PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 24)Dua malam dirawat inap di rumah sakit, selama itu pula Hamizan tidak pernah diizinkan untuk mendekati orang tua tersebut. Namun anak muda itu tidak mau menyerah. Dia tetap bertahan di sana dan membantu sebisa mungkin melalui Hasan, Nizar, serta Dayat. Pada keesokan harinya, Kiai Bashori meminta pulang setelah berbincang banyak dengan sahabatnya, Kiai Anam hampir seharian semalaman penuh.“Saya tidak bisa berlama-lama di sini, Nam,” kata Kiai Bashori lirih. “Saya harus segera pulang dan mengawasi Arumi anak saya. Apalagi … pemuda itu masih juga ada di sini dan belum pulang-pulang.”Kiai Anam tersenyum kecil. Dia paham yang dimaksud oleh sahabatnya tersebut, pastilah Hamizan. Balas ayah dari Basil itu kemudian, “Apa yang harus kamu cemaskan, Bas? Sejak dia turut datang di acara lamaran anak-anak kita, Nak Hamizan tidak pernah sekalipun meninggalkan rumah sakit ini. Dia selalu di sini, menjagai kamu.”“Itu ‘kan, cuma akal
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 25)“Saya terima, nikah dan kawinnya, Arumi Nasha Lazeta binti Bapak Kiai Haji Bashori Amanuddin dengan mahar uang senilai lima miliar dibayar tunai!” ucap Hamizan Rabbani dengan lancar dan tegas sambil menjabat erat tangan petinggi Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah itu.“Bagaimana para saksi? Apakah ijab kabulnya sah?” tanya seorang naib pada saksi-saksi yang ada, termasuk Kiai Anam Al Fathoni.“Sah! Insyā Allāh sah!” seru ayahnya Basil Basyiruddin tersebut serta satu orang saksi lagi, yakni Ustaz Muzakir, suami dari Azizah.“Alhamdulillāhirabbil’ālamīn ….” Serempak orang-orang yang hadir di ruangan tersebut berucap syukur, lalu mengusap muka masing-masing.Kiai Bashori segera melepaskan tangannya dari genggaman jemari Hamizan. Wajah orang tua itu, tampak kuyu. Tidak terulas sedikit pun, bias senyum dari sosok tersebut.Hamizan melongo. Padahal dia hendak mencium tangan ayah dari Arumi yang kini telah resmi menjadi bapak
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 26)Episode : Di Balik Mahar Lima MiliarUsai melaksanakan dan mengikuti acara walimatul ‘urs bersama kedua pengantin, keluarga, serta tamu undangan, Kian Bashori dan Kiai Anam segera berpindah ke ruangan lain. Keduanya bermaksud mengadakan percakapan susulan, sebagaimana yang telah mereka rencanakan sebelumnya.Diikuti tatapan dari Umi Afifah, kedua laki-laki tua tersebut berjalan berdampingan.‘Apa sebenarnya yang akan mereka bicarakan?’ membatin Umi Afifah, masih terduduk di tempat semula. ‘Kelihatannya serius banget.’Wanita tua itu tidak bermaksud untuk membuntuti, cukup memperhatikan sosok suami serta sahabatnya itu dari kejauhan. Lantas menghilang di balik tembok pembatas ruangan.“Di sini saja, Nam,” kata Kiai Bashori setelah berada di sebuah ruangan yang tertutup dan cukup jauh dari bagian-bagian di dalam rumahnya. “Sebenarnya, apa yang ingin kamu bicarakan?”Kiai Anam tertawa, sampai terkekeh-kekeh sendiri. “Sabar,
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 27)Episode : Malam Pengantin“Sebentar … sebentar,” sela Azizah di tengah-tengah percakapan antara Hamizan dan Arumi. “Tadi saya dengar, setelah kalian berdua menikah, Dik Izan bukan lagi orang yang Dik Arumi kenal, itu … itu maksudnya bagaimana, ya? S-saya belum ngerti, nih. Bisa kalian bantu jelaskan?”Hamizan dan Arumi sama-sama tersenyum. “Bagaimana, Nèng? Siapa yang mau menjelaskan? Aku atau Enèng sendiri?” tanya lelaki muda tersebut pada kekasihnya.Arumi menjawab, “Sebaiknya Mas Izan sendiri yang bicara. Kak Izah memang berhak tahu tentang ini, Mas.”Azizah memandangi keduanya dengan tatapan heran. Dia berpikir, Hamizan dan Arumi telah menyembunyikan sesuatu darinya.Sebelum berucap, Hamizan menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu. Dia tersenyum dan tampak sekali tiada garis beban apa pun di wajahnya, terkecuali rasa bahagia karena sebentar lagi akan segera memperistri Arumi.“Baiklah,” kata lelaki yang kelak akan
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 28)Episode : Perpisahan “Apa Nak Hamizan tidak tinggal saja dulu untuk sementara di sini?” ucap Umi Afifah merasa berat karena hendak ditinggalkan oleh anak-menantunya hari ini. “ … Atau biarkan Arumi di sini dulu, nanti pekan depan Nak Hamizan balik lagi ke sini.”Mata tua wanita itu berkaca-kaca disertai nada suara lirih, seperti tertekan dengan dera perasaan yang menghimpit dada.Hamizan melirik pada istrinya yang berdiri di samping. Sebenarnya, dia pun merasakan hal yang sama terkait keberangkatannya tersebut. Namun karena memiliki kewajiban lain, mau tidak mau hanya semalam menginap di rumah keluarga Arumi.“Bagaimana ini, Dik?” tanya lelaki tersebut pada istrinya. “Umi berharap, Adik jangan dulu ikut sama aku hari ini.”Bola mata Arumi bergerak-gerak liar, seperti tengah merasakan kebingungan untuk menentukan sikap. Di satu sisi, tidak teg
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 29)Episode : Hari Terakhir Di Rumah LamaBi Inah dan Mang Karta sama-sama membisu usai mendengarkan penuturan dari Hamizan dan Arumi, terkait rencana kepindahan mereka berdua dari rumah.“Saya sudah minta sama Pak Waluyo, agar Mamang dan Bibi tetap tinggal di sini dan melanjutkan tugas serta pekerjaan seperti biasa,” ujar Hamizan di pengujung penjelasannya. “Mengenai kami, saya dan Dik Arum, mungkin dalam waktu dekat ini akan—”“Den ….,” sebut Bi Inah menukas ucapan Hamizan. “Mengapa Aden melakukan ini? Sadarkah Aden, kalau rumah ini adalah warisan dari Tuan dan Nyonya Subagyo? Papah-Mamah Den Izan sendiri. Kami berdua, sama sekali tidak menduga, kalau ternyata Aden telah menjualnya. Buat apa, Den?” tanya perempuan tua berusia 60’an tahun tersebut, terkaget-kaget sekaligus merasa heran.Mang Karta turut menimpali. “Benar, De
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 30)Episode : Berpindah Ke Kontrakan BaruHari pertama menempati rumah kontrakan, Hamizan dan Arumi bahu membahu merapikan kondisi tempat tinggal mereka yang baru. Hingga akhirnya pasangan suami-istri itu pun duduk-duduk, terkulai, kelelahan.“Capek ya, Dik?” tanya Hamizan yang tergolek di samping sang istri. Keduanya sama-sama terlentang menghadap langit-langit yang berwarna putih kecoklatan. Berbahan anyaman bambu atau bilik yang dicat menggunakan bahan sejenis kapur. Disebagian tempat, kondisinya pun sudah mulai retak-retak, bolong, dan berjatuhan.“Capeklah. Memangnya Mas Izan tidak?” tanya balik Arumi sembari memutar kepala, memandangi suaminya dari samping. “Mas lapar?”“Adik sendiri?” Malah kini giliran Hamizan yang mengajukan pertanyaan tandingan. Arumi mengangguk malu. “Yā Allāh ….,” seru lelaki tersebut seraya bangkit dari rebahan. “Kenapa Adik tidak bila
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 31)Episode : Di Balik Kekerasan Hati Abah BashoriSementara itu, kita lihat dulu kejadian sebelum Hamizan dan Arumi pergi dari lingkungan Pondok Pesantren Al Ardul Basyariyah beberapa hari yang lalu. Pasangan pengantin baru tersebut menghadap Umi Afifah usai melaksanakan ijab kabul dan walimatul 'urs."Ke mana Abah, Umi?" tanya Arumi, tidak melihat sosok ayahnya itu di sana.Menjawab wanita tua tersebut dengan raut wajah kuyu, "Ada, Nak. Tadi Umi lihat, Abah bersama Kiai Anam ke sana." Umi Afifah menunjuk ke satu arah ruangan. "Entahlah, sedang apa mereka di sana."Arumi melirik pada Hamizan, laki-laki yang baru saja menghalalkannya sebagai sepasang suami-isteri."Bagaimana ini, Mas? Apa kita bicarakan saja pada Umi tanpa kehadiran Abah?" Perempuan cantik dan muda itu bertanya pada suaminya."Ya, sudah, Nèng. Kita sudah tidak punya banyak waktu untuk berbicara pada Umi atau Abah. Soalnya, besok aku sudah harus berangkat lag