Hari ini, Elisa sedang berjalan-jalan ditengah kota Lotus pack. Kota tersebut terletak tak jauh dari istana. Suasana di kota tersebut begitu ramai. Banyak orang-orang membuat toko untuk menjual barang mereka. Mulai dari toko penempa besi sampai toko penjual hasil buruan pun ada.
Tidak hanya itu, udara di kota ini juga begitu segar. Meskipun dikatakan kota, suasana dan udaranya masih asri. Itu dikarenakan kota tersebut dikelilingi oleh hutan di kawasan pack. Elisa berjalan-jalan melihat beberapa toko. Dia berencana mencari beberapa tanaman herbal untuk membuat ramuan dan berbagai obat untuk dirinya sendiri.
Beberapa orang yang ditemuinya seminggu yang lalu mengatakan jika ada sebuah toko tanaman herbal terkenal di tengah kota. Toko tersebut berada di antara toko pakaian dan juga toko pedang. Di depannya terdapat kolam bunga teratai yang memanjang sepanjang tiga toko tersebut.
Sebenarnya, jika tidak karena menolong gadis kemarin, hari ini ia akan tetap berada di gubuk miliknya. Ramuannya telah habis untuk menyembuhkan luka di tubuh gadis itu, karena gigitan Rogue. Bunyi bel terdengar saat Elisa mendorong pintu masuk. Kali ini ia ingin mencari tanaman lily, bunga berwarna merah yang sangat indah. Ia ingin menggunakannya untuk membuat sebuah ramuan. Dia bisa saja mendapatkannya di hutan lily, tapi hutan itu berada di pack lain tepatnya di Water Pack. Serigala lain tidak akan bisa masuk tanpa izin dari sang Alpha.
Selain itu, ia rasa hari ini ingin melihat pemandangan kota. Selalu berada di dalam hutan membuatnya sedikit bosan. "Ada yang kau cari dari tokoku, Nona?" pemilik toko menyapa Elisa ketika sudah sampai di depan meja. "Aku ingin tiga bunga lily merah," ujar Elisa sambil meletakkan beberapa koin perak.
Pemilik tersebut membelakangi Elisa. Lalu kembali menghadapnya kembali membawa tiga bunga lily utuh beserta dengan daun dan batangnya. “Apa kau seorang tabib?" tanya pemilik itu. "Bukan, aku hanya kaum biasa," ujar Elisa. "Apa kau mempunyai izin membeli barang-barang langka?" tanya pemilik itu lagi. "Tidak, aku tidak mempunyai izin tersebut. Aku hanya serigala biasa yang membutuhkan bunga itu untukku sendiri." Elisa menjelaskan siapa dirinya, meskipun tidak semuanya.
"Maaf nona, bunga itu sangat langka, aku tidak bisa menjual ke sembarang orang," ucap sang pemilik toko yang terlihat angkuh. "Benarkah? Akan aku tambahkan beberapa keping lagi," ujar Elisa sambil mengeluarkan lima koin perak. "Maaf, aku tidak bisa." Pemilik toko itu mendorong koin perak tersebut ke arah Elisa.
Melihat pemilik toko ingin menyimpan kembali bunga lily, Elisa segera menangkap tangan itu.
"Aku sangat membutuhkannya," ujar Elisa sedikit memohon.
Biarlah dia seperti pengemis sekarang. Dia benar-benar membutuhkan kelopak bunga tersebut.
"Baiklah, tapi dengan satu syarat. Kau harus menjelaskan padaku apa fungsi dari tanaman yang ingin kau beli. Jika tidak tahu, maka aku tak akan memberikannya padamu," ujar pemilik itu.
"Baiklah," ucap Elisa memutuskan ucapannya. "Ben, panggil saja Ben."
"Baiklah Ben, tapi jika aku bisa menjelaskannya dengan baik, kau harus memberikanku satu pohon mandrake itu secara gratis," tantang Elisa sambil menunjuk ke arah pohon dengan akar berbentuk seperti manusia itu.
"Baik, tapi aku meragukan itu. Melihat dari penampilan lusuhmu, kau hanyalah kaum rendahan."
Meskipun Ben merendahkannya, Elisa tidak marah. Bahkan dirinya terlihat santai dan memperhatikan bunga yang masih dipegang oleh pria itu.
"Akar tanaman itu dapat menyembuhkan luka bakar, daunnya dapat menjadi ramuan untuk meredakan panas dalam tubuh," ujar Elisa santai.
"Kau cukup pintar, tapi orang lain juga tahu akan hal itu."
Ben masih saja meremehkannya, bahkan sekarang menatap Elisa jijik.
"Aku tidak akan menjualnya padamu, ambillah koinmu kembali."
Ben membelakangi Elisa dan ingin meletakkan bunga lily tersebut.
"Bunga lily itu bisa melumpuhkan para Rogue yang mengamuk. Bahkan dengan setengah dari satu kelopak bunganya saja, bisa membuat sepuluh Rogue tidak bisa berganti shift kembali dalam lima hari lamanya."
Ben yang ingin meletakkan bunga tersebut, kembali berbalik. Dia menatap Elisa dengan wajah terkejutnya.
"Siapa kamu?" tanyanya.
"Hanya seorang serigala lemah," jawab Elisa santai.
"Kau tahu dari mana tentang khasiat bunga itu, tidak banyak yang mengetahuinya," ujar Ben masih heran.
"Berikan saja apa yang aku minta, kau sudah berjanji. Kau bukan orang yang tidak memegang perkataanmu bukan?" remeh Elisa menatap pria itu yang sepertinya berpikir sesuatu.
"Tentu saja, aku bukan pria seperti itu."
Ben berbalik lagi mengambil satu pohon mandrake untuk diberikan bersamaan dengan tiga pohon lily merah itu.
"Ini, ambillah," ujar Ben.
Elisa mengambil semuanya. Dia langsung memasukan tanaman tersebut tanpa rasa ragu sedikitpun.
"Terima kasih untuk ini." Elisa menepuk-nepuk tas yang penuh tersebut sambil memperlihatkannya pada Ben.
Elisa keluar toko tersebut dengan tersenyum. Dia senang bisa mendapatkan pohon mandrake dengan gratis.
Pohon tersebut sangat sulit didapatkan. Bahkan para tabib akan membayar mahal untuk mendapatkannya. Lagipula, ia juga membutuhkannya untuk membuat racun.
"Hei, tunggu!" teriak seseorang.
Elisa membalikkan tubuhnya dan sedikit mengerutkan kening. Dia melihat Ben berlari ke arahnya.
"Apa ada yang kurang?" tanya Elisa tanpa basa-basi.
"Ah, tidak. Aku hanya ingin memberikan ini. Aku rasa kau bisa mengikuti kontes ini," ujar Ben sambil memberikan sebuah kertas.
"Kontes pencarian tabib berbakat?" tanya Elisa sambil terus membaca isi kertas tersebut.
"Ya, aku rasa kau akan menang dengan kemampuanmu itu. Jika berminat, kau bisa menuju ke sebelah sana," tunjuk Ben. "Ikuti saja jalan itu, kau akan menemukan banyak orang di sana," lanjutnya.
"Baiklah, terima kasih." Elisa tersenyum.
Ben mengangguk dan kembali ke tokonya. Sedangkan Elisa masih memikirkan apakah akan ikut kontes atau tidak. Dia kembali membaca isi kontes tersebut. Senyuman pun terbit saat membaca apa saja yang didapatkan jika berhasil memenangkannya. Seketika itu juga, dia melangkah menuju tempat yang ditunjuk oleh pemilik toko tadi.
Sesampai di tempat yang disebutkan Ben tadi, ternyata sudah banyak orang yang mendaftar. Ketika gilirannya, tiga orang langsung datang menyerobot. Dua gadis dan satu pria.
"Minggir, kau gadis lemah," sarkas salah satu gadis tersebut.
"Apa kau juga akan mendaftar?" ejek gadis yang lain.
"Benarkah? Apa kau tak punya malu? Kontes ini hanya untuk werewolf," hina pria yang sejak tadi menatapnya jijik.
"Apa maksudmu tidak bisa berganti shift?" tanya Elisa bingung.
"Lihatlah tanda ini," ujar salah satu gadis yang membuka paksa baju di bahunya, "hanya kaum yang tak bisa melakukan shift saja yang mempunyainya," lanjutnya sambil mendorong tubuh Elisa.
Beruntung, dirinya ditangkap oleh seorang warrior yang sedang berjaga di sana. Jika tidak, dia pasti sudah terjatuh dan menjadi tontonan di sana.
"Elisa!" teriak seorang gadis dari kejauhan.
Gadis yang ditolongnya kemarin datang menghampiri bersama seorang pria. Pria yang begitu dikagumi dan ditakuti di pack ini. Siapa lagi kalau bukan Alpha Lotus Pack, seorang pemimpin pack.
"Kau juga mengikuti kontes ini?" tanya Kiana setelah sampai di hadapannya.
"Ya, apa yang kau lakukan di sini, Kiana?" tanya Elisa.
"Aku sedang mendaftar juga. Dan aku senang bisa bertemu denganmu lagi di sini."
"Untuk apa? Bukankah kau anggota kerajaan?" tanya Elisa bingung.
Seharusnya gadis di depannya ini tinggal mengatakan pada sang Alpha untuk menjadi seorang tabib di pack. Tidak harus bersusah payah mengikuti kontes seperti ini.
"Tentu saja untuk menjadi tabib terbaik," jawabnya senang.
Elisa menggeleng pelan melihat tingkah Kiana seperti anak kecil.
"Apa kau sudah mendaftarkan diri?" Kiana bertanya lagi.
Elisa menggeleng pelan dan berkata, "Mereka tidak mengizinkanku karena sebuah tanda ini."
Kiana melihat tanda tersebut dan sedikit terkejut. Namun, dengan cepat juga dia mengubah ekspresinya.
"Ayo, ikut kelompokku saja," ajak Kiana sambil menarik tangan Elisa.
Gadis itu menulis namanya dan juga Elisa dalam satu kelompok. Dia baru tahu bahwa untuk mengikuti kontes tersebut harus memiliki kelompok minimal dua orang. Untung saja Kiana datang, jika tidak, maka ia tidak tahu harus bersama siapa.
Apalagi kini orang-orang telah mengetahui bahwa dirinya tidak dapat berganti shift. Akan sangat sulit mendapatkan teman, bahkan melirik saja orang-orang tak akan mau.
"Ada yang ingin kukenalkan padamu, ayo," bisik Kiana setelah selesai menulis nama mereka.
"Siapa yang akan kau kenalkan padaku?" tanya Elisa mengalihkan pembicaraan.
"Tunggu, di mana dia?" Kiana mencari orang yang dimaksud. Kepalanya menoleh ke sana ke mari.
Sedangkan Elisa hanya bisa mengerutkan kening dengan sikap absurd Kiana.
"Ah, itu dia," tunjuk Kiana.
"Kau siapanya, Alpha?" tanya Elisa tak tahan dengan rasa penasarannya.
Dia melirik sekilas pria yang sedang berjalan ke arah mereka. Pria itu seakan-akan menatapnya bukan Kiana.
"Saudara kembarku, Daren."
"Kembar?" tanya Elisa.
"Kenapa? Kau tidak percaya?" sarkas Daren.
Elisa kembali mengerutkan keningnya. Ternyata pria ini terlalu arogan. Wajar saja, karena dia seorang Alpha.
"Maafkan saya, Alpha Daren. Saya tidak tahu jika itu kau." Elisa menunduk hormat.
"Ayo, Kiana, kita pergi dari sini. Kau tidak pantas berteman dengan makhluk lemah seperti dirinya."
Daren menarik paksa tangan Kiana hingga gadis tersebut merintih kesakitan. Namun, Kiana berteriak memberitahukan sesuatu pada Elisa.
"Besok, temui aku di Rainforest!"
Elisa mendengar teriakan Kiana, tapi tak menghiraukannya. Dirinya hanya bisa diam, mengepalkan kedua tangannya karena pernyataan sang Alpha. Tatapan tajam pun ia berikan pada punggung pria terkuat di Lotus Pack, lalu membalikkan tubuhnya ke arah yang berlawanan.
"Mate!"
Elisa terkejut mendengar bisikan tersebut. Siapa yang berbicara? Mengapa ia bisa mendengarkan suara isi hati orang lain?
Dengan cepat, ia menoleh ke belakang. Di sana, di depannya, sudah ada seorang pria yang menatap dirinya tajam. Bukan tatapan bahagia atau pun jatuh cinta, tapi tatapan benci pada musuhnya.
Pagi-pagi, Elisa sudah berada di Rainforest. Sebenarnya, ia tidak berniat untuk datang, tapi mengingat wajah Kiana kemarin, akhirnya ia pun di sini sekarang. Dia melihat sekeliling, tetapi tidak ada tanda-tanda Kiana. Tidak ada jejak sama sekali. Elisa pun duduk bersandar di pohon besar sambil terus menunggu."Kau sudah datang, maaf aku ada sedikit kegiatan tadi," kata Kiana sambil berlari menghampiri Elisa."Tidak masalah. Kau adalah tuan putri," Elisa berdiri dan membersihkan pakaian yang terkena tanah."Apa kau sudah siap?" tanya Kiana lagi.Elisa bingung dan bertanya, "Untuk apa?""Hari ini kita akan mencari bahan-bahan untuk membuat ramuan. Ini aku sudah dapat apa saja yang dibutuhkan," Kiana menunjukkan secarik kertas dengan tulisan.Elisa mengambil dan membacanya. Dia tahu benar jika isinya tentang bahan-bahan yang diperlukan. Hanya saja, ada satu bahan yang tidak diketahui olehnya."Daun Autumn, aku tidak pernah tahu tanaman ini," ujar Elisa sambil mengembalikan kertas kepada
Seorang gadis berlari menjauhi perkelahian itu. Dia terlalu takut untuk membantu kedua gadis yang sedang membuat pertahanan diri. Tanpa menoleh lagi, dirinya berlari dan menghilang di antara semak-semak.Sementara itu, Elisa dan Kiana masih bertarung. Mereka mengeluarkan semua tenaga untuk melawan para Rogue. Satu Rogue sudah tewas di tangan Kiana. Entah sejak kapan gadis itu berganti shift dengan wolfnya.Sedangkan Elisa masih bertarung dengan salah satu Rogue menggunakan belatinya. Seandainya saja ia bisa berganti shift, sudah sejak tadi ia menggigit, memisahkan kepala dari badan para Rogue itu. Sayangnya, ia tidak bisa.Untung saja ia sudah melatih ilmu bela diri, jadi mudah baginya untuk menghindari gigitan para Rogue tersebut. Meskipun begitu, para Rogue tetap lebih kuat daripada dirinya."Mereka terlalu kuat, bagaimana ini?" wolf Kiana berbicara pada Elisa.Keduanya saling membantu satu sama lain. Jika Elisa tersudut, maka Kiana akan menerkam Rogue itu."Kau harus membunuh dua s
Seorang gadis cantik bersurai panjang memasuki sebuah ruangan. Ia memakai sebuah mahkota kecil di kepala, menandakan bahwa ia adalah seorang putri. Dengan langkah anggun, ia melangkah ke dalam ruangan di mana seseorang sedang tertidur.Ruangan itu luas dengan dominasi warna putih. Tidak banyak properti yang digunakan di dalamnya, hanya ada satu tempat tidur besar, dua lemari, meja, dan beberapa kursi. Meskipun begitu, ruangan tersebut terlihat elegan. Vas bunga menambah kecantikan ruangan tersebut, tetapi sang putri tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari ranjang di hadapannya. Salah satu tabib terkenal sudah berada di sana.Seorang gadis bersurai panjang dengan rambut coklat sedang tertidur. Tidak diketahui kapan ia akan bangun. Tubuhnya terlihat pucat, dan luka di pergelangan tangannya belum sembuh sama sekali. Meskipun telah ada beberapa tabib yang mencoba mengobatinya."Putri Kiana, Alpha Daren," sapa tabib tersebut.Kiana tersenyum membalas sapaan tabib itu, sementara Daren teta
Kiana tergesa-gesa di Lorong Istana. Dia sedikit berlari setelah mendengar berita hari ini. Elisa sudah bangun dari tidurnya. Itulah yang didengarnya dari tabib baru-baru ini. Padahal belum ada sejam dirinya meninggalkan gadis itu.Sebenarnya bukan hanya itu, ada yang lebih mengejutkan lagi. Maka dari itu ia ingin melihat dengan matanya sendiri. Ia tidak bisa mempercayai tabib itu tanpa adanya bukti."Tidak mungkin!" ucap Kiana saat sudah berada di sana. Kedua tangannya refleks menutup mulut setelah melihat apa yang ada di hadapannya sekarang. Ia benar-benar tidak bisa mempercayainya.Seorang gadis telah duduk dan tersenyum manis padanya. Padahal baru beberapa jam yang lalu, ia melihat Elisa masih terbaring lemah. Bahkan wajahnya begitu pucat. Namun, sekarang sepertinya berbalik arah. Wajah gadis itu sudah cerah kembali. Tak hanya itu, apa yang dikatakan tabib tadi benar adanya. Luka di tubuh Elisa telah hilang tak berbekas.Apa yang terjadi sebenarnya? Bagaimana mungkin luka sebesar
Di dalam sudah ada tiga orang yang menatap kedatangan Elisa dan juga Kiana. Dua orang tersenyum ramah pada dirinya. Sedangkan satu yang lain, menatapnya tajam. Seakan-akan Elisa hanyalah sampah baginya."Gadis ini yang menyelamatkanmu Kia?" tanya wanita yang duduk disebelah seorang pria. Wanita itu begitu cantik dan juga terlihat masih muda. Dia memakai gaun yang begitu indah. Ditambah sebuah mahkota cantik bertengger di kepala wanita tersebut. Siapa lagi kalau bukan sang ratu. Wajahnya hampir sama dengan Kiana."lya ratu," ucap Kiana memberi hormat padanya."Salam hormat raja dan ratu," sapa Elisa ketika sudah di depan mereka. Dia merasa begitu familiar dengan tempat itu. Tempat yang tidak pernah diubah sama sekali. Bahkan perabotan yang ada di dalam masih sama. Saat dirinya masih berada di dalam istana Ratusan tahun yang lalu."Kau sangat cantik El," puji wanita bergaun panjang turun dari singgasananya. Elisa hanya bisa tersenyum malu. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan ratu se
"Aku Alpha Daren Gregson dari Lotus pack akan-.""Stop!" teriak ratu. Dirinya melepaskan pelukan raja dan tanpa basa-basi menarik pedang yang berada di pinggang suaminya, menempelkannya pada lehernya sendiri. Matanya menatap sang putra tajam."Ibu!" teriak Kiana melihat ratu yang begitu menakutkan. Gadis itu berlari mendekati sang ratu."Jangan ada yang mendekat!" Teriakan ratu membuat Kiana berhenti saat itu juga. Kepalanya menggeleng pelan, berharap ibunya tak melakukan hal aneh."Ibu, Kiana mohon jangan lakukan itu," pinta Kiana mulai terisak. Namun, ibunya tak menghiraukan Kiana. Bahkan kini, pedang itu semakin mendekat ke lehernya."Jika kau mengeluarkan kata itu, maka ibu akan memutuskan leher ini sekarang juga!" ancam ratu, membuat raja bergidik.Tidak hanya itu, putrinya juga merasa takut. Meskipun ia tahu ratu hanya mengancam, tapi tetap saja dirinya takut jika ibunya berbuat nekat."Daren, jika leher ibumu sedikit saja tergores, ayah akan membunuhmu!" geram raja pada putrany
"Lepaskan Ren!" teriak Valeri. Dia mengayunkan tangannya yang ditarik oleh pria yang menjadi kekasihnya sekaligus sang Alpha. Cekalan pria itu terlepas, tapi hanya sebentar saja. Ketika tangan itu terlepas, dengan cepat dirinya dibawa ke pelukan Daren. Pria itu berusaha menenangkan Valeri dalam pelukannya. Dia tidak ingin kekasihnya mengamuk di istana, karena bisa merusak barang-barang di sana. Terlebih lagi, Valeri adalah serigala yang kuat. Oleh karena itu, ia memilih gadis tersebut menjadi kekasihnya, berharap bisa menjadi luna pack ini kelak."Dengarkan aku, Val," ucap Daren masih berusaha menenangkan wanita itu.Plak. Sebuah tamparan mengenai wajah sang wanita. Valeri terdiam sambil menatap Daren, terkejut karena kekasihnya baru saja menamparnya."Maafkan aku, jika tidak begitu, kau tak akan tenang," ucap Daren menyesal. Dia tidak pernah memukul Valeri sedikit pun sebelumnya, bahkan ini adalah yang pertama kalinya. Dan itulah mengapa ia sangat menyesal. Valeri pasti akan sangat m
"Bukankah ini," ucap Elisa terputus. Dia tak menyangka jika bunga berwarna biru kehitaman itu ada di pack Daren. Setau dirinya, bunga itu hanya ada di dunia sihir dan tidak bisa tumbuh di tempat lain. Namun, hari ini dia melihat dengan matanya sendiri jika bunga itu bisa hidup dan tumbuh subur.Sementara itu, mereka sedang berada di dunia werewolf. Tidak mungkin bunga itu begitu saja tumbuh tanpa campur tangan sihir. Namun, Elisa tidak melihat ada sihir di sekitar bunga berdaun tunggal tersebut. Lalu, dari mana tanaman itu tumbuh?Dia harus menemukan jawabannya nanti. Sekarang, dirinya ingin menyentuh bunga tersebut. Sedikit lagi tangannya mengenai bunga itu, tapi tak bisa. Tiba-tiba saja Kiana menarik tangannya sedikit kasar."Maaf. Itu tidak boleh disentuh, Li. Kau hanya akan membuat tanaman itu mati," ujarnya."Kenapa?" tanya Elisa."Tanaman itu tidak bisa disentuh oleh makhluk lain. Hanya penyihir saja yang bisa menyentuhnya. Jika selain itu, maka bunga itu akan layu dan khasiatny
Tentu, berikut paragraf yang lebih rapi:Aroma khas ikan bakar memenuhi udara, membuat perut keduanya bergemuruh lapar. Mereka sama-sama tak sabar untuk mencicipi hidangan itu.Elisa duduk di dekat perapian, matanya terus terpaku pada ikan yang tengah dipanggang. Air liur tak henti mengalir, dan matanya tak berkedip sejenak pun. Api- api perapian memanggilnya, mengeluarkan aroma khas ikan yang membuatnya semakin lapar.Melihat bahwa ikan-ikan tersebut telah matang, Daren segera mengambil satu dan menusukkannya dengan sebatang ranting pohon. "Silakan, cicipi," kata Daren saat menawarkan ikan tersebut kepada Elisa. Daren tahu Elisa tak bisa melepaskan pandangannya dari ikan yang telah matang. Aromanya yang menggoda membuatnya terus merasa haus.Setelah menawarkan ikan, Daren kembali ke tempat semula. Waktu sudah menjelang senja, dan udara menjadi semakin dingin setelah panas siang tadi. Angin pun semakin kencang, memaksa mereka untuk tetap berdekatan dengan api.Namun, Elisa masih belu
"Wah ini indah sekali!" Elisa terlihat kagum dengan apa yang ada di depannya. Hingga dirinya tak tahu telah mendorong Daren sehingga pria itu menjauh darinya. Detik kemudian ia tersadar. Dirinya mulai melototkan matanya. Tersadar dengan apa yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, ia juga memutarkan tubuhnya perlahan menghadap Daren. Pria itu menatapnya tak percaya. Matanya begitu tajam melihat gadis tersebut. Elisa hanya bisa cengengesan karena hal tersebut. Dia sebenarnya bingung dengan sikap pria itu. Apakah marah atau tidak?Sementara itu, Daren yang telah kembali pada tubuhnya kesal dengan Greg. Bisa-bisanya ingin berganti shift tanpa berbicara dengannya. Ia rasa wolfnya sedang marah saat ini."Kau marah?" tanya Elisa dengan polosnya. Daren terus menatap gadis itu. Dia sedikit bingung pada Elisa. Menurutnya gadis itu plin plan. Terkadang bersikap baik seolah-olah tak terjadi apa-apa. Terkadang bersikap layaknya seorang musuh. Saat memikirkannya, sebuah ide pun muncul dari pikiran D
Seorang pria sedang berdiri diam sejak tadi tanpa ada pergerakan. Gelar alpha terkuat yang melekat padanya tidak mempengaruhi keadaannya. Pria itu terus menatap gadis yang sedang tersenyum pada pria lain. Tatapannya begitu menakutkan, bahkan beberapa warrior di sekitarnya merasa ketakutan karena aura yang dikeluarkannya. Daren melangkah mendekati gadis itu, tidak tahan dengan adegan yang menurutnya sangat tidak menyenangkan. Ia melangkah tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah sampai, ia dengan kasar menangkap leher rogue yang sedang terikat. Elisa yang berada di samping terkejut dan terhuyung beberapa langkah. "Apa yang kau lakukan!" teriak Elisa saat menyadari apa yang dilakukan oleh Daren. Pria itu dengan kasar mencekik rogue yang tidak bisa bergerak. Daren menahan pria itu dengan tangan di lehernya sambil mengangkatnya dari tanah. Wajah rogue itu sudah pucat, tanpa ada darah yang mengalir. Matanya melotot seolah-olah ingin keluar dari lubangnya. El
Semua orang telah berkumpul di lapangan, termasuk Elisa dan anggota kerajaan. Mereka semua menantikan acara pengumuman kontes yang telah berlangsung selama satu minggu. Kinan juga sangat antusias pada acara ini. Semua peserta berkumpul dengan antusias untuk mengetahui siapa pemenangnya, termasuk Elisa dan Kiana yang berharap bisa menjadi yang terbaik.Elisa merasa bahwa hadiah yang dia dapatkan tidaklah penting. Yang dia inginkan adalah diakui kemampuannya oleh semua orang. Dia ingin mendapatkan penghormatan dan rasa takjub dari mereka. Meskipun dia telah menjadi Luna, tetapi masih ada rakyatnya yang belum sepenuhnya menerima keberadaannya sebagai pasangan pemimpin mereka."Hai, aku yakin kita akan menang, El," ujar Kiana mendekati Elisa dengan kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Kebahagiaan itu menular pada Elisa dan membuatnya tersenyum bahagia. Mereka berdua yakin bahwa mereka akan menjadi pemenang. Tidak banyak rogue yang bertahan sampai akhir kontes, hanya beberapa yang berha
Warna air yang semula bening berubah menjadi sedikit kemerahan akibat darah yang menempel pada kain itu. Seorang gadis terlihat sangat telaten dalam membersihkan lukanya. Terkadang, raut wajahnya tampak lebih garang dari biasanya, dan mulutnya komat-kamit seperti seorang dukun yang sedang membaca mantra. Sesekali, tangannya menyeka kulit pria itu dengan kasar."Pria sialan! Seharusnya kau mati, bukan tertidur. Hanya membuatku terbebani saja," ujar Elisa sambil memasukkan kain ke dalam air yang telah tercampur dengan darah Daren.Sudah tiga puluh menit Elisa berada di ruangan itu, hanya mereka berdua. Tak ada yang menemaninya untuk berbincang, yang membuatnya merasa bosan.Elisa mengambil kain lain untuk menyeka sisa-sisa air yang menempel di tubuh pria itu. Tangannya dengan kasar mengelap di daerah bahu."Ivy, kenapa kau histeris begitu? Ya ampun!" ujar Elisa, merasakan sakit kepala."Kau sangat tidak peka, El! Kau tidak melihat itu? Ya ampun, begitu seksi. Aku ingin menyentuhnya, El!
2 / 2Elisa masih menutup matanya, berpikir sejenak. Apa yang sedang terjadi? Mengapa ia tidak merasakan apa-apa? Apakah ia sudah mati? Setelah menghitung dalam hati, ia membuka matanya perlahan-lahan. Namun, alih-alih menemui keadaan yang diharapkan, ia merasakan kecupan di dahinya yang membuatnya terkejut. Ketika ia menatap, ia melihat Daren tersenyum padanya.Pedang yang tadi disentuh oleh Daren sudah jauh dari dirinya. Ia tidak mendengar suara benda itu jatuh atau tersingkir. Daren tiba-tiba saja terjatuh dan menabrak tubuh Elisa. Terkejut, Elisa langsung menangkap tubuh pria tersebut yang begitu berat. Namun, karena keterbatasan kekuatannya, Elisa tidak bisa menahannya dan akhirnya ikut terjatuh bersama Daren yang telah menutup matanya."Hei, jangan bermain-main!" bisik Elisa dengan suara bergetar di telinga Daren.Namun, pria itu tetap tak bergerak, semakin melemah. Elisa mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Daren, tetapi ia tetap tidak bereaksi. Bahkan semakin melemah."Apa kau
Teriakan dari para pejuang bergema di lapangan. Mereka terkejut dengan apa yang terjadi. Alpha mereka terluka.Sementara itu, Elisa semakin menarik pedangnya untuk membuat luka semakin dalam. Berbeda dengan Elisa, Daren tetap tenang. Ia bahkan tampak menikmati gesekan pedang tersebut. Ia tidak memperdulikan darah yang mengalir dari lehernya."El! Berhenti! Kau akan membuat Daren kehabisan darah!" teriak Kiana yang telah memperhatikan pertarungan mereka berdua.Namun, Elisa tidak menghiraukannya. Tanpa sadar, tubuhnya terhuyung ke samping. Kiana mendorong gadis itu dengan kekuatan serigalanya. Ia tidak menyadari tindakannya.Ketika menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berlari mendekati Elisa untuk membantu gadis itu berdiri. Ia juga meminta maaf pada Elisa."El, apa yang terjadi padamu?" tanya Kiana ketika berada di depan gadis itu."Kia, kembalilah ke tempatmu. Aku akan menyelesaikan urusan dengan pria gila itu!" ejek Elisa sambil tetap menatap pria di hadapannya yang meremehkann
Daren sangat marah. Elisa belum ditemukan selama lebih dari satu jam. Ia telah menebas beberapa kepala prajurit yang gagal menjalankan tugasnya, termasuk dua pengawal yang telah diperintahkannya satu atau dua hari yang lalu. Tanpa ragu, ia mengayunkan pedang yang masih berlumuran darah prajurit tak bersalah. Para pejuang yang berkumpul di sana merasa cemas melihat teman-teman seperjuangan mereka mati sia-sia. Mereka merasa seperti menunggu kematian yang menjemput mereka, semakin dekat dan dekat."Mengapa kalian membiarkannya pergi begitu saja? Aku sudah mengatakan agar tidak meninggalkan luna kalian sendiri, bukan!" teriak Daren sambil mengayunkan pedang ke arah pejuang lain yang menunggu giliran. Suara pedang menyambar, dua kepala terlepas dan darah mengalir dari sayatan di leher mereka seperti air yang deras.Daren menghentikan gerakan pedangnya setengah ayunan. Ia merasakan aroma yang dikenalnya dengan baik. Aroma vanilla dan kayu manis yang memikatnya. Daren menoleh ke arah sumber
Greg sibuk bermain dengan para rogue yang semakin banyak menyerangnya, tetapi bukannya takut, ia malah menyeringai dengan senang hati. Meskipun begitu, ia bingung dari mana datangnya mereka semua. Sepertinya mereka tidak pernah habis. Mati satu, muncul lagi yang lain. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan bekas cakaran dari para rogue, tetapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk membunuh mereka. Meskipun sudah dua hari bertempur, ia tetap tidak kelelahan. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Daren bahkan bisa bertempur selama seminggu hanya untuk mempertahankan wilayahnya.Tiba-tiba, suara sang beta mengganggu Greg. Seketika itu, dia tidak bisa berkonsentrasi. Beberapa rogue bahkan sempat melukainya. Greg mundur sedikit dan menggeram marah pada mereka. Main-mainnya telah hilang. Kali ini, dia akan menyelesaikan semuanya dalam sekejap. Dia bahkan mengaum keras sehingga terdengar oleh seluruh kaum werewolf yang ada di sana. Tanpa menunggu lagi, dia menerjang rogue-rogue di sana.Dia mencakar d