Aidan tiba dengan mobil BMW M4 berwarna hitam di dekat jalan di depan rumah Malikha. Ia sengaja tak memakai mobil sport mewah agar tak terlalu mencolok. Aidan sudah berada di sana pagi-pagi sekali. Ia bahkan membawa sandwich untuk sarapan paginya. Hanya saja ia berharap tidak muntah tiba-tiba ketika sedang menguntit begini. Sambil berada di dalam mobilnya, dengan sabar Aidan menunggu Malikha keluar untuk beraktivitas.
Malikha baru keluar dari rumahnya sekitar pukul 8.30 pagi dengan pakaian dress biasa dan cardigan. Ia menggunakan sepatu converse dan terlihat seperti anak kuliahan dari pada pekerja kantoran. Malikha memang membiasakan agar tak lagi memakai hak tinggi karena sedang hamil dan juga karena setiap hari ia memilih berjalan kaki. Keluar dari beranda rumah dan mengunci pintu pagar, Malikha kemudian berjalan di pinggir jalan melewati mobil Aidan ke arah yang berlawanan.
Aidan menggigit bibir bawahnya sambil memundurkan posisi tubuhnya agar tak ketahuan oleh Mali
Aidan berhenti beberapa meter dari tempat Malikha dan Bruce memarkirkan mobil mereka. Bruce terlihat menggandeng Malikha dengan mesra untuk masuk ke dalam sebuah restoran. Aidan menelan lagi rasa kecewa dan pahitnya harus melihat Malikha bersama pria lain. Ia akhirnya membayar dan keluar dari taksi untuk ikut masuk ke dalam.Dari depan pintu masuk, Aidan menoleh ke kiri dan menemukan Malikha dan Bruce telah mengambil tempat mereka di sudut kiri restoran. Aidan menarik lebih ke bawah topinya dan memperbaiki kaca matanya. Sebuah meja di depan meja Malikha belum memiliki tamu, Aidan langsung memesan meja tersebut untuk dirinya. Ia duduk tepat di belakang Bruce yang saling memunggungi. Jika ingin menguntit tak boleh setengah-setengah. Ia harus bisa mendengarkan pembicaraan Malikha dan Bruce.Sangat kebetulan sekali jika Aidan memesan menu yang sama dengan Malikha, Tuna Pasta Salad. Belakangan selera Aidan dan Malikha makin sama terutama soal makanan. Terlebih banyak pantan
Yang paling dibenci Lucy di dunia ini mungkin hanyalah Glenn Matthews seorang. Pria itu seperti penyakit yang paling ingin Lucy hindari. Masalahnya ia ada dimana-mana.Tak hanya itu, Lucy beberapa kali mencoba menjatuhkan Glenn namun tak pernah berhasil. Terakhir kejadian ia harus mengobati Glenn adalah hal paling menyebalkan yang pernah ia lakukan. Hari ini Lucy yang sudah terlanjur senang terpaksa kecewa dengan yang ia lihat di ruangan Aidan.Niat Lucy ingin mengambil kesempatan untuk berdua saja dengan Aidan langsung berakhir kecewa."Apa yang kamu lakukan di sini!" bentak Lucy dengan suara meninggi membuat Glenn begitu kaget bahkan harus memegang dadanya karena jantungnya mau copot."Apa kamu tau kenapa pintu diciptakan? Itu agar orang mengetuk dulu sebelum masuk ke dalam, Nona Lucy McClaine!" sembur Glenn kesal. Matanya melotot pada Lucy yang tak memiliki sopan santu sama sekali."Aku tidak perlu mengetuk pintu!" Glenn mengibaskan kedua tangan
BULAN KE EMPATLucy McClaine tak lagi bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya setelah pergi dari ruangan Aidan. Ia mendapatkan hadiah yang tak terduga dari Glenn. Dan itu membuatnya termenung seperti orang bodoh. Tak hanya termenung dan kebingungan, ia bahkan melupakan banyak hal.Ciuman Glenn bukanlah ciuman yang biasa. Siapa pun yang merasakan pasti tahu jika ciuman penuh gairah itu adalah impian semua wanita. Bagaimana bisa Lucy melewatkan Glenn yang sebenarnya menjadi incaran paling atas dalam daftar pegawai wanita di Orcanza?"Tidak ... ini tidak boleh terjadi. Tuan Aidan adalah yang trseksi. Aku tidak bisa membuat orang lain menggantikan tempatnya," gumam Lucy sambil menepuk-nepuk pipinya. Ia mencoba menyadarkan dirinya sendiri bahwa yang terjadi di ruangan Aidan hanyalah mimpi. Namun semakin ia menghindar, semakin pipinya menjadi merah. Ciuman itu masih melekat di bibirnya dan seperti tak mau hilang sama sekali."Aaahh ... apa yang terjadi padaku!" L
Glenn kemudian membawa Lucy makan malam di sebuah restoran dan pub di Manhattan. Keduanya tak bicara apapun selain hanya duduk dan memesan makanan lalu mulai makan malam. Perasaan gugup terus melanda Lucy dan Glenn sebenarnya menyadarinya. Ia hanya mencoba bersikap biasa agar Lucy tak bersikap defensif."Apa kamu ... " Lucy berhenti dan tak jadi melanjutkan kalimatnya."Apa? Kamu mau tanya apa?" potong Glenn dan Lucy yang gugup malah mengigit bibir bawahnya."Apa kamu tahu ke mana Tuan Aidan pergi?" tanya Lucy mengalihkan pembicaraan dari maksud yang sebenarnya. Glenn mendengus dengan wajah kesal."Kamu benar-benar belum menyerah ya? Tuan Aidan sudah menolakmu ratusan kali. Jika pria yang menyukaimu melihatmu seperti ini, dia pasti akan kabur!" jawab Glenn menyindir lalu meminum air di dalam gelas. Bibir Lucy langsung mengerucut begitu mendengar jawaban sarkas itu."Apa salahku, dia kan sudah sendiri?" bantah Lucy membela dirinya."Kesalahan
"Oke, sekarang katakan apa rencanamu, Joona!" ujar Shawn kemudian menagih Arjoona. Arjoona menggesekkan kedua telapak tangannya dan mengajak teman-temannya mendekat. Aidan pun akhirnya ikut menggeser kursi dan berkumpul bersama keenam orang sahabatnya. Arjoona memberi petunjuk, gambaran dan rencana yang akan dilakukan oleh masing-masing anggota The Seven Wolves."Tapi Aidan, kamu harus siap dengan kemungkinan Malikha akan menolakmu pada akhirnya. Hanya yang harus kamu ingat, kamu adalah Ayah dari bayi yang dikandung Malikha, Bruce takkan bisa merebut tempat itu darimu, mengerti!" ujar Joona memberikan semangatnya pada Aidan. Aidan tersenyum dan mengangguk mantap."Baik, kita mulai rencananya besok. Pertama, membobol adalah tugasmu Bryan Alexander. Lakukan seperti yang aku katakan." Bryan memberikan jempolnya pada Arjoona dan menyengir lebar.Keesokan hari, Bryan dan seluruh anggota The Seven Wolves yang menginap di apartemen Aidan mulai menjalankan rencana Arjoo
"Sudah-sudah jangan tertawa lagi. Sekarang bagian seriusnya. Bryan, nyalakan kameramu." Arjoona memberi perintah. Dari tertawa keras kini mereka dengan serius menyaksikan sebuah layar televisi yang dipakai Bryan menjadi mata dan telinga."Audionya sudah ku nyalakan. Shawn, apa kamu bisa mendengarku?" tanya Bryan mengetes alat komunikasi mereka."Yup. Aku berangkat sekarang!" jawab Shawn menghidupkan kamera di tubuhnya lalu mulai menyetir. Arjoona ikut menaikkan level suara agar semua orang di ruangan itu mendengar. Shawn kemudian berkendara 30 menit sebelum sampai di lingkungan tempat tinggal Malikha. Shawn terus melaporkan keberadaannya selama perjalanan sampai ia tiba di lingkungan rumah Malikha."Lakukan, Bryan!" perintah Arjoona. Bryan kemudian meretas dengan cepat jaringan TV kabel milik Malikha dan mematikan sinyalnya."Sekarang sudah mati!" lapor Bryan. Arjoona lalu mengangguk."Tunggu di tempatmu Shawn. Bersiaplah dalam 10 menit." Tak lama
Gara-gara hadiah dadakan hasil undian kupon yang tak pernah dibeli Malikha, ia terpaksa tak pergi bekerja. Tak hanya peralatan bayi, Malikha juga mendapat seluruh paket dan perawatan lengkap Ibu hamil. Dari pakaian, makanan, snack, susu, hingga sofa pijat dan toilet khusus."Apa yang sebenarnya terjadi?" Malikha jadi kebingungan karena rumahnya kini jadi setengah direnovasi karena dipasangi beberapa peralatan. Malikha jadi melihat tubuhnya yang belum membesar dan perutnya yang masih rata."Tapi kan aku belum hamil besar," keluh Malikha pada dirinya sendiri. Setelah seluruh orang pergi, Malikha masuk ke kamar bayi dan Aidan hanya bisa memperhatikan dari ujung pintu. Terlihat pnggung Malikha dari depan pintu kamar sedang memegang beberapa mainan yang penuh diisi dalam kamar."Apa mungkin mereka salah kirim? Tapi alamatnya ... bagaimana bisa sama?" Malikha masih bingung dan segera mengambil ponsel dan mengecek email. Ternyata benar, kupon itu bukan bohong. Tapi mas
"Apa yang kamu lakukan?" kali ini nada bicara Glenn lebih aneh. Lucy menoleh sejenak dan mendehem saja. Ia membawa nampan makanan ke meja makan dan meninggalkan Glenn yang hanya bisa menarik napas panjang dari hidungnya yang tengah pilek di dapur. Glenn terpaksa ikut berjalan ke meja makan tempat Lucy sudah menunggu dirinya."Aku tanya apa yang kamu lakukan!" Glenn mulai kesal meskipun ia duduk juga di kursi meja makan."Tidak ada," jawab Lucy santai lalu menyodorkan mangkuk bubur agar Glenn segera makan. Glenn jadi makin curiga, ia bahkan membaui bubur itu dan mengeryitkan kening."Kenapa? Kamu pikir aku akan meracunimu!" protes Lucy setengah menghardik."Wanita sepertimu bisa melakukan apa saja!" balas Glenn memicingkan mata dengan pandangan mencurigai dan langsung diberi pelototan mata oleh Lucy. Glenn hanya menyengir dan mulai memakan buburnya."Kamu tidak makan?" tanya Glenn. Lucy menggelengkan kepalanya."Aku tidak makan malam."
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANPanggung yang cukup besar karena berada di tengah aula SMA Jersey Rey New York. Sorak-sorai seluruh siswa yang berdiri ikut mengangkat tangan dan bertepuk di atas kepala mereka saat gebukan drum Aldrich menggema memulai sebuah lagu. Dan suara Aldrich memulai lagu tersebut setelah gitar Ares dan piano milik Andrew mengiringinya."I don't even know how I can talk to you now, It's not you the you who talks to me anymore, And sure I know that sometimes it gets hard, But even with all my love, what we had you just gave it up!"Usai Aldrich, lalu Andrew adalah giliran kedua menyanyikan liriknya,"Thought we were meant to be, I thought that you belonged to me, I'll play the fool instead, Oh but then I know that this is the end!" mata Aldrich tak sengaja melirik pada satu orang gadis yang menjadi musuh abadinya, Chloe Harristian. Tak biasanya ia datang melihat pertunjukan bandnya The Skylar.Aldrich masih terus menggebuk drumnya dan
HUTAN TIJUANABryan, Mars, Aidan, Juan, Arya, Blake, Shawn, Erikkson, Han, Glenn, Earth, serta beberapa anggota Golden Dragon membentuh empat kelompok untuk melakukan pencarian terhadap pesawat James yang belum ditemukan. Bryan menerbangkan beberapa drone untuk mengawasi dari udara dan menentukan letak titik jatuh pesawat tersebut. Ia juga telah berkoordinasi dengan tim keamanan untuk saling memberi berita saat menemukan jejak apapun.Cukup lama mereka harus berputar-putar untuk bisa mencari jejak. Sampai salah satu drone milik Bryan kemudian mendeteksi ekor pesawat."Sebelah timur, 3 km lagi dari sini. Kita sudah agak dekat!" ujar Bryan memperlihatkan alatnya pada Aidan. Aidan mengangguk lalu memanggil kelompok yang lain agar mengikuti mereka.Bryan memimpin kelompok pencarian dan mulai memanggil nama James tak lama kemudian."JAMES ... DELILAH! JAMES! J!" tapi tak ada jawaban sama sekali sampai akhirnya Bryan melihat ekor pesawat yang tersangkut
BEBERAPA TAHUN KEMUDIANAidan tak berhenti tersengal saat ia keluar dari apartemen Arjoona. Ia harus menenangkan diri dengan bersandar dan memejamkan matanya. Ludahnya ia telan berkali-kali tapi masalahnya tenggorokannya begitu kering. Ia nyaris tak bisa bernapas.Di dalam, Aidan menahan mati-matian air matanya saat tahu jika pesawat James Belgenza mengalami kecelakaan di hutan Mexico. Ia hilang dan kabarnya tak ada yang selamat.“Aku harus tenang, aku harus tenang!” gumam Aidan pada dirinya sambil bersandar. Aidan memandang ke arah lobi apartemen mewah tersebut dan berjalan kembali separuh berlari ke arah mobilnya. Mobilnya datang diberikan oleh petugas parkir valet dan ia segera masuk ke dalamnya.Aidan harus cepat ke apartemen James untuk menjemput anak-anaknya. Selama perjalanan, ia kemudian menghubungi Glenn.“Di mana kamu?”“Aku sedang terjebak macet akan kembali ke Orcanza, Tuan!” jawab Gle
"Bersediakah kamu menikah denganku lagi, Malikha Swan?" tanya Aidan bergumam lembut. Malikha terus memandanginya dan Aidan pun tak melepaskannya sama sekali. Semua cinta rasanya berpendar di mata Aidan untuk Malikha. Cinta yang tak mungkin ditutupinya lagi. Malikha pun tersenyum dengan mata berkaca-kaca."Ya ... aku bersedia jadi istrimu, Aidan Caesar," jawab Malikha bergumam lembut pula. Malikha mendekat lebih dulu dan mencumbu Aidan dengan lembut. Aidan ikut membalas dan memperdalam pagutan bibirnya sambil memeluk Malikha lebih dekat dan erat. Pemandangan tengah kota dan taman New York dari atas menjadi saksi bersatunya cinta Aidan dan Malikha kembali."I do love you ... too much," bisik Aidan di sela bibirnya yang masih menempel pada Malikha. Malikha hanya melingkarkan kedua tangannya memeluk leher dan pundak Aidan."I love you too.""Benarkah? Kali ini kamu tidak berbohong kan!" goda Aidan tak melepaskan dirinya sama sekali. Malikha tergelak kecil dan
Malikha menaikkan pandangannya sambil berbaring menyamping pada Aidan yang baru saja menghubungi Glenn, asistennya. Ia tersenyum dan masih belum bicara. Malikha tampak tenang padahal ia baru saja disatroni perampok. Sementara Aidan sudah cemas setengah mati gara-gara kejadian itu. Ia bahkan belum membuka jasnya sama sekali dan terus berada di dekat Malikha yang tengah menjaga AldrichSetelah berpikir beberapa saat, Aidan akhirnya memutuskan untuk menelepon Arjoona melaporkan yang baru saja terjadi. Arjoona harus tahu setidaknya untuk mengantisipasi yang terjadi."Halo, Aidan.""Joona, rumah Malikha baru saja mengalami perampokan," ujar Aidan tanpa basa basi."APA! apa yang terjadi!" Arjoona sampai berteriak karena berita tersebut."Aku pergi keluar sebentar mengurus pekerjaan. Dua pria masuk lewat pintu depan dan membongkar semua laci. Mereka tidak mengambil apa pun, aku rasa ini bukan perampokan. Tapi apa yang mereka cari?" dengu
Malikha yang mendengar bunyi pintu berdecit mengira pelayan di rumahnya sudah tiba. Sambil tersenyum, ia kemudian berjalan hendak melihat dan menyapa. Dengan langkah agak cepat ia akan turun sampai akhirnya matanya membesar. Ia melihat dua orang pria bertopeng masuk lewat pintu depan.Mereka membawa senjata tajam dan sedang mengendap masuk lewat ruang tamu. Malikha yang hampir saja menuju tangga kemudian berbalik dan bersembunyi pada dinding di dekat tangga. Malikha benar-benar terkejut dan jantungnya berdegup kencang."Oh, tidak. Mereka bukan pelayan!" gumam Malikha pada dirinya sendiri. Malikha langsung mundur dan mencari tempat bersembunyi sambil bisa melihat apa yang sebenarnya tengah terjadi. Ia mengintip lagi dan melihat dua orang itu tengah membongkar laci dan lemari di lantai bawah. Malikha langsung berbalik dan mengendap separuh berlari masuk ke kamarnya. Satu orang pasti akan naik ke atas dan memeriksa.Dengan panik Malikha ingat jika ia meletakkan pon
Beberapa hari kemudian, keadaan Malikha tak juga kunjung membaik. Ia sudah diperbolehkan pulang karena luka operasinya semakin membaik tapi ia tak ingin berada di dekat bayinya sama sekali. Aidan otomatis harus pindah ke rumah Malikha karena ia tak mungkin bolak balik dari rumahnya meskipun jaraknya dekat.Aidan berubah menjadi seperti Ayah single yang merawat Aldrich sendirian. Ia otodidak belajar mengganti popok dan mengambil donor ASI dari istri Mars King, Vanylla King. Tak hanya Vanylla yang mendonorkan ASI-nya, Kiran Miller juga ikut memberikan ASI-nya.Saat malam hari, Aidan menggendong Aldrich memberinya botol ASI sampai ia tertidur sembari membacakan puisi atau mengumamkan sebuah lagu. Aldrich yang mengerti bahwa ia sementara hanya bisa bersama sang Ayah, tak banyak rewel. Ia bayi yang manis dan penurut."Cobalah untuk menggendongnya, Sayang," bujuk Aidan lembut sambil mencoba mendekatkan Aldrich pada Malikha. Malikha yang awalnya tersenyum jadi defensif
Sampai hari yang ditunggu-tunggu tiba adalah saat Malikha akan menyusui bayinya untuk yang pertama kali. Keadaan bayinya sudah semakin baik dan kembali sehat."Kamu sudah mendapatkan nama yang pas?" tanya Bryan pada Aidan saat menunggu bayi tersebut di bawa ke kamar Malikha. Aidan mengangguk tersenyum"Aldrich Tristan Caesar," jawab Aidan sambil tersenyum pada Bryan yang mengangguk ikut tersenyum.Saat mereka selesai bicara, kereta bayi kemudian terlihat sedang didorong menuju kamar Malikha dan Aidan pun mengikutinya. Di kamar Malikha, seluruh keluarga besar The Seven Wolves dan anak-anak mereka sudah menunggu."Mila kemari, Sayang. Coba lihat itu ... ada bayi!" ujar Bryan menggendong balitanya Mila yang terkekeh menggemaskan saat melihat salah satu "adiknya" yang baru lahir beberapa hari lalu. Kembarannya Izzy digendong oleh Nisa ikut mendekat melihat bayi Aldrich yang menyihir banyak orang dengan ketampanannya. Setelah bayi itu diletakkan di dekat tempa
Tak ada yang dirasakan Aidan saat ini kecuali rasa bahagia. Ia telah resmi menjadi seorang Ayah. Segala perjuangan dan rasa sakit akibat dendam dan perceraian yang terjadi pada pernikahannya, terbayar sudah. Aidan tak berhenti mengecup Malikha yang terlihat semakin mengantuk pasca bayi mereka lahir. Namun usai dibersihkan, bayi itu harus dipantau karena ia mulai membiru."Apa yang terjadi?" tanya Aidan setelah ia dikeluarkan dari ruang operasi."Bayinya sudah melewati waktunya lahir, dia harus masuk ruang ruang intensif untuk dimasukkan dalam inkubator. Aku tidak berharap dia sudah keracunan air ketuban, tapi aku benar-benar harus memantau keadaan putramu. Untuk saat ini, temani istrimu. Bayimu akan baik-baik saja," ujar salah satu Dokter Anak yang ikut dalam operasi tersebut."Lakukan apa pun untuk putraku, aku tidak mau terjadi sesuatu padanya!""Aku yakin kondisi ini hanya sementara, setelah dia pulih, aku sendiri yang akan memberikannya pada kalian."