***
Tidak ada hal yang benar-benar sempurna di dunia ini, tidak ada mungkin kecuali hanya Tuhan. Bahkan ketika ada seseorang yang memiliki wajah rupawan, tubuh yang bagus, tapi seringnya diberkahi dengan otak yang tidak lebih baik dari kebanyakan orang. Biasanya orang-orang normal hanya berputar di antara tiga itu saja, paling banyak punya dua kelebihan dengans satu kekurangan pelengkap. Ya meskipun ada yang kurang beruntung membawa dua atau bahkan ketiga kekurangan itu, sedang ada orang baik yang terlihat memiliki segalanya— latar belakang, lingkaran pertemanan, semuanya terlihat hebat. Tetapi bila benar begitu, maka ia cukup hebat dalam menyembunyikan kekurangannya.
Hal yang sama juga terjadi kepada Liza, gadis yang sebelumnya adalah wanita dewasa dengan ingatan yang sama namun berpindah ke tubuh perempuan berusia lima belas tahun, harusnya dia menjadi sosok panutan yang kata-katanya dapat diikuti oleh bocah-bocah di sekitarnya. Hanya saja satu hal, gadis ini k
***Manusia yang hidup di dunia ini bergerak megikuti tujuannya masing-masing. Beberapa orang mungkin menggambarkan kehidupan dunia sebagai permainan peran dengan peta yang sangat besar. Tidak ada keharusan di mana kamu harus mengikuti objektif yang diberikan. Tidak ada tuntutan kamu harus menjadi raja, kepala negara, pekerja kantoran, pemadam kebakaran, pengangguran, orang biasa, orang jahat, bos suatu kelompok kriminal, atau apapun. Semua itu adalah pilihan dan kendalimu atas dirimu sendiri. Meskipun ada beberapa tatanan yang membantu menyusun dan mengatur kehidupan manusia dalam bentuk pedoman yang diyakini banyak pengikutnya.Berbuatlah kebaikan, hindarilah kejahatan, sederhananya begitu.Ya mungkin terkadang alam bawah sadar memberikan beberapa pengaruh di luar dari kontrol manusia sebagai pengguna dari permainan peran multi pemain raksasa ini.Orang yang tidak memiliki tujuan besar di hidupnya cenderung akan merasa bosan dan lelah sepanjang waktu. T
***Kemarin adalah hari pertama kelas tambahan, jam pelajaran ekstra yang kali ini ditujukan kepada siswa yang gagal pada ujian tengah semester. Liza terpaksa mengikuti kelas tambahan hari ini, selain karena dia tidak mau nilainya menjadi nol saat pengakumulasian skor nanti, klub sastra yang biasa diikutinya hari sabtu juga libur untuk sementara. Tetapi beda cerita dengan hari ini, hari minggu, akhir pekan yang biasanya benar-benar dinikmati dengan bersantai. Liza terpaksa harus masuk ke sekolah untuk mengejar remedial. Klub seni yang melakukan kegiatannya di hari minggu kali ini tidak libur, meskipun Liza meminta gurunya untuk memberinya remedial di hari sabtu kemarin, gurunya tetap menolak.“Soal-soalnya baru ibu selesaikan. Bahaya kalau kamu bocorkan nanti ke siswa yang lain.”“Buu, saya nggak sepicik itu ya ampun!”“Ya kan, siapa tahu.”Pagi ini Liza bangun dengan malas, sebal karena respon gurunya kemarin. S
***Goresan pensil dan suara lembaran kertas halus-halus mengisi keseriusan ruangan 10 x 8 meter itu. Meskipun pada awalnya terkesan antusias dan ramai, mereka ternyata cukup serius dalam melakukan kegiatan klubnya. Dua jam telah berlalu, akhirnya agenda dadakan menggambar itu selesai. Anak-anak yang tergabung sebagai anggota klub seni begitu bergembira dengan kedatangan Nathan sebagai model untuk mereka gambar.Tapi tidak dengan seorang gadis yang duduk di paling belakang itu, kertas besar yang disangga oleh sandaran kanvas miliknya sama sekali tidak tersentuh. Tidak ada guratan pensil atau bekas hapusan sama sekali, bersih seperti baru.「Padahal bisa difoto aja kan, sih?」Dengusnya dalam hati karena sebal, orang-orang itu begitu heboh karena seorang Nathan saja.「Memang apa spesialnya dia?」「Astaga, Zaaaa. Sadar. Dia calon ayahmu. Tanpanya kamu nggak bakal lahir di dunia ini. Kalau ada yang perlu disalahkan atas berbagai kesialan yang menimp
***Tiiit.... tiiiiit.....Brmmm.... brmmmmm.....Suara klakson dan bunyi kendaraan yang saling berisik bersahutan memenuhi jalanan terminal. Keringat bercampur debu membuat kulit menjadi lengket dan gerah, ditambah lagi dengan keadaan sumpek dari hiruk piruk perkotaan. Keadaan ini seringkali memicu stress bagi orang yang baru saja sampai ke kota, urbanisasi, orang-orang yang berpindah ke daerah ramai dengan tujuannya masing-masing.Tetapi bagi mereka selama beberapa tahun tinggal di sana, bahkan tidur di samping perlintasan kereta api ketika besoknya adalah hari penting di mana seluruh karirmu dipertaruhkan, itu semua sudah biasa. Mungkin hanya mereka dengan hak-hak khusus bisa tinggal di mansion mahal atau sebuah kamar apartemen yang begitu luas untuk ditinggali sendiri.Tidak ada yang bisa benar-benar mengatur hidupmu, tidak ada yang bisa mengekang dirimu. Kau selalu bisa bersembunyi dibalik tameng pribadi yang kau ciptakan sendiri. Kau bisa saj
***Di sebuah rumah kecil yang dulunya sempat hangat, hiduplah seorang anak bersama orang tuanya. Anak itu cukup jahil untuk ukuran gadis kecil yang masih bersekolah di taman kanak-kanak. Dia sering usil terhadap temannya, berkelahi dengan anak laki-laki, sukanya memanjat pohon, bermain pedang-pedangan, dan semacamnya. Pokoknya gambaran gadis feminin yang lekat dengan make up atau permainan memasak dan boneka benar-benar jauh darinya. Bahkan pagi ini, gadis itu baru saja dimarahi oleh Papanya karena sudah mengusili teman di kelasnya.“Rani. Kenapa kamu usilin Wawan?” Tanya Papanya mengintrograsi ketika mereka sudah sampai di rumah.“Dia nggak mau main sama aku.” Jawabnya sambil mengelayutkan tangannya di belakang, kemudian memutar kepalanya ke samping dan ke bawah.“Lihat Papa kalau kita lagi bicara!”“I-iya, Pa...”“Wawan kamu apain aja?”“Mainannya aku ambil...”
***Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, saat di mana orang-orang sudah mulai kembali lagi beraktivitas setelah istirahat sejenak saat jeda senja tadi.“Kami pulang dulu, ya, Zaa!”“Tante, titip salam buat Liza nanti ya? Masih tidur tuh dia.”“Iyaa.”“Kebo tuh, emang.”Nabila dan Anggi pulang bersama dengan motor Anggi, mengikuti Gilang yang mengantar Chaca di depan. Mereka menyusuri jalanan hingga akhirnya sampai ke rumah Nabila dan Chaca.“Ya udah, ya, Bil! Sampai ketemu besok!” Ucap Anggi berlalu setelah menurunkan Nabila di depan pagar.“Aku masuk duluan, ya, Kak!”Nabila meninggalkan kakaknya Chaca dan Gilang, sepasang kekasih yang sedang berduaan di depan pagar rumah mereka. Chaca sudah turun dari motor, sementara Gilang sedang duduk menyamping ingin melihat Chaca masuk ke rumah sebelum ia pergi.“Gilang...”Wanita m
***“Aw!” Liza mengaduh karena tak sengaja menabrak Gilang pagi ini.“Mabok, po? Untung gelasku nggak jatuh.” Ucap Gilang sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.Liza mengusap dahinya, kemudian menggosok-gosok matanya.“Kenapa? Bulu mata jatuh? Jangan digosok-gosok gitu dong, elah.”Gilang memegang tangan Liza, menjauhkannya dari mata gadis itu, lalu meniupnya perlahan.“Apaan sih main sembur-sembur aja!”“Daripada matanya digosok-gosok gitu.”“Aku bukannya kelilipan gegara bulu mata.”Liza menyadari kalau dia sudah tidak begitu menjaga jarak dengan kakaknya. Tinggal serumah selama beberapa bulan ditambah fakta bahwa mereka berdua adalah saudara di dunia ini, membuat Liza terpaksa harus beradaptasi.“Terus? Masih pusing?”Liza mengangguk perlahan, kemudian berbalik dan menuju dispenser untuk mengambil segelas air.&
***Kembali ke realita, meskipun kilas balik yang kemarin terhitung kasar sebagai fiksi dan yang ini juga fiksi.Keseluruhan karya ini benar-benar hanya fiksi, tentunya.Liza baru saja mendengar cerita Gilang mengenai kencan pertamanya dengan Chaca. Gadis itu kemudian mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah."Za. Mau nebeng aja?""Kenapa, kak? Tumben?""Aku lagi ada keperluan di kampus sih.""Ooh.""Jadi gimana? Mau nggak?"Liza menimbang-nimbang soal tawaran Gilang. Tak ada salahnya ia menerima kebaikan kakaknya kali ini, toh ia juga bisa menyimpan ongkos berangkat pagi ini"Yaudah sana buruan. Mandi aja belum dasar kambing!""Yeuu bawel."***Ketika jam istirahat kedua selesai, Liza makan bertiga dengan Nabila dan Anggi di kantin."Kak Gilang baru ngedate yaa..."Gumam Liza sambil memainkan bekalnya dengan sendok, tanpa sadar kalau teman semejanya bisa mendengar gumamannya
***Kembali ke realita, meskipun kilas balik yang kemarin terhitung kasar sebagai fiksi dan yang ini juga fiksi.Keseluruhan karya ini benar-benar hanya fiksi, tentunya.Liza baru saja mendengar cerita Gilang mengenai kencan pertamanya dengan Chaca. Gadis itu kemudian mandi dan bersiap untuk berangkat ke sekolah."Za. Mau nebeng aja?""Kenapa, kak? Tumben?""Aku lagi ada keperluan di kampus sih.""Ooh.""Jadi gimana? Mau nggak?"Liza menimbang-nimbang soal tawaran Gilang. Tak ada salahnya ia menerima kebaikan kakaknya kali ini, toh ia juga bisa menyimpan ongkos berangkat pagi ini"Yaudah sana buruan. Mandi aja belum dasar kambing!""Yeuu bawel."***Ketika jam istirahat kedua selesai, Liza makan bertiga dengan Nabila dan Anggi di kantin."Kak Gilang baru ngedate yaa..."Gumam Liza sambil memainkan bekalnya dengan sendok, tanpa sadar kalau teman semejanya bisa mendengar gumamannya
***“Aw!” Liza mengaduh karena tak sengaja menabrak Gilang pagi ini.“Mabok, po? Untung gelasku nggak jatuh.” Ucap Gilang sambil mengangkat gelasnya tinggi-tinggi.Liza mengusap dahinya, kemudian menggosok-gosok matanya.“Kenapa? Bulu mata jatuh? Jangan digosok-gosok gitu dong, elah.”Gilang memegang tangan Liza, menjauhkannya dari mata gadis itu, lalu meniupnya perlahan.“Apaan sih main sembur-sembur aja!”“Daripada matanya digosok-gosok gitu.”“Aku bukannya kelilipan gegara bulu mata.”Liza menyadari kalau dia sudah tidak begitu menjaga jarak dengan kakaknya. Tinggal serumah selama beberapa bulan ditambah fakta bahwa mereka berdua adalah saudara di dunia ini, membuat Liza terpaksa harus beradaptasi.“Terus? Masih pusing?”Liza mengangguk perlahan, kemudian berbalik dan menuju dispenser untuk mengambil segelas air.&
***Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, saat di mana orang-orang sudah mulai kembali lagi beraktivitas setelah istirahat sejenak saat jeda senja tadi.“Kami pulang dulu, ya, Zaa!”“Tante, titip salam buat Liza nanti ya? Masih tidur tuh dia.”“Iyaa.”“Kebo tuh, emang.”Nabila dan Anggi pulang bersama dengan motor Anggi, mengikuti Gilang yang mengantar Chaca di depan. Mereka menyusuri jalanan hingga akhirnya sampai ke rumah Nabila dan Chaca.“Ya udah, ya, Bil! Sampai ketemu besok!” Ucap Anggi berlalu setelah menurunkan Nabila di depan pagar.“Aku masuk duluan, ya, Kak!”Nabila meninggalkan kakaknya Chaca dan Gilang, sepasang kekasih yang sedang berduaan di depan pagar rumah mereka. Chaca sudah turun dari motor, sementara Gilang sedang duduk menyamping ingin melihat Chaca masuk ke rumah sebelum ia pergi.“Gilang...”Wanita m
***Di sebuah rumah kecil yang dulunya sempat hangat, hiduplah seorang anak bersama orang tuanya. Anak itu cukup jahil untuk ukuran gadis kecil yang masih bersekolah di taman kanak-kanak. Dia sering usil terhadap temannya, berkelahi dengan anak laki-laki, sukanya memanjat pohon, bermain pedang-pedangan, dan semacamnya. Pokoknya gambaran gadis feminin yang lekat dengan make up atau permainan memasak dan boneka benar-benar jauh darinya. Bahkan pagi ini, gadis itu baru saja dimarahi oleh Papanya karena sudah mengusili teman di kelasnya.“Rani. Kenapa kamu usilin Wawan?” Tanya Papanya mengintrograsi ketika mereka sudah sampai di rumah.“Dia nggak mau main sama aku.” Jawabnya sambil mengelayutkan tangannya di belakang, kemudian memutar kepalanya ke samping dan ke bawah.“Lihat Papa kalau kita lagi bicara!”“I-iya, Pa...”“Wawan kamu apain aja?”“Mainannya aku ambil...”
***Tiiit.... tiiiiit.....Brmmm.... brmmmmm.....Suara klakson dan bunyi kendaraan yang saling berisik bersahutan memenuhi jalanan terminal. Keringat bercampur debu membuat kulit menjadi lengket dan gerah, ditambah lagi dengan keadaan sumpek dari hiruk piruk perkotaan. Keadaan ini seringkali memicu stress bagi orang yang baru saja sampai ke kota, urbanisasi, orang-orang yang berpindah ke daerah ramai dengan tujuannya masing-masing.Tetapi bagi mereka selama beberapa tahun tinggal di sana, bahkan tidur di samping perlintasan kereta api ketika besoknya adalah hari penting di mana seluruh karirmu dipertaruhkan, itu semua sudah biasa. Mungkin hanya mereka dengan hak-hak khusus bisa tinggal di mansion mahal atau sebuah kamar apartemen yang begitu luas untuk ditinggali sendiri.Tidak ada yang bisa benar-benar mengatur hidupmu, tidak ada yang bisa mengekang dirimu. Kau selalu bisa bersembunyi dibalik tameng pribadi yang kau ciptakan sendiri. Kau bisa saj
***Goresan pensil dan suara lembaran kertas halus-halus mengisi keseriusan ruangan 10 x 8 meter itu. Meskipun pada awalnya terkesan antusias dan ramai, mereka ternyata cukup serius dalam melakukan kegiatan klubnya. Dua jam telah berlalu, akhirnya agenda dadakan menggambar itu selesai. Anak-anak yang tergabung sebagai anggota klub seni begitu bergembira dengan kedatangan Nathan sebagai model untuk mereka gambar.Tapi tidak dengan seorang gadis yang duduk di paling belakang itu, kertas besar yang disangga oleh sandaran kanvas miliknya sama sekali tidak tersentuh. Tidak ada guratan pensil atau bekas hapusan sama sekali, bersih seperti baru.「Padahal bisa difoto aja kan, sih?」Dengusnya dalam hati karena sebal, orang-orang itu begitu heboh karena seorang Nathan saja.「Memang apa spesialnya dia?」「Astaga, Zaaaa. Sadar. Dia calon ayahmu. Tanpanya kamu nggak bakal lahir di dunia ini. Kalau ada yang perlu disalahkan atas berbagai kesialan yang menimp
***Kemarin adalah hari pertama kelas tambahan, jam pelajaran ekstra yang kali ini ditujukan kepada siswa yang gagal pada ujian tengah semester. Liza terpaksa mengikuti kelas tambahan hari ini, selain karena dia tidak mau nilainya menjadi nol saat pengakumulasian skor nanti, klub sastra yang biasa diikutinya hari sabtu juga libur untuk sementara. Tetapi beda cerita dengan hari ini, hari minggu, akhir pekan yang biasanya benar-benar dinikmati dengan bersantai. Liza terpaksa harus masuk ke sekolah untuk mengejar remedial. Klub seni yang melakukan kegiatannya di hari minggu kali ini tidak libur, meskipun Liza meminta gurunya untuk memberinya remedial di hari sabtu kemarin, gurunya tetap menolak.“Soal-soalnya baru ibu selesaikan. Bahaya kalau kamu bocorkan nanti ke siswa yang lain.”“Buu, saya nggak sepicik itu ya ampun!”“Ya kan, siapa tahu.”Pagi ini Liza bangun dengan malas, sebal karena respon gurunya kemarin. S
***Manusia yang hidup di dunia ini bergerak megikuti tujuannya masing-masing. Beberapa orang mungkin menggambarkan kehidupan dunia sebagai permainan peran dengan peta yang sangat besar. Tidak ada keharusan di mana kamu harus mengikuti objektif yang diberikan. Tidak ada tuntutan kamu harus menjadi raja, kepala negara, pekerja kantoran, pemadam kebakaran, pengangguran, orang biasa, orang jahat, bos suatu kelompok kriminal, atau apapun. Semua itu adalah pilihan dan kendalimu atas dirimu sendiri. Meskipun ada beberapa tatanan yang membantu menyusun dan mengatur kehidupan manusia dalam bentuk pedoman yang diyakini banyak pengikutnya.Berbuatlah kebaikan, hindarilah kejahatan, sederhananya begitu.Ya mungkin terkadang alam bawah sadar memberikan beberapa pengaruh di luar dari kontrol manusia sebagai pengguna dari permainan peran multi pemain raksasa ini.Orang yang tidak memiliki tujuan besar di hidupnya cenderung akan merasa bosan dan lelah sepanjang waktu. T
***Tidak ada hal yang benar-benar sempurna di dunia ini, tidak ada mungkin kecuali hanya Tuhan. Bahkan ketika ada seseorang yang memiliki wajah rupawan, tubuh yang bagus, tapi seringnya diberkahi dengan otak yang tidak lebih baik dari kebanyakan orang. Biasanya orang-orang normal hanya berputar di antara tiga itu saja, paling banyak punya dua kelebihan dengans satu kekurangan pelengkap. Ya meskipun ada yang kurang beruntung membawa dua atau bahkan ketiga kekurangan itu, sedang ada orang baik yang terlihat memiliki segalanya— latar belakang, lingkaran pertemanan, semuanya terlihat hebat. Tetapi bila benar begitu, maka ia cukup hebat dalam menyembunyikan kekurangannya.Hal yang sama juga terjadi kepada Liza, gadis yang sebelumnya adalah wanita dewasa dengan ingatan yang sama namun berpindah ke tubuh perempuan berusia lima belas tahun, harusnya dia menjadi sosok panutan yang kata-katanya dapat diikuti oleh bocah-bocah di sekitarnya. Hanya saja satu hal, gadis ini k