"Aku Alpha Daren Gregson dari Lotus pack akan-.""Stop!" teriak ratu. Dirinya melepaskan pelukan raja dan tanpa basa-basi menarik pedang yang berada di pinggang suaminya, menempelkannya pada lehernya sendiri. Matanya menatap sang putra tajam."Ibu!" teriak Kiana melihat ratu yang begitu menakutkan. Gadis itu berlari mendekati sang ratu."Jangan ada yang mendekat!" Teriakan ratu membuat Kiana berhenti saat itu juga. Kepalanya menggeleng pelan, berharap ibunya tak melakukan hal aneh."Ibu, Kiana mohon jangan lakukan itu," pinta Kiana mulai terisak. Namun, ibunya tak menghiraukan Kiana. Bahkan kini, pedang itu semakin mendekat ke lehernya."Jika kau mengeluarkan kata itu, maka ibu akan memutuskan leher ini sekarang juga!" ancam ratu, membuat raja bergidik.Tidak hanya itu, putrinya juga merasa takut. Meskipun ia tahu ratu hanya mengancam, tapi tetap saja dirinya takut jika ibunya berbuat nekat."Daren, jika leher ibumu sedikit saja tergores, ayah akan membunuhmu!" geram raja pada putrany
"Lepaskan Ren!" teriak Valeri. Dia mengayunkan tangannya yang ditarik oleh pria yang menjadi kekasihnya sekaligus sang Alpha. Cekalan pria itu terlepas, tapi hanya sebentar saja. Ketika tangan itu terlepas, dengan cepat dirinya dibawa ke pelukan Daren. Pria itu berusaha menenangkan Valeri dalam pelukannya. Dia tidak ingin kekasihnya mengamuk di istana, karena bisa merusak barang-barang di sana. Terlebih lagi, Valeri adalah serigala yang kuat. Oleh karena itu, ia memilih gadis tersebut menjadi kekasihnya, berharap bisa menjadi luna pack ini kelak."Dengarkan aku, Val," ucap Daren masih berusaha menenangkan wanita itu.Plak. Sebuah tamparan mengenai wajah sang wanita. Valeri terdiam sambil menatap Daren, terkejut karena kekasihnya baru saja menamparnya."Maafkan aku, jika tidak begitu, kau tak akan tenang," ucap Daren menyesal. Dia tidak pernah memukul Valeri sedikit pun sebelumnya, bahkan ini adalah yang pertama kalinya. Dan itulah mengapa ia sangat menyesal. Valeri pasti akan sangat m
"Bukankah ini," ucap Elisa terputus. Dia tak menyangka jika bunga berwarna biru kehitaman itu ada di pack Daren. Setau dirinya, bunga itu hanya ada di dunia sihir dan tidak bisa tumbuh di tempat lain. Namun, hari ini dia melihat dengan matanya sendiri jika bunga itu bisa hidup dan tumbuh subur.Sementara itu, mereka sedang berada di dunia werewolf. Tidak mungkin bunga itu begitu saja tumbuh tanpa campur tangan sihir. Namun, Elisa tidak melihat ada sihir di sekitar bunga berdaun tunggal tersebut. Lalu, dari mana tanaman itu tumbuh?Dia harus menemukan jawabannya nanti. Sekarang, dirinya ingin menyentuh bunga tersebut. Sedikit lagi tangannya mengenai bunga itu, tapi tak bisa. Tiba-tiba saja Kiana menarik tangannya sedikit kasar."Maaf. Itu tidak boleh disentuh, Li. Kau hanya akan membuat tanaman itu mati," ujarnya."Kenapa?" tanya Elisa."Tanaman itu tidak bisa disentuh oleh makhluk lain. Hanya penyihir saja yang bisa menyentuhnya. Jika selain itu, maka bunga itu akan layu dan khasiatny
Seseorang masuk dengan tergesa-gesa bersama dua orang yang lain. Mereka bertiga bertingkah sombong, mengangkat dagu mereka tinggi-tinggi seakan menjadi penguasa pack."Apa yang kau lakukan di sini!" teriak salah satu dari mereka."Ada apa? Kau tak lihat kami sedang membuat ramuan untuk raja dan ratu," kesal Kiana.Kiana begitu kesal melihat wajah Valeri yang angkuh. Tatapan tak bersahabat pun diberikannya. Sedangkan Elisa mengambil beberapa botol untuk meletakkan ramuan yang sudah jadi. Dia mengisi botol-botol tersebut dengan penuh dan menyimpan beberapa botol di tas miliknya.Baru saja ingin mengisi kembali botol yang kosong, tangannya terhempas begitu saja. Wadah berisi ramuan yang berwarna merah itu tumpah seketika. Tidak hanya itu, botol-botol yang berada di tangan Elisa pun pecah karena jatuh ke lantai."Apa yang kau lakukan!" teriak Kiana sambil menggenggam tangan Valeri.Dia menarik paksa Valeri untuk keluar, namun Valeri tidak ingin. Malah gadis itu kembali berjalan menuju Eli
Pintu ruangan terbuka paksa kembali. Seorang pria dengan kedudukan tinggi datang menghampiri beberapa orang yang sedang berkumpul. Dia datang dengan tergesa-gesa, dadanya terasa sesak. Wajahnya terlihat sedikit khawatir, meskipun tidak tahu apa yang membuatnya khawatir. Yang ia rasakan hanyalah rasa khawatir dan sedikit kesakitan saat ini, meskipun hanya sebentar."Apa yang terjadi di sini?" tanya Daren sambil menyentuh dadanya yang masih terasa perih. Dia berjalan mendekati adiknya dan beberapa tabib di sana. Semakin mendekat, rasa sakit semakin terasa. Saat itu juga, dia melihat seorang gadis lemah di sana, menatapnya dengan tatapan penuh kesakitan. Tubuhnya bergetar hebat, air mata sudah membasahi wajahnya. Salah satu tangannya berada di dalam sebuah ember berisi air yang mendidih."Apa yang kau lakukan!" Refleks Daren teriak ketika melihat air tersebut semakin mendidih. Sontak saja, dia bergerak cepat mendekati Elisa, menyentuh dan menarik tangan gadis itu keluar dari air dengan c
Elisa berjalan di sebuah taman, tempat yang tak pernah berubah sejak terakhir kali ia berada di sana. Bahkan tanaman yang ada masih tetap berada di sana. Bayangan dua pasangan yang sedang bercengkrama terlintas di salah satu bangku. Sang wanita duduk di bangku panjang dengan seorang pria yang tidur dipangkuannya. Namun, tiba-tiba saja kedua insan itu menghilang dari pandangannya. Elisa tersenyum kecut ketika mengingat semua kenangan indah di taman tersebut.Elisa menghirup udara di sore hari itu. Masih sama terasa begitu menyegarkan. Angin kecil meniup-niup rambutnya hingga bergerak tak beraturan. Tangannya menyentuh bangku panjang dan merasakan tekstur bangku yang tak pernah berubah itu. Sepertinya taman ini dirawat dengan baik oleh mereka."Akhhh," ringis Elisa ketika tak sengaja tangannya yang terluka menyentuh bangku itu."Berhati-hatilah."Kalimat itu tiba-tiba datang dari arah belakang Elisa. Ia menoleh ke arah sumber suara. Keningnya mengerut ketika melihat siapa yang datang.S
"El!" teriak Kiana. Gadis itu berjalan cepat menuju ke arah Elisa. Raut wajahnya terlihat begitu khawatir. Sejak tadi dia sudah mencari keberadaan Elisa. Dirinya benar-benar khawatir pada gadis itu. Dan sekarang, bisa-bisanya Elisa dengan santai berdiri di dekat bangku taman dengan luka yang terbuka seperti itu. Apa dia tidak takut jika lukanya kembali menyebar?Sementara itu, tanpa sadar, Elisa menyimpan botol ramuan di tangannya ke dalam tas kecil yang selalu dibawanya kemanapun. Meskipun sebenarnya ia begitu penasaran dengan pria itu, tapi ia tidak ingin ketahuan oleh Kiana. Suatu saat ia pasti akan bertemu dengan pria bernama itu lagi. Ia akan pastikan itu. Ia belum bisa memberitahukan pada Kiana, apalagi bercerita tentang pria tadi. Jika Kiana tahu, kemungkinan keselamatan pria yang bernama X tersebut bisa saja celaka. Meskipun ia belum tahu siapa X sebenarnya, tapi ia merasa begitu dekat dengan pria itu."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kiana lagi setelah sampai di hadapan
Luka itu kembali menyebar, dan Elisa yang tak tahan lagi mengeluarkan rintihannya. Meskipun begitu, ia tetap tidak ingin ada orang lain yang tahu. Dengan kuat, ia menahan rintihan tersebut sambil menutup mulutnya agar suaranya tidak terdengar. Akhirnya, luka tersebut tidak terasa terlalu sakit lagi.Elisa mengeluarkan botol yang sempat disembunyikannya dari Kiana. Ia membukanya dengan hati-hati, dan saat itu juga aroma ramuan itu menyebar di seluruh ruangan. Aroma bunga yang begitu menenangkan bagi yang menciumnya.Tanpa ragu, Elisa menuangkan sedikit ramuan ke area terluka dengan tangannya yang cepat. Kemudian, ia menutup dan menyimpan ramuan tersebut ke dalam tas kecilnya. Sesaat tidak terjadi apa-apa, dan Elisa mengerutkan kening sambil menatap luka tersebut. Rasa perih masih dirasakannya saat ini."Iluh, sepertinya aku telah dibodohi pria itu. Aku rasa ramuan itu hanyalah air yang beraroma wangi saja," ujar Elisa sambil menghembuskan napasnya. Ia membaringkan tubuhnya yang lelah d
Tentu, berikut paragraf yang lebih rapi:Aroma khas ikan bakar memenuhi udara, membuat perut keduanya bergemuruh lapar. Mereka sama-sama tak sabar untuk mencicipi hidangan itu.Elisa duduk di dekat perapian, matanya terus terpaku pada ikan yang tengah dipanggang. Air liur tak henti mengalir, dan matanya tak berkedip sejenak pun. Api- api perapian memanggilnya, mengeluarkan aroma khas ikan yang membuatnya semakin lapar.Melihat bahwa ikan-ikan tersebut telah matang, Daren segera mengambil satu dan menusukkannya dengan sebatang ranting pohon. "Silakan, cicipi," kata Daren saat menawarkan ikan tersebut kepada Elisa. Daren tahu Elisa tak bisa melepaskan pandangannya dari ikan yang telah matang. Aromanya yang menggoda membuatnya terus merasa haus.Setelah menawarkan ikan, Daren kembali ke tempat semula. Waktu sudah menjelang senja, dan udara menjadi semakin dingin setelah panas siang tadi. Angin pun semakin kencang, memaksa mereka untuk tetap berdekatan dengan api.Namun, Elisa masih belu
"Wah ini indah sekali!" Elisa terlihat kagum dengan apa yang ada di depannya. Hingga dirinya tak tahu telah mendorong Daren sehingga pria itu menjauh darinya. Detik kemudian ia tersadar. Dirinya mulai melototkan matanya. Tersadar dengan apa yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, ia juga memutarkan tubuhnya perlahan menghadap Daren. Pria itu menatapnya tak percaya. Matanya begitu tajam melihat gadis tersebut. Elisa hanya bisa cengengesan karena hal tersebut. Dia sebenarnya bingung dengan sikap pria itu. Apakah marah atau tidak?Sementara itu, Daren yang telah kembali pada tubuhnya kesal dengan Greg. Bisa-bisanya ingin berganti shift tanpa berbicara dengannya. Ia rasa wolfnya sedang marah saat ini."Kau marah?" tanya Elisa dengan polosnya. Daren terus menatap gadis itu. Dia sedikit bingung pada Elisa. Menurutnya gadis itu plin plan. Terkadang bersikap baik seolah-olah tak terjadi apa-apa. Terkadang bersikap layaknya seorang musuh. Saat memikirkannya, sebuah ide pun muncul dari pikiran D
Seorang pria sedang berdiri diam sejak tadi tanpa ada pergerakan. Gelar alpha terkuat yang melekat padanya tidak mempengaruhi keadaannya. Pria itu terus menatap gadis yang sedang tersenyum pada pria lain. Tatapannya begitu menakutkan, bahkan beberapa warrior di sekitarnya merasa ketakutan karena aura yang dikeluarkannya. Daren melangkah mendekati gadis itu, tidak tahan dengan adegan yang menurutnya sangat tidak menyenangkan. Ia melangkah tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah sampai, ia dengan kasar menangkap leher rogue yang sedang terikat. Elisa yang berada di samping terkejut dan terhuyung beberapa langkah. "Apa yang kau lakukan!" teriak Elisa saat menyadari apa yang dilakukan oleh Daren. Pria itu dengan kasar mencekik rogue yang tidak bisa bergerak. Daren menahan pria itu dengan tangan di lehernya sambil mengangkatnya dari tanah. Wajah rogue itu sudah pucat, tanpa ada darah yang mengalir. Matanya melotot seolah-olah ingin keluar dari lubangnya. El
Semua orang telah berkumpul di lapangan, termasuk Elisa dan anggota kerajaan. Mereka semua menantikan acara pengumuman kontes yang telah berlangsung selama satu minggu. Kinan juga sangat antusias pada acara ini. Semua peserta berkumpul dengan antusias untuk mengetahui siapa pemenangnya, termasuk Elisa dan Kiana yang berharap bisa menjadi yang terbaik.Elisa merasa bahwa hadiah yang dia dapatkan tidaklah penting. Yang dia inginkan adalah diakui kemampuannya oleh semua orang. Dia ingin mendapatkan penghormatan dan rasa takjub dari mereka. Meskipun dia telah menjadi Luna, tetapi masih ada rakyatnya yang belum sepenuhnya menerima keberadaannya sebagai pasangan pemimpin mereka."Hai, aku yakin kita akan menang, El," ujar Kiana mendekati Elisa dengan kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Kebahagiaan itu menular pada Elisa dan membuatnya tersenyum bahagia. Mereka berdua yakin bahwa mereka akan menjadi pemenang. Tidak banyak rogue yang bertahan sampai akhir kontes, hanya beberapa yang berha
Warna air yang semula bening berubah menjadi sedikit kemerahan akibat darah yang menempel pada kain itu. Seorang gadis terlihat sangat telaten dalam membersihkan lukanya. Terkadang, raut wajahnya tampak lebih garang dari biasanya, dan mulutnya komat-kamit seperti seorang dukun yang sedang membaca mantra. Sesekali, tangannya menyeka kulit pria itu dengan kasar."Pria sialan! Seharusnya kau mati, bukan tertidur. Hanya membuatku terbebani saja," ujar Elisa sambil memasukkan kain ke dalam air yang telah tercampur dengan darah Daren.Sudah tiga puluh menit Elisa berada di ruangan itu, hanya mereka berdua. Tak ada yang menemaninya untuk berbincang, yang membuatnya merasa bosan.Elisa mengambil kain lain untuk menyeka sisa-sisa air yang menempel di tubuh pria itu. Tangannya dengan kasar mengelap di daerah bahu."Ivy, kenapa kau histeris begitu? Ya ampun!" ujar Elisa, merasakan sakit kepala."Kau sangat tidak peka, El! Kau tidak melihat itu? Ya ampun, begitu seksi. Aku ingin menyentuhnya, El!
2 / 2Elisa masih menutup matanya, berpikir sejenak. Apa yang sedang terjadi? Mengapa ia tidak merasakan apa-apa? Apakah ia sudah mati? Setelah menghitung dalam hati, ia membuka matanya perlahan-lahan. Namun, alih-alih menemui keadaan yang diharapkan, ia merasakan kecupan di dahinya yang membuatnya terkejut. Ketika ia menatap, ia melihat Daren tersenyum padanya.Pedang yang tadi disentuh oleh Daren sudah jauh dari dirinya. Ia tidak mendengar suara benda itu jatuh atau tersingkir. Daren tiba-tiba saja terjatuh dan menabrak tubuh Elisa. Terkejut, Elisa langsung menangkap tubuh pria tersebut yang begitu berat. Namun, karena keterbatasan kekuatannya, Elisa tidak bisa menahannya dan akhirnya ikut terjatuh bersama Daren yang telah menutup matanya."Hei, jangan bermain-main!" bisik Elisa dengan suara bergetar di telinga Daren.Namun, pria itu tetap tak bergerak, semakin melemah. Elisa mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Daren, tetapi ia tetap tidak bereaksi. Bahkan semakin melemah."Apa kau
Teriakan dari para pejuang bergema di lapangan. Mereka terkejut dengan apa yang terjadi. Alpha mereka terluka.Sementara itu, Elisa semakin menarik pedangnya untuk membuat luka semakin dalam. Berbeda dengan Elisa, Daren tetap tenang. Ia bahkan tampak menikmati gesekan pedang tersebut. Ia tidak memperdulikan darah yang mengalir dari lehernya."El! Berhenti! Kau akan membuat Daren kehabisan darah!" teriak Kiana yang telah memperhatikan pertarungan mereka berdua.Namun, Elisa tidak menghiraukannya. Tanpa sadar, tubuhnya terhuyung ke samping. Kiana mendorong gadis itu dengan kekuatan serigalanya. Ia tidak menyadari tindakannya.Ketika menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berlari mendekati Elisa untuk membantu gadis itu berdiri. Ia juga meminta maaf pada Elisa."El, apa yang terjadi padamu?" tanya Kiana ketika berada di depan gadis itu."Kia, kembalilah ke tempatmu. Aku akan menyelesaikan urusan dengan pria gila itu!" ejek Elisa sambil tetap menatap pria di hadapannya yang meremehkann
Daren sangat marah. Elisa belum ditemukan selama lebih dari satu jam. Ia telah menebas beberapa kepala prajurit yang gagal menjalankan tugasnya, termasuk dua pengawal yang telah diperintahkannya satu atau dua hari yang lalu. Tanpa ragu, ia mengayunkan pedang yang masih berlumuran darah prajurit tak bersalah. Para pejuang yang berkumpul di sana merasa cemas melihat teman-teman seperjuangan mereka mati sia-sia. Mereka merasa seperti menunggu kematian yang menjemput mereka, semakin dekat dan dekat."Mengapa kalian membiarkannya pergi begitu saja? Aku sudah mengatakan agar tidak meninggalkan luna kalian sendiri, bukan!" teriak Daren sambil mengayunkan pedang ke arah pejuang lain yang menunggu giliran. Suara pedang menyambar, dua kepala terlepas dan darah mengalir dari sayatan di leher mereka seperti air yang deras.Daren menghentikan gerakan pedangnya setengah ayunan. Ia merasakan aroma yang dikenalnya dengan baik. Aroma vanilla dan kayu manis yang memikatnya. Daren menoleh ke arah sumber
Greg sibuk bermain dengan para rogue yang semakin banyak menyerangnya, tetapi bukannya takut, ia malah menyeringai dengan senang hati. Meskipun begitu, ia bingung dari mana datangnya mereka semua. Sepertinya mereka tidak pernah habis. Mati satu, muncul lagi yang lain. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan bekas cakaran dari para rogue, tetapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk membunuh mereka. Meskipun sudah dua hari bertempur, ia tetap tidak kelelahan. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Daren bahkan bisa bertempur selama seminggu hanya untuk mempertahankan wilayahnya.Tiba-tiba, suara sang beta mengganggu Greg. Seketika itu, dia tidak bisa berkonsentrasi. Beberapa rogue bahkan sempat melukainya. Greg mundur sedikit dan menggeram marah pada mereka. Main-mainnya telah hilang. Kali ini, dia akan menyelesaikan semuanya dalam sekejap. Dia bahkan mengaum keras sehingga terdengar oleh seluruh kaum werewolf yang ada di sana. Tanpa menunggu lagi, dia menerjang rogue-rogue di sana.Dia mencakar d