Sekar terperanjat, ia mulai memperhatikan sekitar, kemudian ia menyadari bahwa baru saja ia mengalami mimpi buruk. Mimpi yang terasa nyata baginya. Ia mulai bangkit dari tempat tidurnya, perlahan berjalan menuju kamar mandi untuk melaksanakan sholat shubuh, sambil berharap semua akan baik-baik saja.
Sebelum itu Sekar mulai membangunkan Mila yang tidur di sampingnya namun responnya hanya tersenyum lalu melanjutkan tidurnya. Sekar hanya bisa menarik nafas panjang melihat tingkah sahabatnya itu dan bergegas menuju kamar mandi. Di depan kamar mandi terdapat sebuah lemari kuno yang terlihat usang. Di pintu lemari terdapat kaca seukuran badan yang menarik perhatian Sekar. Ia berkaca sebelum ke kamar mandi, terlihat wajahnya sendu, matanya nampak lelah seperti kurang tidur. Ketika sedang asyik bercermin ria, tiba-tiba muncul Pesinden yang ada di mimpinya kala itu. Senyumnya terlihat menyeramkan hingga sekar bergidik, ia merinding melihat pantulan bayangannya di cermin itu. Ketika ia menoleh ke belakang, sosok itu sudah hilang. Ia bergegas menuju kamar mandi, berniat untuk menghindari tatapan menyeramkan yang seolah berasal dari dalam cermin itu. Pagi itu sinar matahari menyinari bumi dengan begitu indahnya, masyarakat desa mulai beraktivitas seperti biasa. Terlihat sekumpulan petani sedang asyik menanam padi. Sekumpulan anak sekolah sedang riang gembira berjalan menuju sekolahnya. Hanya satu hal yang mengganjal yakni tidak ada perempuan atau laki-laki muda di desa itu. Sekar dan Mila berjalan beriringan menuju rumah warga, tugas mereka adalah melakukan observasi terkait sejarah desa itu. Mereka memilih untuk menemui pak kades yang jaraknya tidak jauh dari kontrakan mereka, hanya sekitar 30 menit dengan berjalan kaki. Setibanya di rumah sang kades, mereka dipersilahkan duduk. Rumah itu nampak sepi, tidak terdengar suara anak-anak atau aktivitas yang menunjukkan eksistensi penghuni rumah. Pak kades memanggil istrinya untuk membuatkan mereka minum. “Permisi pak, kedatangan kami dalam rangka ingin memperoleh informasi terkait sejarah desa ini. Kami membutuhkannya agar kami mengetahui apa yang dibutuhkan warga desa agar KKN dapat dilakukan dengan tepat sasaran,” ucap Sekar memulai pembicaraan itu, dia menatap wajah lelaki tua itu dengan seksama, berharap mendapat jawaban dari pertanyaan yang mengganggunya selama ini. Mila bertugas mencatat dan merekam setiap perbincangan yang terjadi di ruang tamu itu. Tidak ada rasa antusiasme di wajahnya, ia memang tipe teman yang sering nebeng tugas bahkan kerapkali menyontek jika tugasnya di rasa susah. Kehadirannya disitu semata-mata sebagai syarat kelulusan karena ia sungguh tidak antusias sejak awal. “Mayoritas pekerjaan penduduk desa adalah petani, kebanyakan kaum muda atau lulusan SMP pergi ke kota untuk mencari nafkah karena dirasa penghasilan di desa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Kalian dilarang untuk mendekati area sumur keramat karena sumur itu dilarang didekati pendatang karena tidak punya kesamaan darah dengan penduduk asli.” Jawab Pak Kades dengan wajah seriusnya, ia bahkan menekankan tentang sumur keramat yang tidak boleh di dekati oleh orang pendatang. Setelah dirasa cukup, Sekar undur diri dari kediaman pak kades. Namun ketika hendak undur diri, ia bertanya tentang keberadaan perempuan bergaun merah yang mengantar makanan mereka kemarin malam. Mendengar pertanyaan tersebut tiba-tiba pak kades berkilah bahwa ia sedang sibuk sehingga belum bisa menjawab pertanyaan itu. Melihat reaksi yang tak sesuai harapan, mereka memilih untuk mampir ke rumah warga guna melengkapi informasi yang dirasa kurang. Hingga tak terasa jam telah menujukkan pukul 15.00 WIB. Mereka bergegas menuju arah pulang untuk segera melaksanakan sholat ashar. Mereka berdua berjalan pulang secara beriringan, langkah kaki menunjukkan keragu-raguan karena mereka merasa berjalan terlalu jauh. Sekar melihat waktu di gawainya yang telah menunjukkan pukul 17.00 WIB tidak terasa mereka berjalan sudah hampir 2 jam, padahal seharusnya cukup 30 menit. Terlihat sumur tua di depan mereka. Mila yang antusias langsung berlari mendekatinya dan berselfie ria. Tanpa sengaja ia menginjak dan merusak sesajen di dekat sumur itu hingga berantakan, Sekar yang melihat itu reflek merapikannya sehingga tak berceceran, namun tangannya terasa panas. Ia menoleh ke sekitar dan Mila sudah tidak ada. Mila melihat Joko dan Ardan berjalan beriringan, seolah melupakan kebersamaanya dengan Sekar, ia bergegas mengejar teman lelakinya itu. Ia bahkan memanggil mereka berkali-kali. Tak terasa waktu menunjukkan maghrib. Sekar baru saja tiba di kontrakan. Terlihat teman mereka mulai khawatir karena terlihat Susan dan Danan belum juga kembali. “Kamu darimana Sekar? Kita dari tadi khawatir nyariin kamu? Kamu nyasar?” tanya Adi si ketua kelompok, ia jelas bertanya-tanya mengapa Sekar pulang telat karena mereka telah sepakat jika sebelum waktu ashar mereka harus tiba di kontrakan itu. “Iya, aku tadi nyasar bareng Mila, kita tadi sempat ke sumur keramat tapi tiba-tiba Mila ngilang, karena aku khawatir aku coba mencarinya, apa sudah pulang?” Ekspresi Sekar terlihat lelah, namun ia masih peduli dengan temannya itu, baginya keselamatan Mila seperti tanggung jawabnya karena mereka telah pergi bersama. “Dia sudah datang pukul 16.00 WIB, saat aku tanya tentang kamu katanya dia tidak tahu karena kalian terpisah saat perjalanan pulang dari rumah warga dan dia tidak bercerita tentang sumur keramat,” jawab Adi seolah kebingungan, ia merasa ada perbedaan cerita antara Sekar dan Mila, namun siapa yang berbohong? Suasana semakin mencekam, mereka mulai berpikir untuk mencari Susan dan Danan, apakah mereka nyasar? Diculik demit? Atau bertemu orang jahat? Pikiran-pikiran mereka penuh dengan kegelisahan tak berkesudahan. Tak terasa sudah 4 hari mereka mendiami desa itu. Tidak pernah terjadi lagi hal-hal aneh namun kedua teman mereka telah hilang selama 3 hari. Mereka sudah melaporkan kejadian ini pada kades dan tokoh adat serta warga agar dibantu menemukan kedua mahasiswa yang menghilang itu. Sore itu suasana terasa semakin mencekam, hawa dingin menyelimuti desa menambah kesan horor. Sekar yang awalnya demam dan lemas mulai terlihat berangsur-angsur pulih, ia mulai berbicara pada teman-temannya jika mereka harus segera meninggalkan desa itu, jika tidak maka kesialan akan menimpa mereka. Mendengar ucapan Sekar, muncul rasa ketakutan yang begitu dalam di wajah mereka, mereka mulai saling pandang bahkan nampak putus asa karena teman mereka tak kunjung kembali. Sekar tiba-tiba berteriak dengan keras, ucapannya terdengar tidak jelas, mereka yang disana terlihat panik. Mila mulai memegangi tangan Sekar, Adi bergegas mengambil gawainya untuk menghubungi dukun desa atas rekomendasi pak kades. Terdengar Sekar menyanyikan sebuah lagu, ”Lingsir wengi sliramu tumeking sirno, ojo tangi nggonmu guling, Awas jo ngetoro, aku lagi bang wingo wingo, Jin setan kang tak utusi, dadyo sebarang, wojo lelayu sebet.” Sorot mata Sekar terlihat kosong, tiba-tiba ia bangun dari tidurnya dan berjalan menuju halaman rumah, dia terus mengulang-ngulang lagu lingsir wengi tersebut. Teman-teman yang mencoba menghalangi Sekar malah terpental jauh. Melihat kondisi ini, Mila bergegas mengambil gawainya untuk mengabadikan momen itu. “Kalian telah melakukan kesalahan dengan datang kesini, aku Sulastri yang selama ini melindungi Sekar sudah berupaya menjaga kalian, tapi kalian malah kebablasan. Kedua teman kalian telah melakukan pantangan di desa ini yakni melakukan perzinahan! Keduanya telah bercumbu di gudang kosong dan di dekat sumur keramat. Penghuni disini pasti marah! Terutama perempuan bergaun merah yang datang membawa makanan malam itu! Jika kalian memakannya sampai habis pasti kalian akan mati!” Teriak Sekar dengan wajah penuh amarah kemudian bernyanyi lagi. Ki Ageng sebagai dukun yang terkuat di desa itu menghentikan langkahnya. Ia tidak berani mendekat karena dalam pandangannya terlihat Sulastri sedang bertarung dengan perempuan bergaun merah yang ingin mengambil jiwa Sekar. Terlihat kedua entitas gaib itu saling baku hantam tanpa ampun. Tidak terasa jam telah menunjukkan pukul 00.00 WIB, artinya sudah berjam-jam sekar bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya bak penyanyi dan penari yang sedang menampilkan bakatnya di pentas. Teman-temannya hanya bisa menangis dan bingung atas kejadian ini, mereka takut untuk sekedar beranjak dari pijakan mereka. Mereka hanya duduk tersimpuh seperti orang yang sudah dirundung keputusasaan. Namun tidak berlaku dengan Mila, ia malah keasyikan mengabadikan momen itu dengan gawainya. Berangsur-angsur suara Sekar terdengar pelan, ia pingsan tergelatak tak berdaya. Wajahnya memucat, keringatnya bercucuran. Adi, Joko, Ardan segera mengangkatnya ke dalam kamar. Awalnya Adi mencoba menggendong Sekar namun terasa sangat berat, hal itu disebabkan dengan keberadaan Sulastri yang masih belum pergi dari tubuh Sekar. Setelah membaringkan Sekar di kamarnya, mereka segera beralih dan menuju ruang tamu untuk berbicara dengan Ki Ageng. Mila bertahan di kamar untuk menemani Sekar, ia sebenarnya kasihan dengan sahabatnya itu namun rasa iri yang begitu besar seolah mengaburkan rasa kemanusiaanya, ia malah terlihat menikmati dan sesekali tertawa. Ia membuat akun f******k kedua untuk menyebarkan kondisi sahabatnya itu. Ia nampak tak lebih bagai manusia bermuka dua, munafik. “Apa Ki? Kita harus melakukan pencarian malam ini untuk menemukan 2 teman kita, jika tidak maka mereka akan mati?” Ucap Adi sambil mengernyitkan dahinya, dia mengira bahwa besok pagi adalah waktu yang pas untuk mencari kedua temannya, namun ia keliru.Perjalanan malam itu ternyata tidaklah mudah. Mereka kerapkali diganggu dengan penampakan makhluk tak kasat mata. Namun Ki Ageng berpesan agar mereka tetap fokus berjalan dan tidak berhenti meski apapun yang terjadi. Terdengan suara tawa kuntilanak menggema di sepanjang jalan mereka. Bahkan terdengar pula suara gelak tawa anak kecil yang berwujud tuyul yang terlihat asik bermain. Sedangkan di ujung jalan terlihat sekumpulan pocong seolah menghadang mereka. Joko yang penakut hampir pisan melihat gangguan ini namun Adi terus menyemangatinya dengan mengatakan jika takut, sebaiknya pura-pura tidak melihat saja, dan terus membaca doa dalam hati. Setelah menempuh perjalanan yang menghabiskan waktu dua jam dengan jalan kaki, akhirnya rombongan itu tiba di daerah sumur keramat. Ki Ageng segera memimpin ritual yang bertujuan untuk meminta kekuatan pada leluhur kampung yang dianggap memiliki kekuatan agar membantu mereka. Tak lupa Ki Ageng meminta tetesan darah dari tiga pemuda yang masih pe
Disaat ketiga lelaki itu pergi, tinggal Sekar dan Mila yang berdiam diri di kamar. Mila tentunya tidak bisa tidur dan jam dinding menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Ia mulai kepikiran tentang teman-temannya yang tak kunjung datang dan khawatir pula jika Sekar kesurupan lagi. Kemudian ia memutuskan untuk sholat agar perasaanya tenang. Baru rokaat pertama terdengar suara perempuan tertawa menambah kesan ngeri. Bulu kuduknya bergidik namun ia berusaha untuk terus merapalkan doa-doa dengan harapan akan datang pertolongan kepadanya. “Kamu perempuan munafik yang telah meninggalkan temanmu di sumur keramat, bahkan sering menjelekkannya di belakangnya. Padahal dia tulus berteman denganmu,” bisik perempuan itu terdengar pelan namun cukup terdengar di telinga Mila. Mila mulai tidak fokus ia segera mempercepat sholatnya dan berharap suara itu berhenti juga. Namun saat ia menyelesaikan sholat dan menoleh ke arah sahabatnya itu, sekar tidak ada. Ia terkejut dan segera mencarinya di segala sudut
Hari itu mungkin menjadi hari yang paling ditunggu-tunggu oleh semua mahasiswa yang mengikuti kegiatan KKN di desa terkutuk itu. Kabar mereka yang telah mengalami kesulitan telah viral di medsos. Hal ini menjadi landasan bagi otorita kampus untuk menindaklanjuti kegiatan tersebut dengan menghentikan dan mengutus dosen penanggung jawab untuk memantau kondisi sebenarnya. Dosen muda itu tiba di desa X untuk memberikan pertolongan pertama kepada mahasiswanya. Ia merupakan salah satu dosen yang bertanggung jawab atas kegiatan KKN tersebut. Dosen muda itu berperawakan tinggi, berkulit sawo matang dan memiliki senyum manis. Ia memiliki ciri khas senyum menawan yang mampu membuat mahasiswinya terpesona. Ia belum menikah dan berusia sekitar 25 tahun. Ia tiba di desa itu sekitar pukul 14.00 WIB. “Selamat datang Pak Galih, kami senang sekali melihat bapak mengunjungi desa ini. Mohon maaf, kami belum bisa maksimal mengerjakan tugas KKN ini karena banyak peristiwa di luar nalar yang terjadi bel
“Alhamdulillah, akhirnya kita akan segera masuk kota,” ujar Adi penuh semangat. Ia menatap sekeliling memastikan teman-temannya mulai bangun dari tidurnya. Setelah mereka membuang makanan itu, jalan mereka seolah dimudahkan. Perjalanan menjadi lancar tanpa kendali berarti walau sesekali harus singgah untuk mengisi bahan bakar mobil atau mengisi perut mereka yang terasa kosong. Wajah-wajah penuh lelah itu seolah menyiratkan kesedihan dan trauma mendalam. KKN yang seharusnya berlangsung selama dua minggu, hanya dapat terlaksana selama kurang dari satu minggu. Tidak ada yang bisa mereka lakukan disana kecuali berjuang untuk bertahan hidup menghadapi teror dedemit penunggu desa terkutuk itu. Di tengah wajah-wajah penuh luka traumatis itu ternyata ada yang berbeda. Galih sang dosen muda terus menatap Sekar tak henti-hentinya, pikirannya melayang-layang mencoba menerka siapakah perempuan berkebaya hijau itu? Kenapa dia bisa berada di sekitarnya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus memberondon
Dua minggu telah berlalu sejak kejadian viral KKN itu namun perbincangan di tengah khalayak kampus sepertinya belum juga reda bahkan semakin menjadi-jadi. Kini beredar kabar bahwa Sekar telah mengencani beberapa pria. Entah darimana rumor itu berasal, pembicaraan miring tentang gadis berkhodam itu seolah tidak ada habis. “Kamu tahu nggak, Sekar itu katanya dekat juga lo dengan salah satu dosen kita, dosen muda malah,” bisik perempuan berkerudung hitam itu, bibirnya terlihat komat-kamit seperti mbah dukun baca mantra padahal yang dibicarakan adalah gadis yang duduk didepannya namun sang gadis nampak pura-pura tak mendengarnya. “Iya, aku pernah melihat mereka berduaan aja di ruangan dosen, ngapain coba? Terus aku denger kayak ada pecahan gelas gitu? Apa iya main gila sampai gelas-gelas pada pecah?” sahut perempuan berambut pendek yang duduk disebelahnya sambil cekikikan, seolah ia melihat langsung peristiwa itu. Mereka berdua saling pandang kemudian tertawa pelan, mereka tidak meny
Masih dalam pergumulan asmara yang kian membara terlihat seorang lelaki tampan berupaya menuntaskan permainannya malam itu, sang gadis seolah pasrah dan sangat menikmatinya. Namun diluar prediksi, tiba-tiba sang gadis berteriak dan mendorong lelaki itu hingga ia jatuh seolah terpental. Entah darimana sang gadis memiliki kekuatan sebesar itu. Ia mulai menyadari kesalahannya dan bergegas memakai pakaiannya. Tak lupa ia mengemasi barang-barangnya dan pergi dari villa itu. Gadis itu berjalan seorang diri seolah meratapi nasibnya. Ia merasa apa yang dilakukan salah dan hampir melampaui batas. Ia masih mendengar suara sinden yang terkesan terus menerus memakinya. Sinden itu nampak murka, ia kesal karena gadis itu tidak terjerumus dalam permainan cinta penuh hasrat lelaki tampan selingkuhannya. Padahal Sinden itulah yang selama ini terus berbisik pada Sekar agar dia menerima cinta dari Aldo. Aldo adalah lelaki yang sering gonta-ganti pasangan, sebagai vokalis band yang cukup tampan dan te
Pasca kejadian di Villa, Pengaruh Sulastri terlihat mulai memudar. Hal itu disebabkan oleh niat dan upaya Sekar untuk terus mendekatkan diri kepada Tuhan. Sekar mulai rutin beribadah seperti sholat, mengaji dan mengikuti kajian-kajian keagamaan. Melihat Sekar yang mulai menjaga jarak dengannya, khodam itu terlihat tak berdaya dah hanya mampu mengamati dari jauh. Sekar mulai sibuk mencari penghasilan sampingan, ia mendapat kabar jika orang tuanya belum bisa mengirimkan uang karena upah mereka tidak seberapa akibat cuaca buruk yang mengakibatkan gagal panen. Berbekal relasi yang dimiliki, Sekar akhirnya bekerja di sebuah warung makan yang menjual masakan khas jogja. Di tengah kesibukan bekerja, Sekar yang baru saja bekerja tiba-tiba seringkali terganggu oleh hal-hal gaib. Mulai dari piring yang tiba-tiba pecah, air kamar mandi yang terus menyala padahal tidak ada orang di dalam, hingga terdengar suara samar-samar yang memanggil namanya. Teror itu tidak hanya berlaku baginya namun
“Aku lebih cantik daripada gadis itu, kenapa dia lebih banyak dilirik kaum laki-laki daripada aku?” Desis Ningrum. Seorang Pesinden yang tengah dipuncak kariernya. Ia seringkali mendapat panggilan sebagai penyanyi di acara hajatan kampung atau acara pagelaran seni yang melibatkan grup pewayangan. Namun pesonanya seolah sirna saat ia mulai menikah dan memiliki anak. Ningrum kerapkali pulang ke rumah dengan wajah penuh kekesalan, sang suami selalu menghiburnya dengan kata-kata manis agar sang istri tak lagi bersedih. Namun lama kelamaan ucapan sang suami ibarat hiburan bagi anak kecil yang sia sia baginya. Ia semakin kesal hingga bersitegang dengan suaminya. “Sudahlah mas, kamu itu tidak tahu tadi saat manggung, penonton itu selalu melirik ke arah Si Sari! Padahal dia masih baru dan suara juga pas-pasan!” Tegas Ningrum seolah tak segan mulai membantah perkataan sang suami. “Ning, kamu itu sudah menikah, dan punya anak kecil. Lebih baik kamu berhenti dululah jadi pesinden. Fokus me
POV GalihAku mengutuk diriku sendiri sebab telah membawa Sekar dalam bahaya yang begitu besar. Ia hampir saja mati mengenaskan menjadi tumbal di desa pesinden yang ternyata adalah rencana jahat Sadewa, teman dosen yang juga patner risetku.Awalnya kita semua mengira bahwa Mila adalah orang yang akan dikorbankan sebab ia tengah hamil anak Sadewa, hasil dari hubungan terlarang keduanya, ternyata itu semua di luar dugaan kita. Mila tidak dikorbankan karena janin yang dikandungnya tercampur oleh benih pria lain, hal itu menjadi wajar sebab Teman Sekar merupakan ayam kampus.Ternyata alasan Sadewa memilih untuk menumbalkan Sekar sebab bau getih wangi begitu digemari makhluk halus termasuk jin penguasa desa pesinden itu. Ia membutuhkan wadah untuk terus mengasah kekuatannya yang akan menjadi maksimal jika Sekar bisa di taklukkannya.Untungnya khodam pesinden itu datang tepat waktu setelah sekian lama menghilang. Ternyata dia tengah semedi di sebuah gua dekat istananya sebab terluka parah p
Pertempuran antara Sulastri dan Kadarsih tak terelakkan, mereka saling serang, mencoba melumpuhkan satu sama lain. Sekar tergeletak tak berdaya sebab Sulastri telah beranjak dari tubuhnya. Ia lebih memilih bertarung secara gaib daripada menggunakan tubuh Sekar yang beresiko besar. Galih segera bergegas menyelamatkan Sekar, ia menggendong gadis itu ke tempat yang menurutnya aman yakni mobil milik Sadewa. Pria itu mencoba meraba saku celana temannya yang merupakan dalang di balik seluruh kekacauan ini. Setelah ia menemukannya, bergegas ia memasukkan tubuh sekar ke dalam mobil. Galih mengawasi sekitar, mencari keberadaan Adi dan Mila. Dengan ponselnya ia berharap panggilannya segera di jawab oleh kedua mahasiswanya yang menghilang pasca keributan. Akhirnya panggilannya di jawab oleh Adi, ia sedang bersembunyi di dalam musholla dekat balai desa. Setelah mengabarkan kondisi terkini, Adi bergegas menuju mobil yang terparkir tak jauh dari tempat itu. Galih lega saat melihat Adi sedang bej
POV Sulastri Aku memutuskan untuk pergi ke kerajaanku semenjak pertempuran di gedung apartemen melawan hantu noni belanda. Dendam dan cintanya yang begitu besar membuatku kesulitan mengalahkannya meski akhirnya aku berhasil mengusirnya sebab berupaya mengambil alih Sekar. Sekar adalah wadah yang membuat semakin kuat dan awet muda. Dia adalah titisan getih wangi keturunan terakhir Ningsih yang bisa ku manfaatkan. Namun, di akhir hidupnya, cinta membuatnya lemah yang membuatku tak bisa lagi meneruskan perjanjian itu, ia bahkan tewas mengenaskan. Suatu kejadian terjadi begitu saja, di luar kendaliku. Hingga tibalah saat kelahiran Sekar yang sudah ku tunggu-tunggu sejak lama. Akibat pertentangan energi yang begitu kuat, ia seringkali sakit-sakitan dampak dari upaya dedemit yang mencoba menguasai jiwa dan raganya. Surti yang miskin tentu kebingungan, ia takut anaknya mati sia-sia jika tak segera di selamatkan. Kondisi itu aku manfaatkan untuk mempengaruhinya, aku membisikkannya unt
POV SekarAku melihat ke sekelilingku, orang-orang sedang fokus merapalkan mantra-mantra yang dipandu oleh kepala desa. Tubuhku melemah seolah tak berdaya, hanya mata dan pendengaranku yang masih berfungsi dengan baik.Aku mendengar Pak Galih dan Pak Sadewa, sedang membahas ritual sesat ini. Awalnya aku mengira bahwa Mila dan jabang bayinyalah yang akan jadi tumbal tapi dugaanku ternyata salah besar! Aku baru menyadarinya saat Sadewa mulai menjelaskan duduk perkaranya.Ternyata Sadewa sengaja memanfaatkan Galih agar menyeretku dalam proyek terkutuk ini demi bisa membawaku ke desa ini. Sadewa tahu jika Sulastri selama ini menghilang bak di telan bumi. Ini menyebabkan aku yang seorang titisan getih wangi menjadi idaman dedemit karena tubuhku menarik perhatian mereka untuk mengambil alih.Nyai Kadasihlah yang membisikkan semua itu pada Sadewa dengan diiming-imingi kuasa dan pesona tak terbatas, jika ia berhasil menumbalkanku di sini. Mendengar fakta di luar dugaan, air mataku seketika me
"Sekar, aku ingin mengatakan suatu hal, desa ini tidak beres, pak kades adalah dalang di balik semua ini," bisik Adi yang mulai memceritakan kronologi kejadian di saat ia pingsan di dekat pohon bringin. Sekar mendengar dengan seksama sambil sesekali menganggukan kepala tanda memahami apa yang dibicarakan oleh pria yang sudah dua kali terlibat riset dengannya. "Kenapa kalian membicarakan hal sepenting ini tanpa sepengetahuanku?" tanya Galih yang tiba-tiba muncul dari arah luar mendekati Sekar dan Adi yang sedang mengobrol serius di ruang tamu. Mereka berdua hanya tersenyum kecut merasa tidak enak karena telah mengabaikan keberadaan Galih. Sekar akhirnya menceritakan ulang apa yang di dengarnya dari Adi. "Aku percaya pada kalian berdua, kemungkinan janin yang ada di kandungan Mila adalah korban selanjutnya," ungkap Galih memprediksi apa yang mungkin akan terjadi. "Iya pak, saya curiga Pak Dewa sengaja memilih desa ini untuk proyek riset, dia hanya sedang mencari cara untuk men
"Ayah kejam! Sudah menumbalkan ibu dan saudaraku! Kau lah iblis yang sesungguhnya!" teriak Joko yang sudah tak mampu lagi menahan amarahnya, bertahun-tahun ia diam dan selalu pasrah atas semua kejahatan ayahnya. "Dasar anak bodoh! Aku lakukan semua ini untukmu karena kamu sebenarnya adalah anak pilihan! Kamu bisa melebihi aku!" bantah ayah kades yang mulai tersudut, ia nampak ragu sebab sang anak sepertinya sudah di luar kendalinya. "Jangan kau bohongi aku lagi! Gendis mungkin kelak akan kau korbankan juga! Kau sudah tahu jika aku sangat mencintainya tapi aku nggak akan tertipu lagi!" tegas Joko yang sudah tak mampu lagi menahan arahnya, ia perlahan mendekat lalu dengan cepat menusukkan keris itu ke jantung ayahnya. "Kau... Akan menyesel, bodoh!" ucapnya perlahan, lalu meninggal sepersekian detik. Tiba-tiba lukisan itu seolah hidup, keluarlah Pesinden sambil menyanyikan lagu jawa yang diiringi dengan suara gamelan. "Sekar macem-macem aruming wangi, Minggah kadhaton ndhawuh
"Gimana ini? Mana ponselku nggak ada sinyal," ujar Mila sambil menggerak-gerakkan ponselnya agar sinyal bisa masuk. "Mil, itu ada anak kecil main di dekat pohon bringin kita coba tanya mereka aja," ujar Adi yang dibalas anggukan kepala oleh teman risetnya. Adi melangkahkan kaki dengan ragu-ragu, ia merasa semenjak lewat jalanan ini sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan, semua seolah serba mendadak. Tiba-tiba saja ada segerombolan anak kecil yang sedang bermain. "Dek, kalau mau ke arah kontrakan milik pak kades lewat mana ya?" tanya Adi sambil tersenyum ramah, tapi anehnya tak ada seorangpun yang merespon hingga ada seorang yang menepuk bahunya. Anak lelaki itu berjalan perlahan seolah menunjukkan arah pulang. Adi bergegas menghidupkan motornya yang melaju secara perlahan. Mereka akhirnya tiba di rumah kontrakan yang di maksud. Saat mereka hendak mengucapkan terima kasih, sang anak tiba-tiba sudah hilang, seperti lenyap di telan bumi. "Di, kamu ngerasa nggak? Ini sepert
Mila dan Adi baru saja tiba di rumah pak kades, rumah itu terlihat sepi seperti biasanya, tidak ada suara orang yang sedang beraktivitas atau canda tawa anak-anak, rumah sebesar itu hanya dihuni oleh pak kades dan istrinya. Kalaupun ada pembantu, mereka tidak menginap, hanya bekerja dari pagi sampai sore saja. "Assalamualaikum, permisi," ujar Adi berulang kali, mengeraskan suaranya agar penghuni rumah mendengarknya dan segera membuka pintu. Terdengar derap langkah kaki dari dalam rumah seolah sang pemilik tengah bergegas untuk membuka pintu. Saat pintu dibuka terlihat perempuan paruh baya yang usianya sekitar empat puluh tahun. "Kalian mahasiswa yang mau meneliti desa ini? Silahkan masuk dan duduk," ucap ibu kades terlihat ramah, wajahnya terlihat tulus menyambut kedatangan mereka. Mereka duduk di ruang tamu sambil melihat ke sekelilingnya, terlihat foto keluarga di beberapa bufet yang menunjukkan gambar bu kades muda sedang menggendong bayi yang jumlahnya tiga foto yang berja
Tim periset terlihat sedang bergegas menuju rumah narsum sesuai kesepakatan semalam tetapi dengan sedikit perubahan. Dewa tidak bisa ikut karena mendadak ada urusan di luar desa yang membuatnya harus meninggalkan teman-temannya. Hal ini menjadikan perubahan pada formasi tim, Mila dan Adi bertugas untuk mewawancarai pak kepala desa sedangkan Galih dan Sekar bertugas untuk mewawancarai tokoh adat. Mereka kompak berangkat pukul 10 pagi setelah melakukan persiapan terlebih dahulu. Mereka menyewa sepeda motor warga agar memudahkan mobilitas selama melakukan proyek riset di desa Bringin atau desa pesinden yang terkenal banyak melahirkan sinden terkenal asal Yogyakarta. Dalam perjalanan tidak ada hambatan berarti sebab mereka sampai tempat tujuan sesuai perkiraan. "Assalamualaikum, permisi," ucap Sekar sambil mengetuk pintu rumah salah satu pesinden senior yang ada di desa tersebut. Tak butuh waktu lama, pintu itu terbuka dengan keberadaan seorang perempuan yang terlihat berusia sekita