa-apa dengan Bian. “Baiklah, ayo kita bawa ke rumah sakit.” Daddy Bryan setuju. “Bi, ayo kita ke rumah sakit.” Daddy Bryan mengangkat tubuh Bian. Memapah ke mobil. Papa Felix segera mengambil kunci mobil temanya yang berada di nakas. Dengan segera dia keluar untuk membuka pintu mobil. Daddy Bryan segera memasukkan Bi
“Dad, bagaimana keadaan Bian?” Ghea langsung melemparkan pertanyaan itu. “Sayang, Bian kenapa?” Mommy Shea menarik lengan Daddy Bryan. Daddy Bryan bingung harus menjawab apa. “Bian sesak napas karena alerginya kambuh.” Daddy Bryan memberitahu istrinya. “Bagaimana bisa alerginya kambuh? Apa dia makan udang, kepiting, atau kerang?” Mommy Shea melempar pertanyaan bertubi-tubi. Daddy Bryan panik. Dia memilah kata yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Tak mau sampai sang istri marah. “She, sebaiknya kamu masuk dulu untuk melihat keadaan Bian.” Papa Felix mengalihkan perhatian Mommy Shea. Dia tahu jika temannya tidak bisa menjawab pertanyaan sang istri. “Felix benar, She. Cek dulu Bian.” Mama Chika membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. Mommy Shea mengangguk. Dia segera berlalu masuk ke ruang perawatan. Disusul oleh Ghea, Freya, Mama Chika, Mommy Selly, Mama Lyra, Shera, dan Dearra. Mereka semua masuk ke ruang perawatan.Daddy Bryan lega karena akhirnya dia terselamatkan s
Flavia sadar jika Nevan tadi datang lebih awal karena dirinya. Namun, tadi saat hendak ke rumah sakit, dia benar-benar sangat panik. “Aku tahu aku salah karena ke rumah sakit dengannya, tetapi aku tidak berniat memberikan dia peluang untuk mendekati aku. Yang aku pikirkan tadi hanya bagaimana caranya untuk sampai di rumah sakit dengan segera.” Flavia menangis. Dia memang tidak terpikir apa pun. Dia hanya begitu khawatir dengan suaminya. “Jika kamu sampai melakukan hal ini, aku tidak akan pernah memaksa untuk berangkat.” Flavia begitu sedih sekali karena suaminya melakukan semua itu karena dirinya. Bian yang tadinya kesal, seketika luluh ketika melihat istrinya menangis. Dia menarik tangan Flavia dan memintanya untuk memeluknya. Flavia langsung memeluk sang suami. “Maafkan aku membuatmu bertindak nekat.” Flavia merasa semua berawal dari dirinya. “Tidak, Sayang. Semua ini salahku. Aku terlalu takut kamu dekat pria lain. Sampai-sampai aku meragukanmu dan melakukan hal nekat itu.” Fl
Bian dan Flavia sudah kembali lagi bekerja. Bian sudah sehat paska kejadian makan bubur kepiting ituSiang ini Bian ada janji dengan seseorang. Karena itu dia meminta sang istri untuk makan siang bersama dengan teman-temannya. “Maaf membuat Pak Bian menunggu.” Nevan segera menarik kursinya dan mendudukkan tubuhnya di atas kursi. “Tidak apa-apa.” Bian sengaja mengajak Nevan untuk bicara. Dia sadar jika segala hal memang harus diselesaikan dengan baik. Mereka segera memesan makanan dan menikmati makanan bersama. Nevan tahu untuk apa Bian mengajaknya untuk makan bersama. Apalagi jika bukan tentang Flavia. “Pasti kamu tahu untuk apa aku memintamu untuk ke sini.” Bian menatap Nevan. “Jika boleh saya menebak Pak Bian ingin bicara tentang Flavia.” Nevan menebak tujuan Bian. Bian tersenyum. Ternyata Nevan cukup pintar untuk menebak. “Iya, aku ingin membicarakan tentang istriku.” Bian membenarkan tebakan Nevan. “Aku tahu jika kalian dulu pernah dekat. Dengan istriku. Aku hanya ingin memb