"Aku berencana merotasi beberapa pegawai, menurutmu siapa yang kemungkinan besar bisa aku rotasi?" Malikha kemudian menjelaskan rating kinerja masing-masing pegawai berdasarkan penilaian dari kepala divisi masing-masing. Selama Malikha menjelaskan, Bruce memperhatikannya dengan seksama.
“Gadis ini pintar dan cantik. Sangat cantik,” ujar Bruce dalam hatinya.
Namun tak sengaja, Malikha menaikkan sedikit jemarinya dan terlihatlah sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Mata Bruce dengan cepat menangkap kilauan berlian yang terselip dari balik lengan panjang kemeja putih yang menjulur hampir menutupi seluruh tangan Malikha. Ia mengernyitkan kening dan tak tahan untuk langsung memotong penjelasan Malikha tentang para pegawai itu.
"Apa itu dijarimu?" tanya Bruce memotong lalu menarik setengah memaksa pergelangan tangan kiri Malikha. Betapa terkejutnya Bruce saat melihat cincin kawin melingkar di jari manis Malikha.
BEBERAPA JAM SEBELUMNYALucy McClaine memang pintar memanfaatkan keadaan. Ia sedang sakit hati karena pria yang disukainya ternyata menikahi wanita lain. Wanita yang tak lain lebih rendah darinya, seorang pelayan di restoran hotel berbintang, Estrela. Karena itu, perlahan ia mulai mengubah penampilannya. Dari gadis kuper yang pemalu menjadi wanita modis dan seksi.Glenn Matthews adalah orang yang pertama menyadari perubahan Lucy, Sekretaris Aidan Caesar yang dulu dipilihnya untuk mendampingi atasannya itu. Kening Glenn mengenyit saat melihat wanita cantik berambut brunette masuk ke dalam lift yang sama dengannya."Lucy?" panggil Glenn dengan wajah heran. Lucy menoleh dan tersenyum tipis. Ia tak lagi memakai kacamata dan sudah bermake up cukup tebal."Hai, Tuan Matthews. Selamat pagi," jawab Lucy sembari tersenyum."Kamu... baik-baik saja?" Glenn malah bertanya hal yang membuat Lucy heran."Kenapa bertanya seperti itu?""Tidak. Aku melihat kamu berubah banyak sekarang. Boleh ku tau ken
Pertemuan itu berlangsung sangat baik dan lancar, sampai tiba saatnya para peserta akan menikmati santap makan malam di hotel tersebut. Aidan mengira, Malikha pasti menjadi salah satu pelayan yang akan melayani meja-meja makan CEO di ballroom tersebut. Maka ia memanggil manajer restoran, hendak meminta agar Malikha hanya melayani mejanya saja."Panggil pelayan Malikha Swan dan layani hanya mejaku saja," ujar Aidan memberi perintah pada manajer restoran. Aidan kemudian berbalik meninggalkan manajer restoran yang mengernyitkan kening kebingungan. Bukankah Malikha Swan sudah keluar hampir satu bulan yang lalu?"Ehm, maaf Tuan Caesar. Tapi Nona Swan sudah mengundurkan diri tiga minggu yang lalu," ujar manajer restoran itu. Aidan yang semula tengah berbicara dengan salah satu CEO kemudian terdiam dan berbalik melihat pada manajer itu lagi."Apa katamu?" sahut Aidan dengan kening mengernyit."Nona Malikha Swan sudah tidak lagi bekerja di Estrela lebih dari tiga
Seperti biasa, hari ini Malikha akan pulang sendiri dengan menggunakan bis. Di tengah cuaca dingin, ia sempat menoleh ke arah luar dan sedikit tersenyum. Malikha sudah menyelesaikan membuat bahan untuk makan malam bagi Aidan, setidaknya ia tak akan begitu kerepotan menyiapkannya lagi nanti.“Oh aku harus keluar sekarang!” gumamnya pelan begitu melihat jam. Malikha harus mengatur jarak dan waktu dengan baik agar tak terlambat sampai di rumah. Aidan hingga saat ini masih belum mengetahui tentang pekerjaan barunya. Jadi dengan langkah yang lebih cepat, Malikha turun dari kantornya dan berjalan keluar lobi sambil mengeratkan mantel yang ia pakai. Cuaca di luar makin dingin, Malikha harus cepat pulang. Namun sebuah suara kemudian mengagetkannya ketika ia hampir saja melewati pintu keluar lobi."Malikha ..." panggil Bruce Caldwell begitu ia melihat Malikha keluar dari ruangannya. Bruce berjalan sedikit lebih cepat menghampiri Malikha yang menunggu. Ia menghela na
Di dalam mobil, Aidan kembali tidak memperdulikan Malikha. Ia mendiamkan Malikha sedangkan Malikha bahkan tak berani menoleh sama sekali pada Aidan. Ia hanya melirik dengan ujung mata lalu menunduk lagi. Aidan sendiri lebih memilih untuk melihat pemandangan di luar jendela mobilnya sambil menenangkan dirinya yang hampir saja kelepasan mencium Malikha tadi.Namun hasrat yang tak tersalurkan itu sebenarnya malah makin membuat Aidan uring-uringan. Terlebih ternyata atasan Malikha adalah pria tampan yang sangat menarik. Rasa marah, kesal, gairah dan cemburu bercampur jadi satu membuat Aidan makin tak bisa mengendalikan marahnya.Sehingga ketika tiba di apartemen, Aidan langsung menarik tangan Malikha untuk masuk ke dalam bangunan apartemen melalui lobi seperti biasa. Yang tidak biasa adalah pergelangan tangan Malikha ditarik oleh Aidan dari lift sampai ke apartemen mereka.Aidan bahkan tidak berkata apapun pada Glenn saat ia pergi. Sesampainya di dalam apartemen, Aidan menghentakkan tanga
Aidan masuk ke kamarnya setelah membanting pintu dengan napas tersengal dan emosi yang memuncak sampai ke ubun-ubun. Ia menopang kedua tangan di pinggang dan terus bernapas cepat. Entah mengapa kenangan masa SMA itu terlintas lagi di kepalanya.Sambil meremas rambut dengan sebelah tangannya, ia meneteskan airmata saat mengingat pertama kali melihat wajah Malikha dari lantai sekolah. Ia yang baru saja dibuat terjatuh karena sabun, mengira baru saja melihat seorang bidadari yang begitu cantik. Dengan ramah Malikha menyapa Aidan dengan membungkukkan tubuhnya melihat Aidan di bawah kakinya."Hai ... apa kamu baik-baik saja?" tanya Malikha waktu itu.Aidan makin terisak saat kenangan yang tersimpan di alam bawah sadarnya itu muncul lagi. Ia hanya semakin emosi dan berusaha melepaskan kenangan lama itu dari kepalanya. Tak bisa melampiaskan dengan menyakiti fisik Malikha, ia mengamuk dengan memecahkan seluruh barang yang bisa ia raih di kamar
"Waktu kematian... " Dokter yang merawat sedang membacakan waktu kematian Fiona Allister Swan. Namun sesungguhnya tak ada lagi yang didengar Malikha. Yang ia lihat hanyalah mulut dokter yang bergerak sendiri tanpa ada suara. Malikha berdiri terpaku di sana tanpa hanya terus meneteskan air mata tanpa suara dan terisak. Jiwanya terguncang dan terlihat begitu bersedih. Tak ada yang bersamanya ketika ibunya pergi meninggalkannya sendiri.Dengan mata sembab dan pipi merah karena menangis, Malikha berbalik dan keluar dari ruang tersebut. Ia kemudian duduk di luar ruang perawatan sementara menunggu jenazah Ibunya akan diurus oleh pihak rumah sakit untuk dimakamkan.Malikha belum tau harus berbuat seperti apa. Ia sudah berhenti meneteskan air mata tapi masih termenung tak bergerak dengan bekas air mata masih belum mengering. Ratu meminta ijin pada Dokter yang merawat Fiona agar ia bisa membantu Malikha mengurus jenazah. Setelah diberi ijin, Ratu keluar dan menemui Malikha yang
ROYAL CELESTIAL PARK HOSPITALAidan masuk sembari berlari ke dalam rumah sakit. Ia bahkan lupa memakai mantel dan menembus udara dingin dari parkiran ke dalam rumah sakit dengan hanya menggunakan jas. Aidan naik ke lantai 5 tempat Fiona Swan dirawat. Ia akhirnya bertemu dengan Ratu ketika ia keluar dari sebuah ruangan."Ratu!" panggil Aidan setengah berlari menghampiri Ratu."Uncle Aidan." Ratu berhenti berjalan dan menghadap Aidan sekarang."Bagaimana sekarang?" Ratu sedikit tersenyum."Nyonya Fiona Swan sudah berada di kamar jenazah sekarang. Surat kematian juga sudah keluar, aku sudah mengurusnya. Tinggal acara pemakamannya saja besok," ujar Ratu memberitahukan informasi pada Aidan. Aidan mengangguk dan menepuk lembut sebelah tangan Ratu."Terima kasih, Ratu. Kamu benar-benar sangat membantu. Lalu dimana Malikha?" tanya Aidan. Ratu mengangguk lalu mengajak Aidan ke ruang tunggu keluarga tak jauh dari tempat mereka berdiri."Dia ada di ... " Ratu masuk ke ruangan itu tapi tak menemu
Dengan perlahan dan lembut, Aidan mencoba menempelkan plester luka pada beberapa jemari Malikha selama ia tidur. Beberapa kali Aidan juga melirik pada Malikha memastikan ia tak terbangun."Sedikit lagi," gumam Aidan begitu pelan ketika plaster terakhir akan menempel."Ah, selesai!" Aidan tersenyum sambil membelai jemari Malikha dengan lembut. Malikha tak mengetahui apapun dan masih tertidur pulas. Aidan pun mendekatkan bibirnya dan mencium dengan lembut jemari Malikha yang terluka dan tertempel plaster tersebut. Setelahnya, Aidan kembali mendekat dan mencium kening Malikha dengan lembut."Selamat malam, Babydoll ku. Kamu sangat cantik, Sayang," gumam Aidan lalu mengecup sekali lagi dengan senyuman di bibirnya. Aidan kemudian berdiri dan memperbaiki selimut Malikha. Ia juga memastikan agar pemanas di ruangan tersebut bekerja dengan baik sebelum berjalan perlahan untuk keluar dari kamar itu. Tak lupa ia mematikan lampu dan hanya menyalakan lampu tidur agar Malikha