Emier kembali ke dalam ruangan tempat dimana Rachel tengah dirawat ipan. Dokter menyarankan agar Rachel dirawat semalam karena kondisinya yang tidak begitu baik.Kali ini Emier tidak banyak berbicara dan bertanya sesuatu, segala kecurigaan yang semakin membesar akhirnya dia simpan dalam diam. Tidak ada gunanya untuk mendesak, Emier harus mencari tahu sendiri jawabannya. “Ayah pulang saja, bukankah besok harus pergi bekerja? Biar Ibu yang menemaniku disini. Aku tidak ingin membebani Ayah,” ucap Rachel terdengar cukup tulus tanpa menunjukan tanda-tanda bahwa dia mengusir.“Ayah akan menemanimu Rachel. Ini bukan masalah yang besar,” jawab Emier.Issabel dan Rachel saling melempar pandangan mata, mengisyaratkan jika memang Emier harus pergi karena ada urusan penting yang harus mereka selesaikan.“Rachel benar Emier. Sebaiknya kau pulang karena Erika sendirian di rumah, dia pasti menangis mencariku,” kata Issabel mempengaruhi.Pada akhirnya Emier mengangguk setuju dan segera beranjak dari
Di dalam kamar pribadinya, Emier tengah membuka sebuah tas yang sengaja dia pesan dari bawahannya. Ketidak beradaan Issabel membuatnya menjadi leluasa untuk mencari tahu banyak hal yang selama ini tidak pernah dia lakukan. Emier menelusuri setiap sudut kamar tanpa celah, dia meletakan beberapa buah kamera kecil disudut tempat bersama dengan alat perekam di dalam tas yang paling sering Issabel gunakan setiap kali bepergian.Emier tidak ingin menduga-duga dengan perasaan gelisah, dia harus memastikan segalanya agar kehidupan keluarganya kembali harmonis.Kecurigaan Emier memuncak begitu dia menemukan dua buah rekening pribadi atas nama assistant rumah tangga dikediamannya. Buku rekening itu disimpan di bawah tumpukan pakaian seperti sengaja disembunyikan.Dan betapa terkejutnya Emier saat dia melihat isi di dalam rekening itu, terdapat beberapa catatan transaksi besar untuk membayar apartement, transaksi di kasino hingga uang masuk ke dalam rekening Nolan, dan lebih mengejutkannya lagi
Deringan telepon masuk terdengar dikesunyian, mengusik tidur lelap Floryn yang tengah tenggelam dalam kedamaian istirahatnya. Satu panggilan terlewatkan dan tidak berapa lama suara deringan telepon kembali terdengar, memaksa Floryn untuk bangun. Dengan lemah akhirnya Floryn membuka mata dan bergerak dari tempatnya, mengumpulkan kesadarannya sebelum beranjak mengambil handponenya di dalam tas. Malam masih sangat gelap, jam menunjukan pukul tiga pagi, siapa orang gila yang menghubunginya diwaktu sepagi ini? “Siapa yang menghubungiku?” bisik Floryn menatap layar dengan curiga. Handponenya masih baru, sampai sejauh ini hanya ada tiga orang yang mengetahui nomer teleponnya. Layar di hanpone akhirnya menggelap menandakan jika Floryn telah melewatkan dua panggilan telepon masuk. Dan tidak berapa lama, handponenya kembali berbunyi memaksa Floryn untuk mengangkatnya. “Halo,” panggil Floryn dengan suara serak. “Kenapa tidak mengangkat teleponku dengan cepat? Apa kau tidak tahu wak
Deg!Jantung Alfred berhenti, dia termangu dengan mata membulat sempurna, untuk sesaat dia lupa bagaimana caranya bernapas, lidahnya mendadak kelu lupa bagaimana caranya untuk berbicara.Sisa suara lembut Floryn yang berbicara masih terdengar di telinganya.Melihat keterdiaman Alfred yang mematung, Floryn menutupi wajahnya menahan malu, terkejut oleh dirinya sendiri yang sudah bicara spontan tanpa menyadari konsekuensinya.Mata Alfred mengerjap cepat berusaha keras untuk tetap mempertahankan kesadarannya ditengah gelitikan hangat euforia yang berletupan didalam dada.Alfred terlalu senang bercampur gugup sampai dia tidak tahu harus berbicara apa. “Ehem, anu itu, mengenai.” Alfred gelagapan, otaknya membutuhkan waktu untuk memproses apa yang akan diucapkan. “J-jadwal pulangku akan diundur dalam dua hari. Sebaiknya k-kau lanjutkan tidurmu,” ucap Alfred dengan susah payah menyelesaikan kalimatnya sebelum menutup sambungan telepon, tidak memberi Floryn kesempatan untuk menjawab.Layar d
Kaki Floryn berdiri lemas, teriakan terendam dalam bekapan kuat seorang lelaki berambut putih dengan balutan pakaian formal yang rapi dan bermerk, wajahnya yang tampan terlihat dingin dan tatapannya kosong.Floryn terintimidasi oleh ketenangannya yang berbahaya. “Jangan berteriak, aku utusan Alfred Morgan,” ucap lelaki itu berbisik memberitahu, menurunkan ketegangan dan ketakutan dibahu Floryn, “atur napasmu dan tenanglah,” ucapnya lagi mengintruksikan.Floryn menarik udara sebanyak yang dia bisa begitu bekapannya terlepas, beberapa kali dia harus mengatur napas agar bisa kembali tenang setelah dilanda ketakutan hebat, berpikir bahwa dia telah tertangkap para penjahat.“Sekarang kau sudah tenang?” tanya Michael.Floryn mengangguk tanpa suara, dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa keadaannya telah baik-baik saja.Michael mundur satu langkah dan melihat penjuru gang yang masih sepi, dilihatnya kembali Floryn yang tampak sudah mulai tenang. “Sekarang berjalanlah keluar dan biarkan merek
Mobil bergerak cepat membelah jalan kota Hanoi yang dipadati oleh para pengendara roda dua dan bangunan yang lebih banyak berasitektur colonial Prancis. Kota ini adalah sebuah ibukota paling tertua di Asia tenggara.Hanoi mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, pemerintahan sudah merencakan ditahun 2030 nanti, kota Hanoi akan melakukan pelarangan penggunakan motor untuk melancarkan lalu lintas dan mengurangi polusi.Steve Morgan membidik kota ini untuk pembangunan transportasi public sebagai jalan alternative. Alfred menopang dagunya melihat keluar jendela dengan senyuman cerah seperti bunga matahari yang berada dibawah birunya langit yang hangat.Carissa yang duduk disamping Alfred beberapa kali melirik, mencari-cari moment yang tepat untuk mengajaknya berbicara dan tidak mengganggu k
Dany berjalan terpincang-pincang dengan bantuan tongkat yang menyangga tangan, dia meninggalkan ruangan setelah melakukan pemeriksaan mengenai pelepasan perban dari bekas operasi kakinya.Semenjak kehilangan satu kakinya dan harus melalui berbagai pengobatan, Dany beristirahat dengan sejumlah uang hasil penipuan yang dia lakukan pada Rachel.Sampai detik ini, Dany masih dendam pada gadis yang sudah membuatnya cacat seumur hidup, Dany ingin memberinya pelajaran sampai tubuh gadis itu terbagi beberapa bagian. Kebetulan hari ini teman-temannya kembali mendapatkan perintah dari Rachel untuk mengeksekusi Floryn. Dany sudah meminta teman-temannya agar membawa Floryn dalam keadaan sehat ke kediamannya karena disana, Dany ingin menjadi orang pertama yang melukai dan menyiksanya sedikit demi sedikit.Dany menyeringai jahat, membayangkan bagaimana nanti Floryn menangis menjerit kesakitan saat Dany memotong kaki dan tangan kecilnya dengan pisau kecil yang sepanjang malam telah dia asah.Suara
Napas Emier tertahan didada, pria paruh baya itu mematung dengan mata lebar tajam dan rahang mengeras. Terkejut sekaligus tidak percaya dengan pengakuan lancang lelaki gelandangan yang kini berdiri dihadapannya.“Katakan sekali lagi,” pinta Emier dengan geraman yang tajam, dia masih tidak percaya dengan apa yang telah didengar.“Namaku Dany, Kakak ipar. Aku adik kandungnya Issabel,” sapa Dany mempertegas statusnya sebagai adik Issabel.Mata Emier membulat sempurna, pria paruh baya itu masih beraksi sama seperti sebelumnya, terkejut dan marah.Diam-diam Rachel meremas permukaan ranjang, tamat sudah riwayatnya, satu persatu kebohongan yang selama ini dia tutup rapat bersama Issabel terbuka begitu saja dengan mudahnya.Akan ada bencana kebih besar jika Dany buka suara dan menceritakan segalanya. Dany harus segera pergi apapun caranya!“Jaga bicaramu, Issabel tumbuh di panti asuhan dan tidak memiliki saudara!” geram Emier dengan mata menyala-nyala dipenuhi oleh amarah yang semakin membel