Malam itu, Malikha pindah ke kamar tamu seperti perintah Aidan. Hatinya terluka karena perlakukan Aidan yang kembali seperti awalnya. Salah paham itu membuat Aidan mengira jika Malikha hanya ingin mengkhianatinya. Tak ingin terus bersedih, Malikha akhirnya mencoba beristirahat.
Meskipun sepanjang malam baik Malikha maupun Aidan tidak bisa beristirahat, tapi tak ada pembicaraan dari keduanya. Hati Aidan yang resah karena mengira Malikha memang tidak pernah berniat baik padanya membuat ia sampai memukul bantal beberapa kali.
Seluruh fokus Aidan kini hanya tertuju pada Malikha sementara wanita itu tidak mencintainya sama sekali.
Keesokan harinya, Aidan yang masih marah tak ingin lagi dilayani oleh Malikha sama sekali. Ingin melihat Malikha kesal, ia memerintahkan kedua pelayan, Eva dan Jessica untuk mengurus semua keperluan Aidan setiap harinya. Meskipun kedua pelayan itu tahu bahwa Tuan dan Nyonya rumah sedang bertengkar, tapi mereka tak berani bertanya lebih jauh
Malikha tak ingin mengganggu pembicaraan Aidan dan ayahnya. Terlebih ia lebih suka keluar dari rumah secepatnya."Tunggu!" panggil Aidan tiba-tiba begitu Malikha meminta ijin darinya. Malikha yang sudah memegang pintu akhirnya berbalik dan tersenyum. Aidan menghampiri dan ikut mencium pipi Malikha sekaligus membisikkan sesuatu."Kamu lupa bersikap manis ya, Babydoll? Jangan sampai ada yang tahu masalah kita. Sampai jumpa nanti malam," bisik Aidan memandang mata Malikha tajam lalu mencium lembut pipi Malikha. Malikha menatap Aidan dengan dingin dan tersenyum tipis kemudian. Ia pun berbalik dan keluar dari ruangan itu."Apa kamu tidak mengantarnya?" tanya Brandon masih heran dengan perilaku Aidan yang melepaskan Malikha begitu saja. Aidan berbalik pada Ayahnya dengan senyuman tipis dan menggeleng."Aku punya rapat penting sebentar lagi. Lagipula ada supir yang mengantarkannya," jawab Aidan berbohong. Brandon hanya mengangguk saja dan duduk kembali untuk mel
"Aku lihat kamu sering lembur belakangan ini. Apa ada masalah?" tanya Bruce di sela-sela makan malam mereka. Ia mulai mengorek informasi tentang Malikha karena penasaran."Tidak ada, Tuan Caldwell. Aku hanya harus menyelesaikan beberapa pekerjaan saja," jawab Malikha berusaha menutupi."Malikha, kamu adalah manajer HRD dan di bawahmu ada beberapa pegawai yang bahkan pulang lebih awal darimu. Sehari dua hari itu mungkin wajar tapi ini sudah satu minggu. Apa suamimu tidak cemas?" Malikha tersenyum dan menggeleng."Dia terlalu sibuk untuk mencemaskanku, Tuan Caldwell. Dia seorang pengusaha dan aku hanya pegawai biasa." Bruce memperhatikan segurat kesedihan terlintas saat Malikha bicara."Apa kalian memiliki masalah?" Malikha masih berusaha tersenyum dan menggeleng."Aku pernah menikah, jadi aku tahu rasanya. Saat mengenal rasanya sangat indah, lalu setelah menjalani tak semudah kelihatannya." Bruce mencoba memberikan pandangannya."Tuan pernah
Usai membukakan pintu bagi Malikha, Glenn tak mau mengikuti Aidan yang berjalan setelah Malikha masuk melewati lobi. Ia menghela napas berat beberapa kali melihat tingkah bosnya itu.Aidan mungkin penembak jitu yang hampir setara dengan Shawn Miller. Ia juga salah satu penyusun strategi terbaik setelah Jayden. Namun menghadapi Malikha, Aidan seperti mati kutu. Ia tak ubahnya seperti manusia goa yang posesif dan bingung harus bersikap seperti apa."Ah, kenapa mereka tidak tidur bersama saja. Itu akan menyelesaikan semua masalah!" keluh Glenn kesal dan kembali masuk mobil untuk pulang ke apartemen. Besok saja ia melihat apa yang terjadi pada pasangan itu."Babydoll, tunggu! Kita belum selesai bicara!" Aidan menarik lengan Malikha begitu mereka sampai ke ruang tengah. Malikha yang juga sangat kesal menghentakkan lengannya. Kedua pelayan, Jessica dan Eva mengintip dari balik kamar mereka. Sambil mengendap, mereka berdua diam-diam menyaksikan pertengkaran kedua majik
Aidan mendekat dan menunduk lalu mencium sisi kening Malikha tiba-tiba. Malikha yang kaget sontak berdiri dan membesarkan matanya."Mau apa kamu!” hardik Malikha dengan mata membesar karena kaget. Aidan kemudian menghela napas dan tersenyum tipis. Ia menyodorkan sebuket bunga mawar untuk Malikha."Tadi aku melihat ini dan membelinya untukmu," jawab Aidan dengan santainya. Malikha mengernyitkan kening melihat Aidan yang jauh berbeda. Kenapa sekarang ia memberi bunga. Apa Aidan mau menjebak Malikha lagi?"Aku tidak mau. Keluar dari sini!" ujar Malikha langsung mengusir Aidan dengan kalimat tegas. Aidan mendengus kesal, ia sudah mencoba baik tapi Malikha malah mengusirnya."Kenapa kamu mengusirku? Memangnya apa salahku?""Apa salahmu! Keluar ... aku tidak mau bicara denganmu!" roda berbalik, Malikha yang kini bersikap ketus pada Aidan."Ayolah, kamu marah karena yang kulakukan saat makan malammu!""Bukan hanya itu. Keluar!" Malikha
Masa lalu itu sekarang berdiri di depan Malikha dan Aidan. Jason Holland kembali untuk membalaskan sakit hatinya pada Aidan yang telah menghancurkan seluruh hidupnya. Dan Aidan yang tak mengantisipasi apa pun akan menghadapi amarah serta dendam Jason padanya.Sesungguhnya Jason sudah mengajak Ronald yang masih tersangkut kasus skandal prostitusi akibat rekaman videonya, tapi tak berhasil. Ronald lebih memilih menyelamatkan diri dan memperbaiki semuanya daripada berpikir untuk membalaskan Aidan.Ia lebih perduli pada reputasi politiknya yang hancur. Ditambah serangkaian pengadilan yang masih harus ia jalani pasca skandalnya terkuak ke publik sebelum masa kampanye pencalonan Walikota New York beberapa bulan lalu. Sementara Chris Patrick sedang menjalani masa hukuman percobaan dan tak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar hukum sama sekali.Kini tinggal Jason sendiri yang begitu benafsu untuk membalaskan dendamnya. Ia tak bisa berpikir hal lain selain mengikuti
Rasanya seperti napas akan berhenti saat Aidan menyaksikan Malikha tertembak di depan matanya. Aidan yang dengan cepat menyelesaikan Jason dan membuatnya membayar perbuatannya, kemudian langsung menghentikan dengan cepat pendarahan Malikha yang masih syok.Malikha meringis kesakitan karena peluru itu membuat darahnya keluar"Bernapas ... ada aku, Sayang!" ujar Aidan menenangkan Malikha yang mulai kesakitan. Darah sudah membasahi pakaiannya. Aidan membuka jasnya lalu menekan pendarahan pada pundak Malikha."Sebentar lagi. Kamu akan baik-baik saja, Babydoll!" bisik Aidan lalu memeluk Malikha dengan tangannya masih menekan pundak Malikha dari belakang. Aidan bernapas cepat dan tetap menjaga agar Malikha tetap sadar. Ia bahkan tak melepaskan Malikha sama sekali. Aidan benar-benar pucat saat peluru itu membuat istrinya terluka. Dan Malikha pun membiarkan Aidan yang melindunginya saat itu.Polisi dan ambulance datang dalam hitungan menit. Bruce hanya bisa menya
Tiba di depan pintu apartemen Malikha, Aidan mendehem beberapa saat lalu memperbaiki sedikit penampilannya sebelum mengetuk pintu. Aidan menunggu beberapa menit dan mengetuk lagi. Pintu baru dibuka beberapa saat kemudian. Aidan langsung tersenyum dengan manis di balik kacamata hitamnya pada Malikha yang malah menatapnya keheranan."Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Malikha dengan kening mengernyit."Menjemputmu!""Haa ... A-apa?" Aidan tak peduli dan langsung menarik koper Malikha ke dalam apartemen itu tanpa ijin masuk dari si empu-nya."T-tunggu kamu kenapa masuk kemari!" Malikha terdengar panik. Ia tak sempat menghalangi Aidan untuk masuk."Bukankah ini kan juga apartemenku? Tentu saja aku boleh masuk!" sahut Aidan lalu duduk di sofa. Ia membuka kacamata lalu melemparnya ke meja di depannya. Aidan kemudian mengedarkan pandangannya melihat sekeliling apartemen tanpa perduli Malikha sudah mendelik kesal padanya."Aku berbaik hati datang membawa pakaianmu supaya kamu memiliki pakai
Suara Aidan masih terdengar beberapa saat di luar sana ketika Malikha menutup pintu. Tapi Malikha tak mau membukakannya. Baginya, Aidan tak lebih dari cuma sekedar pembohong. Sambil mengepalkan tangannya, Malikha mengingat kembali seperti apa kalimat menyakitkan yang diucapkan Aidan padanya saat di gudang penyimpanan anggur. Ia dikurung hanya untuk bisa merasakan seperti apa menyakitkannya pengalaman terkunci di dalam ruangan gelap seperti itu.Mengingat itu keringat dingin Malikha keluar. Ia selalu makin stres dan kadang sesak napas ketika terkunci dalam gelap seperti yang dialaminya waktu itu. Rasanya seperti tak ada udara yang masuk ke paru-paru saat ia mengingat seperti apa bayangan Aidan yang tergeletak di lantai makam menyengir jahat padanya.Malikha jadi menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Ia mencoba mengatur napas kembali agar tenang."Pergi!" gumamnya pelan pada bayangan yang terus membuatnya ketakutan.Malikha menyembunyikannya denga
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."