Luka itu kembali menyebar, dan Elisa yang tak tahan lagi mengeluarkan rintihannya. Meskipun begitu, ia tetap tidak ingin ada orang lain yang tahu. Dengan kuat, ia menahan rintihan tersebut sambil menutup mulutnya agar suaranya tidak terdengar. Akhirnya, luka tersebut tidak terasa terlalu sakit lagi.Elisa mengeluarkan botol yang sempat disembunyikannya dari Kiana. Ia membukanya dengan hati-hati, dan saat itu juga aroma ramuan itu menyebar di seluruh ruangan. Aroma bunga yang begitu menenangkan bagi yang menciumnya.Tanpa ragu, Elisa menuangkan sedikit ramuan ke area terluka dengan tangannya yang cepat. Kemudian, ia menutup dan menyimpan ramuan tersebut ke dalam tas kecilnya. Sesaat tidak terjadi apa-apa, dan Elisa mengerutkan kening sambil menatap luka tersebut. Rasa perih masih dirasakannya saat ini."Iluh, sepertinya aku telah dibodohi pria itu. Aku rasa ramuan itu hanyalah air yang beraroma wangi saja," ujar Elisa sambil menghembuskan napasnya. Ia membaringkan tubuhnya yang lelah d
Daren telah menyesal melangkah ke dalam ruangan itu. Ia tidak mengerti mengapa kakinya bisa ke sana saat itu juga. Padahal, gelisah sekali hatinya tak menginginkannya. "Kau baik-baik saja?" tanya wanita yang selalu setia bersamanya sampai detik ini. Daren tersenyum memandang kekasihnya, melihat mata wanita di hadapannya yang sedang khawatir. Entah bagaimana ia bisa begitu mencintai Valeri, wanita yang selalu bersamanya. Ia mengingat dengan jelas bagaimana wanita itu selalu mengejarnya dulu. Jika orang lain menjauhinya, tidak dengan wanita di hadapannya sekarang. Valeri malah semakin mengejarnya. Hingga pada akhirnya, ia pun jatuh cinta pada wanita bertubuh seksi ini."Ya, aku baik-baik saja," ujar Daren sambil menyentuh pipi Valeri. Ia tak tega melihat wajah kekasihnya yang sedang menatapnya juga. Wanita itu terlihat begitu cantik. Apalagi tubuhnya semakin hari semakin membuatnya bergairah. "Kau menggairahkan, Val," bisik Daren di telinganya.Valeri tersenyum dan memeluk leher Daren.
Seluruh orang di pack terkejut ketika Daren datang dengan luka yang mengalir di tangannya. Semua yang ada di sana merasa khawatir melihat langkah Daren yang sedikit terhuyung. Termasuk Kiana, saudara perempuannya, yang juga khawatir.Daren segera berlari menuju Daren, membantu pria yang masih berwujud serigala tersebut memasuki ruangannya. Tak lupa juga memanggil Elisa untuk membantunya dan memerintahkan tabib untuk mempersiapkan bahan-bahan membuat obat untuk kakaknya.Tanpa tahu tujuan dari Elisa, Daren pun mengikuti kemauan gadis itu. Tiba-tiba saja pintu tertutup rapat saat dirinya sudah berada di dalam kamar sang penguasa Lotus pack. Daren terkejut dengan kelakuan gadis tersebut. Ia berlari menuju pintu tersebut dan berusaha membukanya dengan tenaganya."Apa kau akan membiarkanku mati kehabisan darah?" kesal Daren yang telah berubah menjadi manusia.Elisa menatap Daren dengan tatapan tak suka. Namun, detik kemudian ia juga melihat ke arah yang lain. Tidak ingin menatap ke arah Al
Suara pintu terbuka membuat dua orang yang berada di dalam ruangan tersebut terkejut. Mereka bahkan mengelus dada masing-masing saking kagetnya. Sedangkan orang yang membuka pintu tersebut, dengan penuh amarah mendorong benda yang tak dianggap ringan itu. Matanya terlihat melotot ketika menemukan dua orang berjenis kelamin sedang berada di atas tempat tidur. Mereka berdua seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Dengan napas yang terengah-engah, dirinya mendekat ke arah keduanya."Apa yang kau lakukan pada kekasihku?" teriak Valeri seterusnya. Dia menatap geram gadis centil tersebut. Apalagi posisi keduanya yang begitu menyakitkan untuk dilihat.Tubuh Daren tertindih oleh tubuh Elisa. Tangan gadis itu pun berada tepat di dada bidang Daren, membuat Valeri semakin marah, hingga wajahnya berubah menjadi merah seketika."Val, aku bisa jelaskan," ucap Daren yang tiba-tiba saja berhenti ketika kekasihnya melakukan sesuatu.Plak! Sebuah tamparan tepat mengenai wajah gadis tersebut. Dia
Pergilah ke hutan di sebelah selatan dari pack Hi. Kita akan bertemu di sana sore hari. Aku akan menunggumu saat matahari terbenam," suara itu terdengar di pendengaran Elisa, entah dari mana asalnya. Namun, ia bisa menebak suara itu adalah seorang pria yang baru saja memberikannya selimut hangat ini. Elisa tersenyum ketika merasakan kehangatan di tubuhnya.Aroma maskulin pun menguar begitu saja di penciumannya saat ia mengeratkan selimut tersebut. Ia melihat ke sekitar untuk mencari pria itu, mungkin saja masih berada di sekitar tempatnya berada. Namun, sepertinya tidak ada, bayangannya pun sudah hilang bersama kegelapan malam ini.Angin malam tiba-tiba saja menyapu anak rambut di keningnya, membuat rambutnya bergerak bebas. Elisa harus membenarkan rambutnya agar tidak mengenai matanya.Elisa kembali berjalan mendekati bangku, ia harus segera duduk karena kepalanya mulai berdenyut nyeri akibat terlalu lama berdiri. Tiba-tiba saja seseorang berada di hadapannya, bahkan anginnya saja ia
Pemandangan di depannya begitu menakjubkan. Suasana mencekam membuatnya merinding seketika. Meskipun ia berdiri di perbatasan hutan itu, tetap saja suasana mencekam. Ia berpikir kembali ketika melihat ke dalam hutan yang berwarna hitam itu. Ia yakin isi di dalamnya begitu banyak hewan buas, termasuk para Rogue.Hutan hitam terkenal menjadi tempat tinggal bagi para Rogue. Banyak serigala tanpa wilayah berkumpul di sana. Hutan tersebut juga menjadi pembatas antara wilayah Lotus pack dan wilayah lain. Meskipun begitu, hutan hitam tetap masuk ke dalam wilayah Alpha Daren.Elisa ingin kembali masuk ke dalam Lotus pack, tapi ia berpikir lagi. Jika kembali, takut pria bernama X tersebut menunggunya. Namun, untuk menunggu di sekitar hutan hitam membuatnya takut, apalagi sebentar lagi matahari akan terbenam."Hutan ini menyeramkan sekali," ucap Elisa ketika melihat ke dalam sana. Ia menggeleng pelan saat mendengar suara burung hantu yang mulai saling bersahutan. Ia menoleh ke sana kemari untuk
"Apa yang kau lakukan?" teriak salah satu burung."Tidak ada, hanya saja aku ingin mendengar kalian berdua menjelekkan diriku lagi," ujar Elisa sambil tersenyum.Ia membuat kedua burung itu tak bisa bergerak. Sampai akhirnya mereka berdua hanya bisa diam memperhatikan gadis itu."Apa kau seorang penyihir?" tanya salah satu burung yang masih bertengger di ranting tersebut."Apa maksudnya?" tanya burung yang satunya."Entahlah," jawab salah satunya.Elisa hanya tersenyum. Dia tahu jika salah satu dari mereka menyadari kekuatannya. Namun, dia tak perlu takut, dirinya tahu mereka tak akan memberitahukan pada orang lain. Apalagi mereka hanyalah hewan yang bisa terbang dan tidak bisa berinteraksi dengan manusia."Aku ingin tahu apa yang Valeri ingin lakukan padaku, bisakah kalian menceritakannya?" tanya Elisa."Bisa, tapi ada syaratnya," ujar salah satu burung tersebut."Apa syaratnya?" tanya Elisa."Kau harus mengambil buah di sana, di atas tebing itu, kami ingin memakannya," ucap burung i
"Apa benar hanya itu informasi yang kalian tahu?" tanya Elisa sambil terus menatap kedua burung yang masih memakan buah."Apa ada yang lain, Fel?" tanya sang jantan."Emmm, sepertinya kau lupa memberitahu sesuatu, Jef," jawab sang betina."Apa yang kalian bicarakan? Cepat beritahu aku, atau aku akan buang makanan ini ke sungai," ancam Elisa sambil menarik makanan tersebut, membuat kedua burung itu terbang melayang-layang di sekitar Elisa."Valeri sudah membunuh pasangannya lalu di sini," ucap Fel, sang betina."Ah, benar, dan setelah membunuhmu, ia akan mengangkat diri menjadi seorang Luna. Air yang kau minum beberapa hari ini adalah hasil daripada ulah Valeri. Ada beberapa omega yang bekerja sama dengannya," jawab Jef, sang jantan.Elisa mengepalkan kedua telapak tangannya hingga buah di tangan tersebut hancur berkeping-keping. Ia begitu emosi setelah mendengarnya. Pantas saja dirinya merasa lemah beberapa hari ini. Ia harus mencari siapa omega yang melakukan hal itu. Akan ia buat me
Tentu, berikut paragraf yang lebih rapi:Aroma khas ikan bakar memenuhi udara, membuat perut keduanya bergemuruh lapar. Mereka sama-sama tak sabar untuk mencicipi hidangan itu.Elisa duduk di dekat perapian, matanya terus terpaku pada ikan yang tengah dipanggang. Air liur tak henti mengalir, dan matanya tak berkedip sejenak pun. Api- api perapian memanggilnya, mengeluarkan aroma khas ikan yang membuatnya semakin lapar.Melihat bahwa ikan-ikan tersebut telah matang, Daren segera mengambil satu dan menusukkannya dengan sebatang ranting pohon. "Silakan, cicipi," kata Daren saat menawarkan ikan tersebut kepada Elisa. Daren tahu Elisa tak bisa melepaskan pandangannya dari ikan yang telah matang. Aromanya yang menggoda membuatnya terus merasa haus.Setelah menawarkan ikan, Daren kembali ke tempat semula. Waktu sudah menjelang senja, dan udara menjadi semakin dingin setelah panas siang tadi. Angin pun semakin kencang, memaksa mereka untuk tetap berdekatan dengan api.Namun, Elisa masih belu
"Wah ini indah sekali!" Elisa terlihat kagum dengan apa yang ada di depannya. Hingga dirinya tak tahu telah mendorong Daren sehingga pria itu menjauh darinya. Detik kemudian ia tersadar. Dirinya mulai melototkan matanya. Tersadar dengan apa yang telah dilakukan. Tidak hanya itu, ia juga memutarkan tubuhnya perlahan menghadap Daren. Pria itu menatapnya tak percaya. Matanya begitu tajam melihat gadis tersebut. Elisa hanya bisa cengengesan karena hal tersebut. Dia sebenarnya bingung dengan sikap pria itu. Apakah marah atau tidak?Sementara itu, Daren yang telah kembali pada tubuhnya kesal dengan Greg. Bisa-bisanya ingin berganti shift tanpa berbicara dengannya. Ia rasa wolfnya sedang marah saat ini."Kau marah?" tanya Elisa dengan polosnya. Daren terus menatap gadis itu. Dia sedikit bingung pada Elisa. Menurutnya gadis itu plin plan. Terkadang bersikap baik seolah-olah tak terjadi apa-apa. Terkadang bersikap layaknya seorang musuh. Saat memikirkannya, sebuah ide pun muncul dari pikiran D
Seorang pria sedang berdiri diam sejak tadi tanpa ada pergerakan. Gelar alpha terkuat yang melekat padanya tidak mempengaruhi keadaannya. Pria itu terus menatap gadis yang sedang tersenyum pada pria lain. Tatapannya begitu menakutkan, bahkan beberapa warrior di sekitarnya merasa ketakutan karena aura yang dikeluarkannya. Daren melangkah mendekati gadis itu, tidak tahan dengan adegan yang menurutnya sangat tidak menyenangkan. Ia melangkah tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang di sekitarnya. Ketika sudah sampai, ia dengan kasar menangkap leher rogue yang sedang terikat. Elisa yang berada di samping terkejut dan terhuyung beberapa langkah. "Apa yang kau lakukan!" teriak Elisa saat menyadari apa yang dilakukan oleh Daren. Pria itu dengan kasar mencekik rogue yang tidak bisa bergerak. Daren menahan pria itu dengan tangan di lehernya sambil mengangkatnya dari tanah. Wajah rogue itu sudah pucat, tanpa ada darah yang mengalir. Matanya melotot seolah-olah ingin keluar dari lubangnya. El
Semua orang telah berkumpul di lapangan, termasuk Elisa dan anggota kerajaan. Mereka semua menantikan acara pengumuman kontes yang telah berlangsung selama satu minggu. Kinan juga sangat antusias pada acara ini. Semua peserta berkumpul dengan antusias untuk mengetahui siapa pemenangnya, termasuk Elisa dan Kiana yang berharap bisa menjadi yang terbaik.Elisa merasa bahwa hadiah yang dia dapatkan tidaklah penting. Yang dia inginkan adalah diakui kemampuannya oleh semua orang. Dia ingin mendapatkan penghormatan dan rasa takjub dari mereka. Meskipun dia telah menjadi Luna, tetapi masih ada rakyatnya yang belum sepenuhnya menerima keberadaannya sebagai pasangan pemimpin mereka."Hai, aku yakin kita akan menang, El," ujar Kiana mendekati Elisa dengan kebahagiaan yang terpancar di wajahnya. Kebahagiaan itu menular pada Elisa dan membuatnya tersenyum bahagia. Mereka berdua yakin bahwa mereka akan menjadi pemenang. Tidak banyak rogue yang bertahan sampai akhir kontes, hanya beberapa yang berha
Warna air yang semula bening berubah menjadi sedikit kemerahan akibat darah yang menempel pada kain itu. Seorang gadis terlihat sangat telaten dalam membersihkan lukanya. Terkadang, raut wajahnya tampak lebih garang dari biasanya, dan mulutnya komat-kamit seperti seorang dukun yang sedang membaca mantra. Sesekali, tangannya menyeka kulit pria itu dengan kasar."Pria sialan! Seharusnya kau mati, bukan tertidur. Hanya membuatku terbebani saja," ujar Elisa sambil memasukkan kain ke dalam air yang telah tercampur dengan darah Daren.Sudah tiga puluh menit Elisa berada di ruangan itu, hanya mereka berdua. Tak ada yang menemaninya untuk berbincang, yang membuatnya merasa bosan.Elisa mengambil kain lain untuk menyeka sisa-sisa air yang menempel di tubuh pria itu. Tangannya dengan kasar mengelap di daerah bahu."Ivy, kenapa kau histeris begitu? Ya ampun!" ujar Elisa, merasakan sakit kepala."Kau sangat tidak peka, El! Kau tidak melihat itu? Ya ampun, begitu seksi. Aku ingin menyentuhnya, El!
2 / 2Elisa masih menutup matanya, berpikir sejenak. Apa yang sedang terjadi? Mengapa ia tidak merasakan apa-apa? Apakah ia sudah mati? Setelah menghitung dalam hati, ia membuka matanya perlahan-lahan. Namun, alih-alih menemui keadaan yang diharapkan, ia merasakan kecupan di dahinya yang membuatnya terkejut. Ketika ia menatap, ia melihat Daren tersenyum padanya.Pedang yang tadi disentuh oleh Daren sudah jauh dari dirinya. Ia tidak mendengar suara benda itu jatuh atau tersingkir. Daren tiba-tiba saja terjatuh dan menabrak tubuh Elisa. Terkejut, Elisa langsung menangkap tubuh pria tersebut yang begitu berat. Namun, karena keterbatasan kekuatannya, Elisa tidak bisa menahannya dan akhirnya ikut terjatuh bersama Daren yang telah menutup matanya."Hei, jangan bermain-main!" bisik Elisa dengan suara bergetar di telinga Daren.Namun, pria itu tetap tak bergerak, semakin melemah. Elisa mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Daren, tetapi ia tetap tidak bereaksi. Bahkan semakin melemah."Apa kau
Teriakan dari para pejuang bergema di lapangan. Mereka terkejut dengan apa yang terjadi. Alpha mereka terluka.Sementara itu, Elisa semakin menarik pedangnya untuk membuat luka semakin dalam. Berbeda dengan Elisa, Daren tetap tenang. Ia bahkan tampak menikmati gesekan pedang tersebut. Ia tidak memperdulikan darah yang mengalir dari lehernya."El! Berhenti! Kau akan membuat Daren kehabisan darah!" teriak Kiana yang telah memperhatikan pertarungan mereka berdua.Namun, Elisa tidak menghiraukannya. Tanpa sadar, tubuhnya terhuyung ke samping. Kiana mendorong gadis itu dengan kekuatan serigalanya. Ia tidak menyadari tindakannya.Ketika menyadari apa yang telah dilakukannya, ia berlari mendekati Elisa untuk membantu gadis itu berdiri. Ia juga meminta maaf pada Elisa."El, apa yang terjadi padamu?" tanya Kiana ketika berada di depan gadis itu."Kia, kembalilah ke tempatmu. Aku akan menyelesaikan urusan dengan pria gila itu!" ejek Elisa sambil tetap menatap pria di hadapannya yang meremehkann
Daren sangat marah. Elisa belum ditemukan selama lebih dari satu jam. Ia telah menebas beberapa kepala prajurit yang gagal menjalankan tugasnya, termasuk dua pengawal yang telah diperintahkannya satu atau dua hari yang lalu. Tanpa ragu, ia mengayunkan pedang yang masih berlumuran darah prajurit tak bersalah. Para pejuang yang berkumpul di sana merasa cemas melihat teman-teman seperjuangan mereka mati sia-sia. Mereka merasa seperti menunggu kematian yang menjemput mereka, semakin dekat dan dekat."Mengapa kalian membiarkannya pergi begitu saja? Aku sudah mengatakan agar tidak meninggalkan luna kalian sendiri, bukan!" teriak Daren sambil mengayunkan pedang ke arah pejuang lain yang menunggu giliran. Suara pedang menyambar, dua kepala terlepas dan darah mengalir dari sayatan di leher mereka seperti air yang deras.Daren menghentikan gerakan pedangnya setengah ayunan. Ia merasakan aroma yang dikenalnya dengan baik. Aroma vanilla dan kayu manis yang memikatnya. Daren menoleh ke arah sumber
Greg sibuk bermain dengan para rogue yang semakin banyak menyerangnya, tetapi bukannya takut, ia malah menyeringai dengan senang hati. Meskipun begitu, ia bingung dari mana datangnya mereka semua. Sepertinya mereka tidak pernah habis. Mati satu, muncul lagi yang lain. Tubuhnya sudah dipenuhi dengan bekas cakaran dari para rogue, tetapi itu tidak mengurangi semangatnya untuk membunuh mereka. Meskipun sudah dua hari bertempur, ia tetap tidak kelelahan. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Daren bahkan bisa bertempur selama seminggu hanya untuk mempertahankan wilayahnya.Tiba-tiba, suara sang beta mengganggu Greg. Seketika itu, dia tidak bisa berkonsentrasi. Beberapa rogue bahkan sempat melukainya. Greg mundur sedikit dan menggeram marah pada mereka. Main-mainnya telah hilang. Kali ini, dia akan menyelesaikan semuanya dalam sekejap. Dia bahkan mengaum keras sehingga terdengar oleh seluruh kaum werewolf yang ada di sana. Tanpa menunggu lagi, dia menerjang rogue-rogue di sana.Dia mencakar d