Rasa bersalah yang begitu dalam bisa Alfred rasakan setiap kali melihat mata Floryn, beberapa kali gadis itu mengatur napasnya setiap kali ingin berbicara, namun pembicaraan yang akan dimulai selalu terjeda oleh telepon masuk.Ditengah kesibukannya yang berbicara dan menyetir, sesekali Alfred melirik Floryn melalui sudut matanya. Memperhatikan guratan kesedihan di wajah Floryn sambil memijat tangannya yang gemetar hebat terserang panik berlebihan.Alfred sempat berpikir jika hari ini dia mampu membuat Floryn lebih banyak tersenyum, rupanya dugaannya salah. Alfred memutuskan menyelesaikan teleponnya dan berhenti di tengah jalan, dia pergi sejenak membeli sebotol minuman di vending machine. Hatinya telah terusik, terganggu oleh kegelisahan Floryn yang membuatnya merasa khawatir.Alfred mendiamkannya karena menunggu waktu yang tepat, Alfred tidak ingin kepeduliannya Floryn artikan sebagai rasa kasihan dan berpikir Alfred memandangnya sebagai gadis yang lemah.“Minumlah.” Alfred menyerah
Lebih dari sepuluh truk logistik bergerak keluar dari kapal yang membawanya mendarat di dermaga terbesar kota North Emit. Perlu waktu satu hari lagi agar truk-truk itu bisa melewati perbatasan negara yang terlibat peperangan.Emier melepaskan topinya melihat ke penjuru arah, meneliti kesibukan dermaga yang dulu selalu menjadi pemandangan sehari-harinya kala masih hidup sederhana dan menjadi suami Rafaela.Rafaela..Menyebut nama itu didalam hatinya membuat Emier rindu akan kehadirannya yang tidak pernah sekalipun membuat Emier kecewa. Rafaela bukan hanya sekadar seorang isteri, dia juga teman masa kecilnya, seseorang yang benar-benar mendampingi Emier dari titik nol.Sepuluh tahun sudah kematian Rafaela..Emier masih ingat bagaimana raut sedih wajah Rafaela, matanya yang berkaca-kaca ketika Emier berbohong pamitan pergi bertugas kerja namun ternyata diam-diam menemui Issabel dan menemaninya pergi memeriksa kandungannya ke rumah sakit.Hari itu adalah hari terakhir Emier melihat wajahn
Rachel duduk dengan tangan bersedekap, wajahnya merah padam menahan amarah melihat Issabel yang terang-terangan keluar dari kamar Nolan sambil memperbaiki pakaiannya yang kusut masai. Setelah perselingkuhannya terbongkar, alih-alih menjaga sikap, justru Issabel semakin terang-terangan memerlihatkan hubungan gelapnya dengan Nolan yang semakin kuat dan tidak mudah untuk dipisahkan .Rachel menarik napasnya dalam-dalam, merasakan sesak yang menyakitkan dada begitu teringat akan ucapan Nolan, jika ternyata Erika adalah anaknya.Jika Erika adalah anak Nolan, bukankah itu artinya, hubungan gelap Issabel dan Nolan sudah terjadi jauh sebelum Nolan bekerja sebagai sopir? Nolan bekerja sebagai sopir pribadi ibunya tepat sejak Issabel hamil besar dan Emier tidak memperbolehkannya berekendara sendirian.“Rachel, ayo kita bicara,” ajak Issabel.“Tidak mau!” jawab Rachel dengan suara penuh tekanan. Rachel teramat marah, dia kecewa dan dia tidak terima dengan kenyataan jika Emier yang sudah banyak
Ketenangan villa menyambut kedatangan Alfred yang kembali masuk. Mata Alfred bergerak lembut menyapu penjuru tempat yang sunyi, mencari keberadaan Floryn yang tidak terlihat.Melewati satu persatu anak tangga, Alfred memasuki kamar utama villa. Samar-samar dia mendengar gemercik air di kamar mandi, menandakan Floryn ada disana.Alfred menuangkan anggur pada gelas kosong, pria itu duduk disebuah kursi panjang menghadap jendela besar yang mengarah langsung pada ladang bunga yang kini tersapu oleh kuningnya matahari sore.Aroma pekat anggur, lebih intens Alfred rasakan ketika dia menyesapnya perlahan.Sepasang mata keemasan yang diteduhi oleh bulu mata panjang dan lentik itu terlihat kosong, pikiran Alfred berkelana memikirkan suatu hal yang tidak akan pernah bisa dia ungkapkan kepada siapapun.Alfred menginginkan perubahan, dan sepertinya perubahan hanya akan terjadi jika setelah dia menjadi pewaris sutuhnya dan mengambil semua keputusan penting, termasuk mengakhiri hubungannya dengan
Alfred tersenyum dengan kepuasan, tidak peduli apakah janji yang tidak tertulis itu akan dilanggar, selama Floryn selalu berada disisinya, Alfred akan terus mendorongnya untuk menjadi perempuan yang kuat.Floryn kembali meneguk anggur yang tersisa di gelas menyisakan pahit bercampur manis ditenggorokan.Sore telah tiba, cahayanya yang kekuningan semakin terang diupuk barat memantulkan warna yang menghangatkan diantara hamparan bunga-bunga yang bergoyang.Sekilas Floryn melirik Alfred melalui sudut matanya, memastikan jika suasana hati lelaki itu sedang baik. “Apa aku juga bisa bertanya sesuatu padamu?” tanya Floryn berhati-hati.“Katakan saja. Kau ingin tahu apa tentangku?” jawab Alfred berantusias.Floryn tidak langsung berbicara, dia mengambil botol anggur dan mengisi gelasnya yang sudah kosong. Beberapa hari terakhir ini dia mulai terbiasa dengan rasa pekat alcohol yang memiliki sensasi aneh yang membuatnya menjadi lebih relaks.Gerak-gerik Floryn tidak terlepas dari perhatian Alfr
Dengan mata setengah terpejam, bulu mata Floryn bergerak dengan berat melihat jendela kamar yang sudah gelap gulita. Dia tidak ingat sudah berapa lama tertidur setelah bercinta dengan Alfred. Seluruh tenaganya telah terkuras habis hingga membuatnya tidak memiliki kekuatan untuk bangun bergerak dan bersuara.Floryn tidak tahu apakah dia telah menyesal dengan keputusannya, atau justru mulai terlena menjadi pendosa. Bisikan lembut Alfred dan kata-kata manisnya saat bercinta masih terngiang diingatan.Floryn sudah tidak ingat apapun lagi pada saat itu, hasrat telah membakar akal sehat dan segala ketakutannya, dia terjebak dalam kesenangan yang baru dan asing.Jemari Alfred bertaut dengan jari-jarinya, dekapan yang lembut membawa kehangatan diantara suara angin malam yang berembus.Floryn kembali memejamkan matanya, tertidur lelap mengumpulkan tenaga karena besok dia harus kembali bekerja seperti biasa.Dikesunyian malam dan lelapnya tidur, Floryn tidak ingat ketika Alfred membasuh kedua
“Apa dia masih sakit?” pikir Piper meneliti cara berjalan Floryn yang terlihat aneh, sama persis seperti wanita renta yang sedang sakit pinggang. “Flo!” panggil Piper.Floryn tersenyum menghampirinya. “Selamat pagi Piper. Apa saya datang terlambat?” sapa Floryn.“Selamat pagi,” jawab Piper menggantung, matanya masih bergerak meneliti wajah Floryn yang terlihat sedikit pucat, lalu turun ke punggung tangannya yang kini sudah tidak terbalut perban menyisakan luka yang sudah mengering. “kau masih sakit Flo?”“Saya baik-baik saja.”“Apa kau yakin?” tanya Piper lagi memastikannya, dengan cepat Floryn mengangguk meyakinkan. “Pergilah sarapan, nanti datang ke ruanganku,” titah Piper.“Saya sudah sarapan.”Alis Piper sedikit bergerak terangkat, tidak seperti biasanya Floryn menolak sarapan padahal para pelayan menyukai kehadirannya yang selalu makan dengan lahap dan memakan apapun yang disuguhkan.Piper berdeham pelan, menutupi rasa penasarannya yang tidak berarti. “Hari ini nona Nara akan ke
Selepas sarapan bersama, Steve pergi membawa Nara terlebih dahulu, dengan mobil terpisah seperti biasa Nathalia pergi bersama dengan Floryn. “Sebaiknya kita berangkat sekarang sebelum tamu datang,” ucap Carissa memberitahu.“Tunggu sebentar,” jawab Alfred berdiri diambang pintu, dari kejauhan dia melihat Floryn kembali keluar dari mobil ibunya, gadis itu berlari menuju pintu belakang yang mengarah pada tangga. “Aku harus mengambil sesuatu yang tertinggal di kamar.” “Semua keperluan Anda sudah ada disini, Tuan Muda,” sahut Ali menunjukan tas kerja Alfred.“Memangnya kau tahu apa yang ingin aku ambil?” jawab Alfred ketus“Apa yang Anda butuhkan Tuan Muda, biar saya yang mengambilkannya untuk Anda,” tawar Piper dengan sopan dan niat yang baik.“Tidak perlu, aku bisa mengambilnya sendiri,” tolak Alfred segera pergi meninggalkan ketiga orang itu yang kini berdiri keheranan melihat Alfred berjalan menuju tangga, bukan lift.“Ada apa dengan tuan muda sebenarnya?” bisik Piper menatap khawat