Beberapa jam kemudian ...
Clarissa sudah sampai dan sempat beristirahat sebentar sebelum beraktivitas. Ia menerima pesan dari Raymond yang memberitahu, jika Mama Raymond akan datang ke rumah. Raymond meminta Clarissa untuk bersiap menyambut Mama mertuanya. Kembali mengingatkan Clarissa untuk bersikap biasa-biasa aja, agar tidak mencolok perhatian Mamanya.
Clarissa menjawab pesan Raymond dengan kata singkat, "Ya" karena tidak ingin banyak mengetik tulisan.
"Mama mertuaku akan datang. Bagaimana nanti aku menghadapi beliau, ya?" batin Clarissa harap-harap cemas.
Clarissa kembali mengerjakan pekerjaan rumah. Ia melupakan sejenak kecemasannya.
***
Cecilia datang ke rumah putranya. Ia mengobrol dan bertanya-tanya seputar bulan madu pada Clarissa. Clarissa banyak diam, ia tidak tahu harus menjawab apa karena selama masa bulan madu Raymond tidak ada bersamanya.
"Jadi bagaimana? apakah bulan madu kalian menyenangkan?" tanya Cecilia, Mama Raymond, menatap Clarissa lekat.
Clarissa tersenyum tipis, "Ya? ah, itu ... ka-kami ... emh, kami ..." jawab Clarissa yang tiba-tiba terdiam. Ia bingung, tidak tahu harus menjawab apa.
Tiba-tiba Raymond datang dan menjawab semua pertanyaan sang Mama. Jika ia dan istrinya sangan senang, juga menikmati waktu bersama. Raymond tidak ingin ketauan sang Mama kalau acara bulan madu yang direncanakan Mamanya itu gagal.
"Tentu saja, Ma. Aku dan Clarissa sangat senang. Kami menikmati waktu berdua dengan baik," sahut Raymond. Yang baru saja masuk ke dalam rumah.
Clarissa kaget, matanya melebar. Ia tidak menyangka Raymond akan menjawab demikian. Raymond telah berbohong pada Mamanya.
"A-apa maksudnya? Berani sekali dia berbohong pada Mamanya," batin Clarissa.
"Syukurlah. Aku yang merekomendasikan kalian bulan madu ke sana. Udara di sana masih segar, mungkin karena dekat dengan pantai dan laut." kata Cecilia terlihat senang.
"Aku mandi dulu, Ma. Mama bersantailah dulu di sini," kata Raymond. Ia berbalik dan segera pergi meninggalkan Cecilia menuju kamarnya.
Clarissa gelisah. Ia tidak tenang. Clarissa pun meminta izin pada Cecilia untuk menyusul Raymond yang pergi ke kamar setelah menjawab semua pertanyaan Cecilia.
"Ma, aku ke kamar dulu, ya. Mau membantu Raymond menyiapkan pakaian," kata Clarissa beralasan.
"Ya, ya. Pergilah, Nak. Mama juga mau menghubungi seseorang," kata Cecilia.
Clarissa beranjak dari sofa tempatnya duduk. Ia berjalan cepat menuju kamar. Di kamar, Clarissa menunggu Raymond yang sedang mandi. Ia menyiapkan pakaian ganti suaminya. Tidak lama Raymond selesai mandi dan keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan kimono handuk. Ia sempat kaget saat melihat Clarissa ada di dalam kamar.
"Ada apa?" tanya Raymond menatap Clarissa.
"Bagaimana bisa kau berbohong pada Mamamu?" tanya Clarissa menatap tajam ke arah Raymond.
Raymond mengernyitkan dahi, "Kau masuk ke kamar hanya untuk bertanya hal bodoh seperti itu?" tanya Raymond. Ia mengambil pakaian ganti di dalam lemari dan berganti pakaian.
"Apa katamu? hal bodoh?" ulang Clarissa melebarkan mata. Ia kaget karena Raymond menyepelekan pertanyaannya.
"Ya, hal bodoh! berpikirlah dulu sebelum bicara," kata Raymond membentak.
"Jadi, maksudmu aku asal bicara tanpa berpikir begitu? aku tidak asal bertanya, Ray!" kata Clarissa kesal.
Keduanya pun akhirnya berdebat. Clarissa mengungkapkan isi hatinya, jika ia tidak senang dengan sikap Raymond yang membohongi orang tua. Ia juga ingin Raymond tidak mengatainya lagi.
Mendengar perkataan Clarissa, justru semakin membuat Raymond naik darah. Ia lantas memojokkan Clarissa sampai ke dinding kamar. Merasa kesal ia pun mencengkram kuat tangan Clarissa dengan tatapan dingin. Ia menegaskan, jika itu ia lakukan demi kebaikan bersama. Bukan tanpa maksud lain.
"Apa kau sungguh ingin menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi pada Mamaku? kau ingin dipermalukan? dasar tidak berguna. Gunakan isi kepalamu dengan baik sebelum kau bertindak bodoh seperti ini!" kata kasar Raymond pada istrinya.
Lagi-lagi Raymond mengatai Clarissa sebagai istri bodoh yang seakan tidak bisa berpikir dan tidak bisa apa-apa. Meksi sakit hati, Clarissa hanya bisa diam menahan diri. Ia tidak ingin lagi memperkeruh suasana dengan membantah ucapan Raymond. Ia pun pergi meninggalkan Raymond sendir di dalam kamar.
Clarissa mengernyitkan dahi, ia tidak tahu apa salahnya sehingga sang suami terkesan tak menyukainya. Ia hanya bertanya karena memang tidak mengerti, tetapi jawaban yang dilontarkan hanyalah kata-kata kasar dan bentakkan.
***
Malam harinya ...
Cukup lama berada di rumah Raymond, Cecilia memutuskan untuk pulang. Ia tidak mau mengganggu Anak dan menantunya bersenang-senang. Cecilia dijemput supir dan pergi meninggalkan rumah Raymond. Di teras depan, Clarissa dan Raymond mengatar Cecilia sampai mobil yang ditumpangi Cecilia menghilang dari pandangan.
Raymond masuk ke dalam rumah lebih dulu. Tidak lama Clarissa mengikuti masuk ke dalam rumah.
"Tidurlah di kamar yang ada di lantai dua," kata Raymond.
"Ya, aku tahu." jawab Clarissa.
Ia pergi meninggalkan Raymond dan berjalan menaiki tangga untuk sampai ke kamarnya.
Raymond hanya diam melihat Clarissa menaiki tangga ke lantai dua. Tidak lama ia berjalan pergi menuju kamar tidurnya.
***
Di kamar Raymond langsung berbaring di tempat tidur. Ia menatap langit-langit kamarnya.
"Baru beberapa hari sudah seperti ini. Rasanya menyesakkan," batin Raymond.
Matanya perlahan terpejam. Ia memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Apakah ia dan Clarissa akan terus seperti itu? atau harusnya mereka mengakhiri saja pernikahan yang baru beberapa hari itu.
Mata Raymond kembali terbuka. Ia bangun dari posisi berbaring dan langsung berdiri. Berjalan keluar dari kamar. Ia hendak pergi menuju ruang kerjanya. Baru beberapa langkah kakinya berjalan, langkahnya terhenti. Ia menatap ke arah lantai dua rumahnya.
"Kenapa aku terus-terusan gelisah seperti ini? apa karena aku dan wanita tadi itu bertengkar? apa aku terlalu menekannya? Perlukah aku meminta maaf?" batin Raymond dengan pemikirannya yang penuh. Ia lantas menggelengkan kepalanya dengan cepat, seperti mengusir jauh kegundahan hatinya.
"Lupakan, Ray. Ayo fokus bekerja saja. Mau dilihat dari segi manapun, kau tak mungkin bisa berhubungan baik dengan wanita itu. Tidak hanya ucapannya, tetapi tatapannya juga ... " kata-kata Raymond terhenti.
Tepat pada saat Raymond ingin kembali melangkah, Clarissa terlihat sedang menuruni tangga. Tak ingin berpapasan dengan istrinya, Raymond bergegas. Ia melihat sang istri, tetapi pura-pura tak melihatnya. Clarissa juga hanya diam. Ia perlahan menuruni tangga hendak ke dapur. Matanya dan mata Raymond sesaat bertemu, tetapi Raymond segera berpaling dan pergi begitu saja. Ia tidak tahu kenapa sikap Raymond demikian padanya.
"Kenapa dia bersikap begitu? Apa dia tidak senang berpapasan denganku? bukankah wajar, jika kami bertatapan karena kami tinggal satu rumah?" batin Clarissa.
Clarissa terus melangkah menuju dapur. Ia mengambil gelas, lalu menuang air di teko air. Clarissa meminum air dalam gelas dengan sekali teguk, dan mengisi lagi gelas itu sampai penuh. Ia membawanya pergi, kembali ke kamar.
Sebuah pernikahan mewah digelar disebuah Villa. Sepasang pengantin yang berasal dari dua keluarga konglomerat terpandang sedang menjamu tamu undangan. Tampak cantik sang mempelai wanita dengan gaun putih menjulai panjang. Di sampingnya tampak pula sosok tampan yang tak lain adalah mempelai pria. Ia terlihat gagah, dengan mengenakan stelan jas hitam. Clarissa Albert, hari itu resmi menjadi istri pria tampan dengan sejuta pesona bernama Raymond Harris."Aku tidak boleh terlihat tidak bahagia. Bagaimanapun, aku ingin menjadi anak yang berbakti pada Papa dan Mama. Semoga pilihan ini yang terbaik," batin Clarissa. Ia terus menorehkan senyuman pada tamu undangan yang mengucapkan selamat. Di sisi lain, Raymond sedang menyelisik sekitar. Matanya seakan-akan mencari sesuatu, ia menatap segala arah."Di mana Frans?" batin Raymond. Terus mencari keberadaan sang Asisten.Clarissa melirik ke arah Raymond. Ia merasa suaminya sedang mencari-cari sesuatu. Ingin bertanya, tetapi seseorang datang meng
Tepat satu minggu setelah Clayton dan Vivian meminta putrinya menikah, pertemuan dua keluarga pun diadakan dan tanggal pernikahan langsung ditetapkan. Hari itu adalah kali pertama Clarissa bertemu Raymond, bahkan mereka tidak pernah bertemu lagi setelahnya sampai hari H pernikahan mereka.Saat mengepas gaun pun, keduanya datang terpisah. Dengan alasan sibuk, Raymond menyembunyikan diri dari Clarissa. Clarissa tidak menaruh rasa curiga. Ia berpikir mungkin Raymond memang sibuk. Ia sendiri juga sibuk dengan pekerjaannya yang masih menumpuk. Sebagai putri satu-satunya, tugasnya hanya menyenangkan orang tuanya. Sulit memang menerima kenyataan jika ia akan menikah, apalagi hari pernikahan semakin dekat. "Ahh ... aku bisa gila memikirkannya." gumam Clarissa.Pikirannya tiba-tiba tertuju pada sosok Raymond. Dahinya berkerut memikirkan pria tampan yang akan menjadi suaminya itu."Dia tampan, tapi sedikit kaku. Apa mungkin dia canggung padaku? aku tidak tahu seperti apa sifatnya, dan aku aka
Malam harinya. Clarissa berbaring di atas tempat tidur. Ia menanti kedatangan Raymond yang sejak sore hari pergi. "Dia pergi dan tidak bilang mau ke mana. Apa dia sibuk dengan pekerjaan, ya?" batin Clarissa.Tidak lama pintu kamar terbuka, Raymond masuk ke dalam kamar dan melepas jasnya. "Kau sudah kembali. Mau ganti pakaian? aku akan siapkan pakaianmu," kata Clarissa yang buru-buru bangun dari posisi berbaring."Tidak perlu. Kau tidur saja. Aku bisa sendiri," jawab Raymond pergi ke kamar mandi.Clarissa terdiam, ia menatap jauh ke arah pintu kamar mandi yang baru saja tertutup. Ia menarik napas dalam, kemudian mengembuskan napas perlahan."Dia masih marah rupanya. Entah sampai kapan dia seperti ini," batin Clarissa.Clarissa berdiri dan berjalan mendekati sofa, ia memungut jas suaminya lalu melipatnya. Ia mengusap jas tersebut dengan mata berkaca-kaca. Ia segera menyeka air matanya yang hampir jatuh, saat mendengar ponselnya berdering.Dengan langkah cepat ia mendekati nakas dan m
Di kamar, Raymond baru saja selesai mandi. Ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan celana panjang tanpa pakaian. Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk. Pintu kamar terbuka, Clarissa masuk dan melihat ke arah Raymond. Wajahnya langsung memerah. Ini pertama kalinya ia melihat tubuh pria tanpa pakaian. "Oh, ma-maaf. Seharunya aku mengetuk pintu lebih dulu. Itu, aku mau mandi. Aku ... " Clarissa terdiam. Ia tidak tahu lagi apa yang akan ia katakan karena gugup dan canggung melihat situasi yang tidak terduga."Hm, tak apa. Aku juga sudah selesai. Kau bisa pakai kamar mandinya," kata Raymond. Ia mengambil pakaian dari dalam lemari dan mengenakannya. Ia pun pergi meninggalkan Clarissa."Ray ... " paggil Clarissa. Mengentikan langkah Raymond tepat di depan pintu kamar.Raymond terdiam. Ia tidak berbalik ataupun menjawab panggilan sang istri. Clarissa mendekat, ia berdiri di samping Raymond."A-apa kau marah padaku? aku tidak bermaksud merendahkan Bibi Marie. Aku hanya ingin ... aku ..