Ketika para orang tua sedang berbicara di ruang keluarga.. Alice dan Zach berdiri di dekat kolam renang dengan mengobrol, sedangkan Angelica melihat-lihat ruang-ruang lain yang berada di lantai atas karena Alice menyuruhnya untuk melihat-lihat selagi ia dan zach menghabiskan waktu mengobrol. “Apa yang sedang kamu lakukan?” tanya Dayton. Angelica terkejut dan hampir saja melompat. “Kamu mengejutkanku” “Kamu terlihat mencurigakan,” sindir Dayton. “Jadi kamu mencurigaiku?” “Aku tak mengatakan bahwa aku curiga,” ujar Dayton lalu duduk di sofa dekat beranda. “Tapi maksud perkataanmu sudah mengatakannya jelas” “Ya sudah, aku mau tanya.” “Menanyakan soal apa?” “Aku tak pernah habis pikir jika ternyata Alice bersahabat denganmu, aku pikir sahabatnya adalah Mutia,” kata Dayton. “Aku sudah lama tak bertemu Alice dan baru bertemu dengannya hari ini,” ujar Angelica. “Aku pikir kamu sedang mabuk-mabukkan lagi.” “Aku baru saja pulang dari syuting Rihana dan aku langsung kemari, aku tak punya waktu dan alasan untuk mabuk hari ini,” jawab Angelica. “Syukurlah, karena jika kamu mabuk aku tak di apartemen,” sindir Dayton. “Haha, jangan menggodaku, Tuan.” “Kamu mewarnai rambutmu?” “Apa tak cocok?” “Tidak juga.” “Aku pun merasakan hal yang sama bahwa aku benar-benar terkejut jika ternyata kamu adalah kakak Alice yang sering ia ceritakan padaku,” sambung Angelica. “Maafkan Alice yang mengatakan kepada keluarga calon suaminya tentang aku yang adalah calon istrimu.” Sepeninggalan keluarga Hilston, Lucia memeluk Angelica karena sahabat putrinya itu sudah mau hadir dan memenuhi undangan Alice, Angelica hanya bisa tersenyum melihat kasih sayang yang di tunjukkan Lucia padanya, benar-benar terasa seperti ibunya sendiri. “Mom, jangan terus memeluknya,” ujar Alice. “Aunty mengucapkan terima kasih karena kamu sudah hadir di sini,” ujar Lucia. “Iya, Aunty, saya juga berterima kasih karena jamuan dan sambutannya hari ini.” “Jangan berterima kasih, Nak, teman Alice berarti kami anggap seperti keluarga sendiri,” sambung Rayoen. “Apa kamu tak mau menginap saja di sini, Nak?” tanya Lucia. “Maafkan saya, Aunty, tapi besok saya harus bekerja,” jawab Angelica, tak enak hati. “Terus, kamu bagaimana, Nak?” tanya Rayoen pada Alvin. “Dad, tentu saja Dayton tak mau menginap karena jikalau pun ia menginap, bagaimana dengan Angelica? Angelica tak mungkin pulang sendirian,” jawab Alice. “Benar kata Alice, Mom, Dad. Aku akan pulang saja, karena besok pun aku harus bekerja,” sambung Dayton. “Ya sudah, Mom dan Dad berharap lain kali kalian akan menginap,” ujar Lucia. Alice memeluk Angelica tanda terima kasihnya karena Angelica sudah mengusahakan datang setelah bekerja. “Thanks, Angel, karena kamu sudah mengusahakan untuk datang, aku sangat senang dan berterima kasih,” ujar Alice mengelus punggung sang sahabat. “Hm, terima kasih juga atas jamuannya, Lice,” sambung Angelica. Angelica dan Dayton lalu berjalan meninggalkan keluarga Leonidas dan menuju gedung utama, semua bodyguard yang sedang berdiri tegap dalam penjagaan menundukkan kepala melihat sang anak majikan sedang menyusuri pintu keluar. Di dalam perjalanan, Dayton dan Angelica memilih diam dan tak mengatakan apapun, suasana akhirnya begitu canggung ketika Dayton pun memilih diam, Angelica sesekali melirik ke arah Dayton yang sedang fokus menyetir. Angelica menikmati waktunya di mansion keluarga Leonidas. Benar-benar seperti rumah sendiri karena sambutan hangat dari Rayoen dan sang istri. “Apa aku bisa bertanya?” tanya Angelica membuat Dayton menganggukkan kepala. “Kenapa kamu tak tinggal bersama keluargamu? Mereka hangat dan rumah kamu pun besar, tentu saja tak ada alasan bagimu untuk jauh dari keluarga, aku minta maaf karena banyak tanya tapi aku benar-benar penasaran,” ujar Angelica yang tak sadar bahwa ia sudah lancing. “Maaf aku lancang, tidak perlu menjawabnya,” sambung Angelica. “Aku hanya ingin mandiri, memang pilihanku sering kali membuat orang lain sulit memahaminya, tapi ini lah aku. Aku suka sendiri dan tak bergantung pada orang lain termaksud keluargaku,” jawab Dayton membuat Angelica menoleh tak percaya jika alvin mau menjawab pertanyaannya yang terdengar ikut campur. “Aku tak menyangka ada ya anak dari keluarga bangsawan yang tidak memamerkan apa yang ia miliki,” gumam Angelica. “Buat apa harta jika tak di bawah mati, karena harta dan uang hanya lah dunia semata yang tak akan kita bawa ketika kita pergi nanti, hidup memang butuh pertahanan jadi itulah mengapa manusia bekerja,” ujar Alvin membuat Angelica tersenyum. “Maksud kamu, kamu bekerja karena untuk bertahan hidup?” “Tentu saja, tak perlu bangga dengan harta yang bukan milikku kan? Tapi milik orang tuaku,” ujar Dayton akhirnya menoleh. Angelica mengangguk dengan kagum. Sampai di apartemen, Dayton lalu memakirkan mobilnya di parkiran yang sudah di sediakan untuk semua orang yang memiliki kamar disini, alvin keluar dari mobilnya begitupun Angelica, mereka lalu berjalan berdampingan menuju lift, ketika lift terbuka mereka berdua masuk, beberapa menit kemudian mereka sampai di lantai 12, Angelica masuk ke kamarnya begitu pun Dayton yang tak berbalik dan menganggap Angelia tak ada, Dayton memang hanya akan berbicara jika menurutnya itu penting, jika tidak.. Alvin tak akan pernah mau bicara. Angelica merebahkan tubuhnya di atas sofa lalu terdengar dering ponselnya. Angelica membulatkan matanya penuh ketika Arminda menelfonnya. “Hallo?” “Di mana kamu?” tanya Arminda. “Aku di apartemenmu.” “Aku akan kembali ke London besok, jadi aku harap kamu sudah menemukan tempat tinggal untukmu sendiri, aku tak mau pulang dan hidup bersamamu,” ujar Arminda membuat Angelica hanya mendengarnya karena ia sudah terbiasa mendengar Arminda mengusirnya. “Aku akan menemukan tempat tapi nanti,” ujar Angelica. “Apa kamu mau meminta waktu lagi? Apa kamu tak malu ketika numpang hidup di tempat orang lain yang bukan siapa-siapa? Berpikirlah lebih jernih,” ujar Arminda begitu kasar. “Aku saudaramu, Arminda.” “Apa? Saudara? Kita tak di lahirkan di rahim yang sama dan kamu hanya anak Adopsi jadi jangan pernah berpikir dan merasa bahwa aku saudaramu, jika aku tak kasihan padamu aku sudah meracunimu sejak lama, tapi karena aku memiliki hati, aku jadi membiarkanmu tetap hidup,” ujar Arminda. “Baiklah, pulang lah besok dan kita akan bicara.” “Kamu terus saja mengatakan itu tapi nyatanya kamu tak juga sadar dan keluar dari apartemenku,” ujar Arminda. “Aku akan memikirkannya, mendapatkan tempat itu tak semudah berjalan jauh, Arminda.” “Jangan menyebut namaku!" bentak Arminda. "Aku berharap kau bisa meninggalkan apartemenku!" Arminda mengakhiri telpon dengan suara yang amat keras, Angelica menelan ludah, dan kekasaran saudaranya menjadi kebiasaan baginya. Ia sudah terbiasa dihentak dan di usir dari apartemen, namun ia belum juga meninggalkan tempat. *** Angelica keluar dari apartemennya, hendak berjalan menuju Lift tapi sebuah tangan mencegahnya, Angelica berbalik dan mendapati seorang pria sedang menyeringai mengerikan, Angelica berusaha melepas genggaman tangan pria menngerikan itu tapi Angelica tak bisa. “Lepaskan aku,” pintah Angelica. “Bagaimana kabarmu sayang?” tanya pria itu. “Lepaskan aku, jangan menggangguku Axen.” “Kamu menyuruhku untuk tidak menganggumu dan itu terdengar lucu ketika Arminda sudah menjualmu padaku,” ujar Axen dengan sunggingan senyum mengerikan. “Itu urusanmu dengan Arminda, aku tak tau apa-apa, Axen, jadi lepaskan aku,” pintah Angelica. Alvin melihat Angelica sedang meringis kesakitan ketika seorang pria menggenggamnya kuat, Dayton menghampiri pria itu dan dengan kasar melepas genggaman tangan Axen dan menghempaskannya. “Siapa kamu?” tanya Axen. Sedangkan Angelica berlindung di belakang Dayton yang sedang membelanya. “Aku bukan siapa-siapa, tapi kenapa kamu mengganggu wanita ini?” , tanya Dayton. “Jika kamu bukan siapa-siapa, berarti kamu tak usah ikut campur dengan urusanku” “Katakan dulu, kau mau apa?” tanya Dayton “Aku akan membawa Angelica bersamaku dan menikahinya, kakaknya sudah menjualnya padaku dan dia adalah milikku” “Hahaha, dia milikmu?” “Kenapa kau tertawa? Apa maksudmu?” “Jangan meremehkanku, Tuan, silahkan pergi dari sini atau kamu menginginkan agar di seret keluar dari apartemen ini? Ini bukan tempat untuk orang-orang sepertimu,” ujar Dayton. “Meremehkanmu? Kau yang lucu, apa hubunganmu dengan Angelica sampai kamu membelanya? Apa kau kekasihnya?” tanya Axen. “Aku sudah mengatakan bahwa aku bukan siapa-siapa, tapi wanita ini meringis kesakitan dan sebagai pria yang perduli aku harus membantunya, jadi pergi dari sini, Sebelum aku laporkan kamu ke polisi!” “Aku akan kembali, Angelica, jangan pikir aku pergi karena aku menyerah mendapatkanmu,” ujar Axen lalu berjalan meninggalkan Dayton dan Angelica. Angelica menghela napas panjang, ia selamat kali ini, tentu saja karena Dayton. “Kau tak apa-apa?” tanya Dayton. “Hem, aku tak apa-apa. Terima kasih, Dayton, kamu lagi-lagi menyelamatku,” ujar Angelica yang tak mendongak dan terus saja menunduk. “Dia sudah pergi, kenapa kamu masih menunduk?” “Hem, aku malu sama kamu” “Apa kesalahanmu sehingga kamu merasa malu?” “Aku ….” Lift terbuka membuat kalimat Angelica terhenti, Dayton mempersilahkan Angelica untuk masuk duluan. “Siapa dia? Apa maksudnya bahwa kakakmu telah menjualmu?” tanya Dayton yang tak berharap agar pertanyaannya terjawab. “Arminda meminjam sejumlah uang yang besar pada Axen dan dia telah menjadikanku sebagai alat jaminan jika saja ia tak bisa membayarnya,” jawab Angelica. “Dia terlihat seperti orang jahat.” “Hem, dia memang jahat. Selama ini, dia sudah mengejarku.” Dayton memilih tak bertanya lagi dan menundukkan kepala melihat Angelica yang terlihat gelisah dan takut. Sampai di lobi, Angelica berjalan berdampingan dengan Dayton. Sejak di lift, Angelica tak pernah mengatakan apa pun, seperti ada ketakutan dalam hatinya, Angelica berusaha mengatur pacuan jantungnya, karena di saat Dayton menolongnya ada rasa nyaman yang menyeruak hebat tak berujung. “Aku akan mengantarmu,” ujar Dayton. “Aku harus ke suatu tempat, aku tak bekerja pagi ini.” “Kemana?” tanya Dayton. “Aku harus mencari tempat tinggal.” “Bukankah kamu mengatakan tinggal bersama saudaramu, kenapa mencari tempat tinggal?” “Maaf aku harus pergi dan tak bisa menjawab pertanyaanmu,” ujar Angelica berjalan meninggalkan Alvin yang sedang menatapnya penasaran. Di dalam perjalanan Dayton begitu penasaran dan mengingat curhatan Angelica sewaktu mabuk yang mengatakan bahwa saudaranya jahat dan tak menyukainya, entah kenapa sangat heran mendengar saudara yang terlahir tak akur. Dayton menekuri jalan lewat kaca jendela dan mencoba berpikir sejenak tentang pria yang katanya telah membeli Angelica, ketika sadar Dayton menggelengkan kepalanya. “Apa-apaan, sih, kenapa juga aku perduli,” gumam Dayton lalu menggelengkan kepalanya.
Sampai di kantor, Dayton langsung masuk ke ruangannya dan duduk menyerendengkan kepalanya di kursi kebesarannya, Joseph masuk ke ruangan atasannya dan melihat kegundangan hati sang atasan.“Pak.” Joseph membuat Dayton sadar dan memperbaiki duduknya.“Ada apa?”“Ada meeting yang akan Anda hadiri pagi ini.”“Baiklah, kamu bisa pergi.”Joseph menundukkan kepala lalu berjalan keluar dari ruangan atasannya.♥♥♥Alice memilih tak ke sekolah lagi, sedangkan sang ayah dan ibu tak memaksa Alice untuk sekolah, Alice lebih memilih untuk menghabiskan waktunya mempersiapkan pernikahannya, hal yang sangat membahagiakannya adalah hal ini. Menikah dengan pria idaman dan menjalin sebuah hubungan yang sebelumnya tak pernah ia lakukan.“Apa yang sedang kamu lakukan, Sayang? Kenapa tak ke sekolah? Bukan kah kamu harusnya lulus tahun ini?” tanya sang mommy.“Sekolah itu sudah tak penting, Mom, sebentar lagi ‘kan aku menikah tentu saja hal yang terpenting adalah mempersiapkan pernikahanku,” jawab Alice m
Angelica masuk ke gedung apartemennya dengan berjalan sempoyongan seperti biasa membuatnya duduk di depan kamarnya, Angelica memilih tak masuk ke dalam apartemen karena ia tak bisa bertemu kakaknya yang sudah menunggunya sejak tadi. Angelica mencoba mengatur napasnya dan duduk di depan kamarnya. Suara pintu terbuka terdengar membuat Angelica tersadar dan beranjak dari duduknya, Arminda sedang menatapnya kesal, membuat Angelica tak bisa mendongak karena begitu bingung harus mengatakan apa jika sang kakak menanyakan tempat tinggalnya. “Apa kamu sudah mendapatkan tempat tinggal?” tanya Arminda tanpa menyuruh Angelica untuk masuk. “Aku belum mendapatkannya,” jawab Angelica, lalu menundukkan kepala. “London luas bodoh, kenapa di kota seluas ini kamu tak mendapatkan satu pun tempat?” “Karena biaya sewanya sangat mahal, aku sudah berusaha seharian ini, tapi aku tak mendapatkan tempat yang sesuai dengan pendapatanku, kamu ‘kan tahu aku hanya bekerja sebagai make up artis,” ujar Angelica yang m
Angelica tak bisa mengatakan apa pun lagi, permintaan Alvin membuat para wanita ini tak bisa bergerak dari tempatnya dan mengatur segala kebutuhan Angelica di dalam kamar.Dayton masuk ke dalam kamar dan melihat para pegawai butik sedang menyiapkan dan mengatur segalanya, Angelica menghampiri Dayton dan berusaha mengatur napasnya karena sikap Dayton seperti ini membuatnya sedikit salah paham.“Apa semua ini di butuhkan?” tanya Angelica dengan berbisik.“Tentu saja, kamu akan tinggal di sini sementara waktu.”“Kata siapa?"“Terus kamu ada tujuan lain?”Angelica menggelengkan kepalanya.“Aku hanya berusaha membantumu karena kamu adalah sahabat adikku,” ujar Dayton.“Tapi, menurutku ini berlebihan.”“Jangan selalu menolak niat baik orang lain.”“Tapi—““Apa kamu tak bisa menikmatinya saja?”“Aku bukannya menolak, tapi ini semua pasti membutuhkan uang yang banyak dan aku terdengar seperti merepotkanmu.”“Kamu sejak awal sudah merepotkanku jadi lakukan saja apa yang aku peri
Angelica sedang merias Rihana yang sedang menatapnya sejak tadi, Angelica berusaha tak memperdulikannya sampai Rihana mengatakan sesuatu.“Aku lihat hari ini kamu berpakaian feminim.”“Aku terpaksa,” jawab Angelica.“Terpaksa karena apa? Dan … kelihatannya gaun dan sepatumu itu sangat mahal. Aku tahu sekali.”“Ini tidak mahal sama sekali, kok.”“Jangan membohongiku, Angel, aku tau itu pakaian dan sepatu dari butik ternama. Apa kamu lupa? Aku ini artis dan aku mengetahui semuanya tentang fashion,” ujar Rihana membuat kru lainnya memicingkan mata.“Oh.”“Apa kamu menjadi simpanan pria kaya?”“Ha ha ha, jangan mengejekku,” geleng Angelica.“Terus? Kamu mencurinya?”“Tentu saja tidak, apaan sih.. sepertinya pertanyaanmu itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan kita,” ujar Angelica membuat Rihana geram.“Aku ‘kan hanya bertanya, apa susahnya untuk menjawabnya? Lagian semua orang tau jika gajimu itu tak akan cukup membeli pakaian mewah itu walaupun sampai 5 tahun kamu bekerja
Dayton sedang meeting dan mendengar proyek yang sedang di presentasikan oleh salah satu pegawainya, Dayton menganggukkan kepala mendengarnya tanda jika ia memahaminya. Sejenak ia di ganggu oleh suara telfonnya, melihat sang adik yang menelfonnya, Dayton berusaha tak perduli, Dayton menyuruh Joseph untuk mengangkatnya, Joseph menganggukkan kepala lalu keluar dari ruangan rapat. "Halo?" jawab Joseph. "Mana kakakku?""Dia tak bisa di ganggu, Nona, karena beliau ada rapat," jawab Joseph. "Katakan padanya untuk menelponku.""Tapi, beliau ada rapat.""Katakan saja padanya ini tentang Angelica.""Baiklah, Nona, akan saya sampaikan.""Ya sudah, katakan padanya dan jangan lupa," ujar Alice mengakhiri telfonnya dan kembali menghampiri Zach yang sedang menunggunya.Joseph kembali menghampiri atasannya itu dan duduk tepat di belakang sang atasan."Pak, Nona Alice ingin anda menelfonnya", bisik Joseph. "Selesai rapat aku akan menelponnya.""Katanya ini penting, tentang Nona Angel
Angelica berusaha melepas genggaman tangan Dayton tapi genggaman itu malah semakin kuat dan Alvin enggan melepasnya.“Ada apa ini? Kenapa kamu kembali? Apa kamu membawa Bodyguard bersamamu?” tanya Rihana menghampiri Dayton dan Angelica.“Lepaskan aku,” bisik Angelica tapi tak di perdulikan Dayton.“Minta maaf-lah sama dia, perlu berlutut di depan kakinya,” ujar Dayton membuat Anjy menghentikan Dayton yang sudah keterlaluan menyuruh artis papan atas berlutut, mendengar hal itu Rihana malah tertawa bak harimau yang siap mengaum mencari mangsa.“Anda siapa? Kenapa datang-datang malah menyuruh artis saya berlutut?” tanya Anjy.“Hentikan, Day,” bisik Angelica lagi-lagi tak di perdulikan Dayton.“Siapa dia, Angel? Suruh dia menghentikan semuanya jika ia tak mau sampai berurusan dengan polisi,” ujar Anjy.“Hei, Angelica, kamu hanya bisa menerima kenyataan sekarang,
Sepeninggalan Joseph, Dayton memijat pelipis matanya, ia benar-benar terlupa telah menyuruh Joseph menelpon Damian."Damian pasti ingin menanyakan tentang apa yang terjadi, aishh... Aku benar-benar bodoh telah melakukan semua itu demi wanita tak tau terima kasih," gumamnya.Angelica masih di kamarnya sedangkan Dayton sudah keluar dari kamar dan menuju ke kantor, ia sudah meninggalkan rapat hanya untuk wanita yang tidak pernah tau terima kasih, Angelica mendesah tak percaya jika ia mengatakan hal yang sudah pasti membuat Dayton tersinggung, Angelica mengacak rambutnya frustasi.Angelica keluar dari kamarnya dan mendapati hanya maid yang ada di dalam apartemen. Maid itu membungkukkan badan melihat Angelica yang keluar kamarnya."Apa anda membutuhka sesuatu?" tanya Maid itu. "Apa Tuanmu sudah pergi?""Iya barusan.""Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu, saya harus ke suatu tempat," ujar Angelica hendak melangkah meninggalkan maid tapi langkahnya tiba-tiba terhenti."Tapi tunggu," ujar Ange
"Kenapa pria ini terlihat tak menyukaiku. Aish ... benar-benar tak akan mudah untuk menggaetnya, tapi tidak apalah, anggap saja ini sebuah perjuangan untuk menjadi orang kaya," batin Arminda."Aku dan Damian sedang membicarakan bisnis dan mom memanggilku kemari untuk menjodohkanku dengan wanita ini? Aku tak suka Mom, Dad ... aku bisa mencari jodoh sendiri selagi Mom dan Dad tak ikut campur, aku tau mana wanita yang baik dan tidak baik," ujar Dayton penuh penekanan. "Sejak kapan kamu terlihat membangkang, Dayton? Dad tak memberikan segalanya untuk membuatmu melawan kata dad dan Mommy mu," ujar Rayoen. Sedangkan Alice tersenyum."Aku tidak suka Dad dan Mom ikut campur dengan siapa jodohku," ujar Dayton. "Sadarlah, Dayton, kamu tidak pernah membangkang tentang apa yang ayahmu putuskan?" tanya Lucia heran. "Mom, Dad .. Kak Dayton memiliki hak untuk memilih dengan siapa dia akan bersama, Kak Dayton bisa mengurusnya, dia akan membawa wanita itu jika dia sudah siap," sambung Alice."Sia
Tujuh tahun kemudian.“Angel, kenapa kamu diam saja?” tanya Alice, duduk disamping kakak iparnya.“Aku hanya sedang berpikir, bahwa banyak hal yang sudah ku lalui,” jawab Angelice. “Aku sekarang bahagia.”“Kamu harus bersyukur bahwa kebahagiaan yang kamu alami saat ini, cukup membuktikan bahwa kamu kuat selama ini,” jawab Alice, mengelus punggung kakak iparnya.“Jujur, aku sering mengeluh tentang apa yang tidak aku miliki. Atau bahkan aku sering meminta kepada Tuhan seolah aku mendikte Dia. Padahal … Tuhan pasti sudah tahu dan paling tahu apa yang kita butuhkan dan apa yang terbaik buat kita. Hal ini berhubungan dengan pengalamanku bekerja sebagai make up artis. Aku masuk ke dalam rutinitas yang sangat amat membosankan. Kenapa? Karena aku orangnya memang mudah bosan, dan kalo sudah bosan, pikiran pasti kemana-mana. Salah satunya mengeluh kepada Tuhan, kenapa aku tidak seperti gini tidak seperti itu. Tapi kadang aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah, tapi juga aku tidak bisa
Dayton menatap wajah istrinya yang kini sedang menatapnya, karena mengerti, semuanya keluar dari kamar perawatan, dan membiarkan Dayton dan Angelica berduaan karena mereka sudah lama tidak pernah saling menatap.“Sayang, aku baik-baik saja,” kata Angelica. “Aku malu jika kamu terus melihatku seperti itu.”“Aku bahagia sekali kamu sudah sadar, Sayang, dan aku benar-benar takut kehilangan kamu,” lirih Dayton, menggenggam tangan istrinya dan menciuminya beberapa kali, ia duduk di hadapan Angelica istrinya yang kini menyerendengkan tubuhnya di ranjang pasien. “Aku melangkahkan kaki bersama dengan harapan. Dan, aku menunggumu dalam sepi, meski ditemani ketidakpastian. Terkadang hatiku perih, namun aku yakin kamu akan baik-baik saja.”“Aku bersyukur sekali memiliki dirimu, Sayang,” lirih Angelica.“Aku yang bersyukur bahwa kamu masih ada di sini, dan menatapku.”Angelica menganggukkan kepala.“Aku mohon sama kamu, jangan pernah menemui perempuan itu lagi, aku tidak akan bisa hidup j
Dayton tengah duduk diam dan menatap wajah pucat istrinya, ia menitikkan air mata, dan menggenggam tangan dingin itu lalu menciuminya sesekali.“Aku mohon. Kamu harus sadar, Sayang,” kata Dayton, menciumi pipi istrinya. “Aku menunggumu di sini. Dan, aku sangat merindukanmu.”Sesaat kemudian, Alice kembali dan membawa dua kotak makanan, Dayton menoleh melihat adiknya sesaat dan kembali menatap istrinya.“Kak, makan dulu,” kata Alice, membuat Dayton menghela napas.“Aku sudah makan tadi siang,” jawab Dayton.“Itu makan siang, Kak, ini makan malam,” kata Alice, menggelengkan kepala, dan menaruh dua kotak makanan itu di atas meja dekat sofabed.“Aku masih kenyang, taruh saja,” kata Dayton.“Kamu tidak pulang, Kak? Ganti baju dan menjenguk Alden,” tanya Alice.“Besok pagi aku akan pulang.”“Baiklah. Kalau begitu aku taruh makanannya di sini,” kata Alice.“Iya.”“Aku pulang dulu, Kak, besok pagi aku akan datang menggantikanmu.”“Hem.”Alice lalu melangkah meninggalkan Dayton
Beberapa hari telah berlalu, namun Angelica belum juga sadarkan diri, semua keluarga hanya berdoa dan menunggu Angelica sadar dan setelah itu ia bisa kembali pada keluarganya. Alden terus menangis, semua keluarga tahu, bahwa Alden peka terhadap musibah yang dihadapi ibu dan ayahnya saat ini.Dayton tak pernah berhenti untuk menemani istrinya, ia akan ke kantor dan mengerjakan pekerjaannya secepatnya dan kembali ke rumah sakit. Ia hanya akan ke mansion berganti pakaian dan mengecek Alden, setelah itu ia akan ke rumah sakit dan menemani istrinya.Semua urusan perusahaan akan di urus oleh Sas—direktur utama.Gunting yang menyayat perutnya melukai organ lainnya, dan ditambah lagi gunting itu adalah gunting yang sangat berkarat yang mampu membuat luka itu terinfeksi seperti luka Angelica.Kebaikan hati Angelica membuatnya terlupa bahwa Arminda tak akan berubah secepat itu, ia sampai melupakan bahwa Arminda tidak pernah menyukainya, dan dendam dihati Arminda sudah mengakar dihatinya s
Dayton kini tengah menandatangani semua dokumen yang kini memenuhi mejanya, semua harus selesai, dan ia amati agar tak ada kesalahan dalam proyek yang di jalankan perusahaannya. Dayton harus mengamatinya dengan teliti agar tak ada yang tumpang tindih.Kepanikan Joseph membuat Dayton menoleh dan menatap asistennya itu.“Ada apa, Joshep?” tanya Dayton. “Kau mengganggu konsentrasiku.”“Tuan, sesuatu terjadi,” kata Joseph, entah kenapa bibirnya seperti terkunci dan tidak bisa mengatakan sesuatu.“Ada apa? Apa yang terjadi? Apa kau tak bisa berbicara lebih jelas?” tanya Dayton, membuat Joseph menganggukkan kepala.“Tuan, Nyonya kini sedang di rumah sakit, beliau tertikam di kantor polisi,” jawab Joseph, membuat Dayton berdiri dari duduknya dan menatap taham ke arah asistennya itu.“Apa? Apa maksudmu?”“Saya mendapatkan telpon dari rumah sakit,” jawab Joseph.“Kau jangan bercanda, Jo,” kata Dayton.“Saya tidak bercanda, Tuan,” jawab Joseph.“Ya sudah. Kita ke rumah sakit sekaran
Angelica menggendong Alden di pangkuannya, ia jadi tidak kesepian jika Dayton beranjak kerja, karena Alden selalu menemaninya, atau Alice yang datang ketika dibutuhkan.Suara ketukan pintu terdengar, membuat Angelica berseru. “Masuk!”Alice masuk membawa kantong kertas di tangannya.“Aku tidak mengganggu, ‘kan?” tanya Alice, duduk disamping Angelica.“Ya tidak lah, Alice, kamu ini kayak sama siapa aja.”“He he,” kekeh Alice. “Aku bawa sesuatu untuk Alden.”Alice membuka kantong kertas yang di tangannya dan membuka beberapa lembar pakaian dan sepatu, membuat Angelica terkekeh ketika melihat antusias Alice membelikan sesuatu untuk putranya.“Ya ampun, Alice, lihat itu lemari Alden jadi full karena pakaian yang kamu beli, semuanya juga belum ada yang Alden pakai,” kekeh Angelica, menggeleng melihat Alice antusias.“Ini kan bisa di pakai di rumah, jalan-jalan, atau pas Alden sudah besar baru dipake,” jawab Alice. “Aku beli di babyshop yang bagus loh.”“Babyshop mana?”“Aku p
“Nak, ada apa? Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Lucia.“Aku akan mengambil makan untuk Angelica, Mom,” jawab Dayton.“Biarkan Kemal yang mengambilkannya,” kata Lucia. “Kemal, ambilkan makan untuk menantuku.”“Iya, Nyonya,” jawab Kemal, lalu melangkah meninggalkan majikannya.“Apa yang di lakukan Alden, Kak?” tanya Alice.“Dia tertidur di pelukanku,” jawab Dayton.“Ternyata kakakku ini sudah bisa menjadi Ayah,” kekeh Lucia, membuat semuanya tersenyum.“Dad akan menyewa babysitter untuk Alden,” sambung Rayoen—sang Papa.“Iya. Benar kata ayahmu, agar Angelica bisa bebas bergerak, dan tidak terkungkung,” kata Lucia, menimpali.“Aku menyerahkan semuanya ke Dad dan Mom,” jawab Dayton.“Bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah, Bro?” tanya Zach.“Apa kau sudah menginginkannya?” tanya Dayton, kembali.“Jika di beri kesempatan, tentu saja aku mau,” jawab Zach, membuat Alice menyikut suaminya agar diam.“Itu akan terjadi jika benar kau menginginkannya, Nak,” kata Rayoen.“Ini, Nyo
Sampai di rumah sakit, semua perawat juga beberapa dokter menghampiri Dayton, membuat semua pengunjung keheranan melihat kesigapan mereka.“Istri saya mau melahirkan,” kata Dayton, membuat beberapa perawat mengambil ranjang pasien yang bisa di dorong dan membawanya ke hadapan Dayton dan Lucia.Dayton meletakkan istrinya dengan pelan di atas ranjang dorong, lalu menggenggam jari jemari suaminya.“Antarkan pasien ke ruang bersalin,” perintah salah satu dokter.Semua perawat pun sigap dan membawa Angelica ke ruang bersalin.“Tuan jangan khawatir, semua akan baik-baik saja,” kata dokter Hammers.“Lakukan yang terbaik untuk istriku, Tuan Hammers,” pintah Dayton.“Tentu.”Lucia menepuk punggung putranya. “Kamu tak usah khawatir, Nak, begitu juga Mommy melahirkanmu dulu,” kata Lucia.“Mom, apa semua akan baik-baik saja?”“Pasti, Nak, kan kamu dengar sendiri apa yang di katakan Hammers,” jawab Lucia.Dayton menyapu wajahnya dengan kedua tangannya, karena merasa khawatir atas apa
Dayton lagi-lagi mengabaikan istrinya dan terus berjalan. Ia tidak suka melihat istrinya keluar dari kamar tanpa memberitahukannya, lalu dengan santai Angelica mengobrol dengan lelaki lain, hal itu membuat hati Dayton terluka. Meski berlebihan, tapi seperti itulah Dayton yang sangat mencintai istrinya. “Sayang, kenapa kau diam saja? Kau tidak percaya ‘kan aku sedang hami dan mau mengobrol dengan lelaki lain?” tanya Angelica, berusaha mengejar suaminya yang masih berjalan didepannya. Angelica menggelengkan kepala berusaha sabar karena sepenuhnya adalah kesalahannya. “Kita kembali ke London saja,” kata Dayton. “Kok mendadak?” tanya Angelica. “Banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.” “Kita ‘kan baru seminggu di sini, sisa seminggu juga ‘kan jadwal cuti kamu?” tanya Angelica. “Pokoknya kita harus pulang. Seminggu saja sudah membuatku muak di sini.” “Ada apa denganmu? Kenapa berubah seperti