"Buka matamu!" perintah Aidan masih berdiri dengan kesal di depan Malikha. Malikha terpaksa membuka matanya dan melebarkannya perlahan saat melihat tubuh Aidan di depannya. Aidan hanya memakai celana boxer sebagai pakaian dalamnya dan menggeleng melihat reaksi Malikha melihat tubuhnya."Kenapa kamu malah bengong? Berikan celanaku!" semprot Aidan kesal. Malikha seolah tak bisa berpikir. Ia mengambil celana Aidan yang sudah dibuangnya tadi dan memberikannya pada Aidan sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. Aidan mengambil celana hitam itu dengan kasar dan memakainya. Malikha bergeser perlahan saat Aidan maju ke arah cermin sambil memperbaiki celananya."Untuk apa berdiri disitu, keringkan rambutku!" nada ketus Aidan belum berakhir untuk Malikha. Sekarang ia harus mengeringkan rambut Aidan lagi."Gunakan hair dryer setelah memakai handuk," ujar Aidan memerintah dengan dingin. Ia masih belum memakai baju dan Malikha bisa melihat dengan jelas tubuh Aidan yang terp
Bruce Caldwell mungkin tak menyangka jika ia bisa bertemu dengan Malikha Swan, pegawai baru di perusahaannya pagi ini. Wanita dengan penampilan sederhana namun sangat cantik itu, menarik perhatiannya sejak pertama kali ia melihat Malikha memperkenalkan diri di pertemuan bulanan Noxtrot Design Company.Perusahaan yang kini mempekerjakan Malikha sebagai salah satu manajer itu telah dimiliki oleh Bruce semenjak 3 tahun setelah ia mengakuisisi dari pemilik sebelumnya. Selain sebagai pemilik, Bruce yang memiliki latar belakang arsitek juga merangkap sebagai CEO.Beberapa hari yang lalu, perhatiannya sebagai seorang pria terusik saat ada pegawai wanita bernama Malikha Swan memperkenalkan diri sebagai manajer HRD yang baru. Baru kali itu hatinya bergetar kembali setelah sekian lama ia tak pernah berhubungan lagi dengan wanita manapun.Bruce sudah pernah menikah sebelumnya namun bercerai karena mantan istrinya berselingkuh dengan pria lain. Semenjak saat itu, Bruce tak
Malikha berhenti dan kembali menoleh pada Aidan. Aidan masih belum bicara dan malah diam berpikir sambil menatap botol air minum yang diletakkannya di atas konter dapur. Malikha menunggu cukup lama agar Aidan mengatakan maksudnya."Apa kamu membutuhkanku?" tanya Malikha lembut memecah keheningan pada akhirnya."Aku tidak bisa tidur," jawab Aidan singkat. Malikha mengernyitkan kening mendengar itu. Ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan Aidan."Buatkan aku sesuatu agar aku bisa mengantuk." Aidan menambahkan lagi. Malikha baru mengerti, ia tersenyum dan mengangguk."Apa kamu mau minum susu hangat dengan campuran kayu manis?" tanya Malikha setelah berjalan mendekati Aidan. Aidan hanya menaikkan alis dan bahunya."Aku tidak punya alergi pada keduanya, memangnya itu bisa membuatku mengantuk?" Malikha tersenyum lagi dan mengangguk pelan."Itu bisa membantu, jika kamu mau aku bisa membuatkannya," tawar Malikha dengan suara lembutnya. Aidan menggaruk lehernya beberapa saat karena gugup.Ia ke
"Dokter, aku tidak ingin memakai uang suamiku. Jadi jika boleh, aku akan menanggung seluruh biayanya," ujar Malikha setelah mengeringkan airmata. Dokter itu tersenyum mendengar kalimat yang diucapkan Malikha."Bukan aku yang menangani soal itu. Aku hanya seorang Dokter, aku tidak menarik bayaran dari pelayananku, rumah sakit yang melakukannya." Malikha mengangguk mengerti."Aku bicara padamu, agar kamu bersiap pada kemungkinan terburuk kapanpun itu," tambah Dokter itu lagi. Malikha tersenyum dan mengangguk."Terima kasih," balas Malikha.Malikha berjalan ke ruang perawatan Ibunya sambil memakai masker yang menutupi separuh wajahnya, ia membuka pintu perawatan perlahan. Terlihat Brandon tengah tersenyum berbicara dengan Ibunya Fiona. Meskipun mereka tak jadi menikah, tapi Brandon masih setia bersama Fiona. Dan setiap hari Malikha sangat bersyukur dan berterima kasih untuk itu. Brandon mampu membuat Fiona jadi banyak tersenyum. Di akhir hidupnya, setidaknya
Aidan melepaskan ciumannya perlahan dari Malikha. Malikha tak membalas ciuman itu sama sekali. Aidan jelas tak akan menghentikan aksinya untuk tetap membuat Malikha membayar semuanya."Lepaskan aku," gumam Malikha berbisik lembut saat ciuman penuh luka itu usai dilepaskan dari bibirnya. Aidan menatap mata indah Malikha dan menyeringai saat bibirnya selesai memagut bibir yang begitu ia inginkan."Tidak sampai kamu membayar semuanya," desah Aidan dengan tenang beserta senyuman tipis yang masih menggantung. Malikha terus meneteskan air matanya."Apa yang kamu inginkan?" bisik Malikha makin berlinang airmata. Aidan menarik sekali napas panjang dan melepaskannya perlahan tanpa melepaskan pandangannya dari Malikha. Ingin rasanya ia mencium Malikha lagi. Mata dan bibirnya begitu indah terpatri di depannya. Namun yang dilakukan Aidan adalah terus menyakiti Malikha dengan kata-katanya."Jika kamu berani meminta cerai, aku akan memberitahukan pada Ibumu apa yang te
Ketika tiba di sebuah restoran mewah, Aidan turun lebih dulu dan Malikha ikut dibukakan pintu oleh salah satu pegawai restoran. Setelah Malikha turun, Aidan langsung menghampiri dan mengambil tangannya."Kita harus jadi pasangan yang dekat dan bahagia di dalam. Pasang wajah bahagiamu ... bersamaku," ujar Aidan setengah berbisik. Malikha hanya memandang saja dan kemudian membiarkan Aidan menggandeng sebelah tangannya masuk ke dalam restoran tersebut. Aidan kemudian membantu Malikha membuka mantelnya setelah masuk ke dalam restoran itu.Dengan senyuman palsunya, Aidan merangkul Malikha di pinggang dan menariknya dengan lembut berjalan ke arah meja yang sudah disiapkan untuk tujuh pasangan."Hey, Aidan. Welcome!" sambut Jayden lalu memeluk Aidan dengan wajah bahagia. Malikha ikut tersenyum saat disapa oleh Jayden dan Arjoona."Hai, Malikha. Apa kabar, Sayang? Wow, kamu cantik sekali!" sapa Vanylla dengan antusias. Claire dan Nisa juga ikut menyapa dan memuji Malikha. Aidan benar-benar be
"Jika firasatku salah, apa kamu mau membantuku?" James menaikkan alisnya lalu menoleh pada Jayden."Tentu.""Sekalipun aku meledakkan mobilmu. Kamu tidak akan marah kan?" goda Jayden. James langsung cemberut dan itu membuat Jayden tersenyum lebih lebar."Kamu boleh meledakkan pesawatku kalau mau," ujar James setelah terdiam lama. Jayden mengangguk sambil tersenyum. Ia terus memperhatikan Aidan yang kini sedang menarik Malikha lembut ke dalam pelukannya."Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Aidan pada Malikha yang tengah bicara pada Deanisa."Tidak ada, hanya seputar kehamilannya," jawab Malikha lembut dan masih tersenyum. Aidan ikut mengangguk pelan lalu memindahkan beberapa helai rambut Malikha dari sisi wajahnya. Malikha yang dipandangi lembut seperti itu hanya bisa menundukkan mata dan merona."Jangan menunduk, aku ingin melihat wajahmu," bisik Aidan menaikkan wajah dengan memegang sisi rahang Malikha agar memandanginya lagi. Aidan t
"Aku berencana merotasi beberapa pegawai, menurutmu siapa yang kemungkinan besar bisa aku rotasi?" Malikha kemudian menjelaskan rating kinerja masing-masing pegawai berdasarkan penilaian dari kepala divisi masing-masing. Selama Malikha menjelaskan, Bruce memperhatikannya dengan seksama.“Gadis ini pintar dan cantik. Sangat cantik,” ujar Bruce dalam hatinya.Namun tak sengaja, Malikha menaikkan sedikit jemarinya dan terlihatlah sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Mata Bruce dengan cepat menangkap kilauan berlian yang terselip dari balik lengan panjang kemeja putih yang menjulur hampir menutupi seluruh tangan Malikha. Ia mengernyitkan kening dan tak tahan untuk langsung memotong penjelasan Malikha tentang para pegawai itu."Apa itu dijarimu?" tanya Bruce memotong lalu menarik setengah memaksa pergelangan tangan kiri Malikha. Betapa terkejutnya Bruce saat melihat cincin kawin melingkar di jari manis Malikha.