Di kamar, Raymond baru saja selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan celana panjang tanpa pakaian. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk. Pintu kamar terbuka, Clarissa masuk dan melihat ke arah Raymond. Wajahnya langsung memerah. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh pria tanpa pakaian.
"Oh, ma-maaf. Seharunya aku mengetuk pintu lebih dulu. Itu, aku mau mandi. Aku ... " Clarissa terdiam. Ia tidak tahu lagi apa yang akan ia katakan karena gugup dan canggung melihat situasi yang tidak terduga.
"Hm, tak apa. Aku juga sudah selesai. Kau bisa pakai kamar mandinya," kata Raymond. Ia mengambil pakaian dari dalam lemari dan mengenakannya. Ia pun pergi meninggalkan Clarissa.
"Ray ... " paggil Clarissa. Mengentikan langkah Raymond tepat di depan pintu kamar.
Raymond terdiam. Ia tidak berbalik ataupun menjawab panggilan sang istri. Clarissa mendekat, ia berdiri di samping Raymond.
"A-apa kau marah padaku? aku tidak bermaksud merendahkan Bibi Marie. Aku hanya ingin ... aku ... " kata-kata Clarissa terpotong oleh Raymond.
"Terserah apa keinginanmu dan kemauanmu. Aku sibuk, janga ganggu aku." kata Raymond denga suara dingin. Ia membuka pintu dan langsung keluar dari dalam kamar.
Clarissa tercengang. Ia tidak menyangka Raymond menjadi lebih dingin dari hari sebelumnya.
"Dia marah? suaranya langsung membuatku beku," batin Clarissa.
Clarissa menunduk, ia berbalik dan berjalan menuju kamar mandi untuk mandi. Meski sedikit kecewa, ia tidak mau berpikiran buruk tentang suaminya.
***
Clarissa selesai memasak. Ia membuat hidangan sederhana denban bahan-bahan yang sebelumnya sudah ia minta disiapkan oleh Marie. Segera ia melepas apron dan memanggil suaminya untuk makan bersama.
Raymond datang, ia duduk dan melihat hidangan di atas meja. Ia lantas menatap sang istro yang tersenyum cantik menatap ke arahnya. Bukannya senang, dahi Raymond malah berkerut, tetapi ia tidak bicara apa-apa.
"Kita di sini satu minggu, kan?" tanya Clarissa.
"Ya," jawab Raymond.
"Apa yang akan kita lakukan? maksudku, kita kerjakan selama di sini?" tanya Clarissa lagi.
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Aku tidak punya waktu santai. Banyak email dan laporan yang harus aku periksa." kata Raymond.
"Kau sesibuk itu? apa sungguh tidak punya waktu sebentar saja. Kita 'kan bisa jalan-jalan atau pergi ke luar." tanya Clarissa yang tidak tahu, jika Raymond adalah seorang yang gila kerja.
" Apa sudah cukup bicaranya? Kau ingin aku makan ocehamu atau masakanmu?" tanya Raymond menatap Clarissa.
Deg ... Clarissa kaget. Ia langsung menunduk, tidak berani menatap mata Raymond.
Dengan perlahan Raymond mengangkat sendoknya. Ia menyendok makanan dan memakan masakan sang istri. Dikunyahnya makanan di dalam mulut, lalu dimuntahkannya. Raymond langsung menepis piring berisi masakan Clarissa sampai jatuh ke lantai dan pecah. Makanan pun berserakan di lantai.
Clarissa kaget, "A-apa yang kau lakukan, Ray? kenapa?" tanya Clarissa masih tidak mengerti.
"Kenapa? ahh ... aku bisa gila!" kata Raymond mengertakkan giginya.
"Apa ini usahamu menjadi istri, Clarissa masakanmu bahkan tidak layak dimakan oleh manusia. Kau ini bisa memasak tidak?" sentak Raymond penuh amarah.
Clarissa diam, ia memang tidak mencicipi lebih dulu masakan yang ia buat. Ia pun tidak bisa bilang, jika ia baru pertama kali memasak.
"Aku tidak akan memakan racun buatanmu lagi. Kau ingin membunuhku atau bagaimana, hah?" kata Raymond lagi. Ia mengernyitkan dahinya.
"Ma-maaf, Ray. Aku tidak mencicipinya dulu tadi. Aku ... " kata Clarissa yang langsung diam. Ia tidak melanjutkan ucapannya karena menahan diri untuk tidak menangis.
Ray mendengus dan langsung pergi. Ia meninggalkan villa. Sementara Clarissa memungut pecahan piring, ia pun menangis. Marie yang baru datang dari kebun belakang melihat Clarissa dan membantu Nyonyanya itu. Ia tidak menduga Tuannya akan bertindak kejam seperti itu pada sang istri.
***
Satu minggu berlalu. Clarissa hanya diam di villa ditemani Marie. Wajahnya tampak murung. Terkadang Clarissa mengurung diri di kamar dan menangis tersedu-sedu. Ia meratapi kehidupan pernikahannya yang menyesakkan dada. Semenjak kejadian di meja makan dan pergi dari villa, Raymond tidak lagi pulang ke villa atau menghubungi Clarissa. Ia memilih tinggal di hotel dan sibuk bekerja.
Jadwal yang padat dan mendesak, membuat Raymond harus secepatnya kembali. Ia tidak bisa mengabaikan hal sekecil apapun, jika itu menyangkut pekerjaan. Sesampainya di kantor, Raymond langsung menghadiri rapat dan memeriksa berkas dokumen yang menggunung di atas meja kerjanya.
"Apa Anda akan menghadiri acara makan malam dengan Tuan Wiliams? sebelumnya saya sudah bertanya pada Anda lewat pesan." tannya Frans.
"Ah, aku tidak membuka pesan apapun. Kalau bisa kita tunda saja minggu depan. Katakan padanya aku sedang sibuk." jawab Raymond.
"Baik, Tuan. Saya akan sampaikan pada beliau." jawab Frans.
Ponsel Raymond berdering. Ia mendapat panggilan dari sang Mama.
"Ya, Ma ... " jawab Raymond menerima panggilan Mamanya.
"Sayang, kau di mana?" tanya Cecilia, Mama Raymond.
"Aku di kantor. Ada apa Mama meneleponku?" tanya Raymond.
"Ah, masa bulan madumu sudah selesai, ya. Mama berencana datang ke rumahmu untuk bertemu Clarissa. Mama meneleponnya, tapi ponselnya tidak aktif. Nanti tolong sampaikan, ya." kata Cecilia.
Deg ....
Raymond langsung terpikirkan sang istri. Ia pun segera mengakhiri panggilannya dengan sang Mama.
"Frans ... kau tidak sibuk, kan? bisa kau jemput istriku?" kata Raymond menatap Asistennya, Frans.
"Sa-saya? oh, ya, Pak. Saya akan pergi sekarang. Jika butuh sesuatu, silakan minta bantuan pada Sekretaris." jawab Frans. Sebenarnya merasa tidak enak dan ingin bertanya lebih jauh, tetapi tidak dilakukan oleh Frans.
Frans pun pergi meninggalkan ruang kerja Bossnya. Raymond meletakkan ponselnya dan mengusap kasar wajahnya. Matanya melirik ke arah kalender yang ada di atas meja, ia baru menyadari, jika selama seminggu ini ia melupakan keberadaan sang istri. Ia bahkan meninggalkan Clarissa dan kembali sendirian ke rumah.
***
Clarissa tidak terkejut dengan kedatangan Frans yang menjemputnya pulang. Ia berpamitan pada Marie dan pergi meninggalkan villa. Dalam perjalanan, Frans memperkenalkan diri secara resmi dan berusaha menghibur Clarissa. Sepertinya Frans tahu, jika hubungan Clarissa dan Raymond tidak baik-baik saja.
"Hm, Nyonya ... apakah Anda baik-baik saja?" tanya Frans, membuka pembicaraan. Ia memandangi Clarissa yang duduk dibangku belakang dari kaca depan.
Clarissa menatap Frans, "Ya, aku baik-baik saja. Ada apa? sepertinya kau gelisah sejak tadi," tanya Clarissa.
Frans diam sejenak. Tidak lama ia kembali bicara.
"Sebelum pembicaraan lebih jauh, izinkan saya memperkenalkan diri secara resmi. Saya Fransisco Nathanael. Asisten pribadi Tuan Raymond. Jika Anda butuh sesuatu, silakan beritahu saya, Nyonya." kata Frans tanpa ragu-ragu lagi.
"Aku Clarissa. Senang mengenalmu, Frans." jawab Clarissa tersenyum tipis, lalu memalingkan wajah ke arah samping melihat jalan.
"Nyonya ... " panggil Frans.
"Hm?" gumam Clarissa. Ia memalingkan pandangan menatap Frans, "Ada apa?" tanya Clarissa.
"Apa Anda sungguh baik-baik saja? ma-ma-maksud saya ... Tu-tuan ... " kata Frans terbata-bata.
Clarissa tersenyum, "Tidak apa-apa. Ada kesalahpahaman kecil antara aku dan Tuanmu. Lagipula dia 'kan orang yang sibuk. Jadi kau tidak perlu canggung, Frans." kata Clarissa. Seolah ia tahu apa yang akan Frans katakan.
"Oh, ah, i-iya. Saya mengerti. Maaf, jika ucapa saya salah dan tidak berkenan di hati Anda." kata Frans meminta maaf. Ia tidak bermaksud menyinggung perasaan Clarissa.
Clarissa hanya diam. Frans juga demikian. Ia tidak lagi bicara dan fokus mengemudikan mobil.
Beberapa jam kemudian ...Clarissa sudah sampai dan sempat beristirahat sebentar sebelum beraktivitas. Ia menerima pesan dari Raymond yang memberitahu, jika Mama Raymond akan datang ke rumah. Raymond meminta Clarissa untuk bersiap menyambut Mama mertuanya. Kembali mengingatkan Clarissa untuk bersikap biasa-biasa aja, agar tidak mencolok perhatian Mamanya.Clarissa menjawab pesan Raymond dengan kata singkat, "Ya" karena tidak ingin banyak mengetik tulisan."Mama mertuaku akan datang. Bagaimana nanti aku menghadapi beliau, ya?" batin Clarissa harap-harap cemas.Clarissa kembali mengerjakan pekerjaan rumah. Ia melupakan sejenak kecemasannya. ***Cecilia datang ke rumah putranya. Ia mengobrol dan bertanya-tanya seputar bulan madu pada Clarissa. Clarissa banyak diam, ia tidak tahu harus menjawab apa karena selama masa bulan madu Raymond tidak ada bersamanya. "Jadi bagaimana? apakah bulan madu kalian menyenangkan?" tanya Cecilia, Mama Raymond, menatap Clarissa lekat.Clarissa tersenyum
Sebuah pernikahan mewah digelar disebuah Villa. Sepasang pengantin yang berasal dari dua keluarga konglomerat terpandang sedang menjamu tamu undangan. Tampak cantik sang mempelai wanita dengan gaun putih menjulai panjang. Di sampingnya tampak pula sosok tampan yang tak lain adalah mempelai pria. Ia terlihat gagah, dengan mengenakan stelan jas hitam. Clarissa Albert, hari itu resmi menjadi istri pria tampan dengan sejuta pesona bernama Raymond Harris."Aku tidak boleh terlihat tidak bahagia. Bagaimanapun, aku ingin menjadi anak yang berbakti pada Papa dan Mama. Semoga pilihan ini yang terbaik," batin Clarissa. Ia terus menorehkan senyuman pada tamu undangan yang mengucapkan selamat. Di sisi lain, Raymond sedang menyelisik sekitar. Matanya seakan-akan mencari sesuatu, ia menatap segala arah."Di mana Frans?" batin Raymond. Terus mencari keberadaan sang Asisten.Clarissa melirik ke arah Raymond. Ia merasa suaminya sedang mencari-cari sesuatu. Ingin bertanya, tetapi seseorang datang meng
Tepat satu minggu setelah Clayton dan Vivian meminta putrinya menikah, pertemuan dua keluarga pun diadakan dan tanggal pernikahan langsung ditetapkan. Hari itu adalah kali pertama Clarissa bertemu Raymond, bahkan mereka tidak pernah bertemu lagi setelahnya sampai hari H pernikahan mereka.Saat mengepas gaun pun, keduanya datang terpisah. Dengan alasan sibuk, Raymond menyembunyikan diri dari Clarissa. Clarissa tidak menaruh rasa curiga. Ia berpikir mungkin Raymond memang sibuk. Ia sendiri juga sibuk dengan pekerjaannya yang masih menumpuk. Sebagai putri satu-satunya, tugasnya hanya menyenangkan orang tuanya. Sulit memang menerima kenyataan jika ia akan menikah, apalagi hari pernikahan semakin dekat. "Ahh ... aku bisa gila memikirkannya." gumam Clarissa.Pikirannya tiba-tiba tertuju pada sosok Raymond. Dahinya berkerut memikirkan pria tampan yang akan menjadi suaminya itu."Dia tampan, tapi sedikit kaku. Apa mungkin dia canggung padaku? aku tidak tahu seperti apa sifatnya, dan aku aka
Malam harinya. Clarissa berbaring di atas tempat tidur. Ia menanti kedatangan Raymond yang sejak sore hari pergi. "Dia pergi dan tidak bilang mau ke mana. Apa dia sibuk dengan pekerjaan, ya?" batin Clarissa.Tidak lama pintu kamar terbuka, Raymond masuk ke dalam kamar dan melepas jasnya. "Kau sudah kembali. Mau ganti pakaian? aku akan siapkan pakaianmu," kata Clarissa yang buru-buru bangun dari posisi berbaring."Tidak perlu. Kau tidur saja. Aku bisa sendiri," jawab Raymond pergi ke kamar mandi.Clarissa terdiam, ia menatap jauh ke arah pintu kamar mandi yang baru saja tertutup. Ia menarik napas dalam, kemudian mengembuskan napas perlahan."Dia masih marah rupanya. Entah sampai kapan dia seperti ini," batin Clarissa.Clarissa berdiri dan berjalan mendekati sofa, ia memungut jas suaminya lalu melipatnya. Ia mengusap jas tersebut dengan mata berkaca-kaca. Ia segera menyeka air matanya yang hampir jatuh, saat mendengar ponselnya berdering.Dengan langkah cepat ia mendekati nakas dan m