“Mbok, gimana keadaan Irene?” tanya Sandra sedikit ingin tahu keadaan wanita yang pernah menjadi temannya itu.“Gak tau, Bu. Saya liat dulu ya,” jawab Mbok Darmi yang kemudian segera berjalan menuju ke kamar Irene.“Dia beneran sakit apa cuma pura-pura aja sih.” Sandra melihat ke arah kamar Irene.Ada rasa khawatir juga di dalam diri Sandra saat tadi dia melihat Irene mengaduh kesakitan. Sepertinya, wanita yang tadi sempat berseteru dengannya itu benar-benar merasa kesakitan. Sandra pernah merasakan posisi Irene. Saat hamil dan banyak pikiran, maka itu akan membuat perut menjadi kencang dan kram.“Ya udahlah, biar di urus ama Mbok Darmi aja. Aku dah males di sini,” ucap Sandra yang kemudian segera meraih jus jeruk buatan Mbok Darmi.Sandra meminum sebagian jus jeruk yang dulu hampir setiap hari disajikan Mbok Darmi untuknya. Setelah merasa tenggorokannya sudah mulai basah, Sandra meletakkan jus itu kembali ke atas meja dan segera melaksanakan tujuannya datang ke rumah ini.Sandra m
Brang!Pyaar.“Mas!” pekik Sandra.Sandra kaget saat Devan tiba-tiba saja memukul lemari kaca yang digunakan untuk menyimpan perhiasan dan aksesoris miliknya dan Devan. Cermin duduk yang ada di atas lemari itu sampai jatuh dan pecah, namun untungnya kaca lemari itu cukup tebal jadi tidak sampai pecah.“Mas ... apa-apaan kamu ini. Sakit kan jadinya tangannya,” ucap Sandra sambil meraih tangan Devan yang tadi digunakan untuk memukul kaca itu.“Biarin ... biarin aja. Sakit juga gak papa. Masih lebih sakit kalo kehilangan kamu dan Nathan lagi,” jawab Devan sambil menarik tangannya dati genggaman Sandra.Sandra melihat ke arah suaminya. Ada rasa senang di hatinya mendengar dan melihat apa yang dilakukan Devan tadi.Jika saja Devan melakukan hal ini sejak dulu, saat dirinya akan pergi dati rumah ini, pasti kejadian ini tidak akan menjadi serumit ini dan menyakiti mereka berdua.Devan balik menatap istrinya. Dia melihat ada senyum mengembang di bibir Sandra sambil terus melihat ke arahnya.
“Udah buruan! Jelasin apa maksud kamu tadi,” sungut Devan yang sudah mulai emosi kembali.“Sabar dong ah ... baru gini aja udah marah-marah. Gini loh Mas ... jadi maksud aku tuh ....”Tok tok tok.Pintu kamar Devan diketuk seseorang dari luar. Sontak saja ketukan itu membuat Sandra menghentikan ucapannya dan langsung menoleh ke arah pintu.“Ah shit! Siapa sih gangguin aja. Udah cuekin aja.” Devan makin kesal.“Tapi ada orang di depan, Mas,” ucap Sandra sambil menunjuk ke arah pintu.“Udah biarin aja. Kan udah ada Raka juga di depan.”“Kalo sampe ada yang ngetuk pintu, itu bearti perlu banget sama kita. Udah ayo kita keluar dulu,” bantah Sandra yang kemudian segera berdiri dan hendak melangkah ke arah pintu.“Sandra,” panggil Devan sambil meraih tangan Sandra mencegah wanita itu meninggalkannya.Sandra menoleh ke arah Devan, “Bentar aja ya. Yuk keluar barengan,” ajak Sandra.“Tapi aku ....”“Iya, aku ngerti. Aku bakalan jelasin semua abis ini ya. Yuk,” janji Sandra.“Janji ya.
“Trus rumah ini gimana?”Devan ingin tahu apa rencana Sandra atas rumah yang sudah mereka tempati bersama selama ini. Dia tidak akan rela kalau Sandra menyuruhnya untuk memberikan rumah ini pada Irene.Suatu kekonyolan kalau nanti Sandra melakukan hal itu. Devan pasti akan menolak keras.“Rumah ini ... rumah ini mau aku jual aja, Mas. Aku udah masukkan rumah ini ke sebuah agen properti dan mereka akan siap menawarkan rumah ini,” jawab Sandra.“Kamu serius? Kamu beneran udah ke agen properti?” tanya Devan ingin tahu keseriusan Sandra.“Iya ... aku serius, Mas. Bahkan agennya udah ke sini kok tempo hari. Mereka udah survey buat tentukan harga.”“Looh ... kapan itu? Kok aku gak tau sih.” Devan kaget.“Pas lagi gak ada orang di rumah. Waktu itu cuma ada Wati dan Mbok Darmi, aku dah telepon Mbok Darmi dan dia nemenin agen itu keliling rumah. Kamu inget gak waktu aku bilang ke kamu mau ada orang dari kantor aku yang bakalan ke rumah buat ambil pesenan aku ke Mbok Darmi, pesenan makanan
“Halo Ren, ada apa?” sapa Diana saat dia menerima panggilan telepon dari Irene.“Tante ....”Irene menangis mendengar suara Diana. Dia ingin menceritakan apa yang terjadi padanya dengan sangat dramatis.Diana yang mendengar calon menantunya menangi, jadi semakin panik. Dia terus saya memanggil nama Irene yang sepertinya tidak mendengar suaranya karena sibuk menangis.“Ren, kamu kenapa? Kamu kenapa?” panggil Diana yang kini semakin panik.“Tante ... Sandra, Tante. Sandra dateng ke rumah,” ucap Irene pelan sambil terisak.“Apa! Sandra balik ke rumah? Mau apa lagi dia, hah!” Diana emosi.“Dia ngusir Irene, Tante. Dia sok banget tadi dateng ke sini.”“Kurang ajar anak itu. Dia ngapain emangnya tadi?”“Dia marah-marah trus dia bahkan sampe hina-hina Irene, Tan. Sakit hati rasanya Irene, Tan. Bahkan bukan cuma marah-marah aja, tapi ....” Irene sengaja menggantung kalimatnya.“Tapi apa?”“Tante ... huhuhu ... Sandra dorong Irene, Tan. Sekarang Irene harus istirahat total. Kandungan I
“Wati ... gimana sama Sandra? Apa dia beneran mau tinggal di sini?” tanya Irene ingin tahu.Wati meletakkan piring yang sejak tadi ada di pangkuannya ke atas nakas. Kalau sudah seperti ini, Wati sudah hafal kalau Irene pasti akan meminta informasi tentang yang terjadi di rumah ini lewat dia.Irene sangat menantikan apa yang akan diceritakan oleh Wati. Dia berharap, asisten pribadinya itu akan memberikan berita menarik.“Bu Sandra pulang, Bu,” jawab Wati.“Pulang? Kok pulang. Bukannya tadi dia dateng ke sini karena mau balik tinggal di sini ya?” tanya Irene ingin tahu alasan Sandra pergi meninggalkan rumah suaminya.“Saya juga gak tau alasannya kenapa, Bu. Tapi yang pasti, tadi Bu Sandra pulang sambil bawa 2 koper besar. Kayaknya barang-barangnya di bawa deh,” bohong Wati mencoba membuat Irene percaya.“Hah ... dia keluar sambil bawa baran?” Irene semakin tertarik dengan apa yang di kayakan oleh Wati.“Eh tunggu dulu! Emangnya Devan gak nyegak Sandra pergi? Kok bisa Sandra pergi da
“Mas, itu siapa?” tanya Sandra ingin tahu siapa orang yang ada di dalam mobil.“Gak tau. Gak kenal mobilnya,” jawab Devan.Seorang pria keluar dari dalam mobil itu. Usia pria itu tidak lagi muda, sepertinya pria itu berada di usia 40 tahunan.“Selamat siang, Pak Devan. Saya Bram, pengacara Bu Irene,” ucap pria itu memperkenalkan diri.“Pengacara?” Sandra dan Devan saling berpandangan.Devan dan Sandra menjadi sedikit bingung dengan maksud kedatangan seorang pengacara ke rumah mereka. Sejak tadi Devan tidak menghubungi pengacaranya, bahkan dia juga tidak mengenal orang yang ada di hadapannya itu.“Maaf, mau ngapain ya Irene panggil pengacara?” tanya Devan ingin tahu.“Ada sesuatu yang tidak bisa saya jelaskan di sini, Pak. Maaf, apa saya bisa ketemu sama Bu Irene?” tanya Bram sambil melihat ke arah Devan dan Sandra secara bergantian.“Mas,” bisik Sandra sambil melihat ke arah suaminya.“Oh boleh, masuk aja. Mbok, anterin orang ini ke kamarnya Irene,” perintah Devan pada Mbok Darmi
“Ngapain kamu ke sini?” tanya Irene dengan sangat ketus.“Ren, aku pengen tau keadaan kamu,” jawab Bram.“Sekarang udah tau kan keadaan aku. Udah pulang sana, jangan ganggu aku lagi,” pinta Irene mengusir Bram.Bram menghela napasnya panjang. Dia tetap menatap ke arah Irene dengan perasaan bercampur aduk.Irene menatap ke arah Bram dengan tatapan yang tajam. Dia sangat tidak suka dengan sikap Bram yang sama sekali tidak mengindahkan perintahnya untuk pergi meninggalkannya.“Kok masih di sini. Kamu ngerti gak sih tadi aku bilang apa?” sembur Irene.“Ren, kamu kenapa sih ngelakuin ini? Apa kamu gak kasian sama Sandra dan Devan. Mereka ini jadi korban kamu,” protes Bram.“Korban? Korban apa. Justru aku yang jadi korban mereka. Dulu Devan yang pengen aku balik lagi ke dia. Tapi sekarang kenapa pas aku mau Devan balik lagi ke aku, Sandra malah muncul. Harusnya dia gak usah muncul dan balik lagi ke Devan,” gerutu kesal Irene.“Tapi Devan udah ninggalin kamu lama, Ren. Dia udah sadar da
“Brengsek!” Lisa datang ke restoran tempat dia membuat janji dengan Irene. Dia tadinya memang akan bertemu dengan Irene dan beberapa teman mereka lainnya untuk sekedar makan bersama.Tapi mood Lisa rusak, saat dia bertemu dengan Devan dan Sandra tadi. Dia kembali merasa takut, karena sempat menculik Nathan atas perintah Irene tempo hari.“Kamu ini kenapa sih?! Dateng-dateng malah ngamuk. Ada apaan?” tanya salah satu teman Irene lainnya.“Iya, kamu kenapa sih, Lis? Ada masalah apaan?” Irene ikut penasaran.“Kalian tau gak, aku barusan ketemu sama siapa?” ucap Lisa memulai cerita.“Ketemu ama siapa emang?”“Devan. Aku ketemu Devan dan Sandra!” “Hah?! Seriusan? Trus gimana?” Irene ingin tahu kelanjutan cerita Lisa.“Sumpah, aku kaget banget. Ternyata anaknya ngenelin aku. Brengsek! Aku gak aman kalo sampe Nathan beneran ngenalin aku dan Devan nemuin bukti kalo aku beneran yang bawa anak mereka. Aku harus gimana, Ren?” Lisa khawatir akan keselamatannya.Irene terdiam mendengar cer
“Nathan, Nathan kenapa?” tanya Siska yang melihat cucunya menarik-narik tangannya.“Gak mau. Gak mau ke situ.” Nathan menarik tangan eyangnya kuat-kuat.“Ada apa, Bu?” tanya Sandra sambil menoleh ke belakang.“Gak mau. Gak mau ke sana,” ucap Nathan sambil mulai menarik kuat tangan eyangnya dan mulai mundur.“Sayang, ada apa?” Sandra mendekati putranya.“Nathan, sama Papa aja yuk.” Devan segera mengambil alih tangan Nathan dan menggandeng bocah kecilnya itu.Devan mengajak Nathan untuk duduk sebentar di sebuah bangku yang ada di dekat mereka. Dia ingin mengajak putranya itu berbincang untuk mengetahui kenapa putranya tiba-tiba merajuk.Devan menyuruh anggota keluarganya yang lain, pergi lebih dulu menuju ke toko yang akan mereka tuju tadi. Sandra pun segera mengondisikan para anggota keluarganya, agar mereka tidak khawatir tentang Nathan.“Nathan kenapa tadi? Nathan liat sesuatu?” tanya Devan penuh kelembutan.Nathan mengangguk, “Nathan liat Tante Maya. Nathan gak mau ke sana.” N
“Pak, video cctv-nya berhasil diperbaiki.” Raka datang sambil membawa iPad di tangannya.“Mana videonya,” pinta Devan yang ingin melihat sosok wanita yang sudah menculik anaknya kemarin.Raka langsung memberikan iPad yang ada di tangannya itu pada atasannya. Dia ingin atasannya itu juga melihat apa yang sudah ditemukan oleh Bayu setelah memperbaiki kualitas gambar dari CCTV Mall tersebut.Sandra yang juga ingin melihat video rekaman penculikan putranya, segera menggeser posisi duduknya mendekati sang suami. Dia ingin mencari sosok wanita yang berani mengaku sebagai Maya dan membuat seluruh keluarganya panik keseharian.“Mas, kok masih belum terlalu kelihatan ya,” ucap Sandra ketika dia melihat video yang kini sedang diputar suaminya itu.“Iya. Kualitas videonya emang udah bagus. tapi aku juga nggak gitu kenal sama orang itu. Kayaknya dia emang sengaja ngelakuin ini karena penyamarannya benar-benar full. Lihat aja itu mulai dari topi, masker, sampai rambutnya pun kayaknya juga palsu.
Kepala Devan rasanya mau pecah memikirkan siapa orang yang telah membawa putranya kemarin secara diam-diam. Setelah Nathan mengkonfirmasi kalau bukan Maya, asisten istrinya yang membawa dia kemarin, kini Devan semakin bingung dengan sosok wanita yang berani mencari masalah dengan dirinya itu.Devan masih duduk di sofa yang ada di teras belakang rumahnya sambil melihat ke arah putranya yang kini tengah berenang ditemani oleh Wati. Pria kecilnya itu sama sekali tidak menunjukkan gelagat yang aneh, meskipun ada Maya di sekitar sana bersama dengan istrinya.“Tampaknya emang bukan Maya pelakunya, Pak,” ucap Raka yang ikut memberi penilaian pada peristiwa ini.“Iya, kayaknya emang bukan Maya. Terus Maya yang mana ya? Kayaknya aku nggak pernah kenal lagi ada nama Maya lain yang dikenal sama Nathan. Siapa sebenarnya orang ini? Berani bener dia main-main sama aku,” gerutu Devan sambil mencoba memikirkan berbagai kemungkinan tentang orang yang dia curigai.“Apa mungkin orang itu Bu Irene, Pak
Sandra menatap ke arah suaminya. Dia seolah sedang meminta pertimbangan dari suaminya tentang apa yang harus dia lakukan saat ini.Devan meminta Sandra untuk menyiapkan pertemuan antara Maya dengan putra mereka. Sandra pun akhirnya menyuruh Maya untuk tetap menunggu di ruang kerjanya sementara dia akan menemui Nathan di rumah utama bersama dengan suaminya.“Mas, nanti kalau Nathan trauma gimana?” tanya Sandra sambil berjalan keluar dari ruang kerjanya bersama sang suami.“Semoga aja nggak. Ya udah yuk, kita coba dulu biar masalah ini cepat selesai,” jawab Devan penuh harap agar putranya bisa memberikan petunjuk.“Ya udah deh, kalau gitu aku kasih pengertian dulu ke Nathan ya. Nanti kalau aku rasa dia udah siap, Mas Devan suruh Raka bawa Maya ke sini ya.”“Oke, sayang. Kita santai aja dulu ya. Kamu juga jangan terlalu panik, ntar takutnya nyalur ke Nathan,” pesan Devan pada sang istri.“Iya, Mas.”Sandra segera berjalan menuju ke putranya yang saat ini tengah bermain bersama dengan
“Maya, saya mau bicara sama kamu,” ucap Devan yang baru saja masuk bersama dengan Raka.Maya melihat ke arah Sandra lalu ke arah Devan lagi, “Ada apa ya, Pak?” “Mas,” panggil Sandra sambil melihat ke arah suaminya.Devan tidak menjawab panggilan istrinya dan hanya memilih untuk mengangguk saja pada istrinya itu. Dia kemudian menyuruh sang istri untuk berpindah tempat duduk karena dia ingin duduk berhadapan dengan Maya.Devan ingin melihat ekspresi Maya ketika nanti dia mengintrogasi wanita itu. Devan yang kini sudah didampingi oleh Sandra dan Raka, siap untuk mencari tahu kebenaran tentang kejadian kemarin.Maya menoleh ke arah Sandra. Suasana di ruang kerja Sandra kali ini tampak sangat berbeda, karena wajah ketiga orang yang sedang bersamanya kali ini tampak sangat serius. Sepertinya ada sesuatu yang penting yang ingin dibicarakan oleh suami dari atasannya tersebut.“Maaf, ada apa ini ya, Bu?” tanya Maya yang kini sedang bingung.“Maya, saya mau tanya ke kamu. Tapi saya minta ka
“Mas, Maya udah datang,” ucap Sandra sambil menepuk paha suaminya.Devan ikut menoleh ke arah luar. Dia melihat ada sebuah mobil baru saja berhenti di depan rumahnya.Tidak lama kemudian seorang wanita keluar sambil membawa tas rangsel dan juga tas jinjing besar yang berisi kertas gambar yang menjadi pekerjaannya. Tampak Maya saat ini tengah melihat ke arah rumah Devan yang pagi ini sedikit ramai.Maya agak sedikit ragu untuk masuk ke dalam rumah atasannya, karena di dalam rumah tampak sedang ada banyak orang. Namun karena ada lambaian tangan dari Sandra, maka Maya berani untuk melangkah masuk ke dalam rumah Sandra.Sandra menoleh ke arah suaminya, “Gimana ini, Mas?” tanya Sandra ingin meminta pendapat Devan. Temuin dulu di ruangan kamu,” jawab Devan sambil menyuruh istrinya agar bisa segera masuk ke ruang kerjanya sendiri.“Ya udah, aku masuk dulu. Ayo masuk, May,” panggil yang kemudian segera beranjak masuk ke ruang kerjanya sendiri yang berada di samping ruang kerja dewan.Maya
Ting.Ponsel Devan berbunyi. Pria yang tadinya sedang sibuk memeriksa berkas yang dibawa oleh asisten pribadinya itu, kini mengalihkan perhatiannya pada benda pipih yang ada di sampingnya. Devan melihat ada notifikasi pesan dari Bayu, orang yang selama ini selalu dia percaya untuk melakukan penyelidikan di luar.“Raka, Bayu udah kirim kabar,” ucap Devan memanggil asisten pribadinya.“Video CCTV ya, Pak?” ucap Raka yang kemudian segera beranjak menuju ke meja kerja atasannya lagi.“Kita lihat dulu.”Raka yang sudah di tadi bekerja di sofa tamu yang ada di ruangan kerja Devan, segera berpindah menuju ke kursi yang ada di depan meja kerja atasannya itu. Dia ingin tahu video CCTV yang dikirimkan oleh Bayu, karena dia juga penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah mencoba untuk membuat masalah dengan keluarga ini.Sebelum membuka pesan dari Bayu, Devan langsung mentransfer video kiriman Bayu itu pada ipad-nya. Dia ingin tampilan yang lebih besar agar bisa dengan jelas melihat rekaman C
“Mama, Nathan nggak mau sama Tante Maya!” ucap Nathan memotong ucapan Sandra dengan suara yang sedikit keras.Sandra dan Devan sama-sama kaget mendengar ucapan dari putra mereka. Mereka berdua pun saling berpandangan dengan pemikiran yang sama saat ini.Nathan tidak pernah bereaksi seperti itu terhadap orang lain selama ini. Namun entah mengapa tiba-tiba Nathan mengatakan kalau dia tidak mau bertemu dengan Maya.“Mas,” panggil Sandra pelan.Devan menggenggam tangan istrinya, “Nathan ... Nathan pernah ketemu sama Tante Maya?” tanya Devan berharap akan mendapatkan jawaban tentang siapa yang sudah membawa putranya pergi kemarin.“Nathan nggak mau ketemu sama Tante Maya. Tante Maya enggak mau anterin Nathan pulang, tapi Nathan malah ditinggal pergi,” jawab tentang dengan nada kesal.Sandra dan Devan semakin kaget dengan cerita dari putra mereka itu. Kini mereka tahu siapa yang membawakan pergi hari itu.Devan langsung melihat ke arah istrinya, “Panggil Maya sekarang juga!” geram Devan p