PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 32)Episode : Abah Bashori MenangisDeru kendaraan itu mulai menjauh. Umi Afifah bersama anak, cucu, serta menantu, melambaikan tangan mengiringi kepergian Hamizan dan Arumi. Beberapa pasang mata para santri yang kebetulan ada di sekitar tempat tersebut pun, turut mengantar keduanya hingga lenyap di tikungan jalan. Terlebih sosok Nizar, Hasan, dan Dayat. Ketiga santri yang menemani Hamizan sewaktu berada di rumah sakit menjagai Kiai Bashori.“Seandainya Ustaz Izan mau tinggal di sini dan ngajar kita-kita, rasanya senang sekali ya, Kawan-kawan,” kata Dayat sambil memandangi kendaraan yang dikemudikan Hamizan, perlahan menjauh dan semakin mengecil dari pandangan.“Ya, saya juga berharap demikian, Yat,” timpal Nizar. “Kalo kamu bagaimana, San?” tanyanya kemudian pada sosok temannya yang satu lagi, yakni Hasan.Sosok yang ditanya, menghela napas berat terlebih dahulu sekali. Lantas tatapannya beralih pada Ustaz Muzakir di depan k
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanza(Bagian 33)Episode : Kecemburuan Pertama ArumiMemasuki waktu janari, Arumi terbangun dari lelapnya tidur. Sejenak perempuan muda tersebut melihat-lihat sekeliling kamar di antara kesadarannya yang masih membias. Satu hal yang menjadi titik fokusnya, tentu saja sang suami. Sosok lelaki itu tidak terlihat di samping tempat tidur. Ke mana Hamizan?‘Sudah duluan bangunkah Mas Izan?’ Bertanya-tanya sendiri perempuan itu di dalam hati.Masih di dera sisa rasa kantuk usai semalaman menikmati indahnya kebersamaan, Arumi bergegas menggeser badan hendak berpindah berpijak ke dasar hamparan lantai. Dia tertegun sejenak, sudah tersedia di pinggir kasur, sepasang sandal jepit yang biasa digunakan perempuan itu saat berada di dalam rumah. Seperti sengaja diposisikan siap guna, teronggok di bawah sana.Sesaat Arumi tersenyum dan bergumam. ‘Ini pasti sudah disiapkan sama Mas Izan,’ pikirnya seraya manggut-manggut semringah.Bukan sekali ini saja
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 34)Episode : Drama Cinta Di Pagi Hari Usai salat Subuh berjamaah, Hamizan dan Arumi lanjut berjibaku mempersiapkan menu untuk sarapan mereka di pagi itu. Kemudian bersama-sama, duduk di dalam satu ruangan, menikmati makanan yang telah mereka masak tadi. Semuanya dijalankan dengan penuh keceriaan dan hati ikhlas. Bukan berdasarkan apa yang terhidang, melainkan kebersamaan disertai rasa cinta serta kasih sayang. Bahkan untuk urusan mencuci piring sekalipun, laki-laki itu masih juga berkenan membantu, walaupun berulangkali sang istri melarang.“Aku gak ingin ninggalin banyak kerjaan di rumah sebelum berangkat kerja, Sayang,” ucap Hamizan beralasan. “Cukuplah cucian basah itu saja yang tinggal dijemur di luar nanti ya, Dik? Maaf, kayaknya aku gak bakalan sempet ngerjainnya itu. He-he.”Arumi tersenyum seraya menyenggol badan sang suami dengan bahu di sampingnya.
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 35)Episode : Prinsip Pernikahan Menurut HamizanBeberapa menit sebelum jam masuk kerja mulai, Hamizan sudah tiba di kantor. Tidak lupa mengisi data kehadiran melalui perangkat finger print yang tersedia di ruang front office."Alhamdulillāh, gak sampe kesiangan," gumam lelaki tersebut berseri-seri. Kemudian merogoh saku baju untuk mengambil ponsel, hendak mengabarkan ketibaannya di tempat kerja kepada Arumi.Sebentar kemudian, panggilan teleponnya diterima sang istri."Assalāmu'alaikum, Sayang," ucap Hamizan mengawali pembicaraan, dijawab oleh Arumi dengan balasan lembut dan menyenangkan. "Alhamdulillāh, aku udah sampe di kantor nih, Dik. Baru saja. Kamu baik-baik saja 'kan, di rumah, Sayang?""Alhamdulillāh, Mas. Aku turut bersyukur di sini. He-he. Insyā Allāh, aku baik, kok," jawab Arumi terdengar semringah di balik spiker ponsel. "Mas Izan gak usah khaw
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanza(Bagian 36)Episode : Sandiwara KecemburuanMemasuki jam istirahat kerja di siang hari, Hamizan bersiap-siap menunaikan ibadah salat Zuhur. Namun sebelum itu, terlebih dahulu merapikan meja serta memastikan komputer sudah dalam keadaan mati."Mau ke mana, Zan?" Tiba-tiba terdengar suara Ammar bertanya.Hamizan menoleh dan menjawab, "Sholat dulu. Mau ikut? Berjamaah yuk, di awal waktu."Ammar menggeleng. Ucapnya kemudian, "Duluan deh, sana. Saya mau makan dulu. Laper, nih." Dia mengelus perut dan meringis. Namun tanpa sengaja, melihat ada misting di atas meja kerja rekannya tersebut. "Kamu bawa bekel lagi dari rumah?"Hamizan yang sudah dalam posisi berdiri, menoleh ke arah wadah makanan yang dimaksud oleh Ammar baru saja."Iya, Mar. Istri saya selalu membekali saya makanan buat makan siang," jawab Hamizan.Mata Ammar lekat menatap pada benda yang
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 37)Episode : Kualitas Istri Bermahar Lima Miliar"Assalāmu'alaikum …." Terdengar uluk salam dari luar rumah.Arumi yang sedang berada di dalam kamar langsung bereaksi. Dia kenal sekali pemilik suara tadi. Lekas perempuan itu merapikan kembali alat-alat kosmetiknya dalam keadaan rapi di depan cermin berbingkai kayu."Wa'alaikumussalām ….," jawab Arumi dengan suara agak keras, lalu cepat-cepat bangkit dari duduk bertimpuh di atas hamparan karpet.Baru saja perempuan tersebut hendak bergegas keluar dari dalam kamar, sosok Hamizan sudah terlebih dahulu muncul. Akibatnya, hampir saja mereka bertubrukan.“Astaghfirullāh!” seru keduanya berbarengan, kaget. Sejenak saling terdiam, bergeming, dan saling bertatapan. Sampai kemudian ….“Maasss!” Arumi langsung memeluk suaminya.Hamizan pun menyambut hangat. Mendekap erat sang istri sambil
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanza(Bagian 38)Episode : Perseteruan Di Pagi ButaTidak seperti biasa, pagi berikutnya, Arumi sudah bangun tidur lebih awal daripada Hamizan. Sampai-sampai lelaki itu dibuat terkaget-kaget begitu menyadari sosok istrinya sudah tidak lagi berada di samping tempat tidur.‘Astaghfirullāh, ke mana istriku?’ tanya Hamizan terheran-heran. ‘Apakah Dik Arum sudah bangun duluan, ya?’Masih didera rasa penasaran, dia membaca doa bangun tidur terlebih dahulu sebelum turun dari atas kasur.“Alhamdulillāhilladzi ahyāna ba’dama amātana wailaihinnushūr.”Kemudian memutar kaki hendak menjejak lantai berkarpet. Di sana sudah tersedia sepasang sandal jepit yang biasa digunakan Hamizan selama berada di dalam rumah. Posisinya pun tertata rapi. Persis membelakangi pinggiran kasur.‘Masyā Allāh ….,’ puji Hamizan begitu teringat pada istrinya. Dia langsung paham bahwa itu pasti sudah disiapkan Arumi sebelumnya. Terbukti, sandal sandal milik perempuan terseb
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 39)Episode : Kerinduan Seorang IbuSudah hampir sebulan, Hamizan dan Arumi menjalani biduk rumah tangga. Selama itu pula, anak perempuan kedua pasangan Abah Bashori Amanuddin dan Umi Afifah tersebut meninggalkan rumah. Kerinduan hati seorang ibu terhadap anak pun kerap melanda, walaupun sesekali mereka bersua melalui obrolan jarak jauh. Namun tetap saja, wanita tua itu berharap untuk berjumpa secara fisik, sekalian melihat-lihat kondisi kontrakan yang kini ditempati anak-menantunya itu."Apa sebaiknya kita ke sana saja ya, Nak?" tanya Umi Afifah pada Azizah, anak perempuan pertama sekaligus kakak satu-satunya bagi Arumi. "Umi ingin sekali bertemu dengan adikmu itu. Umi kangen sekali, Nak."Azizah yang sedang melipat tumpukan pakaian kering dari jemuran, menoleh dan menatap ibunya. Kemudian, perempuan beranak dua tersebut balik bertanya, "Umi mau nelepon Arumi sekarang?"Umi Afifah mendecak, lantas menjawab, "Umi ingin ketem