Angelica berjalan sempoyongan membuat Dayton menoleh ketika hendak masuk ke apartemennya, Dayton melihat Angelica lagi-lagi pulang dalam keadaan mabuk, Dayton khawatir jika saja Angelica akan menerobos masuk ke kamarnya dan berakhir menginap, lalu menciumnya tanpa izin, tapi Angelica melintasinya, ketika hendak terjatuh dengan cepat Dayton membantu Angelica agar berjalan dengan lurus. Sungguh, wanita ini merepotkannya, jika saja ia mau, ia ingin sekali membiarkan wanita ini tetap di sini, namun naruninya sebagai laki-laki membuatnya harus mengalah. “Berapa password apartemenmu?” tanya Dayton yang masih menggenggam kuat lengan Angelica yang sudah hampir terjatuh. “Aku tidak tahu,” jawab Angelica, seraya mendongak. “Kamu siapa?” “Apa setiap mabuk kamu memang melupakan password apartemenmu? Dasar!” Dayton geram melihat tingkah wanita ini. “Memang banyak hal yang ingin aku lupakan dan yang pastinya aku tak ingin mengingatnya,” ujar Angelica membuat Dayton memicingkan mata karena jawaban wanita ini akhirnya membuatnya luluh, dan menyeret Angelica hingga ke apartemennya. “Kamu melupakan password apartemenmu tapi kamu tak lupa dengan jalan pulang. Kamu memang wanita yang aneh,” gumam Dayton membantu Angelica untuk duduk di sofa ruang tamunya. “Aku hanya ingin melupakan semuanya,” gumam Angelica membuat Dayton heran sejak tadi, Dayton duduk di samping wanita itu yang lagi-lagi tak sadarkan diri karena mabuk. “Berapa password apartemenmu? Aku akan membukanya untukmu, jika kamu tak mengingatnya kamu lagi-lagi akan berakhir tidur di apartemenku dan itu sangat menggangguku,” ujar Dayton. “Apa kamu tahu bagaimana perasaanku? Aku lelah dan aku ingin mati saja, tapi aku tak tau cara untuk mati, apa yang harus aku lakukan untuk melupakan semuanya? Aku ingin melupakan segalanya,” gumam Angelica benar-benar membuat Dayton penasaran. “Sebenarnya apa yang mengganggumu?” , tanya Dayton. “Semua orang tak ada yang menyukaiku, tak ada satu pun yang menyukaiku sekali pun saudaraku sendiri, tak ada yang suka dan buat apa aku hidup jika aku hanya membuat orang lain susah?” gumam Angelica yang tak menyadari jika ia menitikkan air mata. “Kenapa kamu bisa mengatakan hal itu? Siapa yang tak menyukaimu? Seberapa banyak yang tak suka?” tanya Dayton. “Semuanya, tak ada yang ku lakukan itu benar, aku hanya menghancurkan segalanya dan aku tak becus dalam bekerja, aku sedih,” ujar Angelica dengan memeluk Dayton tanpa ia sadari, Dayton menepuk-nepuk punggung Angelica dan membiarkan wanita itu memeluknya. “Apa kamu tahu? Jika saudaraku itu jahat? Dia tak menerimaku dan menganggapku anak sial, aku adalah dari seorang perempuan yang merebut kebahagiaan ibunya, aku anak hasil selingkuh, ia tak pernah menyukaiku, semenjak ayah dan ibuku meninggal, aku tinggal dan numpang hidup di rumah saudaraku, ia pun tak menyukainya dan selalu saja mengusirku,” ujar Angelica. “Aku tak tahu kenapa dunia begitu kejam padaku? Aku ingin bahagia walaupun hanya sekali seumur hidupku, aku ingin bahagia dan melupakan segala yang telah terjadi,” sambung Angelica. “Aku tinggal di apartemen saudaraku itu tidak gratis dan aku membayar sewa seperti sedang mengontrak, aku membiayai hidupku sendiri, namun aku belum siap untuk menjalani hidup ini sendiri, aku terlalu takut melakukannya,” gumam Angelica lalu tidur dengan mendengkur. Membuat Dayton dengan berani membelai lembut rambut Angelica, Dayton mencoba menenangkan wanita yang kini memeluknya dengan cara menepuknya dan membelainya. Angelica tak pernah sadar jika ia sudah menceritakan kisah hidupnya yang menyedihkan pada Dayton, Angelica hanya merasa aman dan nyaman berada dekat dengan Dayton sampai ia terbawa akan suasana. "Sabarlah. Semua akan berakhir dan kesedihanmu itu bukan lah satu-satunya hal yang paling menyedihkan di dunia ini," ujar Dayton sembari menepuk-nepuk punggung Angelica. “Apa ada hal lain yang lebih menyakitkan dari kisah hidupku?” “Yang pasti ada,” jawab Dayton. ♥♥♥ Ketika terbangun lagi-lagi Angelica terkejut bukan main ketika melihat dirinya berada di kamar Dayton, persis kejadian seperti kemarin malam, Angelica memukul kepalanya karena benar-benar bodoh dan Dayton selalu repot karena kehadirannya, Angelica mengacak-ngacak rambutnya frustasi, karena ia tak tau malu selalu berakhir di kamar seorang pria. "Turunlah untuk sarapan!" teriak Dayton membuat Angelica bergegas mengambil pakaiannya dan turun ke lantai bawah. Angelica menundukkan kepala dan tak berani menatap Dayton. "Aku akan kembali ke kamarku. Aku minta maaf," ujar Angelica menundukkan kepala hendak melangkah meninggalkan Dayton yang sedang berdiri membuat sarapan lengkap dengan celemeknya. Pria yang mandiri menurut ukuran Angelica, dan tampan. "Aku bilang duduk!" perintah Dayton. "Tapi---" "Duduk saja!" perintah Dayton membuat Angelica terpaksa duduk, Dayton jadi sedikit ibah mendengar semalam Angelica curhat tanpa sadar. Ia hanya mencoba jadi teman yang baik. "Makan sarapanmu!" kata Dayton, menyerupai perintah, lalu memberikan sepiring makan untuk Angelica, wanita yang selalu dengan bebas keluar masuk ke kamarnya. "Terima kasih," lirih Angelica lagi-lagi menundukkan kepala. "Apa kepalamu tak sakit, terus menunduk seperti itu?" tanya Dayton seraya meneguk secangkir kopi yang sudah ia siapkan sendiri. Angelica tersenyum kecil, lalu menikmati sarapan yang di siapkan Dayton untuknya, untuk pertama kali ia merasa tersanjung ketika seorang pria memasak untuknya. "Maafkan aku, karena aku... tidurmu jadi tidak nyaman," ujar Angelica. "Hm, jika kamu sadar diri... Apa tidak sebaiknya kamu berhenti mabuk-mabukkan?" tanya Dayton. "Aku tau itu mempengaruhimu jika aku mabuk, tapi aku memiliki alasan kenapa aku mabuk setiap harinya," ujar Angelica. "Jika kamu mabuk, bagaimana jika kamu salah kamar dan masuk ke kamar orang lain selain kamarku? Apa kamu akan selamat?" "Untungnya aku tak pernah salah lantai," kekeh Angelica membuat Dayton menggeleng. "Terima kasih makanannya, akan kupastikan aku membayarmu lain kali, aku minta maaf karena menyebabkan kesalahan," ujar Angelica lalu beranjak dari duduknya, seraya menundukkan kepala dan berlari menuju pintu keluar membuat Dayton terkekeh melihatnya. "Dasar wanita aneh," gumam Dayton menggelengkan kepala. ♥♥♥ Mansion, Pukul 10.00 Alice berjalan menaiki tangga karena harus bersiap menuju salon, karena malam nanti, keluarga calon suaminya akan berkunjung, tentu saja itu membuat Alice bersemangat, pasalnya sudah sejak lama ia menyukai sang pangeran yang bernama Zachary itu, tak ada yang membuatnya paling bersemangat saat ini, selain pertemuan keluarga yang akan di lakukan malam nanti, tampil cantik adalah hal yang harus dan wajib, ketika akan bertemu calon suami dan keluarganya. "Hei, Sayang, ada apa dengan tatapanmu itu?" tanya Rayoen membuat sang istri berbalik. "Aku baru kali pertamanya melihat wanita sesenang itu ketika akan di jodohkan, selama ini aku tak pernah melihatnya dan di drama pun mengatakan tak ada yang akan sesenang itu ketika akan di jodohkan," ujar Lucia. "Jadi, sejak tadi itu ternyata kamu melihat Alice?" "Hm, aku merasa senang tapi juga bingung" "Putri kita akan menikah tentu saja sebagai orang tua kita akan ikut senang dan bahagia, Sayang," ujar Rayoen. "Coba lah untuk menjodohkan putramu juga, akan lebih menyenangkan jika Dayton pun menikah," ujar sang istri. "Aku bingung harus menjodohkannya dengan siapa, tapi aku sudah memiliki rencana untuk menjodohkan Dayton setelah menikah kan Alice." "Dengan siapa?" "Anak klienku dulu." "Sekarang dia ada di mana? Kenapa tak menyuruh anak temanmu itu untuk berkunjung?" "Aku tak yakin, Sayang, tapi klienku itu sudah meninggal dunia dan dia memiliki dua anak perempuan yang bernama Arminda dan juga_ aku lupa nama anak terakhirnya, dan rencananya aku akan menjodohkannya dengan anak tertuanya yang bernama Arminda," ujar Rayoen. "Aku tak sabar melihat kedua anak kita memiliki pasangan dan nantinya akan membuat kita memiliki cucu dari mereka, jika saja putri tertuaku masih hidup akan lebih sangat sangat membahagiakan," ujar Lucia menitikkan air mata. "Micky yang telah mempertemukan kita, dia akan menjadi bidadari di surga sana, dia juga pasti sangat bahagia melihat adik-adiknya bahagia dan suatu saat akan menikah," ujar Rayoen memeluk sang istri yang sedang menangis.
Sampai di salon, Alice langsung duduk dan melihat seseorang yang tak asing sedang mewarnai rambutnya, Alice memicingkan mata karena seperti mengenal wanita tersebut.“Permisi,” sapa Alice.“Hm?” Wanita itu berbalik yang ternyata Angelica.“Oh … Alice?” Angelica tersenyum.“Iya. Ini aku, kau apa kabarnya?” tanya Alice, seraya memeluk Angelica.“Aku tentu saja baik. Kamu bagaimana?”“Aku juga baik,” jawab Alice. “Lalu … mengapa mewarnai rambutmu, Angel? Apa kamu sedang frustasi? Karena ini benar-benar bukan gayamu,” ujar Alice yang juga sedang di kerjakan oleh pegawai salon yang duduk berdampingan dengan Angelica.“Aku memang sedang frustasi dan kamu selalu tahu apa yang sedang aku pikirkan, kamu bagaimana? Tumben kamu ke salon bukankah katamu kamu malas ke salon dan tak suka salon?” tanya Angelica.“Hari ini … aku akan bertemu dengan calon suami juga mertuaku,” kekeh Alice.“Benarkah? Bagaimana dengan sekolahmu?”“Aku akan lulus sebentar lagi.”“Wahh. Aku tak percaya akhirnya sebenta
Ketika para orang tua sedang berbicara di ruang keluarga.. Alice dan Zach berdiri di dekat kolam renang dengan mengobrol, sedangkan Angelica melihat-lihat ruang-ruang lain yang berada di lantai atas karena Alice menyuruhnya untuk melihat-lihat selagi ia dan zach menghabiskan waktu mengobrol. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Dayton. Angelica terkejut dan hampir saja melompat. “Kamu mengejutkanku” “Kamu terlihat mencurigakan,” sindir Dayton. “Jadi kamu mencurigaiku?” “Aku tak mengatakan bahwa aku curiga,” ujar Dayton lalu duduk di sofa dekat beranda. “Tapi maksud perkataanmu sudah mengatakannya jelas” “Ya sudah, aku mau tanya.” “Menanyakan soal apa?” “Aku tak pernah habis pikir jika ternyata Alice bersahabat denganmu, aku pikir sahabatnya adalah Mutia,” kata Dayton. “Aku sudah lama tak bertemu Alice dan baru bertemu dengannya hari ini,” ujar Angelica. “Aku
Sampai di kantor, Dayton langsung masuk ke ruangannya dan duduk menyerendengkan kepalanya di kursi kebesarannya, Joseph masuk ke ruangan atasannya dan melihat kegundangan hati sang atasan.“Pak.” Joseph membuat Dayton sadar dan memperbaiki duduknya.“Ada apa?”“Ada meeting yang akan Anda hadiri pagi ini.”“Baiklah, kamu bisa pergi.”Joseph menundukkan kepala lalu berjalan keluar dari ruangan atasannya.♥♥♥Alice memilih tak ke sekolah lagi, sedangkan sang ayah dan ibu tak memaksa Alice untuk sekolah, Alice lebih memilih untuk menghabiskan waktunya mempersiapkan pernikahannya, hal yang sangat membahagiakannya adalah hal ini. Menikah dengan pria idaman dan menjalin sebuah hubungan yang sebelumnya tak pernah ia lakukan.“Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang? Kenapa tak ke sekolah? Bukan kah kamu harusnya lulus tahun ini?” tanya sang mommy.“Sekolah itu sudah tak penting, Mom, sebentar lagi ‘kan aku menikah tentu saja hal yang terpenting adalah mempersiapkan pernikahanku,” jawab Alice m
Angelica masuk ke gedung apartemennya dengan berjalan sempoyongan seperti biasa membuatnya duduk di depan kamarnya, Angelica memilih tak masuk ke dalam apartemen karena ia tak bisa bertemu kakaknya yang sudah menunggunya sejak tadi. Angelica mencoba mengatur napasnya dan duduk di depan kamarnya. Suara pintu terbuka terdengar membuat Angelica tersadar dan beranjak dari duduknya, Arminda sedang menatapnya kesal, membuat Angelica tak bisa mendongak karena begitu bingung harus mengatakan apa jika sang kakak menanyakan tempat tinggalnya. “Apa kamu sudah mendapatkan tempat tinggal?” tanya Arminda tanpa menyuruh Angelica untuk masuk. “Aku belum mendapatkannya,” jawab Angelica, lalu menundukkan kepala. “London luas bodoh, kenapa di kota seluas ini kamu tak mendapatkan satu pun tempat?” “Karena biaya sewanya sangat mahal, aku sudah berusaha seharian ini, tapi aku tak mendapatkan tempat yang sesuai dengan pendapatanku, kamu ‘kan tahu aku hanya bekerja sebagai make up artis,” ujar Angelica yang m
Angelica tak bisa mengatakan apa pun lagi, permintaan Alvin membuat para wanita ini tak bisa bergerak dari tempatnya dan mengatur segala kebutuhan Angelica di dalam kamar.Dayton masuk ke dalam kamar dan melihat para pegawai butik sedang menyiapkan dan mengatur segalanya, Angelica menghampiri Dayton dan berusaha mengatur napasnya karena sikap Dayton seperti ini membuatnya sedikit salah paham.“Apa semua ini di butuhkan?” tanya Angelica dengan berbisik.“Tentu saja, kamu akan tinggal di sini sementara waktu.”“Kata siapa?"“Terus kamu ada tujuan lain?”Angelica menggelengkan kepalanya.“Aku hanya berusaha membantumu karena kamu adalah sahabat adikku,” ujar Dayton.“Tapi, menurutku ini berlebihan.”“Jangan selalu menolak niat baik orang lain.”“Tapi—““Apa kamu tak bisa menikmatinya saja?”“Aku bukannya menolak, tapi ini semua pasti membutuhkan uang yang banyak dan aku terdengar seperti merepotkanmu.”“Kamu sejak awal sudah merepotkanku jadi lakukan saja apa yang aku peri
Angelica sedang merias Rihana yang sedang menatapnya sejak tadi, Angelica berusaha tak memperdulikannya sampai Rihana mengatakan sesuatu.“Aku lihat hari ini kamu berpakaian feminim.”“Aku terpaksa,” jawab Angelica.“Terpaksa karena apa? Dan … kelihatannya gaun dan sepatumu itu sangat mahal. Aku tahu sekali.”“Ini tidak mahal sama sekali, kok.”“Jangan membohongiku, Angel, aku tau itu pakaian dan sepatu dari butik ternama. Apa kamu lupa? Aku ini artis dan aku mengetahui semuanya tentang fashion,” ujar Rihana membuat kru lainnya memicingkan mata.“Oh.”“Apa kamu menjadi simpanan pria kaya?”“Ha ha ha, jangan mengejekku,” geleng Angelica.“Terus? Kamu mencurinya?”“Tentu saja tidak, apaan sih.. sepertinya pertanyaanmu itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kita,” ujar Angelica membuat Rihana geram.“Aku ‘kan hanya bertanya, apa susahnya untuk menjawabnya? Lagian semua orang tau jika gajimu itu tak akan cukup membeli pakaian mewah itu walaupun sampai 5 tahun kamu bekerja
Dayton sedang meeting dan mendengar proyek yang sedang di presentasikan oleh salah satu pegawainya, Dayton menganggukkan kepala mendengarnya tanda jika ia memahaminya. Sejenak ia di ganggu oleh suara telfonnya, melihat sang adik yang menelfonnya, Dayton berusaha tak perduli, Dayton menyuruh Joseph untuk mengangkatnya, Joseph menganggukkan kepala lalu keluar dari ruangan rapat. "Halo?" jawab Joseph. "Mana kakakku?""Dia tak bisa di ganggu, Nona, karena beliau ada rapat," jawab Joseph. "Katakan padanya untuk menelponku.""Tapi, beliau ada rapat.""Katakan saja padanya ini tentang Angelica.""Baiklah, Nona, akan saya sampaikan.""Ya sudah, katakan padanya dan jangan lupa," ujar Alice mengakhiri telfonnya dan kembali menghampiri Zach yang sedang menunggunya.Joseph kembali menghampiri atasannya itu dan duduk tepat di belakang sang atasan."Pak, Nona Alice ingin anda menelfonnya", bisik Joseph. "Selesai rapat aku akan menelponnya.""Katanya ini penting, tentang Nona Angel
Angelica berusaha melepas genggaman tangan Dayton tapi genggaman itu malah semakin kuat dan Alvin enggan melepasnya.“Ada apa ini? Kenapa kamu kembali? Apa kamu membawa Bodyguard bersamamu?” tanya Rihana menghampiri Dayton dan Angelica.“Lepaskan aku,” bisik Angelica tapi tak di perdulikan Dayton.“Minta maaf-lah sama dia, perlu berlutut di depan kakinya,” ujar Dayton membuat Anjy menghentikan Dayton yang sudah keterlaluan menyuruh artis papan atas berlutut, mendengar hal itu Rihana malah tertawa bak harimau yang siap mengaum mencari mangsa.“Anda siapa? Kenapa datang-datang malah menyuruh artis saya berlutut?” tanya Anjy.“Hentikan, Day,” bisik Angelica lagi-lagi tak di perdulikan Dayton.“Siapa dia, Angel? Suruh dia menghentikan semuanya jika ia tak mau sampai berurusan dengan polisi,” ujar Anjy.“Hei, Angelica, kamu hanya bisa menerima kenyataan sekarang,
Tujuh tahun kemudian.“Angel, kenapa kamu diam saja?” tanya Alice, duduk disamping kakak iparnya.“Aku hanya sedang berpikir, bahwa banyak hal yang sudah ku lalui,” jawab Angelice. “Aku sekarang bahagia.”“Kamu harus bersyukur bahwa kebahagiaan yang kamu alami saat ini, cukup membuktikan bahwa kamu kuat selama ini,” jawab Alice, mengelus punggung kakak iparnya.“Jujur, aku sering mengeluh tentang apa yang tidak aku miliki. Atau bahkan aku sering meminta kepada Tuhan seolah aku mendikte Dia. Padahal … Tuhan pasti sudah tahu dan paling tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik buat kita. Hal ini berhubungan dengan pengalamanku bekerja sebagai make up artis. Aku masuk ke dalam rutinitas yang sangat amat membosankan. Kenapa? Karena aku orangnya memang mudah bosan, dan kalo sudah bosan, pikiran pasti kemana-mana. Salah satunya mengeluh kepada Tuhan, kenapa aku tidak seperti gini tidak seperti itu. Tapi kadang aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah, tapi juga aku tidak bisa
Dayton menatap wajah istrinya yang kini sedang menatapnya, karena mengerti, semuanya keluar dari kamar perawatan, dan membiarkan Dayton dan Angelica berduaan karena mereka sudah lama tidak pernah saling menatap.“Sayang, aku baik-baik saja,” kata Angelica. “Aku malu jika kamu terus melihatku seperti itu.”“Aku bahagia sekali kamu sudah sadar, Sayang, dan aku benar-benar takut kehilangan kamu,” lirih Dayton, menggenggam tangan istrinya dan menciuminya beberapa kali, ia duduk di hadapan Angelica istrinya yang kini menyerendengkan tubuhnya di ranjang pasien. “Aku melangkahkan kaki bersama dengan harapan. Dan, aku menunggumu dalam sepi, meski ditemani ketidakpastian. Terkadang hatiku perih, namun aku yakin kamu akan baik-baik saja.”“Aku bersyukur sekali memiliki dirimu, Sayang,” lirih Angelica.“Aku yang bersyukur bahwa kamu masih ada di sini, dan menatapku.”Angelica menganggukkan kepala.“Aku mohon sama kamu, jangan pernah menemui perempuan itu lagi, aku tidak akan bisa hidup j
Dayton tengah duduk diam dan menatap wajah pucat istrinya, ia menitikkan air mata, dan menggenggam tangan dingin itu lalu menciuminya sesekali.“Aku mohon. Kamu harus sadar, Sayang,” kata Dayton, menciumi pipi istrinya. “Aku menunggumu di sini. Dan, aku sangat merindukanmu.”Sesaat kemudian, Alice kembali dan membawa dua kotak makanan, Dayton menoleh melihat adiknya sesaat dan kembali menatap istrinya.“Kak, makan dulu,” kata Alice, membuat Dayton menghela napas.“Aku sudah makan tadi siang,” jawab Dayton.“Itu makan siang, Kak, ini makan malam,” kata Alice, menggelengkan kepala, dan menaruh dua kotak makanan itu di atas meja dekat sofabed.“Aku masih kenyang, taruh saja,” kata Dayton.“Kamu tidak pulang, Kak? Ganti baju dan menjenguk Alden,” tanya Alice.“Besok pagi aku akan pulang.”“Baiklah. Kalau begitu aku taruh makanannya di sini,” kata Alice.“Iya.”“Aku pulang dulu, Kak, besok pagi aku akan datang menggantikanmu.”“Hem.”Alice lalu melangkah meninggalkan Dayton
Beberapa hari telah berlalu, namun Angelica belum juga sadarkan diri, semua keluarga hanya berdoa dan menunggu Angelica sadar dan setelah itu ia bisa kembali pada keluarganya. Alden terus menangis, semua keluarga tahu, bahwa Alden peka terhadap musibah yang dihadapi ibu dan ayahnya saat ini.Dayton tak pernah berhenti untuk menemani istrinya, ia akan ke kantor dan mengerjakan pekerjaannya secepatnya dan kembali ke rumah sakit. Ia hanya akan ke mansion berganti pakaian dan mengecek Alden, setelah itu ia akan ke rumah sakit dan menemani istrinya.Semua urusan perusahaan akan di urus oleh Sas—direktur utama.Gunting yang menyayat perutnya melukai organ lainnya, dan ditambah lagi gunting itu adalah gunting yang sangat berkarat yang mampu membuat luka itu terinfeksi seperti luka Angelica.Kebaikan hati Angelica membuatnya terlupa bahwa Arminda tak akan berubah secepat itu, ia sampai melupakan bahwa Arminda tidak pernah menyukainya, dan dendam dihati Arminda sudah mengakar dihatinya s
Dayton kini tengah menandatangani semua dokumen yang kini memenuhi mejanya, semua harus selesai, dan ia amati agar tak ada kesalahan dalam proyek yang di jalankan perusahaannya. Dayton harus mengamatinya dengan teliti agar tak ada yang tumpang tindih.Kepanikan Joseph membuat Dayton menoleh dan menatap asistennya itu.“Ada apa, Joshep?” tanya Dayton. “Kau mengganggu konsentrasiku.”“Tuan, sesuatu terjadi,” kata Joseph, entah kenapa bibirnya seperti terkunci dan tidak bisa mengatakan sesuatu.“Ada apa? Apa yang terjadi? Apa kau tak bisa berbicara lebih jelas?” tanya Dayton, membuat Joseph menganggukkan kepala.“Tuan, Nyonya kini sedang di rumah sakit, beliau tertikam di kantor polisi,” jawab Joseph, membuat Dayton berdiri dari duduknya dan menatap taham ke arah asistennya itu.“Apa? Apa maksudmu?”“Saya mendapatkan telpon dari rumah sakit,” jawab Joseph.“Kau jangan bercanda, Jo,” kata Dayton.“Saya tidak bercanda, Tuan,” jawab Joseph.“Ya sudah. Kita ke rumah sakit sekaran
Angelica menggendong Alden di pangkuannya, ia jadi tidak kesepian jika Dayton beranjak kerja, karena Alden selalu menemaninya, atau Alice yang datang ketika dibutuhkan.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Angelica berseru. “Masuk!”Alice masuk membawa kantong kertas di tangannya.“Aku tidak mengganggu, ‘kan?” tanya Alice, duduk disamping Angelica.“Ya tidak lah, Alice, kamu ini kayak sama siapa aja.”“He he,” kekeh Alice. “Aku bawa sesuatu untuk Alden.”Alice membuka kantong kertas yang di tangannya dan membuka beberapa lembar pakaian dan sepatu, membuat Angelica terkekeh ketika melihat antusias Alice membelikan sesuatu untuk putranya.“Ya ampun, Alice, lihat itu lemari Alden jadi full karena pakaian yang kamu beli, semuanya juga belum ada yang Alden pakai,” kekeh Angelica, menggeleng melihat Alice antusias.“Ini kan bisa di pakai di rumah, jalan-jalan, atau pas Alden sudah besar baru dipake,” jawab Alice. “Aku beli di babyshop yang bagus loh.”“Babyshop mana?”“Aku p
“Nak, ada apa? Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Lucia.“Aku akan mengambil makan untuk Angelica, Mom,” jawab Dayton.“Biarkan Kemal yang mengambilkannya,” kata Lucia. “Kemal, ambilkan makan untuk menantuku.”“Iya, Nyonya,” jawab Kemal, lalu melangkah meninggalkan majikannya.“Apa yang di lakukan Alden, Kak?” tanya Alice.“Dia tertidur di pelukanku,” jawab Dayton.“Ternyata kakakku ini sudah bisa menjadi Ayah,” kekeh Lucia, membuat semuanya tersenyum.“Dad akan menyewa babysitter untuk Alden,” sambung Rayoen—sang Papa.“Iya. Benar kata ayahmu, agar Angelica bisa bebas bergerak, dan tidak terkungkung,” kata Lucia, menimpali.“Aku menyerahkan semuanya ke Dad dan Mom,” jawab Dayton.“Bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah, Bro?” tanya Zach.“Apa kau sudah menginginkannya?” tanya Dayton, kembali.“Jika di beri kesempatan, tentu saja aku mau,” jawab Zach, membuat Alice menyikut suaminya agar diam.“Itu akan terjadi jika benar kau menginginkannya, Nak,” kata Rayoen.“Ini, Nyo
Sampai di rumah sakit, semua perawat juga beberapa dokter menghampiri Dayton, membuat semua pengunjung keheranan melihat kesigapan mereka.“Istri saya mau melahirkan,” kata Dayton, membuat beberapa perawat mengambil ranjang pasien yang bisa di dorong dan membawanya ke hadapan Dayton dan Lucia.Dayton meletakkan istrinya dengan pelan di atas ranjang dorong, lalu menggenggam jari jemari suaminya.“Antarkan pasien ke ruang bersalin,” perintah salah satu dokter.Semua perawat pun sigap dan membawa Angelica ke ruang bersalin.“Tuan jangan khawatir, semua akan baik-baik saja,” kata dokter Hammers.“Lakukan yang terbaik untuk istriku, Tuan Hammers,” pintah Dayton.“Tentu.”Lucia menepuk punggung putranya. “Kamu tak usah khawatir, Nak, begitu juga Mommy melahirkanmu dulu,” kata Lucia.“Mom, apa semua akan baik-baik saja?”“Pasti, Nak, kan kamu dengar sendiri apa yang di katakan Hammers,” jawab Lucia.Dayton menyapu wajahnya dengan kedua tangannya, karena merasa khawatir atas apa
Dayton lagi-lagi mengabaikan istrinya dan terus berjalan. Ia tidak suka melihat istrinya keluar dari kamar tanpa memberitahukannya, lalu dengan santai Angelica mengobrol dengan lelaki lain, hal itu membuat hati Dayton terluka. Meski berlebihan, tapi seperti itulah Dayton yang sangat mencintai istrinya. “Sayang, kenapa kau diam saja? Kau tidak percaya ‘kan aku sedang hami dan mau mengobrol dengan lelaki lain?” tanya Angelica, berusaha mengejar suaminya yang masih berjalan didepannya. Angelica menggelengkan kepala berusaha sabar karena sepenuhnya adalah kesalahannya. “Kita kembali ke London saja,” kata Dayton. “Kok mendadak?” tanya Angelica. “Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.” “Kita ‘kan baru seminggu di sini, sisa seminggu juga ‘kan jadwal cuti kamu?” tanya Angelica. “Pokoknya kita harus pulang. Seminggu saja sudah membuatku muak di sini.” “Ada apa denganmu? Kenapa berubah seperti