"Sekar, bangunlah! Kita sudah sampai," ucap Galih sambil menggoyangkan tubuh pacarnya, mulai hari itu mereka resmi berpacaran. Sekar mencoba membuka mata yang masih berat, sesekali ia menguap, masih ngantuk. Ternyata mereka baru saja sampai di apartemen Galih. Gadis itu berjalan dengan sempoyongan, badannya masih terasa lemas. Sang pacar yang sibuk membawa barang bawaannya hanya bisa tersenyum, lucu pikirnya. Akhirnya mereka tiba di ruang apartemen yang menjadi saksi kedekatan hubungan mereka. Romansa cinta terlarang yang telah membutakan keduanya, berlagak suami istri meski belum sah secara agama. "Mas Galih, aku masih ngantuk bolehkah aku tidur lagi?" pinta Sekar dengan mata yang masih memerah, seolah ia lupa dengan mimpi buruk yang baru saja dialaminya. "Tidurlah Sayang, biarkan aku yang beberes dan memasak untuk makan malam kita," sahut Galih sambil sibuk menata barang-barang bawaan sang pacar. Sekar mengangguk lalu menuju ke kamar untuk kembali merebahkan tubuhnya. Ma
POV Sekar Sudah lama aku tak berjumpa dengan dosen kesayanganku. Ntahlah, sulit sekali untuk jauh darinya. Mungkin aku benar-benar tergila-gila padanya. Kehidupan kami ibarat pasutri yang sedang di mabuk cinta, tak ada hari tanpa jamahan manja. Namun, semua berubah saat Sulastri mengingatkanku tentang masa aktifku bersama seorang pria. Dia mengatakan padaku bahwa akulah penerus sang nenek yang kelak akan menyumbang pada kesempurnaan kekuatang sang khodam pesinden. Nenekku, Ningsih telah melakukan hubungan badan dengan setidaknya puluhan pria yang aku bahkan lupa berapa jumlah tepatnya. Intinya hanya tersisa sepuluh pria lagi untuk mendapatkan kesempurnaan kekuatan. Sudah dua pria yang aku takhlukkan dalam panasnya bercinta, tubuhku benar-benar merasakan sensasi yang luar biasa setelahnya. Aku mengingat kejadian pertama kali saat bercinta dengan sang dosen, dia memang tidak tahan lama seperti Aryo tapi caranya memanjakanku benar-benar membuatku tergila-gila padanya. Sepertinya
POV SekarMobil kami melaju dengan kecepatan tinggi, Galih terlihat fokus mengendara sebab Ia ingin segera sampai ke kampus, seorang mahasiswa sedang menunggunya untuk bimbingan. Itulah yang dikatakan padaku bahwa dia harus segera menuju ke kampus.Aku hanya mengangguk karena pikiranku masih terbayang area pabrik yang di tengah-tengah pemakaman. Saat aku menginjakkan kaki di sana, aku merasa hawa dingin yang membuat bulu kudukku meremang seperti penghuni gaib sangat menentang keberadaanku, bahkan aku tidak mendengar bisikan Sulastri sama sekali."Bukankah aku sudah bilang, jangan pergi ke sana! Jangan ikut campur tapi kamu malah nekat!" bisik Sulastri yang mungkin hanya mampu di dengarku."Aku tidak merasakan keberadaan khodammu, apa dia sedang pergi?" tanyaku penasaran, sudah berapa kali aku tidak merasakan sosok gaib yang selama ini melindungi pacarku."Dia sedang bersemedi, memulihkan tenaganya, apa yang kita lakukan kemarin merusak pagar yang selama ini melindungiku," ujar pacarku
Rika yang merasa tersudut, memilih untuk pergi meninggalkan Galih dengan senyum tipisnya. Ia melirik ke arah Sekar seolah pertikaian mereka tidak akan berhenti begitu saja. Sekar balik menatap tajam seolah tak takut dengan tatapan penuh intimidasi bosnya. "Sekar, apa kamu yakin bekerja di pabrik garmen milik Rika? Sepertinya kalian tidak cukup akrab?" tanya Galih yang mulai meragukan kerjasama yang mungkin terjalin di antara keduanya."Aku bisa profesional, tenanglah," balas Sekar dengan nada penuh keyakinan, ia berjalan keluar ruang dosen untuk menyembunyikan rasa kesalnya."Kau kira aku perempuan yang lemah? Sudah berapa demit yang ku lawan? Apalagi seorang Ratu Jawa sekalipun! Aku tidak takut! Aku adalah Ratu untuk diriku sendiri!" teriak Sekar di sepanjang koridor, ia paling tidak suka jika ada yang meremehkannya."Kau jangan takabur Sekar! Aku yang sudah berusia ribuan tahunpun tidak berani masuk ke pabrik garmen itu. Dalam pandanganku, pabrik itu adalah kerajaan besar yang di p
"Bagaimana Mbak Sekar, apakah ada yang perlu ditanyakan?" ujar Leo pada Sekar yang terlihat sudah siap bekerja, sorot matanya menyiratkan bahwa dia sudah siap untuk bekerja. "Saya hanya ingin lebih tahu sejarah pabrik ini seperti luasnya, pembagian ruangannya dan kenapa mendirikan pabrik di tengah area pemakaman?" tanya Sekar yang tak mampu lagi menahan rasa penasarannya. "Kalau begitu mari ikut saya, kita sama-sama mengelilingi pabrik garmen ini," jawab Leo sambil tersenyum. Sekar hanya mengangukkan kepala mengikuti staf HR berjalan ke luar ruangannya. "Tadi Mbak lihat sendiri, staf HR hanya tiga orang karena kepala HR tidak masuk kerja, beliau sakit selama tiga hari," ujar Leo mulai membuka perbincangan. "Pabrik ini memiliki luas sekiar 1 hektar yang terbagi menjadi 3 bangunan utama. Bangunan tempat saya bekerja adalah gedung A, isinya terkait adminstrasi pabrik dan ruang kerja para eksekutif termasuk ruang Ibu Rika selaku Dirut dan CEO. Gedung B adalah ruang produksi dan
"Kalian dari mana saja? Kenapa telponku tidak di angkat?" teriak Rika yang terlihat murka, anak buah yang dipercaya untuk mengawasi pekerja justru tidak ada di ruangan saat jam-jam kerja. "Maaf Bu, tadi saya mengajak Mbak Sekar untuk jalan-jalan berkeliling area pabrik, dia harus tau seluk beluknya karena akan menjadi sekretaris ibu," jawab Leo dengan ragu-ragu, ia memang sedang mencari alasan. "Bukankah aku sudah bilang? Dia hanya butuh diwawancara agar aku tahu keterampilan komunikasinya! Tidak perlu keliling segala!" bentak Rika yang tak mau mendengar alasan apapun. Keduanya hanya diam terpaku mendengar omelan Rika. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. "Halo, Galih. Tumben kamu menelponku?" tanya Rika dengan suara lemah lembut. Seketika itu Sekar merasa jijik, mengapa ia harus memiliki atasan yang bermuka dua? "Nanti siang? Iya, aku kabarin lagi tempat ketemuannya," jawabnya singkat dengan senyum sumringah. "Kalian kembali ke meja!" usir Rika yang merasa mood sedang baik, ia
POV Sekar Aku mulai merasa muak pada atasan yang bernama Rika! Dia selalu memberiku jobdisk yang di luar tanggung jawabku! Bahkan ia menyuruhku untuk mengecek hasil laporan karyawan yang keluar masuk. Data karyawan yang seharusnya menjadi tanggung jawab HR justru dibebankan padaku. Hingga pukul 07.00 Malam, aku masih di kantor seorang diri. Aku merasa hawa mistis mulai menyelimutiku, mulai dari bayangan hingga suara asing perlahan menerorku. Sial! Perlahan rasa takut menyelimutiku, ketiadaan Sulastri juga turut melemahkan pertahananku.Aku meminta Mas Galih untuk menemaniku tapi ia menghilang entah kemana. Pesan yang dikirim tak kunjung dibalas dan panggilanku tak pernah di jawab."Sayang, kamu belum pulang?" tanya Leo, pria yang saat ini tergila-gila padaku.Hatiku merasa lega karena ada orang lain yang mungkin bisa mengusir rasa takutku."Iya Mas, ini ada tugas dari Bu Rika," jawabku dengan senyum manja, berharap pria ini mau diajak kerjasama."Ini kan tugasku, kita bawa pulang sa
"Pagi Bu Rika, ini laporan karyawan yang diminta kemarin," ujar Sekar sambil tersenyum ramah meski hatinya muak. "Bagus juga kerjaan nih anak, apa berkat bantuan Leo?" bisiknya Rika dalam hati. Meski hatinya begitu membenci Sekar, tentu ia harus profesional. Ia menutup laporan itu lalu memberinya perintah baru. "Siang nanti aku meeting dengan client di restoran A, tolong siapkan materi dan reservasi restoran itu!" perintah Rika sambil menyerahkan map yang diduga adalah materi untuk meeting bersama client siang ini. Sekar segera menyerahkan map itu lalu kembali ke ruangannya. Ia mendengus kesal. "Sialan! Meeting dua jam lagi tapi dia baru memberiku materi saat ini! Apa dia benar-benar ingin aku mati kutu!" Sekar menggerutu di meja kerjanya. Ia memijat kepalanya sebab bingung dengan apa yang harus di lakukannya. "Sayang, apa kamu butuh bantuanku?" tanya Leo yang muncul bak pahlawan kesiangan. Sekar segera memberikan senyum terbaiknya, ia menganggukkan kepala berharap staf
"Aku bersyukur Mas Aryo bisa selamat dari keluarga sesat seperti itu, lantas apa rencanamu selanjutnya?" tanya Seruni yang mencoba merahasikan identitas keluarganya. "Entahlah, mungkin lebih baik aku fokus mengurus aset-aset orang tuaku, aku adalah anak tunggal. Urusan hati biar waktu yang menentukan," jawab Aryo dengan suara rendah, meski masih sulit melupakan Sekar tapi akal sehat harus tetap jalan. Seruni tersenyum, mencoba menguatkan pria yang baru saja dikenalnya, ia paham bagaimana rasanya ditinggalkan meski konteksnya berbeda, Seruni ditinggal mati pacarnya sedangkan Aryo, ditinggal Sekar demi pria lain. "Bagaimana rencanamu untuk selanjutnya?" tanya Aryo penasaran. "Aku ingin mengunjungi rumah pacarku, untuk berpamitan pada kedua orang tuanya, letaknya tidak jauh dari desa ini, mungkin hanya beberapa kilometer saja," sahutnya. **** "Sekar, apakah temanmu belum pulang?" tanya Surti yang mulai cemas, tamunya pergi dengan Aryo cukup lama. Sekar hanya menggeleng, dia
Aryo menatap mantan pacarnya dengan senyum khasnya. "Aku ingin bertemu Seruni, apakah bisa aku menemuinya?" tanya Aryo dengan ragu-ragu, hati kecilnya sebenarnya menolak ini karena merindukan Sekar. Sekar melongo mendengar pernyatan dari pria yang masih berdiri di depan pintu. Ia segera berteriak memanggil Seruni, gadis yang baru saja dikenalnya kemarin malam. "Ada apa Mbak?" tanyanya sambil melihat ke depan pintu. Sekar membalikkan badan lalu berkata jika Aryo ingin bertemu dengannya. "Sekar, kau mungkin akan kehilangan mantan pacarmu itu, seperti kau akan kehilangan Galih," bisik Sulastri sambil mengikuti Sekar beranjak dari tempat itu, membiarkan Seruni dan Aryo hanya berdua saja di ruang tamu. "Mas ada perlu apa dengan saya?" tanya Seruni. "Aku hanya penasaran dengan desa seberang yang kemarin kamu ceritakan. Aku pernah hampir menikah dengan salah satu gadis di desa itu tapi gagal," sahutnya dengan tatapan serius. "Benarkah? Apa karena terkendala restu orang tua?"
"Seruni, rencanamu berapa lama di desa ini, aku tidak menyangka ternyata kita berada di desa yang jaraknya berdekatan!" ujar Sekar yang merasa senang karena memiliki teman baru.Sekar yang telah lama berada di kota tentu tak memiliki banyak teman desa, kalaupun ada, rata-rata sudah menikah dan pindah ke kota atau desa lain."Aku resign dari pekerjaan di kota karena sedih atas kematian Mas Setyo, pertemuan kami berawal dari kedatangannya ke desaku, dia adalah anak kuliahan yang sedang mengerjakan skripsi. Temanya tentang ekonomi masyarakat desa. Desaku terkenal dengan kesuburannya, tidak pernah mengalami gagal panen walau kemarau," sahutnya dengan senyum manis."Kalau boleh tahu, apa yang membuat pacarmu meninggal?" tanya Sekar merasa penasaran."Dia sakit-sakitan semenjak aku meminta restu keluargaku, aku tidak ingin berprasangka tapi semua terjadi begitu cepat dan sulit untuk mempercayai jika ini adalah sebuah kebetulan," balasnya sambil menatap jalanan dengan tatapan kosong.Tiba-ti
"Mbak, aku melihatnya pergi dengan tenang, mungkin pacarmu sudah lega setelah mengungkapkan semuanya, dia sedih saat melihatmu kacau seperti ini," ujar Sekar yang terlihat mencoba menguatkan gadis tersebut. Sang gadis mencoba tersenyum, ia nampak lebih baik. Hawa yang semakin dingin membuat Sekar bergidik, ia bergegas ke toilet untuk buang air kecil. Saat ia berjalan ke belakang dan memperhatikan sekitar, terlihat puluhan makhluk berpakaian hitam sedang duduk di sebelah penumpang yang tengah tertidur. Saat ia memasuki toilet, tiba-tiba Sulastri berbisik,"kau harus keluar dari Bis ini jika masih ingin hidup." Gadis itu terkejut mendengar penuturan sang khodam. Ia bergegas keluar toilet bis. Matanya melotot melihat makhluk berpakaian hitam semakin banyak, terdesak. Ia meminta sopir untuk segera menghentikan Bis karena hendak turun. "Pak! Tolong berhenti di pom bensin depan ya!" pinta Sekar yang mulai panik. "Mbak mau ke toilet atau bagaimana?" tanya sopir. "Saya ingin turun
Pov Sekar Aku yang sudah sangat kelelahan terpaksa mendengarkan pria misterius itu bercerita tentang kisah hidupnya yang tragis. Memang menyakitkan untuk mengikhlaskan sesuatu yang masih mengisi hati. "Kenapa kamu tidak berbicara sendiri padanya? Kenapa melibatkanku?" tanyaku ketus, kehidupan asmaraku kacau, buat apa juga repot-repot mengurusi masalah orang lain. "Aku ingin meminjam ragamu agar aku bisa menyampaikan pesan padanya," ujar pria itu lalu merasuki tubuhku secara tiba-tiba. Aku yang hanya seorang diri tanpa Sulastri sudah seperti wadah kosong. Melalui tubuhku, dia berjalan ke depan menghampiri wanitanya. "Seruni," sapanya. "Maaf Mbak, siapa ya?" tanya gadis itu dengan wajah kebingungan. "Aku Setyo, pacarmu!" jawabnya dengan tegas. "Mbak, siapa? Kok bisa tahu nama pacarku? Jangan bercanda ya!" bentak gadis itu marah, ia bahkan berpindah tempat duduk, merasa risih. Arwah pria itu sedih, ia keluar dari tubuhku, ingin kumaki rasanya pria bodoh itu. "Hai, pri
"Bu, Galih juga mengetahui rahasia persekutuanmu dengan Khodam Ratu Jawa! Dia sangat terluka dan kecewa! Aku bisa merasakannya!" teriak Sekar, mencoba mempengaruhi Kinanti. Tiba-tiba petir menyambar, hujan turun dengan deras. Angin berhembus kencang hingga mampu menyibak jendela-jendela yang awalnya tertutup rapat. Tetesan air hujan dari genting yang rusak membuat ruangan itu menjadi basah dan lembab. Sekar tiba-tiba terbangun dari tidurnya, tubuhnya melayang-layang seiring dengan hembusan angin yang semakin kencang. "Aku Sulastri adalah khodam pelindungnya, meski aku bukanlah makhluk yang baik tapi aku tidak sampai hati mengorbankan darah dagingku sendiri!" teriak Sulastri. Khodam Pesinden itu menyentuh pundak Kinanti, seketika muncul penglihatan semasa Galih hidup, betapa pria malang itu sangat menyayangi keluarganya terutama sang ibu! Malam terakhir saat ia melihat sang ibu bersetubuh dengan pria muda adalah saat paling menyakitkan dalam hidupnya! Tubuh wanita tua itu mel
Sekar segera terbangun dari tidurnya, tak menyangka jika dalang di balik menghilangnya pemuda desa adalah ulah dari Ibu Galih! Semua sudah terlambat, sebab kini dia berada di pabrik terbengkalai tempat Ibu Galih melakukan ritual sesat itu. "Sekar! Bukankah khodammu sudah mengingatkan agar kau tidak datang ke desa ini, kenapa kau masih nekat?" tanya Ibu Galih yang kini berdiri dengan tatapan mengintimidasi. Sekar yang tergelatak di lantai hanya beralaskan tikar, mencoba membuka ikatan tali yang membuat tubuhnya sulit digerakkan, kepalanya terasa pusing. "Ibu, kenapa anda tega menumbalkan anakmu sendiri? Galih meninggal karena ingin menyelamatkanku dan dia menutup mulutnya meski mengetahui bahwa anda adalah dalang di balik kekacauan ini?" tanya Sekar penasaran. "Aku tidak pernah menumbalkan anakku! Dia hanyalah anak bodoh yang merelakan nyawanya untuk gadis murahan sepertimu!" sanggahnya dengan mata yang memancarkan sinar merah. "Ibu, mengapa anda mengkhianati Ayah Galih? Buka
Kejadian pertama hilangnya warga desa. "Pak Kades baik ya, hampir tiga bulan sekali selalu mengadakan hajatan," ujar pria berkaos hitam, sambil menghisap rokoknya yang tinggal sebatang."Iya, bahkan bu kades sering datang ke rumahku untuk membagikan sembako," sahut Udin, pemuda desa yang cukup tampan tapi memilih untuk menikah muda."Masak sih? Kok ke rumahku enggak ya?" sahut Suro, pria yang berusia sekitar tiga puluh tahun."Ah ... Kamu kan memang jarang di rumah, tau dari mana kalau bu kades bagi-bagi sembako," ujar Udin diiringi dengan gelak tawa meremehkan.Ketiga pria itu sedang asyik menyantap berbagai cemilan yang tersaji di depannya. Mereka terlihat tidak memperdulikan istrinya yang mengajak pulang. Terlalu asyik dalam iringan musik dangdut.Hajatan di desa itu berlangsung selama dua hari, hari pertama diisi dengan pengajian yang mendatangkan seorang penceramah dari desa lain. Sedangkan hari kedua diisi dengan konser musik dangdut yang sangat meriah karena menghadirkan bidua
Pov Sekar "Aku juga nggak suka dengan dia! Cewek gampangan banget! Belum nikah sudah mau tinggal seatap! Benar-benar nggak tahu malu!" sambung Gina, kakak perempuan Galih yang sejak awal memang tidak menyukaiku. Aku bisa melihat Galih tengah menahan amarah, wajahnya memerah, menatap tajam ke arah ibu dan kakak perempuannya. "Bu, sudahlah! Galih sudah dewasa, dia tahu apa yang diperbuat, biarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri! Gina, kamu tidak boleh menuduh orang sembarangan!" bentak Ayah Galih sambil melotot ke arah istri dan anak perempuannya. Dibentak sang ayah, Gina memilih diam. Ia melanjutkan makannya sambil melirik tajam ke arah Galih. "Ayah! Bukankah kamu tahu bahwa hidup kita berkecukupan sampai saat ini karena Khodam Raja Jawa selalu bersama kita! Artinya jika Galih melanggar perjanjian dengan menikahi gadis yang berbeda khodam dengan kita maka hidup kita akan sengsara! Aku tidak mau kita miskin, Yah!" sanggah Ibu Galih. Aku hanya menjadi penonton dalam perdeb