“Aku pulang.” Suara Rachel yang lesu dan tidak bersemangat terdengar.Dengan tergesa Emier pergi ke lantai satu, menyambut kedatangan Rachel dan membantunya membawa masuk salah satu koper, menunjukan sebuah perhatian, kasih sayang tidak pernah henti Emier curahkan kepada Rachel, putri kebanggaannya yang memiliki karier mentereng dan berhati baik.Tidak sia-sia Emier menyekolahkan Rachel di sekolah bergengsi hingga perguruan tinggi, ternyata Rachel menjadi penyelamatnya tepat ketika dia sedang berada dalam masa-masa yang sulit karena keborosan Issabel yang memiliki gaya hidup hedon demi dipandang terhormat oleh orang lain.Meskipun begitu, Emier harus memastikannya sekali lagi, dia tidak ingin merusak harta milik putrinya yang selama ini susah payah Rachel perjuangkan, meski pada awalnya Emier jugalah yang membayar jaminan uang dimuka apartement itu. “Kenapa kau tidak memberi kabar apapun kepada ayah?” tanya Emier dengan senyuman sedih bercampur haru.Rachel yang tidak mengetahui situ
Setelah beberapa kali sempat tersesat karena lupa jalan, akhirnya kini Floryn bisa sampai ke tempat tinggalnya yang lama.Seperti apa yang Floryn harapkan, rumah dinas Emier yang lama tampaknya tidak ditinggali oleh siapapun.Rumah yang pernah menjadi saksi bisu atas kematian Abra dan kehancuran hidup Floryn, kini keadaannya terbengkalai tidak terawat.Rumah itu rimbun ditumbuhi oleh ilalang dan rumput liar lainnya yang mulai merambat sampai teras. Pepohonan yang tumbuh tinggi meninggalkan daun-daunnya diatas tanah, hanya ada beberapa lampu yang masih menyala menerangi rumah.Dibawah kegelapan malam yang sunyi sepi, Floryn berdiri didepan pagar berkarat.Floryn menelan salivanya dengan kesulitan, suara napasnya yang kasar tidak beraturan terdengar, sepasang matanya yang cerah sedikit berkilauan digenangi oleh air mata yang bisa terjatuh kapan saja.Floryn pikir, dia akan kuat dan memiliki cukup banyak keberanian memasuki rumah itu tanpa tenggelam dalam kesedihan dan trauma yang begitu
Kata-kata kejam yang menohok hati menghancurkan segenggam harapan yang Floryn bangun. Floryn pikir, Emier enggan menemuinya dalam beberapa hari ini karena dia sedang berduka atas kepergian Abra, namun ternyata Emier berpikiran hal yang sama dengan orang lain, menganggap Floryn seorang pembunuh.Floryn menggeleng tidak membenarkan tuduhan ayahnya, dengan lemah tubuhnya terjatuh di lantai tepat dihadapan kaki Emier. Floryn terisak putus asa, sulit untuk menjelaskan seberapa menakutkannya situasi yang telah dia lalui beberapa hari terakhir ini.Dunianya berubah begitu gelap menghadapi kenyataan bahwa Emier yang dia harapkan akan menjadi perlindungan terakhirnya, justru Emier berpikiran hal yang seperti orang lain. Lantas kepada siapa kini Floryn harus mengadu?“Itu tidak benar, aku tidak membunuh. Aku mohon percayalah padaku sedikit saja, aku tidak mungkin melakukan tindakan sekeji itu,” mohon Floryn dengan napas tersenggal.Dagu Emier terangkat angkuh tidak sudi melihat Floryn yang me
Floryn menata rambut panjangnya usai berganti pakaian, dia harus tampil rapi seperti para pelayan lainnya, wajahnya yang pucat terpoles make up tipis dan bibirnya mengenakan pelembab. Piper menyarankan semua pekerja untuk tampil rapi agar enak dipandang.Hari ini Floryn jauh lebih pagi dari hari-hari sebelumnya, dia sengaja melakukannya agar tidak berpapasan dnegan Alfred Morgan yang akan berangkat bekerja.Kejadian semalam berhasil mengganggu pikiran Floryn, penolakan yang dia lontarkan terkesan sedikit arogan tanpa Floryn ingat jika Alfred Morgan adalah tuan mudanya, dan selama dua bulan kedepan mereka akan bertemu setiap hari.Floryn terbebani, dia tidak tahu harus bertindak seperti apa jika nanti mereka bertemu, satu-satunya cara yang bisa Floryn lakukan saat ini adalah menghindar, sebisa mungkin dia tidak bertemu Alfred Morgan dalam waktu beberapa hari kedepan.Suara ketukan langkah terdengar, kedatangan Daisy terlihat di bayangan cermin.Floryn menurunkan pandangannya begitu dia
Alfred menutup bukunya dan mengambil buku yang telah Floryn bawa. Pesta ulang tahun ibunya akan segera digelar, dia harus kembali mengingat sejarah hingga catatan penting keluarga Morgan dari generasi ke generasi.Sebagai anak sulung dari tuan rumah dan pewaris yang sudah diumumkan, Alfred akan menghadapi berbagai hal, dia akan menjadi pusat perhatian rekan bisnis keluarga dan beberapa saudaranya dari jauh. Mereka semua pasti akan menguji kemampuannya untuk memastikan kelayakannya sebagai seorang pewaris.Menjadi seorang peminpin perusahaan dari turun temurun, Alfred tahu tugasnya bukan hanya mempertahankan kualitas perusahaan, dia juga harus menjaga figure yang telah diciptakan peminpin dari generasi sebelumnya.Sesungguhnya, Alfred benci terlibat dalam bisnis perusahaan, namun dia tidak mungkin melepaskan hal-hal yang berpuluh-puluh tahun berusaha dibangun dan diperjuangkan keluarganya.Alfred ingin malam penting ulang tahun ibunya berjalan dengan sempurna meski itu tidak begitu me
Suara langkah kaki Nara terdengar, dia memasuki ruangan makan untuk memulai sarapan paginya, suasana hati Nara terlihat cukup baik setelah Floryn menghiasi wajahnya dengan polesan riasan dan menata rambut panjangnya sesuai dengan apa yang Nara inginkan.Seperti biasa, Floryn menunggunya di depan, sesekali melihat ke dalam memperhatikan apa yang tengah Nara lakukan.Derap langkah kaki terdengar dari lorong, dengan cepat Floryn tertunduk menurunkan pandangannya begitu tahu orang yang datang adalah Alfred Morgan.Bayangan tubuh Alfred terlihat dipermukaan lantai, seiring dengan keberadaannya yang kian dekat Floryn semakin menundukan wajahnya. Suara helaan napas penuh kelegaan tidak dapat Floryn sembunyikan ketika pria itu melewatinya hingga ke ambang pintu.Melihat kakaknya yang baru datang, Nara melompat turun dari kursi dan berlari menghampirinya. “Alfred, aku cantik kan?” tanya Nara menopang dagunya menunggu di puji.Seketika Alfred tersenyum melihat binar di mata Nara, riasan cantik
Seorang wanita berpakaian hitam formal memasuki ruangan, dia membawa dua segelas minuman dan sebotol anggur berkualitas, juga dua piring kue yang sengaja dihidangkan untuk tamu penting yang sedang menunggu.Nara dibawa pergi untuk memilih gaun dan mencocokannya dengan setelan lain yang akan dia gunakan.Kini, Floryn berdiri di sisi kursi kosong, menempatkan kedua tangannya di belakang punggung. Alfred belum sempat memasuki ruangan karena dia harus menerima telepon dari seseorang.Di tengah kesunyian yang menyelimuti, Floryn menikmati petualangan matanya yang memperhatikan barang-barang terpajang dietalase dan menequin, barang-barang itu tidak sebanyak di toko pada umumnya, setiap barang yang terpajang terlihat berbedaDiantara banyak barang-barang yang terpajang di etalase, Floryn tidak dapat mengalihkan pandangan matanya pada sebuah tas gendong untuk anak-anak. Tas itu mengingatkan dia pada tas lama miliknya yang sempat dipakai dihari kejadian kematian Abra.Floryn menyimpan salah s
Floryn meringis menahan pusing yang berdenyut di ujung matanya, pandangan matanya beberapa kali mengabur membuatnya harus mencari-cari keberadaan keran air diantara bayangan.Sekuat tenaga Floryn berusaha untuk tidak menangis, tangannya yang ternoda darah tidak akan mampu menyeka air matanya. Suara gemercik air keran mulai terdengar, tetesan darah yang berjatuhan bergabung di genakan air mengalir. Bibir mungil Floryn terbuka mengambil napas dengan tersendat-sendat, saluran pernapasan di hidungnya terhalang oleh darah yang masih mengucur tidak terhenti.Suara ringisan kembali terdengar, nadi di leher Floryn menegang bermunculan, gadis itu tertunduk berpegangan erat pada sisi wastafel menunggu tubuhnya kembali tenang dan darah dari hidungnya berhenti keluar.Setelah terdiam dalam beberapa menit, tetesan darah berhenti berjatuhan.Perlahan Floryn mendapatkan kembali kekuatannya untuk membasuh hidung dan permukaan seragam perawatnya yang ternodai oleh darah.Floryn harus segera kembal
Samantha menghisap cerutunya dalam-dalam, wanita itu segera duduk dikursinya menghadap Roan yang telah cukup lama menunggu diruangannya.“Ada apa? Tidak seperti biasanya kau datang ke rumah bordilku,” tanya Samantha dengan suara serak.“Bagaimana kabarmu Samantha?”“Seperti yang kau lihat, selalu berjalan biasa seperti ini.”Seperti apa yang Roan lakukan sebelumnya, dia mengeluarkan sebuah amplop dari jaketnya dan meletakannya di meja kerja Samantha. “Aku ingin menyampaikan titipan dari Flo.”Samantha sempat terdiam melihat amplop diatas mejanya, sampai akhirnya dia bertanya. “Titipan apa?”“Bukalah.”Samantha meninggalkan cerutunya di asbak dan mengambil amplop itu, mengeluarkan selembar cek berisi dua juta dollar.Samantha terperangah kaget sampai tangannya gemetar memegang uang sangat banyak. “Apa maksudnya ini? Jangan bermain-main denganku jika ini tentang uang,” bisik Samantha dengan suara bergetar.Tubuh Roan menegak. “Itu adalah uang hasil dari tuntutan Flo pada kepolisian. Fl
Kabar kematian Floryn tersebar luas kepada banyak orang, kasus pembunuhan dan scenario pembohongan besar yang telah dilakukan Rachel memantik banyak berhatian public untuk ikut turun tangan menuntut keadilan untuknya. Public menuntut untuk hukuman berat kepada Rachel karena dia bertanggung jawab penuh atas kematian Abra dan juga penyebab kematian Floryn. Kabar kematian Floryn akhirnya sampai ditelinga Rachel, alih-alih merasa senang orang yang paling dibencinya telah tiada, justru Rachel mulai dibayangi oleh ketakutan akan hukuman yang semakin berat harus dia jalani didepan mata. Selama dua bulan di dalam penjara, keadaan Rachel terlihat semakin mengkhawatirkan karena dia dikurung dalam ruang isolasi sendirian, dia mengalami delusi parah hingga harus mendapatkan obat penenang. Beberapa kali dia kedapatan hendak melakukan percobaan bunuh diri karena tidak kuat menghadapi tekanan yang begitu menyiksanya. Kenekatan Rachel yang mulai parah membuat kedua tangannya dan kakinya perlu
Semua orang berjalan di hamparan rumput yang hijau dan subur, melangkah di bawah sinar matahari sore yang mulai kekuningan, suara hembusan angin terdengar dikesunyian yang mencekam, daun-daun yang berguguran ketanah seperti tengah bercerita tentang apa yang kini tengah terjadi pada segerombolan kecil orang yang membawa jenazah Floryn menuju tempat peristirahatan terakhirnya.Orang-orang berpakaian putih membawa bunga mawar merah tidak menunjukan tanda-tanda sedang berduka meski pada kenyataannya, ada hujan air mata yang tidak bisa dihentikan seiring dengan langkah yang kian dekat pada tempat dimana Floryn akan dimakamkan.Emier membekap mulutnya dengan kuat, melangkah tertatih kehilangan banyak tenaganya. Dia sudah tidak mampu lagi menampung kesedihannya hari ini, jauh lebih baik jika Emier sakit karena sekarat dibandingkan harus sakit karena penyesalan atas kepergian putrinya.Bahu Emier gemetar, lelaki paruh baya itu membungkuk tidak mampu melanjutkan perjalananya yang tinggal sedik
Roan duduk sendirian di kamar tempat terakhir Floryn terbaring tadi malam, pria itu tengah menangis mengenakan pakaian putih yang beberapa jam lalu baru dibelinya. Suara rintihan pria itu terdengar, Roan tahu jika pada akhirnya ini semua akan terjadi, namun dia tidak pernah membayangkan jika rasa sakitnya sangat begitu menyiksa sampai membuatnya ingin berteriak sekencang mungkin.Roan tidak pernah menyangka jika perayaan kesembuhan yang telah Floryn ucapkan kepadanya beberapa jam lalu adalah sebuah perpisahan.Roan mengusap wajahnya yang sudah basah oleh air mata, dengan langka gontainya pria itu berjalan melewati pintu, melihat Floryn yang terbaring dalam keadaan cantik dan tenang.Roan mendekat dengan putus asa, sebanyak apapun dia menangis, hal itu tidak mampu meradakan kesedihan dan sakit yang tengah bersarang didalam dadanya.Roan tahu, ini adalah jalan terbaik untuk Floryn. Tapi tidak untuk orang-orang disekitarnya yang kini harus belajar mengkihlaskan kepergiannya.Tangan Roan
Air mata Julliet terus berjatuhan membasahi punggung tangannya yang bersarung tangan. Dia dan Samantha tengah membantu mengenakan baju Floryn, memengakan sebuah gaun cantik yang telah Floryn beli dari toko satu jam sebelum kematiannya. “Aku tidak bisa melakukan ini Bibi,” isak Julliet mengusap wajahnya dengan kasar, dia sudah bertahan sekuat tenaga, namun setiap kali dia melihat wajah Floryn, tangisannya selalu terpecah.Julliet masih tidak menyangka jika Floryn akan berakhir seperti ini.Baru beberapa jam yang lalu mereka berbicara sambil menunggu pagi datang, Julliet masih bisa melihat senyumannya yang cantik, suara tawanya yang lembut, bahkan Julliet sempat menggoda Floryn bahwa dia akan mempersiapkan gaun pernikahan sederhananya dengan Alfred.Julliet sama sekali tidak pernah berbikir bahwa gaun yang dibeli Floryn akan digunakan untuk hari terakhirnya.Apakah ini alasan Floryn meminta Julliet untuk tinggal dirumah neneknya? Apakah ini maksud dari Floryn yang telah mengatakan bah
Langit yang cerah berkabut terhalang oleh air mata. “Roan cepatlah!” teriak Alfred memeluk erat Floryn dengan gemetar, memaksa Roan untuk berkendara lebih cepat meninggalkan toko Luwis.Pikiran Alfred berubah kacau, jantuntungnya berdegup begitu kencang merenggut sebagian kekuatannya karena ketakutannya akan keadaan Floryn semakin tidak baik.“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga, aku mohon cepatlah!” pinta Alfred penuh permohonan.“Aku sudah berusaha secepat mungkin! Flo bertahanlah, kau akan baik-baik saja,” ucap Roan terdengar getir.Bulu mata Floryn bergerak pelan, kesadarannya yang terenggut telah kembali. Samar-samar Floryn melihat wajah Alfred yang kini tengah menangis, memeluk dalam pangkuan.Ada sakit yang cukup kuat disetiap denyut urat nadinya, kepala Floryn diletupi oleh sesuatu yang tidak dia mengerti. Jika ditanya apakah sakit? Sangat sakit, ini adalah sesuatu yang paling sakit diterima tubuhnya, namun Floryn tidak ingin meringis ataaupun menangis, dia ha
Pagi ini matahari cukup cerah dan hangat, mengurangi cuaca dingin dari musim gugur yang masih berlangsung.Floryn duduk disisi ranjang tengah diperiksa oleh dokter untuk memastikan keadaannya sebelum pergi keluar rumah.Ditengah ketenangannya, Floryn diam-diam memperhatikan Alfred yang tengah bersiap-siap. Pagi ini Floryn bisa mendengar suara rengekan Alfred kepada Ali karena tidak terbiasa menggunakan kamar mandi kecil, mendengar rengekannya karena tidak memiliki sarapan yang bergizi.Suara rengekan itu cukup menghibur Floryn yang berada di kamar, pasalnya Alfred tidak mengeluhkan apapun saat berada dihadapan Floryn, dia bersikap sebagai lelaki gantleman. Lucunya saat bersama Ali, Alfred akan mengeong seperti kucing rumahan.“Bagaimana keadaannya?” tanya Roan.“Keadaannya membaik, beliau bisa pergi,” jawab Edith tersenyum lembut menyembunyikan ada kegetiran dimatanya. “jangan lupa membawa kursi roda untuk berjaga-jaga.”Roan tersenyum penuh kelegaan, pria itu sempat mendekati Floryn
Malam yang dingin begitu sunyi, jam sudah menunjukan pukul dua malam dan semua orang tengah tertidur lelah mengistirahatkan diri ditenda-tenda yang sudah dibangun, tungku perapian dari arang dan kayu masih menyala menyebarkan kehangatan.Di dalam rumah, Floryn bergerak gelisah, seluruh tubuhnya kembali sakit dan sesak meski alat bantu pernapasan terpasang dihidungnya. Floryn diserang oleh mimpi aneh yang tidak jelas, sekuat tenaga dia berusaha untuk bangun dan sadar.Floryn tersentak membuka matanya seketika, bibirnya terbuka bernapas dengan kasar tidak beraturan, seluruh tubuhnya kembali tidak dapat digerakan, sekuat apapun Floryn berusaha, dia tidak dapat melakukannya bahkan sekadar untuk menggerakan jarinya.Semakin sering penyakit itu datang, semakin banyak kemampuan tubuh Floryn yang terenggut.Butuh waktu yang cukup lama untuk Floryn mendapatkan ketenangan, melihat keberadaan Alfred yang tengah tertidur duduk di kursi rotan. Sejak kemarin Alfred tidak mendapatkan waktu beristi
Roan berdiri di ambang pintu, memperhatikan Alfred yang masih tidak beranjak meninggalkan Floryn, pria itu tengah memijat tangan Floryn yang masih kesulitan untuk digerakan. Sejak kembali sadar, bahkan Floryn belum berbicara sepatah katapun.Tampaknya setelah ditinggalkan Floryn dimalam itu, Alfred mulai takut untuk meninggalkan Floryn dari jangkauan matanya.Roan mengetuk daun pintu sepelan mungkin. “Izinkan aku berbicara dengan Flo. Hanya berdua,” pinta Roan.Dengan berat hati Alfred beranjak pergi memberi ruang.Roan mendekat dengan penuh kehati-hatian, matanya bertemu dengan sepasang mata Floryn yang memandanginya dengan lekat tanpa berbicara sepatah katapun. Dokter bilang jika penyakit Floryn sudah mengganggu ingatannya, karena itulah kini Floryn pikiran Floryn sedang melayang tersesat.Roan tersenyum dan duduk bersimpuh di lantai agar bisa mensejajarkan tinggi tubuhnya dengan Floryn.“Flo,” panggil Roan.Bola mata Floryn bergerak kesisi melihat Roan melalui sudut matanya.“Apa s