"Jam berapa ke kota P?" tanya Jayden sambil memeriksa berkas yang ada di tangannya."Jam sebelas, tadi sudah saya sampaikan sama Marisa. Dan entah dia sudah memesan tiket ke kota P itu belum," kata Ronan."Tadi sudah aku minta, kamu tanyakan apakah dia sudah memesan atau belum," kata Jayden lagi."Baik tuan."Ronan melangkah menuju pintu, dia menatap punggung Ronan dengan tatapan dingin. Asistennya itu kembali mau berulah, tapi dengan siapa? Apakah dengan papanya?Laki-laki itu mengambil ponselnya, dia berniat ingin menanyakan alamat yayasan tempat Inayah bekerja. Bila perlu, meminta alamat rumahnya juga. Di pencetnya nomor dokter Andrew, tersambung."Halo? Ada apa pagi-pagi sudah menghubungiku? Aku lagi banyak pasien," tanya dokter Andrew di seberang sana."Aku juga sebentar kalau kamu langsung memberi alamat yayasan di mana Inayah bekerja, sekalian alamat rumahnya juga," kata Jayden."Hei, untuk apa? Bukankah kamu sudah sembuh. Apa kamu mau di rawat lagi sama dia?" tanya dokter Andr
"Tu tuan Jayden?""Inayah ..."Inayah pamit pada temannya, kemudian menghampiri Jayden yang berdiri terpaku menatapnya. Jayden salah tingkah sendiri ketika Inayah menghampirinya, bingung mau mengatakan apa pada gadis yang pergi tanpa pamit padanya kemarin."Kenapa anda datang kesini? Mau apa, tuan kesini?" tanya Inayah heran."Kenapa? Kamu pikir kenapa aku datang kesini? Bisa-bisanya kamu pergi tanpa pamit padaku," kata Jayden yang sudah menyadari akan tujuannya mendatangi Inayah.Dia beralasan memarahi mantan perawatnya karena pergi tanpa pamit padanya, dengan wajah kesal Jayden menatap Inayah."Maafkan saya, tuan. Saya menunggu anda sebelumnya untuk pamit, tapi anda tidak juga pulang. Saya hanya berpesan pada bi Ratih saja, untuk menyampaikannya pada anda," kata Inayah memberi penjelasan.Jayden mendengus kasar, "Seharusnya tidak begitu. Paling tidak kamu harus menungguku pulang, apa susahnya menunggu sehari lagi. Kenapa kamu keras kepala langsung pulang tanpa pamit padaku?"Inayah
Inayah mengotak atik ponsel barunya, dia masih bingung dengan beberapa fitur dan aplikasi baru di ponselnya. Jayden melirik pada Inayah, tersenyum miring karena memang lucu juga dengan gadis di sampingnya ini sedang fokus dengan ponsel barunya."Ish, aku tidak mengerti dengan aplikasi-aplikasi di ponsel ini. Apa harus sesusah ini ya mengoperasikannya," kata Inayah kesal sekali dia tidak juga menguasai model ponsel terbaru yang di belikan Jayden."Kenapa kamu ngedumel sendiri? Tidak harus di paksakan untuk memahami semua fitur dan aplikasi di situ, kamu bisa gunakan aplikasi seperti biasa kamu gunakan," kata Jayden."Ck, terlalu ribet. Meski ponsel baru dan bagus, tetap saja merepotkan," ucap Inayah memasukkan lagi ponselnya ke dalam tasnya.Meski kesal, tapi dia penasaran juga dengan ponsel barunya. Kembali di ambilnya ponsel itu dari tasnya, lagi-lagi di utak atik dengan sabar. Sedikit demi sedikit dia bisa memahaminya, tapi lagi-lagi kesal karena masih saja belum bisa di kuasainya.
Jayden memikirkan ucapan bu Masri, ibunya Inayah malam itu. Ada cerita sedih oada gadis itu, hatinya tergelitik mengenai cerita tentang tunangan Inayah dulu yang over dosis karena kecanduan narkoba. Beruntung dia bisa selamat setelah di rawat oleh gadis itu, sampai sekarang dia sudah sehat kembali dan bisa bekerja seperti biasanya."Jadi dia bertekad ingin menyembuhkan aku karena punya pengalaman buruk dengan tunangannya?" gumam Jayden.Punggungnya bersandar di kursi, kepalanya menengadah ke atas dan tangannya memainkan bolpoin. Sesekali di putar kursinya, dia sedang sendirian di ruangannya karena asistennya sedang izin tidak masuk. Di lihatnya pergelangan tangan, pukul empat sore jam di tangannya itu."Sebentar lagi waktunya pulang, aku akan ke yayasan itu lagi. Aku penasaran dengan cerita tentang tunangannya yang meninggal dulu, apa dia masih memikirkannya? Apa dia masih mencintainya?" ucap Jayden, dia ingin tahu semuanya tentang gadis itu.Aah, Jayden jadi semakin penasaran dengan
"Inayah, mau kamu menikah denganku?""Apa?!""Eh, itu bukan apa-apa," kata Jayden tiba-tiba dia gugup sendiri dengan ucapannya.Hatinya merutuki ucapannya sendiri, kenapa bisa dia bicara seperti itu. Apa karena dia ingin dekat terus dengan Inayah? Bahkan gadis itu sekarang lebih ketus dari biasanya dia berada di rumahnya dulu.Tapi, kenapa dia tiba-tiba melamar gadis itu? Benarkah dia ingin menikahi Inayah?Inayah sendiri kaget dengan ucapan Jayden secara tiba-tiba tersebut, wajah tegang, merah dan juga bingung jadi satu. Apa yang di pikirkan Inayah tentang pernyataan Jayden itu?Gadis tersebut melangkah meninggalkan Jayden yang masih kebingungan sendiri dengan sikapnya itu. Merasa malu sendiri, dia takut ucapan Jayden itu hanya gurauan. Terbukti tadi ucapan keduanya setelah kalimat lamarannya, itu bukan apa- apa."Dia pikir ucapannya tidak di pikirkan dulu apa? Kalau orang lain akan baper jadinya, tapi aku justru meragukan semua ucapannya tadi," ucap Inayah sambil berjalan meninggalk
Inayah terngiang ucapan Jayden tadi malam, pekerjaan mencuci piring di dapur membuatnya sangat lama selesainya. Membuat adiknya itu heran dengan kakaknya yang melamun pagi seperti ini."Kak Naya kenapa melamun? Tuh piringnya belum di siram dengan air," kata Sisil adik Inayah.Inayah terkejut, dia melihat piringnya sudah numpuk dan belum di siram dengan air. Buru-buru dia siram dengan air keran, menggosoknya. Sejak tadi adiknya memperhatikan apa yang di lakukan oleh Inayah. Berdiri bersandar di pinggiran westafel."Kak, semalam yang mengantar kakak itu siapa?" tanya Sisil."Kenapa memangnya?" tanya Inayah masih membersihkan piring-piring."Ganteng lho kak, penampilannya seperti bos-bos besar," ucap Sisil."Ck, kamu masih kecil. Jangan naksir laki-laki, lebih baik kamu belajar yang benar. Sebentar lagi menghadapi ujian," ucap Inayah mengakhiri mencuci piring."Dewasa ya orangnya," kata Sisil tidak mempedulikan ucapan Inayah.Inayah menghela napas panjang, menatap adiknya seksama."Kamu
Inayah bergegas pergi ke depan, dia penasaran siapa yang datang mencarinya. Tapi tebakannya pasti mantan majikannya, dan benar saja. Di kursi teras duduk Jayden di temani adiknya yang sedikit centil mengobrol dengan Jayden. Inayah berdecak kesal, kenapa adiknya jadi berubah centil pada laki-laki. Apa lagi Jayden yang di hadapannya, dia ingat akan ucapan Sisil yang meminta di kenalkan pada Jayden. Entah kenapa dia jadi tidak suka pada adiknya itu.Jayden melihat Inayah hanya berdiri saja di depan pintu dengan wajah kesal. Dia tersenyum tipis melihat wajah Inayah yang kesal."Inayah, sini duduk," kata Jayden seolah dia yang jadi tuan rumahnya.Dahi Inayah berkerut dengan ucapan Jayden, bibirnya terkatup rapat. Sisil menoleh, dia tersenyum senang dan beranjak menghampiri kakaknya."Kak, tuan Jayden datang. Katanya ingin ketemu kak Naya, oh ya. Kakak tidak lupa kan mau mengenalkan aku sama tuan Jayden?" tanya Sisil."Bukannya kamu tadi bicara dengannya? Kenapa minta sama kakak?" tanya Ina
Mobil melaju pelan, suasana jalanan tampak ramai ketika mobil Jayden melintas di jam waktu siang hari di hari Minggu. Tidak ada pembicaraan di antaranya dan Inayah, Jayden hanya menoleh ke arah Inayah yang masih diam saja. Wajah tanpa ekspresi itu membuat Jayden jadi waswas akan keputusan Inayah nanti, tapi dia akan tetap meminta gadis itu mau menikah dengannya.Satu jam perjalanan, mereka tidak pergi ke kafe atau restoran. Tapi pergi ke pantai terdekat, sesuai keinginan Inayah. Jayden menuruti saja, dia memarkirkan mobilnya di area parkir. Keduanya keluar dan menuju sebuah warung yang di kelilingi pohon kelapa.Angin bertiup dari arah laut, membuat kerudung Inayah berkibar. Angin yang cukup besar itu membuat Inayah harus menutupi wajahnya agar tidak tersapu angin laut. Jayden mengajak Inayah duduk, seorang pelayan menghampiri. Bertanya apakah mereka akan memesan sesuatu."Kelapa muda dua ya, kalau ada rujak manis juga," kata Jayden pada pelayan itu."Baik tuan, ada lagi?" tanya pelay
Jayden masuk ke dalam mobil, rasanya sudah cukup dia menghormati papanya kali ini. Mungkin kedatangan papanya hanya ingin memastikan keadaan perusahaannya, bukan untuk menemuinya dan merestui pernikahannya dengan Inayah. Laki-laki itu langsung pulang ingin menemui istrinya, tiba-tiba merasa rindu dengan Inayah.Mobil di belokkan menuju rumahnya dengan cepat. Dia ingin cepat-cepat sampai di rumah dan memeluk Inayah, dan tak lama mobil sudah memasuki halaman rumahnya. Satpam Beni heran dengan bosnya yang masuk dengan cepat sekali. Langsung keluar dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah."Tuan Jayden, anda pulang?" tanya bi Ratih."Inayah kemana?" tanya Jayden tidak sabar ingin menemui istrinya."Nyonya keluar tuan, tapi katanya sih sebentar," jawab bi Ratih."Mau apa keluar? Apa dia ingin membeli sesuatu?" tanya Jayden lagi."Entah, tapi katanya mau ke minimarket di seberang jalan itu, saya meminta saya saja yang beli tapi nyonya menolaknya," jawab bi Ratih lagi."Ya sudah, m
Inayah turun ke bawah, dia melangkah menuju ruang makan. Di mana suaminya sedang mengobrol dengan bi Ratih, perempuan itu sudah mengira kalau bi Ratih pasti akan memberitahu suaminya mengenai mertuanya yang datang dan menghinanya. Langkah Inayah terhenti sejenak, menarik napas panjang. Matanya melihat wajah Jayden yang terlihat marah, tentu marah pada papanya yang telah menghinanya tadi pagi.Perempuan itu mendekat, senyumannya mengembang. Di tariknya kursi di depan suaminya, bi Ratih pergi ke dapur. Jayden menatap istrinya yang tampak biasa saja wajahnya, dia memegang tangan Inayah kemudian menciumnya."Maafkan aku sayang," ucap Jayden."Minta maaf soal apa? Apa kamu punya salah sama aku?" tanya Inayah mengambil nasi dan di masukkan ke dalam piring suaminya."Soal papa, tadi bi Ratih cerita kalau papa menemuimu dan berkata tidak enak sama kamu," kata Jayden."Oh, itu. Tidak masalah, wajar saja kan seorang tua yang menginginkan anaknya bersanding dengan perempuan yang sepadan. Sedangk
Inayah masih diam dengan ucapan mertuanya itu. Sejak Jayden melamarnya beberapa kali, dia mempertimbangkan papa mertuanya itu. Dan benar saja kenyataannya dia di hina oleh laki-laki yang tidak pernah peduli dengan suaminya. Ingin rasanya dia menjawab, tapi dia masih memiliki tata krama sebagai seorang menantu.Setelah beberapa kalimat yang di ucapkan pada Inayah, tuan Andra pun akhirnya diam. Dia menatap dingin pada Inayah yang sedang menunduk itu."Sebaiknya kamu pikirkan pergi dari kehidupan anakku. Kamu tidak pantas menjadi istrinya," kata tuan Andra membuat Inayah dan bi Ratih terkejut dengan ucapan laki-laki tua tersebut."Maafkan saya pap, saya ...""Jangan menganggapku sebagai mertua! Aku tidak sudi menganggapmu menantu!" ucap tuan Andra.Inayah diam lagi, dia menatap nanar pada mertuanya yang terlihat kesal padanya. Bukan hanya kesal tepatnya, tapi juga sinis dan merendahkan dirinya. Bi Ratih juga hanya diam saja, dia merasa kasihan pada Inayah. Entah apa yang membuat tuan And
Inayah kini sudah tinggal lagi di rumah Jayden yang besar itu. Bi Ratih sangat senang akhirnya Inayah kembali lagi di rumah itu dengan status yang berbeda, sebagai istri dari tuannya.Sudah satu minggu setelah pernikahan itu, Inayah masih canggung berada di rumah itu lagi. Meski dia pernah hampir dua bulan tinggal di rumah itu. Kini dia sedang menyiapkan baju untuk suaminya yang siap bekerja kembali setelah lima hari cuti karena menikah. Masih bingung apa yang harus dia pilih, karena belum tahu selera suaminya.Inayah sedang memilih baju yang berderet menggantung di lemari. Jayden yang sudah selesai mandi, berdiri di tengah pintu memperhatikan istrinya yang bingung memilih baju untuknya. Jayden pun mendekat berdiri di belakang Inayah, kedua tangan kekarnya melingkar di perutnya. Membuat perempuan itu terkejut."Kamu kenapa diam saja, hemm?" tanya Jayden dengan kepala di pundak istrinya."Eh, sudah selesai mandi?" Inayah berusaha melepas pelukan suaminya, tapi Jayden malah mempererat p
Inayah gugup sekali malam ini, dia masih belum berani melepas mukenahnya. Masih duduk di sofa, karena memang dia tidak ada baju ganti. Jayden masih menelepon seusai sholat berjamaah dengan Inayah, sesekali dia melirik pada istrinya yang masih diam di sofa. Bibirnya menyungging, merasa gemas juga dengan tingkah Inayah masih memakai mukenah."Oke, nanti aku kabari selanjutnya," kata Jayden mengakhiri sambungan teleponnya.Dia meletakkan ponselnya di atas meja, menghampiri istrinya yang sedang gugup di sofa. Dia duduk di samping Inayah, menggelayutkan tangannya di lengan gadis itu. Tentu saja Inayah kaget dan semakin gugup, dia berusaha melepas tangan suaminya di lengannya. Tapi Jayden malah mencengkeram pundak di sebelahnya, wajahnya sangat dekat dengan wajah Inayah."Kenapa? Kamu kok seperti sungkan," tanya Jayden, matanya menelusuri wajah mulus tanpa make up itu."Bukan begitu, apa ini harus terjadi sekarang?" tanya Inayah tidak berani menoleh ke arah suaminya yang semakin dekat wajah
Acara resepsi telah selesai, kini mempelai pengantin sudah berada di kamar hotel yang sengaja di sewa untuk tiga hari. Kamar yang di rancang khusus untuk pengantin pada umumnya, sangat indah di taburi bunga mawar merah di atas ranjang. Setiap kamar di hias juga dengan bunga-bunga mawar merah dan putih.Awalnya Inayah kaget dengan kamar yang di hiasi oleh bunga-bunga itu, dia menatap sekeliling kamar sendirian. Karena Jayden hanya mengantarnya saja di kamar pengantin lalu pergi lagi karena ada tamu yang terlambat datang."Kamu di sini dulu ya, nanti aku kembali lagi," kata Jayden pada istrinya.Mengecup keningnya sebelum pergi, Inayah hanya diam saja. Sesungguhnya, dia masih gelisah karena mertuanya tidak datang ke acara pesta itu. Meski dia sudah di beritahu oleh Jayden, tapi entah kenapa dia merasa papanya Jayden memang sengaja tidak datang ke pesta pernikahan atau menghadiri pengucapan ijab kabul itu."Jika dia perempuan, mana boleh menikah tanpa restu orang tua. Apa lagi harus ada
"Saya terima nikah dan kawinnya Inayah Laila Maryam binti Abdul dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Suara tepuk tangan dalam masjid dan tangis haru dari ibu Masri karena anak sulungnya ternyata jadi juga menikah. Meski dulu tidak jadi menikah karena tunangannya kecanduan narkoba dan akhirnya over dosis lalu meninggal. Kini Inayah menikah juga dengan mantan pecandu, tapi dia melihat Jayden tidak seperti tunangan Inayah dulu. Meski sudah di rehabilitasi dan kembali pulang, dia kembali lagi menjadi pecandu dan akhirnya harus kehilangan nyawanya karena barang laknat tersebut.Tak terasa air mata perempuan paruh baya itu mengalir karena terharu anak sulungnya akhirnya menikah juga, dengan cepat dia menghapus air matanya sebelum terlihat oleh Inayah.Sementara itu, Sisil tampak cemberut. Ibu Masri tahu anak keduanya itu tidak terima kalau Inayah menikah dengan Jayden yang juga di sukainya. Tangan Sisil di cubit kecil oleh ibunya karena
Jayden sudah menyiapkan semuanya, dia ingin menikah dengan mewah di hotel berbintang lima. Tamu yang dia undang adalah klien binsisnya, juga sahabatnya dokter Andrew. Dia mengundang Aldo dan Marlyn juga, karena dia ingin kebahagiaannya di lihat oleh keduanya. Bukannya mau membalas perbuatan mereka, tapi dia sudah melupakan kejadian itu.Baginya, kebahagiaan lebih penting di banding harus dendam pada mereka berdua. Belum lagi dia juga sudah memberitahu papanya, tuan Andra. Laki-laki itu tidak merespon ketika Jayden memberitahu kalau akan menikah.Kini, menjelang satu hari sebelum pernikahannya. Dia duduk di kafe dengan dokter yang selama ini menjadi kawan, sahabatnya yang setia."Jadi kamu sudah memberitahu papamu?" tanya dokter Andrew."Sudah," singkat Jayden menjawab."Lalu, bagaimana tanggapannya?" tanya dokter Andrew lagi."Entah, tidak ada reaksi apa pun," jawab Jayden menyesap kopinya.Keduanya diam, dokter Andrew melirik jam di pergelangan tangannya. Jayden melirik sahabatnya ya
"Inayah?"Inayah tertunduk malu, dia datang di waktu yang tidak tepat menurutnya. Dia pikir memang Jayden akan lembur sampai malam, karena yang dia tahu laki-laki itu mengatakan sedang sibuk di kantornya.Jayden melangkah mendekat, bi Ratih pun tersenyum lalu perlahan pergi meninggalkan Inayah dan Jayden."Saya ke belakang dulu, tuan Jayden, Inayah," kata bi Ratih."Bi Ratih tunggu!" ucap Inayah.Bi Ratih tersenyum lalu pergi meninggalkan Inayah. Jayden berhenti di depan Inayah, kedua tangannya di masukkan ke dalam kantong celana, menatap dalam gadis di depannya. Ada perasaan senang ketika Inayah berada di rumahnya, meski dia pasti mengelak hanya menemui bi Ratih. Tapi Jayden yakin Inayah pasti sedang mencarinya."Kamu kesini mau ketemu aku?" tanya Jayden."Tidak. Ingin ketemu bi Ratih saja, sudah lama tidam bertemu," jawab Inayah gugup.Dia tidak menyangka Jayden ada di hadapannya, Jayden hanya mengangguk pelan. Kemudian dia berbalik tapi berhenti lagi."Emm, kalau sudah selesai deng