“Hari ini sepertinya tidak baik,” kata Prisilla yang baru saja keluar dan masuk kembali.
“Maksudnya?” tanya Amanda yang sedang duduk dengan sebuah buku yang dihadiahkan William semalam.
Amanda baru membaca beberapa lembar saja dan kepalanya sudah pusing. Diperhatikannya Prisilla bertanya pada seorang pelayan tentang keberadaan payung. Pelayan tersebut berbalik dan pergi lebih jauh lagi ke dalam.
“Hujan, Sayang,” keluh Prisilla. Ditariknya buku yang ada di tangan Amanda dan dibaca judulnya. “Tuan William ingin kamu jadi ahli filsuf ya? Bukunya berat,” komentar Prisilla.
Amanda hanya bisa tersenyum kecut, menerima kembali buku yang diambil Prisilla tadi. Buku karya Regis Machdy itu cukup tebal dengan tulisan yang rapat. Mungkin tak akan menjadi soal jika Buku itu novel. Amanda akan membacanya sambil menangis jika itu berakhir tragis.
“Katanya aku harus menambah wawasanku,” lapor Amanda.
“Aku benar-benar harus melakukan ini?” tanya Amanda menatap segala bentuk perawatan yang tersedia.Prisilla yang menjadi wali Amanda untuk beberapa hari ke depan mengangguk sambil tersenyum. “Ini akan membuatmu menjadi pengantin paling cantik di dunia.”Amanda memutar bola matanya karena kesal. Semua orang selalu memakai alasan itu untuk memaksa seorang pengantin melaksanakan apa yang mereka inginkan. Malahan ada juga yang memakai alasan yang sama untuk merogoh kocek lebih dalam dari yang seharusnya.“Jangan mengeluh-jangan mengeluh!” tegur Prisilla dengan riang sambil mendorong tubuh Amanda duduk di kursi malas yang tiba-tiba saja ada di kamarnya.Amanda berjalan dengan gontai. Ia sama sekali tidak mau melakukan hal yang seperti ada di depannya. “Aku masih bisa memakai lulur sendiri, Prisilla. Kenapa harus ada banyak orang di sini?” tanya Amanda.Ia hampir tidak mengenali para pelayan yang ada
Ada sesuatu yang mengelitik dada William. Sesuatu yang membuatnya merasa geli dan bahagia. Sesuatu yang kemudian ia sadar sebagai perasaan yang ditabukan. Ia tidak mau perasaan tersebut menguasainya dan mematikan logika yang sampai saat ini berhasil dipertahankan.“Anda mau minum teh, Tuan?” Azzar menawarkannya teh ketika masuk ke dalam ruangan kerja.Pria yang berusia sekitar 50 tahun lebih tersebut telaten dan sabar seperti kebanyakan pelayan lainnya. Nilai plus yang sampai saat ini ditemukan William dari Azzar adalah kepintarannya.“Ya, tolong teh camomillenya.”Azzar terdiam. Hal tersebut pasti karena permintaan William. Teh Camomille bukan kesukaan William. Biasanya ia hanya meminum teh jenis hitam asal Inggris dengan sedikit susu.“Anda … baik-baik saja, Tuan?”William mengibaskan tangannya. “Aku baik-baik saja, Pak Azzar. Hanya butuh ketenangan,” katanya.Azzar masih diam d
“Aku pasti sudah gila!”Amanda bergumam seperti itu sambil memegangi kedua pipinya yang memerah dan terasa panas. Jantungnya berdebar cepat dan ada keinginan aneh untuk berteriak karena gembira sekarang.“William hanya datang untuk memuji kukumu, Amanda, bukan hal lain!” Ia bergumam kembali memberi penegasan kepada dirinya yang masih ingin berteriak dengan girang.Walau pun sudah menyuruh dirinya untuk berhenti, tetap saja perasaan senang seperti itu datang pada Amanda. Perasaan tersebut menjalar ke seluruh tubuhnya, membuat ia bagaikan seekor kijang yang sedang belajar berjalan dengan benar.“Hem .. hem!”Amanda menoleh ke arah suara deheman. Teman yang menemaninya berada di rumah besar tersebut supaya tak merasa sendirian berdiri di ambang pintu. Ketika Prisilla tahu kalau ia sudah mendapatkan perhatian Amanda, ia mengedip dengan jail padanya.“Apa?”Amanda berpikir ia sudah membuat wa
Ada apa dengan ekspresi terluka itu?William bertanya-tanya apa yang terjadi hingga wajah Amanda jadi berekspresi seperti itu. Ia memutar setir mobil ke kiri dan mobil yang dikendarai berbelok ke arah yang sama. Mereka berhenti di sebuah rumah dengan desain minimalis. Seorang lelaki yang sama tuanya dengan Azzar berdiri di teras rumah menyambut mereka turun.“Selamat datang, Nona,” sapanya pada Amanda.Walau menyapa dengan cara yang hormat, William tak ayal menemukan tatapan mencemooh di dalam mata pria tua tersebut.“Terima kasih sudah menyambut kami keluar, tunanganku sangat menghargai usahamu,” kata William sambil menarik Amanda ke dekatnya dan memeluk erat pinggang gadis itu.William bisa merasakan ketidak tenangan Amanda atas perlakuannya. Namun, ia hanya melakukan segala cara untuk menunjukan tidak ada celah bagi pengacara yang tidak berhubungan dengannya dan juga keluarga besar untuk membuat surat perjanjian
Ini tidak benar! Begitu pikiran Amanda memberikan amaran padanya. Karena disodorkan langsung padanya, Amanda bisa melihat apa-apa saja yang telah dicantumkan pengacara ke dalam surat perjanjian. Seperti kata William, tidak ada satu pun isi perjanjian yang akan merugikannya. Namun, karena itulah ia merasa apa yang akan dijalaninya menjadi tidak benar.Jadi begitu ia selesai menandatangani berkas-berkasnya, Amanda berdiri dan pamit pada William. Ia ingin melarikan diri dari pria yang akan menjadi suaminya tersebut.“Apanya yang dia mencintaiku!” katanya pelan saat menarik pintu rumah hingga terbuka lebar.Dadanya terasa sesak kini. Ia ingin sekali berteriak dan mengumpat William. Kalau bisa memberikan pukulan pada pria tersebut tepat di wajahnya. Namun, untuk apa semua itu? Bagi William ia hanyalah pelengkap rencana yang sudah disusun sejak lama. Bukankah William telah mengatakan padanya kalau ia hanyalah pelengkap yang bisa di
Gaun yang akan dipakai Amanda telah diantar oleh Stefani ke kamar hotel di lantai empat sejak kemarin. Sebuah ruangan VVIP dengan dua kamar tidur dengarn sebuah ruangan lain yang digunakan untuk menerima tamu.Gaun tersebut di pajang di ruangan tempat menerima tamu, dengan kotak-kotak berisi hiasan-hiasan tambahan yang mungkin saja harus disematkan pada gaun ketika nanti terpasang pada tubuh Amanda dan masih ada kekurangan dalam penglihatan Stefani.“Kamu harus terlihat seperti ratu sungguhan hari ini!”Wanita itu datang sekitar pukul lima pagi dan menyuruh Amanda untuk berendam dengan beberapa wewanggian. Untungnya air yang digunakan adalah air hangat dan bukannya dingin. Setengah jam kemudian Prisilla datang dengan seorang pelayan hotel dengan membawa sarapan. Saat itu, Amanda hanya mengunakan tanktop dan celana pendek di atas lutut.“Sebaiknya makan dulu, ya, Sayang. Karena pada saat acar belum tentu kamu bisa mengisi perut,” ka
Amanda merasa bukan dirinya di depan cermin. Gadis yang berdiri di depan cermin ini terlalu cantik untuk disebut sebagai dirinya. Ia berdiri di depan pantulan bayangannya sendiri cukup lama sampai Prisilla menariknya ke belakang. “Jangan bengong!” tawa gadis itu sambil menyentil pipi Amanda yang telah merona merah dengan gemas. Gaun yang tadinya dipakai patung kini telah dilepaskan. Pelan-pelan mulai dipasangkan ditubuh Amanda. Bagian dalam gaun tersebut dilapisi chiffon, sehingga sangat lebut di kulit. “Sudah kuduga kamu akan terlihat cantik dengan gaun pengantin ini,” puji Stefani pada Amanda. Tak ayal pipi Amanda merona karena malu. Ia sendiri tak habis pikir kenapa ia jadi tampak berbeda kini. Pikirnya pasti karena kemampuan MOA yang mumpuni dalam mendandani. “Gadis yang sedang jatuh cinta memang selalu terlihat cantk,” kata Prisilla menambahkan. Suasana hati Amanda menjadi tidak baik kembali. Ia memang jatuh cinta, mungkin. Akan tetapi ia juga tahu kalau orang yang dic
Hampir enam jam berdiri dan hanya duduk selama beberapa menit ketika tidak ada tamu yang menghampiri mereka di pelaminan sukses membuat seluruh tubuh Amanda pegal. Ia bertanya-tanya bagaimana orang-orang yang lebih dulu menjadi pengantin dan melaksanan akad serta resepsi secara terpisah. “Merasa tidak enak bandan?” William muncul dengan segelas minuman yang telihat segar di mata Amanda. Ia menelan ludah dan berharap kalau minumam tersebut memang diambil William untuknya. Kalau pun tidak, ia akan segera meminta seseorang yang bisa dimintai tolong untuk mengambilkan bagiannya. Tak tanggung-tanggung langsung beberapa gelas dan akan diteguk habis segera. “Amanda?” William memanggil namanya sekali lagi. “Aku hanya ingin duduk dan minum-minuman dingin,” jawab Amanda lemah. Dipukul-pukulnya pelan lututnya sedikit sambil menunduk. Beberapa tamu undangan bergerombol di bawah panggung tempat duduk pengantin men