Share

04

Author: kotak kuning
last update Last Updated: 2021-06-05 23:57:52

***

Terlepas dari kejadian kemarin yang merupakan pengecualian khusus tidak rasional, Liza harusnya berangkat sekolah cukup awal hari ini. Karena sebenarnya dia itu bukanlah pribadi yang pemalas dan sering terlambat, Liza sendiri berpikir kalau dia harusnya bisa bangun lebih pagi dan membantu ibu-nenek memasak. Dia sudah bertahun-tahun menjadi wanita karir yang sekaligus merangkap jadi tulang punggung keluarga berusia dua puluh delapan tahun, kemudian mati dan berpindah tubuh menjadi Mama nya sendiri.

Tetapi pagi ini Liza disibukkan untuk memilah-milah lajur mana yang harus aku ambil untuk menaklukan kehidupan Mama ini. Sebab siapa sangka kalau ternyata selama ini dia memiliki seorang kakak laki-laki-paman. Liza-Rani yang dulu hampir belum pernah datang ke rumah keluarga Mama atau Papa, tetapi cukup sering bermain ke rumah Ayah. Mungkin dulu beberapa kali pernah saat bayi, ketika Liza masih gadis kecil nan lugu, yang belum bisa mengingat banyak hal.

Sebelum Mamanya menikah lagi, Liza bersama orang tuanya tinggal di perkotaan yang dekat dengan rumah keluarga Ayahnya. Dia cukup sering bermain ke rumah mereka dengan sepeda. Ayah Liza-Rani adalah anak tunggal, tetapi ada cukup banyak teman sepermainannya yang seumuran di sana. Sedang di rumah mereka hanya ada bayi kecil atau pasangan tua, mungkin ada beberapa anak kuliahan, tetapi sepertinya orang-orang itu terlalu sibuk mengerjakan proyek tugasnya masing-masing.

Liza juga hampir terlambat  karena sempat berdebat juga dengan kakak-paman nya itu. Liza memang mengakui kalau dia yang salah, kakaknya cuma butuh gunting untuk  melepaskan kancing celananya yang tersangkut dengan benang-benang kusut. Tetapi gadis itu terlalu membesar-besarkan masalah soal pelecehan seksual, bahkan membuat aturan 3 meter. Tidak boleh mendekat lebih dari itu kecuali dia sendiri yang mengizinkannya.

"Bu, Liza berangkat sekolah dulu, ya!"

Liza segera menyambar tas di sofa depan dan berlari pergi. Karena terburu-buru dia jadi terlupa mengucap salam, mungkin bisa nanti saja. Mama juga orangnya memang ceroboh dan pelupa, kan? Liza berlari dan mengejar angkot paling pagi (sebenarnya tidak juga, hari ini kan kesiangan).

"Abang, langsung jalan, ya! Udah telat banget nih!" Serunya.

"Ah, dah macam kondektur bus pula kau buat aku?" Logat bataknya mengeras, tapi sepertinya dia orang yang baik. Dia bukan supir yang membawa Liza dan Randi kemarin.

"Tunggulah sikit, tiga empat lagi masih kosong. Kalau mau jalan sekarang, kau bayarkanlah sekali untuk bangku kosong itu!"

Liza mendengus sebal, uang sakunya hanya cukup untuk makan bakso atau nasi goreng di kantin sekolah, ditambah camilan dan minum tentunya. Karena terlambat tadi, dia lupa menyiapkan bekal.

Bangku-bangku kosong tadi diisi bapak-bapak preman dengan tubuh gempal yang datang buru-buru. Gantian si abang yang sebal, sepertinya dua preman itu bisa naik gratis. Apa ya namanya? Hak istimewa? Uang keamanan? Padahal tau begini dia bisa langsung jalan, mungkin nanti ada tiga empat perempuan langsing yang mau mengisi.

***

Tidak ada yang terlalu berbeda dari kemarin. Pak Tono penjaga sekolah masih membiarkan Liza masuk dengan sedikit wajah memelas, "Masih hari pertama, pak."

Kelas pagi ini tidak berjalan serius, beberapa guru masih cuti dan menambah jam kosong di hari ini. Liza berpikir untuk bergabung dengan beberapa kelompok baru yang mulai terbentuk di kelas.

Ada tipikal anak-anak rajin yang fokus meningkatkan urusan belajar mereka, merapat enam orang di bangku paling depan paling tengah. Ada juga laki-laki yang sepertinya sibuk bermain game, mereka menyudutkan diri di sisi ujung kiri belakang kelas, ada delapang orang. Kemudian yang terakhir adalah kumupulan orang-orang pendiam, mungkin karena kesamaan yang tidak suka bicara banyak, tahu tahu mereka sudah berkumpul saja di sepanjang sisi kanan kelas.

Sisanya mungkin terbagi menjadi orang-orang seperti Liza, entah yang ingin bergabung ke salah satu kelompok yang sudah ada, orang-orang yang tidak peduli sama sekali, atau yang ingin membentuk kelompok baru. Tetapi sebelum Liza bisa mengajak salah satu dari mereka bicara, Randi sudah siaga dan duduk di atas mejanya tanpa peringatan.

“Ganggu.” Keluh Liza padanya.

“Biarin.”

“Kamu nggak mau nyari temen?”

“Buat apa? Kan udah kemarin?”

Liza baru ingat kalau kemarin Randi sudah mengajak semua anak cowok di kelas untuk adu panco. “Apakah itu salah satu ritual khusus pertemanannya, ya? Ah terserahlah.” Pikir Liza.

“Aku mau cari teman!”

“Untuk apa? Kan aku ada di sini?”

“Aku mau putus.”

Kelas yang tadinya cukup berisik menjadi tiba-tiba hening. Liza baru sadar kalau dirinya meminta putus kepada Randi dengan spontan. “Bagaimana ini? Aku takut dia akan main tangan dan menamparku, atau alih-alih menarikku ke belakang sekolah dan mengancamku dengan sesuatu. Mama aku takut!” Pikiran negatif memenuhi kepala Liza.

“Ah begini loh, soal waktu itu. Aku tidak terlalu merasa kalau aku suka sama kamu. Mungkin karena penempatan waktunya aja, ya? Tapi aku nggak benci sama kamu kok, cuma perasaan khusus kayak cinta itu emang nggak ada sama sekali.”

Satu hal yang bisa Liza syukuri dari penempatan orang-orang di kelas adalah, sepertinya tidak satupun dari perempuan yang membencinya di kantin kemarin berada di sini. Laki-lakinya juga sama, sepertinya orang yang tidak menyukainya dan Randi tidak ada di sini, mereka kemarin juga tidak terlihat menolak saat tiba-tiba diajak adu panco. Tetapi kabar kalau Liza-Mama berpacaran dengan Randi sepertinya sudah jadi berita utama di halaman depan sebuah majalah, semua orang tentunya sudah tahu.

Kringgg....

Bel tanda istirahat pertama berbunyi.

“Um, aku ke toilet dulu, ya?”

Liza berjalan cepat keluar kelas. Gadis itu memang takut dengan Randi, tetapi bahkan untuk orang seperti dia, tiba-tiba menampar perempuan bukanlah bagian dari prinsipnya. Liza masuk ke salah satu toilet untuk duduk dan berpikir.

“Hei, ini sebenarnya bukan pilihan yang buruk. Harusnya aku memang sudah melakukannya dari awal, karena aku harus mencari suami yang baik untuk Mama. Randi-Papa mungkin adalah orang yang bisa menggaet banyak hati perempuan, tetapi aku tidak akan mentolerir siapa pun dengan sikap yang di bawah standar. Walau wajahnya aku akui cukup tampan.”

Beberapa saat kemudian toilet menjadi mendadak menjadi cukup ramai dan berisik. Suara langkah kaki dan tertawaan terdengar memenuhi ruangan sempit, mungkin ada delapan sembilan perempuan tiba-tiba datang dan berkumpul.

“Eh dengerrr! Liza udah putus sama Randi!”

“Kan masih sepihak, Randinya belum bilang setuju.”

“Tapi kan udah ada titik terang. Gue gila benci parah sama cewek gajelas itu. bisa-bisanya Randi suka sama dia? Nggak logis, kan?”

“Pasti pelet!”

“Hahahaha iya bener!”

“Itu cewek nggak mungkin bisa dapetin satu cowok pake usahanya sendiri. Apalagi, Randi?

“Nah ya! Gue juga kalau pake pelet juga pasti nggak cuma satu, sepuluh yang kayak Randi bisa didapetin mah!”

Kringgg....

“Nanti kita ketemu di tempat biasa.”

Bel pun berbunyi, mereka serempak meninggalkan toilet dan masuk ke kelas masing-masing.

“Ini hanya dugaanku saja, tapi Mama hanya dibenci karena pacaran dengan Randi saja, kan? Mama tidak pernah melakukan hal aneh yang membuat banyak orang tidak menyukainya dari awal. Benar kan, ya?”

***

Sepanjang hari Liza tidak melihat adanya perubahan pada Randi. Mungkin anak itu dari awal tidak menyukai dirinya-Mama, mungkin saja dia terlalu bosan dengan banyaknya perempuan-perempuan lebay yang terlalu memujanya, membuat dia mau mau saja menerima pengakuan Mama.

Ahaha tidak mungkin dong. Ini kan bukan alur cerita di drama TV?

Setelah istirahat kedua berakhir, guru-guru yang masuk berikutnya langsung memberikan materi. Untunglah Liza cukup percaya diri dengan materi SMA awal, dia juga merasa kalau setidaknya dirinya sudah lebih pintar dari kumpulan calon anak teladan yang duduk di depan kelas, karena habis belajar kemarin malam tentunya. Guru-guru ini memberikan semacam tes di awal pertemuan untuk mencari tahu kemampuan dasar dari siswa-siswa yang akan mereka ajari. Seperinya Liza akan betah dengan guru-guru seperti ini.

Bel tanda pulang sekolah pun berbunyi, Liza pun pulang naik angkot yang kali ini penuh dengan perempuan dari sekolahnya. Setelah gadis itu turun dari angkot, dia berjalan ke arah rumah melewati gang kecil, tetapi sebelum ia sampai ke rumah, mereka-perempuan-perempuan yang tadi duduk bersamanya di angkot sudah mengikuti dan menyergap Liza di tengah jalan.

“Akhirnya sendirian juga.”

“Rumah lo jauh banget gila! Di pelosok ya ini?”

“Ya mau diliat dari mana juga dia emang jelas-jelas kampungan.”

Mereka mengerubungi dan menertawai Liza, beberapa dari mereka berpisah dan sepertinya berjaga di ujung-ujung pintu masuk gang. Cukup jelas bagi gadis itu untuk memahami kalau aku sudah terkepung.

Mereka merebut paksa tas Liza, membongkar, dan menginjak isinya. Liza sepertinya kurang tahu bagaimana perundungan yang biasa dilakukan perempuan, karena dia sendiri belum pernah mengalami atau melihatnya. Setelah dia perhatikan baik-baik, sepertinya beberapa di antara mereka adalah kakak kelas. Benar-benar kumpulan orang merepotkan.

“Asal lo tau aja, ya! Randi emang nggak pernah suka sama lo! Kenapa lo bikin pernyataan kayak Randi sendiri yang suka sama lo!”

“Iya! Jangan kepedean, deh! Jijik!”

“Uwaah, mereka merundungiku seperti gadis kecil yang cemburu.” Pikir Liza

Setelah mengingat-ingat, Liza sadar suara mereka persis dengan yang tadi berisik di toilet.

“Oh andaikan kalian tahu aku ada di sana tadi.”

“Hah? Ngomong apaan lo?”

_______________________________________

Catatan: Aku mencoba membuat konflik yang nyata di sini, tapi bahkan bagiku sendiri aku merasa kalau ini masih belum cukup. Juga aku minta maaf soal kata-kata yang diucapkan dalam hati oleh Liza (dan mungkin karakter lain) aku ketik dengan tanda petik seperti dialog biasa, karena tampilan tulisan miring di GoodNovel sedikit berbeda, menjadi lebih besar dan terlalu mencolok. Omong-omong terima kasih sudah membaca!

Related chapters

  • Perbaiki Hidup Mama!   05

    ***“Kalian semua yang berada di sini memangnya sebegitu luang sampai tidak punya hal lain yang harus dikerjakan? Uwaah aku iri sekali, orang sibuk sepertiku benar-benar ingin sesekali merasakan kebebasan seperti kalian.”“Ck! Menyebalkan.”“Ini cewek mulutnya pedes juga, ya?”“Lo nggak usah kepedean, deh! Jijik tau!”Salah satu dari perempuan itu menarik rambut Liza, kemudian yang lainnya terlihat mengeluarkan sebuah gunting. Sepertinya mereka ingin menjahili Liza dengan menggunting beberapa helai-genggam rambutnya. Tetapi sebelum niat jahat mereka terlaksanakan, seseorang tiba-tiba muncul dan melompat sambil dikejar oleh dua orang perempuan— anggota mereka yang berjaga di depan pintu masuk gang sempit itu.“Za! Kenapa tiba-tiba duluan? Bukannya tadi kita udah janji mau makan dulu habis pulang sekolah tadi?” Tanyanya tiba-tiba.“Oh, iya! Kalian-kalian yang

    Last Updated : 2021-06-06
  • Perbaiki Hidup Mama!   06

    ***Langit yang mendung membuat cahaya matahari masuk menyelinap kecil-kecil dari balik awan. Pagi ini adalah salah satu pagi baru yang sedikit banyak menenangkan hati Liza, dia merasa sudah menyelesaikan permasalahan awalnya sebelum nanti dirinya-Mamanya mengalami hal yang tidak mengenakkan sebagai akibat dari pernikahannya dengan Randi-Papa. Liza memulai paginya dengan cukup awal hari ini, menyelesaikan cucian, membantu menyiapkan sarapan, juga berberes untuk dirinya sendiri.“Za, cuciannya taruh di ember aja!” Sahut Ibu-Neneknya mengingatkan. Tidak ada yang tahu kapan hujan akan turun, menjemurnya sekarang mungkin hanya akan menambah pekerjaan saja.“Iya, Bu!” Liza menuruti perkataan Ibunya, kemudian setelah sarapan dia segera mandi dan berpakaian.Sudah sekitar dua minggu sejak dia meminta putus dengan Randi. Bahkan untuk laki-laki bebal sepertinya, dihina dengan tiga paragraf berantai pasti sudah membuatnya kapok untuk mendeka

    Last Updated : 2021-06-06
  • Perbaiki Hidup Mama!   07

    ***Liza dan Anggi setuju untuk menginap di rumah Nabila karena besok juga merupakan hari libur. Liza meminta izin untuk menelepon rumahnya dan memberitahu soal ini, Ibunya yang mengangkat mengizinkannya untuk menginap. Kemudian di pagi hari, mereka bangun dan sarapan bersama. Liza masih sungkan memakai pakaian Nabila untuk dibawa berjalan ke rumah, tetapi dia juga tidak enak kalau mengembalikannya begitu saja.“Bajunya aku masukin tas, tapi nanti aku cuci, kok. Mungkin sore aku bakal mampir ke sini buat ngembaliinnya.” Ujar Liza.“Ya ampun nggak apa apa kali, Za. Anggi aja pakai sampai pulang, tuh.” Balas Nabila sambil menunjuk Anggi.“Hehehehe.” Anak yang ditunjuk itu hanya cengengesan dan memiringkan kepalanya. “Nggak apa apa kali, Za. Jangan malu beda dikit,” jelasnya pada Liza.“Nggak, deh.”Liza naik angkot bersama dengan Anggi setelah diantar Nabila ke jalan raya. Liza juga s

    Last Updated : 2021-06-07
  • Perbaiki Hidup Mama!   08

    “Kak, jadi nggak nganterin aku nya ke rumahnya Nabila?”“Yaudah, ayok!”Liza naik ke motor diboncengi kakaknya untuk pergi ke rumah Nabila. Sepertinya entah di dunia ini atau dunia sebelumnya, Liza masih belum pernah sama sekali belajar membawa motor. Setelah melewati beberapa persimpangan, juga berhenti sekali karena Liza memaksa ingin mencoba bakso bakar yang asapnya memenuhi sepanjang trotoar, akhirnya mereka sampai di rumah Nabila. Liza turun dari motor dan memanggil Nabila dari luar pagar.“Nabilaaa! Ini aku Liza!”“Iyaaaa! Buka aja langsung pintu pagarnya.”Liza yang baru mendengar teriakan seseorang dari dalam rumah segera menoleh untuk memberitahu kakaknya kalau motornya lebih baik dimasukkan ke dalam saja. Tetapi tanpa sungkan ternyata kakaknya sudah lebih dulu membuka pagar dan mendorong motornya maju ke depan. Kemudian menutup pintu dan duduk di kursi depan dengan santainya. Liza yang melih

    Last Updated : 2021-06-07
  • Perbaiki Hidup Mama!   09

    ***“Dek, dek! Boleh banget nih dilihat-lihat dulu selebarannya! Nanti kami mau mampir ke kelas kalian, lho! Ditunggu, yaa!”Beberapa anak dari anggota inti berbagai klub terlihat sibuk mengelilingi lorong sekolah, mereka juga mengunjungi berbagai tempat di mana anak-anak baru berkumpul. Hari ini adalah hari pengenalan ekstra kurikuler, dengan kata lain hari berburu anggota baru.Sekolah tempat Liza dan teman-temannya belajar ini bisa dibilang adalah satu dari beberapa sekolah yang sangat diperhatikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Membuat urusan biaya dan jaminan pendidikannya begitu terkendali dan efisien.Permasalahan soal dana pemasukan klub bahkan tidak menjadi perkara yang memusingkan. Anggota-anggota yang tergabung tidak perlu susah-susah mengutip dan mendatai satu persatu siapa saja yang belum membayar iuran rutin. Sebab di sekolah ini, semua klub yang sudah terdaftar akan mendapatkan suntikan dana dari sekolah. Bisa saja disebut se

    Last Updated : 2021-06-08
  • Perbaiki Hidup Mama!   10

    ***Mengadaptasi dari sebuah set lakon drama percintaan klasik remaja sekolah menengah atas yang sempat ramai di awal abad ke dua puluh satu —meskipun penulis tidak tahu pasti kapan sebenarnya set ini diperkenalkan pada publik, boleh jadi ini berasal dari kisah nyata. Tetapi bila benar demikian, sungguh dua orang yang dijadikan referensi dari semua akar kisah tabrak-tabrakan itu patutnya menjadi kekasih yang tak terpisahkan—. Dua orang insan dengan karakter yang jomplang, atau mereka dengan ketertarikan yang cukup kecil, bertabrakan ketika salah satu dan/atau keduanya sedang terburu-buru. Biasanya ide kreatif pengatur adegan akan ‘bermain’ setelah tabrakan itu berlangsung.Ada yang barang bawaanya terjatuh, keduanya merasa perlu untuk mengambilkannya, mungkin di beberapa kejadian mereka akan secara tidak sengaja berpegangan tangan. Ada yang mengelus kepalanya, terantuk cukup keras lalu terkejut karena bertemu musuh bebuyutannya, atau bisa jadi s

    Last Updated : 2021-06-08
  • Perbaiki Hidup Mama!   11

    ***Bel sudah berbunyi, tetapi Liza dan Randi baru saja meninggalkan lorong tempat mereka berdua bertabrakan tadi. Mereka harus mampir ke toilet untuk ‘ritual siram lap’ dan Liza butuh mengganti seragamnya dengan kemeja yang dibawa Randi. Setelah mereka kembali ke kelas, meja-meja sudah disusun berdekatan menjadi beberapa kelompok. Sepertinya akan ada tugas presentasi atau semacamnya.Beberapa orang mungkin punya pendapatnya sendiri soal tugas kelompok. Ada yang sangat suka dengan aktivitas yang melibatkan banyak orang, mereka bisa mendengar berbagai pendapat yang berbeda, merasakan sensasi mengatur diatur, juga keterburu-buruan saat tenggat waktu sudah dekat tetapi anggota yang berpartisipasi tidak sampai setengahnya. Ada juga orang yang benci betul dengan kelompok, mungkin mereka tidak suka harus diatur, atau kelompoknya hanyalah pengikut tanpa salah satu calon pemimpin di dalamnya. Mereka yang benci juga kebanyakan tidak mau direpotkan oleh pekerjaan ang

    Last Updated : 2021-06-09
  • Perbaiki Hidup Mama!   12

    ***“Beneran ngikutin aku pulang nih?” Tanya Liza kepada Randi yang berjalan di sampingnya. Mereka berdua naik dan turun angkot bersama-sama, tetapi karena mood Liza yang tidak terlalu baik, mereka tidak bicara apapun sepanjang perjalanan. Randi yang bosan keusilannya tidak digubris sejak tadi memilih untuk bersiul sepanjang perjalanan.“Iya emang. Nggak boleh apa?” Tanya Randi menghentikan siulannya, kemudian memasukkan tangannya ke saku celana.“Nggak tahu.”“Eh, Ran. Di sana tadi itu tempat apa sih?”“Di sana di mana?”“Tadi pas persimpangan habis keluar dari jalan deket sekolah. Orang-orang di sana pada pake jas terus banyak bodyguard gitu.”“Oh itu. Biasaa, banyak hotel esek-esek di sana. Kamu masih bocil nggak usah kepo mau liat-liat.”“Dih sembarangan, siapa juga yang kepo.” Ujar Liza membantah ucapan Randi. “Lagian kamu

    Last Updated : 2021-06-10

Latest chapter

  • Perbaiki Hidup Mama!   21

    ***Kembali ke realita, meskipun kilas balik yang kemarin terhitung kasar sebagai fiksi dan yang ini juga fiksi.Keseluruhan karya ini benar-benar hanya fiksi, tentunya.Liza baru saja mendengar cerita Gilang mengenai kencan pertamanya dengan Chaca. Gadis itu kemudian mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah."Za. Mau nebeng aja?""Kenapa, kak? Tumben?""Aku lagi ada keperluan di kampus sih.""Ooh.""Jadi gimana? Mau nggak?"Liza menimbang-nimbang soal tawaran Gilang. Tak ada salahnya ia menerima kebaikan kakaknya kali ini, toh ia juga bisa menyimpan ongkos berangkat pagi ini"Yaudah sana buruan. Mandi aja belum dasar kambing!""Yeuu bawel."***Ketika jam istirahat kedua selesai, Liza makan bertiga dengan Nabila dan Anggi di kantin."Kak Gilang baru ngedate yaa..."Gumam Liza sambil memainkan bekalnya dengan sendok, tanpa sadar kalau teman semejanya bisa mendengar gumamannya

  • Perbaiki Hidup Mama!   20

    ***“Aw!” Liza mengaduh karena tak sengaja menabrak Gilang pagi ini.“Mabok, po? Untung gelasku nggak jatuh.” Ucap Gilang sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.Liza mengusap dahinya, kemudian menggosok-gosok matanya.“Kenapa? Bulu mata jatuh? Jangan digosok-gosok gitu dong, elah.”Gilang memegang tangan Liza, menjauhkannya dari mata gadis itu, lalu meniupnya perlahan.“Apaan sih main sembur-sembur aja!”“Daripada matanya digosok-gosok gitu.”“Aku bukannya kelilipan gegara bulu mata.”Liza menyadari kalau dia sudah tidak begitu menjaga jarak dengan kakaknya. Tinggal serumah selama beberapa bulan ditambah fakta bahwa mereka berdua adalah saudara di dunia ini, membuat Liza terpaksa harus beradaptasi.“Terus? Masih pusing?”Liza mengangguk perlahan, kemudian berbalik dan menuju dispenser untuk mengambil segelas air.&

  • Perbaiki Hidup Mama!   19

    ***Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, saat di mana orang-orang sudah mulai kembali lagi beraktivitas setelah istirahat sejenak saat jeda senja tadi.“Kami pulang dulu, ya, Zaa!”“Tante, titip salam buat Liza nanti ya? Masih tidur tuh dia.”“Iyaa.”“Kebo tuh, emang.”Nabila dan Anggi pulang bersama dengan motor Anggi, mengikuti Gilang yang mengantar Chaca di depan. Mereka menyusuri jalanan hingga akhirnya sampai ke rumah Nabila dan Chaca.“Ya udah, ya, Bil! Sampai ketemu besok!” Ucap Anggi berlalu setelah menurunkan Nabila di depan pagar.“Aku masuk duluan, ya, Kak!”Nabila meninggalkan kakaknya Chaca dan Gilang, sepasang kekasih yang sedang berduaan di depan pagar rumah mereka. Chaca sudah turun dari motor, sementara Gilang sedang duduk menyamping ingin melihat Chaca masuk ke rumah sebelum ia pergi.“Gilang...”Wanita m

  • Perbaiki Hidup Mama!   18

    ***Di sebuah rumah kecil yang dulunya sempat hangat, hiduplah seorang anak bersama orang tuanya. Anak itu cukup jahil untuk ukuran gadis kecil yang masih bersekolah di taman kanak-kanak. Dia sering usil terhadap temannya, berkelahi dengan anak laki-laki, sukanya memanjat pohon, bermain pedang-pedangan, dan semacamnya. Pokoknya gambaran gadis feminin yang lekat dengan make up atau permainan memasak dan boneka benar-benar jauh darinya. Bahkan pagi ini, gadis itu baru saja dimarahi oleh Papanya karena sudah mengusili teman di kelasnya.“Rani. Kenapa kamu usilin Wawan?” Tanya Papanya mengintrograsi ketika mereka sudah sampai di rumah.“Dia nggak mau main sama aku.” Jawabnya sambil mengelayutkan tangannya di belakang, kemudian memutar kepalanya ke samping dan ke bawah.“Lihat Papa kalau kita lagi bicara!”“I-iya, Pa...”“Wawan kamu apain aja?”“Mainannya aku ambil...”

  • Perbaiki Hidup Mama!   17

    ***Tiiit.... tiiiiit.....Brmmm.... brmmmmm.....Suara klakson dan bunyi kendaraan yang saling berisik bersahutan memenuhi jalanan terminal. Keringat bercampur debu membuat kulit menjadi lengket dan gerah, ditambah lagi dengan keadaan sumpek dari hiruk piruk perkotaan. Keadaan ini seringkali memicu stress bagi orang yang baru saja sampai ke kota, urbanisasi, orang-orang yang berpindah ke daerah ramai dengan tujuannya masing-masing.Tetapi bagi mereka selama beberapa tahun tinggal di sana, bahkan tidur di samping perlintasan kereta api ketika besoknya adalah hari penting di mana seluruh karirmu dipertaruhkan, itu semua sudah biasa. Mungkin hanya mereka dengan hak-hak khusus bisa tinggal di mansion mahal atau sebuah kamar apartemen yang begitu luas untuk ditinggali sendiri.Tidak ada yang bisa benar-benar mengatur hidupmu, tidak ada yang bisa mengekang dirimu. Kau selalu bisa bersembunyi dibalik tameng pribadi yang kau ciptakan sendiri. Kau bisa saj

  • Perbaiki Hidup Mama!   16

    ***Goresan pensil dan suara lembaran kertas halus-halus mengisi keseriusan ruangan 10 x 8 meter itu. Meskipun pada awalnya terkesan antusias dan ramai, mereka ternyata cukup serius dalam melakukan kegiatan klubnya. Dua jam telah berlalu, akhirnya agenda dadakan menggambar itu selesai. Anak-anak yang tergabung sebagai anggota klub seni begitu bergembira dengan kedatangan Nathan sebagai model untuk mereka gambar.Tapi tidak dengan seorang gadis yang duduk di paling belakang itu, kertas besar yang disangga oleh sandaran kanvas miliknya sama sekali tidak tersentuh. Tidak ada guratan pensil atau bekas hapusan sama sekali, bersih seperti baru.「Padahal bisa difoto aja kan, sih?」Dengusnya dalam hati karena sebal, orang-orang itu begitu heboh karena seorang Nathan saja.「Memang apa spesialnya dia?」「Astaga, Zaaaa. Sadar. Dia calon ayahmu. Tanpanya kamu nggak bakal lahir di dunia ini. Kalau ada yang perlu disalahkan atas berbagai kesialan yang menimp

  • Perbaiki Hidup Mama!   15

    ***Kemarin adalah hari pertama kelas tambahan, jam pelajaran ekstra yang kali ini ditujukan kepada siswa yang gagal pada ujian tengah semester. Liza terpaksa mengikuti kelas tambahan hari ini, selain karena dia tidak mau nilainya menjadi nol saat pengakumulasian skor nanti, klub sastra yang biasa diikutinya hari sabtu juga libur untuk sementara. Tetapi beda cerita dengan hari ini, hari minggu, akhir pekan yang biasanya benar-benar dinikmati dengan bersantai. Liza terpaksa harus masuk ke sekolah untuk mengejar remedial. Klub seni yang melakukan kegiatannya di hari minggu kali ini tidak libur, meskipun Liza meminta gurunya untuk memberinya remedial di hari sabtu kemarin, gurunya tetap menolak.“Soal-soalnya baru ibu selesaikan. Bahaya kalau kamu bocorkan nanti ke siswa yang lain.”“Buu, saya nggak sepicik itu ya ampun!”“Ya kan, siapa tahu.”Pagi ini Liza bangun dengan malas, sebal karena respon gurunya kemarin. S

  • Perbaiki Hidup Mama!   14

    ***Manusia yang hidup di dunia ini bergerak megikuti tujuannya masing-masing. Beberapa orang mungkin menggambarkan kehidupan dunia sebagai permainan peran dengan peta yang sangat besar. Tidak ada keharusan di mana kamu harus mengikuti objektif yang diberikan. Tidak ada tuntutan kamu harus menjadi raja, kepala negara, pekerja kantoran, pemadam kebakaran, pengangguran, orang biasa, orang jahat, bos suatu kelompok kriminal, atau apapun. Semua itu adalah pilihan dan kendalimu atas dirimu sendiri. Meskipun ada beberapa tatanan yang membantu menyusun dan mengatur kehidupan manusia dalam bentuk pedoman yang diyakini banyak pengikutnya.Berbuatlah kebaikan, hindarilah kejahatan, sederhananya begitu.Ya mungkin terkadang alam bawah sadar memberikan beberapa pengaruh di luar dari kontrol manusia sebagai pengguna dari permainan peran multi pemain raksasa ini.Orang yang tidak memiliki tujuan besar di hidupnya cenderung akan merasa bosan dan lelah sepanjang waktu. T

  • Perbaiki Hidup Mama!   13

    ***Tidak ada hal yang benar-benar sempurna di dunia ini, tidak ada mungkin kecuali hanya Tuhan. Bahkan ketika ada seseorang yang memiliki wajah rupawan, tubuh yang bagus, tapi seringnya diberkahi dengan otak yang tidak lebih baik dari kebanyakan orang. Biasanya orang-orang normal hanya berputar di antara tiga itu saja, paling banyak punya dua kelebihan dengans satu kekurangan pelengkap. Ya meskipun ada yang kurang beruntung membawa dua atau bahkan ketiga kekurangan itu, sedang ada orang baik yang terlihat memiliki segalanya— latar belakang, lingkaran pertemanan, semuanya terlihat hebat. Tetapi bila benar begitu, maka ia cukup hebat dalam menyembunyikan kekurangannya.Hal yang sama juga terjadi kepada Liza, gadis yang sebelumnya adalah wanita dewasa dengan ingatan yang sama namun berpindah ke tubuh perempuan berusia lima belas tahun, harusnya dia menjadi sosok panutan yang kata-katanya dapat diikuti oleh bocah-bocah di sekitarnya. Hanya saja satu hal, gadis ini k

DMCA.com Protection Status