Kepala Amanda berdengung. Seluruh tubuhnya hampir-hampir mati rasa. Namun, otaknya mengirim sinyal kalau harus berhasil untuk menyelamatkan diri apapun yang terjadi. Karena itu, Amanda tetap berdiam diri di bangku belakang, merasakan kendaraan yang ditumpangi membawanya semakin jauh. Sesekali Amanda mendengar desauan angin yang sangat keras di luar sana. Intuisinya memberitahu kalau mereka baru saja berpapasan dengan truk.Amanda muntah sangat banyak. Eren meminta orang-orang itu berhenti tetapi tak dihiraukan. Karena itu entah dengan keberanian apa, Eren melompat dan menjambak kepala sopir, berteriak-teriak meminta untuk berhenti.“Hentika! Hentikan! Kamu melukai putriku! Hentikan!” teriaknya.Mobil berputar 360 derajat. Kendaraan yang ada di belakang mereka menekan rem mendadak, tak mau terlibat kecelakaan dan terluka. Membiarkan mobil tersebut menghantam pembatas jalan dan terperosok ke lubang.Amanda meringkuk melindungi kepalanya dari puk
Amanda melambai sambil tersenyum. Melihat itu William melotot tak terima. “AMANDA! BERHENTI! AMANDA!” teriak William sampai kerongkongan William sakit. Akan tetapi, sialnya Amanda malah tertawa dan langsung menoleh ke arah lain. Marahkah wanita itu pada William hingga tak mau lagi melihat wajahnya? Tapi, William melakukan semua itu untuk Amanda, supawa wanita itu tak kesusahan. Karena itu William berdiri dan mulai mengejar Amanda. Ia yakin kalau wanita itu akan segera berhasil disusulnya. Semakin William mengejar sekuat tenaga, semakin jauh jarak antara dirinya dan Amanda. “SIAL ... AMANDA!” teriak William sebelum wanita itu menghilang. Napasnya sesak saat berhenti dan berusaha mencari arah di mana Amanda menghilang tadi. Ada yang salah. Pemandangannya terlalu jelas sehingga tak mungkina Amanda menghilang begitu saja. Samar-samar setelah tidak lagi bergerak, William mendengar namanya dipanggil. Ia menoleh, tapi tak ada siapa-siapa. Nam
Tengorokan Amanda semakin sakit dari malam tadi saat ia terbangun. Bukan hanya itu, setiap pukulan yang pernah disarangkan oleh Eren ke tubuh Amanda berdenyut dan ngilu. Lalu ia sudah selama lima belas menit berusaha duduk dari tidurnya dan selalu jatuh setiap beberapa detik.“Semuanya baik-baik saja? Aku mendengar suara benturan di luar!”Amanda berusaha mengeser tubuhnya lagi dan berhasil tidur terlentang. Ia melihat ningrum dengan nampan. Apa itu makanan? Ia bertanya-tanya dalam hati.“Aku tidak bisa bergerak!” jawab Amanda lemah.Ia harus duduk. Jika tumbang, Amanda hanya akan menjadi beban buat Nigrum dan juga kakaknya. Mereka tidak memiliki kewajiban untuk menambah beban saat ini. Namun, masih sama seperti tadi, Amanda tida berhasil melakukannya.“Tetap saja tidur, aku akan membantumu bangun!” Ningrum menatap Amanda dengan iba.Amanda jadi bertanya-tanya seperti apa tampangnya kelihatan sekarang. Apakah terlihat akan mati?Amanda melakukan seperti yang diperintahkan oleh Ningrum
“Jangan kemari!” Wajah cemberut Ningrum langsung terlihat.Amanda tengah mencoba menyapu halaman depan yang didominasi tanah karena banyak dedaunan yang tersebar. Segera setelah melakukan gerakan menyapu selama beberapa saat, ia diusir oleh Andi kakak Ningrum yang baru pulang dari sawah setelah memasukan air padi.“Biarkan aku membantu!” pinta Amanda.Ia sudah jauh lebih baik sejak datang sekitar dua minggu lalu. Ia bahkan yakin kalau bisa menang dalam lomba lari dengan Ningrum. Tapi, tak satu pun dari dua bersaudara itu membiarkannya membantu.“Sudah kubilang tidak!” seru Ningrum tegas.Gelembung pada kedua pipi Amanda semakin menjadi. “Aku benar-benar baik-baik saja! Sungguh!” Amanda meyakinkan Ningrum kalau tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari dirinya.“Duduk di sana dan temani aku mengurus halaman ini! Kamu akan jadi teman ngobrol yang menyenangkan!” seru Ningrum yang sama se
“Apakah Anda sudah menikah, Amanda?”Amanda tidak tahu apa hubungan penyakitnya dengan pernikahannya. Ia menduga-duga pasti hubungannya diselidiki supaya jika terjadi hal buruk padanya, Sinta tak kesulitan untuk menghubungi orang-orang yang mengenal Amanda.“Ya! Saya menikah sekitar sebulan lalu!” jawab Amanda.Sekejap Amanda berhasil menangkap sekelebat ekspresi yang hadir di wajah Sinta. Senangkah? Marah? Amanda berusaha menduga-duga apa yang baru saja ia lihat.“Apakah saya boleh tahu siapa nama suami Anda?” tanya Sinta selanjutnya.Apakah akan ada yang berubah jika Amanda memberitahu siapa suaminya? Namun, Amanda saat ini tidak memiliki pilihan lain selain mengatakan yang sejujurnya. Ia sudah berjanji.“Ya, namanya William Ottelo Derrian!”Sinta berdiri tiba-tiba dan melotot menatap Amanda. “Kamu Nyonya Derrian?”Amanda mengangguk perlahan. Ia tak suka dipelototi p
Sepanjang hari setelahnya Ningrum tersenyum. Ia memperlakukan Amanda layaknya ratu, tidak membiarkan Amanda sendirian atau bermenung.“Ada yang kamu inginkan?” tanya Ningrum pada Amanda yang duduk di teras.Amanda mengeleng, merasa agak terbebani dengan perhatian Ningrum yang terang-terangan gembira mendengar kabar kehamilannya. “Aku baik-baik saja, “ jawabnya. Ia melambai pada Ningrum dan meminta gadis itu di sampingnya.Ningrum beberapa tahun lebih muda dari Amanda. Sikapnya seperti seorang saudara dengan saudara kandungnya. Hal itu juga menjadi beban tersendiri untuk Amanda. Bagaimana jika ia telah keluar dari rumah ini? Akan ada banyak kesulitan yang harus dilaluinya sendiri dan Ningrum tidak mungkin bisa membantunya nanti.“Bu Sinta minta aku tinggal bersamanya?”Bulu mata Ningrum mengerjap dengan cantik. Ketika sadar, wajah Ningrum menjadi cemberut. “Kenapa? Apa kamu tidak nyaman berada di sini? Apa aku terlalu menganggumu?” tanya Ningrum.Tidak. Tidak ada satu pun dari sikap Ni
Kepindahan Amanda berlangsung sangat singkat karena memang tidak ada yang dibawa. Ningrum memberikan beberapa pakaiannya pada Amanda sebagai bekal. Ibu Ningrum memberikan beberapa puluhan ribuan yang diselipkan saat berjabat tangan.“Tidak usah, Bi! Aku sudah menerima terlalu banyak dari kalian!” kata Amanda sambil mendorong uang itu kembali pada ibu Ningrum.“Apa memangnya yang kami berikan kepadamu? Tidak ada! Selain memberikanmu kamar yang memang tidak ditempati dalam waktu lama, tidak ada lagi!” kata wanita yang sudah melahirkan Ningrum itu.“Tapi, Bu ....” Amanda masih berusaha menolak.“Wanita hamil kadang-kadang menginginkan sesuatu untuk diri mereka. Tidak ada siapapun di sisimu, Amanda. Masih terlalu dini mengambil gaji dariDokter Sinta. Karena itu gunakan uang ini sebijak mungkin.”Uang puluhan ribu yang hanya lima lebar tersebut dimasukan kembali ke dalam genggaman tangan Amanda. Kali ini i
“Ibu kenal wanita bernama Eren?” tanya William.Bayangan Esme di cermin mengerjap kaget. Pasalnya William baru saja mendobrak masuk tanpa permisi ke dalam kamar Esme yang habis berganti pakaian dan akan berangkat ke meja sarapan pagi ini.“Tidak bisakah kamu mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar ibumu?” tanya Esme.Pelayan membantunya kembali ke kursi roda dengan hati-hati. William mengetuk-ngetuk ujung sepatunya ke lantai dengan tidak sabar. “Jawab saja, Bu!” suruhnya sama sekali tidak hormat. Belakangan ia mendadak layaknya remaja saat berbicara dengan Esme.Walau beberapa kali tampak kesal, Esme menikmati sikap tak sopan putranya. Ia sudah membiarkan hari-hari seperti itu mengambang dahulu. Ia sudah kehilangan momen tersebut cukup lama sampai tak ingat apa yang seharusnya dilakukan sekarang.“Aku tidak ingat kenal seseorang bernama Eren!”Setelah kecelakaan Esme menutup diri di dalam ru