PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR
Penulis : David Khanz(Bagian 35)Episode : Prinsip Pernikahan Menurut HamizanBeberapa menit sebelum jam masuk kerja mulai, Hamizan sudah tiba di kantor. Tidak lupa mengisi data kehadiran melalui perangkat finger print yang tersedia di ruang front office."Alhamdulillāh, gak sampe kesiangan," gumam lelaki tersebut berseri-seri. Kemudian merogoh saku baju untuk mengambil ponsel, hendak mengabarkan ketibaannya di tempat kerja kepada Arumi.Sebentar kemudian, panggilan teleponnya diterima sang istri."Assalāmu'alaikum, Sayang," ucap Hamizan mengawali pembicaraan, dijawab oleh Arumi dengan balasan lembut dan menyenangkan. "Alhamdulillāh, aku udah sampe di kantor nih, Dik. Baru saja. Kamu baik-baik saja 'kan, di rumah, Sayang?""Alhamdulillāh, Mas. Aku turut bersyukur di sini. He-he. Insyā Allāh, aku baik, kok," jawab Arumi terdengar semringah di balik spiker ponsel. "Mas Izan gak usah khawPEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanza(Bagian 36)Episode : Sandiwara KecemburuanMemasuki jam istirahat kerja di siang hari, Hamizan bersiap-siap menunaikan ibadah salat Zuhur. Namun sebelum itu, terlebih dahulu merapikan meja serta memastikan komputer sudah dalam keadaan mati."Mau ke mana, Zan?" Tiba-tiba terdengar suara Ammar bertanya.Hamizan menoleh dan menjawab, "Sholat dulu. Mau ikut? Berjamaah yuk, di awal waktu."Ammar menggeleng. Ucapnya kemudian, "Duluan deh, sana. Saya mau makan dulu. Laper, nih." Dia mengelus perut dan meringis. Namun tanpa sengaja, melihat ada misting di atas meja kerja rekannya tersebut. "Kamu bawa bekel lagi dari rumah?"Hamizan yang sudah dalam posisi berdiri, menoleh ke arah wadah makanan yang dimaksud oleh Ammar baru saja."Iya, Mar. Istri saya selalu membekali saya makanan buat makan siang," jawab Hamizan.Mata Ammar lekat menatap pada benda yang
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 37)Episode : Kualitas Istri Bermahar Lima Miliar"Assalāmu'alaikum …." Terdengar uluk salam dari luar rumah.Arumi yang sedang berada di dalam kamar langsung bereaksi. Dia kenal sekali pemilik suara tadi. Lekas perempuan itu merapikan kembali alat-alat kosmetiknya dalam keadaan rapi di depan cermin berbingkai kayu."Wa'alaikumussalām ….," jawab Arumi dengan suara agak keras, lalu cepat-cepat bangkit dari duduk bertimpuh di atas hamparan karpet.Baru saja perempuan tersebut hendak bergegas keluar dari dalam kamar, sosok Hamizan sudah terlebih dahulu muncul. Akibatnya, hampir saja mereka bertubrukan.“Astaghfirullāh!” seru keduanya berbarengan, kaget. Sejenak saling terdiam, bergeming, dan saling bertatapan. Sampai kemudian ….“Maasss!” Arumi langsung memeluk suaminya.Hamizan pun menyambut hangat. Mendekap erat sang istri sambil
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanza(Bagian 38)Episode : Perseteruan Di Pagi ButaTidak seperti biasa, pagi berikutnya, Arumi sudah bangun tidur lebih awal daripada Hamizan. Sampai-sampai lelaki itu dibuat terkaget-kaget begitu menyadari sosok istrinya sudah tidak lagi berada di samping tempat tidur.‘Astaghfirullāh, ke mana istriku?’ tanya Hamizan terheran-heran. ‘Apakah Dik Arum sudah bangun duluan, ya?’Masih didera rasa penasaran, dia membaca doa bangun tidur terlebih dahulu sebelum turun dari atas kasur.“Alhamdulillāhilladzi ahyāna ba’dama amātana wailaihinnushūr.”Kemudian memutar kaki hendak menjejak lantai berkarpet. Di sana sudah tersedia sepasang sandal jepit yang biasa digunakan Hamizan selama berada di dalam rumah. Posisinya pun tertata rapi. Persis membelakangi pinggiran kasur.‘Masyā Allāh ….,’ puji Hamizan begitu teringat pada istrinya. Dia langsung paham bahwa itu pasti sudah disiapkan Arumi sebelumnya. Terbukti, sandal sandal milik perempuan terseb
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 39)Episode : Kerinduan Seorang IbuSudah hampir sebulan, Hamizan dan Arumi menjalani biduk rumah tangga. Selama itu pula, anak perempuan kedua pasangan Abah Bashori Amanuddin dan Umi Afifah tersebut meninggalkan rumah. Kerinduan hati seorang ibu terhadap anak pun kerap melanda, walaupun sesekali mereka bersua melalui obrolan jarak jauh. Namun tetap saja, wanita tua itu berharap untuk berjumpa secara fisik, sekalian melihat-lihat kondisi kontrakan yang kini ditempati anak-menantunya itu."Apa sebaiknya kita ke sana saja ya, Nak?" tanya Umi Afifah pada Azizah, anak perempuan pertama sekaligus kakak satu-satunya bagi Arumi. "Umi ingin sekali bertemu dengan adikmu itu. Umi kangen sekali, Nak."Azizah yang sedang melipat tumpukan pakaian kering dari jemuran, menoleh dan menatap ibunya. Kemudian, perempuan beranak dua tersebut balik bertanya, "Umi mau nelepon Arumi sekarang?"Umi Afifah mendecak, lantas menjawab, "Umi ingin ketem
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David Khanz(Bagian 40)Episode : Prasangka Orang TuaSesuai dengan rencana semula, Umi Afifah pun berbicara pada suaminya, Abah Bashori Amanuddin, untuk mengunjungi Arumi di Jakarta."Tidak," jawab laki-laki tua berjanggut panjang memutih itu usai mendengarkan penuturan istrinya. "Buat apa? Lagipula, belum lama si Enèng pergi sama Anak Muda itu. Biarkan saja mereka belajar mandiri dan merasakan, bagaimana sebenarnya hidup berumahtangga itu, Umi.""Nak Izan, Abah. Namanya menantu kita itu Hamizan. Bukan lagi 'Anak Muda'," ucap Umi Afifah meralat panggilan Abah Bashori terhadap suami dari anak perempuan kedua mereka.Laki-laki tua tersebut melirik sejenak, dingin, lalu mendecak sendiri disertai raut wajah muram."Sepertinya … Abah masih belum bisa menerima kehadiran Nak Izan sebagai bagian dari keluarga kita," ujar Umi Afifah merasa miris. "Walau bagaimanapun juga, Nak Izan itu … menantu kita, Abah. Sama halnya kayak Nak Zakir, suaminya Azizah."
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (41)Episode : Perizinan Dari SuamiTerkait rencana kunjungan Umi Afifah ke Jakarta, Arumi langsung menghubungi Hamizan yang masih berada di tempat pekerjaan.“Wa’alaikumussalām ….,” balas sang suami begitu panggilan dan ucap salam dari Arumi diterima. “Ada apa, Sayang? Kamu di rumah baik-baik saja, ‘kan?”“Alhamdulillāh, Mas, aku baik-baik saja,” jawab perempuan muda tersebut dengan suara semringah. “Begini, Mas … barusan Umi nelepon. Terus, kata Umi … pekan ini mau datang ngunjungin kita.”Hamizan mendengarkan sambil mengerjakan tugas-tugas kantoran. “Alhamdulillāh, kalo begitu. Sama siapa Umi bakal datang, Dik?”Sejenak Arumi menarik napas terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari suaminya.“Insyā Allāh, kemungkinan besar … ditemenin sama Kak Izah dan Kak Zakir,” kata Arumi kemudian. “Tapi … aku belum mengiakan dulu sih, Mas.”“Loh, kenapa?” tanya Hamizan langsung mengerut keningnya. Dia menghentikan aktivitas dan f
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzaBagian (42)Episode :Adab Dalam Menutup AuratHari Sabtu pagi, Hamizan dan Arumi sudah bersiap-siap menyambut kedatangan Umi Afifah dan keluarga di rumah kontrakan mereka. Namun ada satu hal yang terasa kurang untuk melengkapi kebahagiaan tersebut, yaitu ….“Abah gak ikut, Dik?” tanya Hamizan usai istrinya menghubungi Azizah yang masih berada di perjalanan. Arumi menggeleng. Raut wajah perempuan muda dan cantik itu, tampak murung seraya meletakkan ponsel di atas kasur.Melihat hal tersebut, Hamizan langsung menghampiri dan turut duduk di samping Arumi. Kemudian memeluk dan merengkuh kepala sang istri ke dadanya.“Sabarlah, Sayang,” ucap lelaki tersebut bermaksud menghibur. “Mungkin Abah lagi sibuk ngurus anak-anak santri.” Diusapnya kepala istrinya dengan lembut. “Kita doain saja, semoga semuanya akan berjalan baik dan lancar. Suatu saat, Insyā Allāh, akan beruba
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (43)Episode : Awas, Ada Yang Tersinggung!Akhirnya rombongan Umi Afifah dan keluarga tiba di kediaman Hamizan-Arumi menjelang tiba waktu salat Zuhur. Itu pun setelah melalui drama yang cukup melelahkan, mulai dari tersesat hingga salah jalan. Maka dari itu, waktu yang seharusnya bisa ditempuh selama 5 jam, malah molor sampai hampir 7 jam.“Itu juga sudah pakai bantuan G****e Map, Dik,” kata Azizah pada Arumi sambil tertawa-tawa, diikuti oleh Umi Azizah dan beberapa orang santri yang ikut serta ke sana. Sementara sosok Muzakir malah diam membisu dengan raut wajah kecut.“Iya, Nak. Untung saja Nak Hamizan tadi bela-belain menjemput kami di jalan raya,” timpal Umi Azizah menambahkan.Arumi yang sejak tadi cuma mendengarkan penuturan mereka, akhirnya bertanya pada suaminya, “Memangnya … yang bawa mobil sebelumnya siapa, Mas?”Hamizan melirik pada satu sosok yang duduk agak menjauh dan terdiam. “Kang Zakir, Dik,” jawabnya kemudian