Lima tahun telah berlalu semenjak pernikahan keduaku. Setelah resmi bercerai dengan Sesil, aku memutuskan untuk menduda. Belum ada keinginan lagi membina rumah tangga, untuk ketiga kalinya.
Bukan karena suatu apa, selama ini aku ingin mencari keberadaan Syifa. Aku terus berusaha mencari dirinya, tapi entah kenapa tak kunjung juga aku menemukannya. Padahal, aku yakin, ia masih tinggal di kota ini.
Setelah kejadian kedua orang tua Sesil mengambil rumahku secara paksa, aku memutuskan membeli rumah sederhana, yang sekarang menjadi tempat tinggal kami bertiga.
Ya, aku tinggal bersama Ibu dan juga Mayang. Setelah kedatangan Mayang untuk pertama kalinya setelah menikah, Mayang sudah tak pernah kembali lagi ke rumah suaminya. Untung saja hanya pernikahan siri, jadi tak susah jika harus bercerai.
Apalagi, selama ini Si Romi tak pernah mencari keberadaan Mayang. Bahkan, menghubungi pun katanya juga tak pernah. Memang benar-benar keterlaluan!
Meskipun s
Tak berselang lama, telepon kembali berdering. Bergegas kuangkat panggilan itu."Halo," sapaku saat panggilan baru saja kuangkat. "Benar ini dengan Pak prabu, yang mencari keberadaan seorang wanita bernama Syifa?"Bergegas kurubah posisiku menjadi duduk. "Iya, Pak. Benar!" jawabku dengan semangat."Aku tahu dimana perempuan yang kamu cari!" ujar seseorang diseberang sana, yang membuatku tanpa sadar mengulas senyum."Dimana, Pak?" Dengan bersemangat aku menjawab. Tak sabar sekali rasanya ingin bertemu dengan putraku, buah hatiku."Kapan kita bisa bertemu? Lebih cepat lebih baik! Kasihan dia dan anaknya. Setiap hari kerjaannya mulung.""Mulung, Pak?! Apa Bapak yakin?" tanyaku memastikan. Rasanya ragu dengan ucapan seorang lelaki di seberang telepon. Tapi ada kemungkinan juga kalau Syifa menjadi pemulung. Lah, Syifa send
POV Syifa."Assalamualaikum." Suara salam terdengar yang diiringi ketukan halus pada daun pintu."Waalaikum salam," jawabku. Bergegas aku berjalan menuju pintu utama. Aku yakin, dia adalah Mas Faris. Saat langkahku semakin mendekat, entah kenapa jantung terasa berdebar lebih kencang. Apakah aku sedang jatuh cinta untuk kedua kalinya.Kuraih anak kunci, kuputar lalu kutekan handle pintu ke bawah. Perlahan, kubuka daun pintu. Kedua netraku melihat Mas Faris sedang berdiri memunggungi ku.Menyadari kedatanganku, lelaki itu bergegas memutar tubuh. Tatapannya tepat di kedua manik mataku. Pandangan kami saling bertemu. "Syifa," lirihnya yang hampir saja tak terdengar. Mas Faris terus menatapku, tanpa berkedip. Apakah ada yang salah dengan penampilanku? Sorot matanya terus terpancar pada diriku, hingga mampu membuatku salah tingkah. Kubenarkan jilbab yang mungkin saja tidak beran
Saat aku sedang menikmati hidangan bersama putraku. Tiba-tiba ...."Fa ...." Sontak aku menoleh ke arah sumber suara. Bergegas aku kusembunyikan putraku di belakang tubuhku. Jantung terasa berdegup dengan kencang. Lelaki yang begitu tak kuharapkan, kini sudah berdiri di belakangku."Bunda," rengek Reyhaan berusaha melepas pegangan tanganku."Fa ...." Lelaki itu memanggilku. Segera kuatur ritme jantungku. Aku harus kuat, aku tak boleh lemah di depan lelaki yang bergelar mantan suamiku itu. Berkali-kali kuhela napas panjang."Fa, boleh aku melihat wajah putraku?" ucap Lelaki itu yang mampu membuat darahku berdesir. Aku tak salah dengar kan? Dia menyebut Reyhaan sebagai putranya. Bergegas kuraih tubuh pangeran kecilku, lalu ku gendong. Menjauh dari lelaki itu. Pastinya tetap dengan berusaha menutupi wajah putraku.&
POV Prabu.Aku senang sekali saat menemukan Syifa di acara pernikahan Ilham. Tidak sia-sia kali ini aku datang ke acara sepupuku. Melihat Syifa dari jauh saja, mampu membuat hati ini bergejolak. Rasa rindu telah terobati. Lalu, siapakah bocah kecil itu yang ada di samping Syifa? Apa dia putra Syifa? Jika memang benar, itu artinya dia buah hatiku.Bergegas aku mendekat ke arahnya."Fa ...." Hanya kata itulah yang mampu terucap. Melihat wajahnya dengan dekat, mampu ciptakan desiran aneh di dalam kalbu. Apakah aku masih mencintai Syifa?Jawabannya adalah, iya!Namun di luar dugaan. Syifa terlihat kaget saat melihatku. Bahkan, ia menyembunyikan anak kecil yang sedang bersamanya, di balik tubuhnya. Fix, itu artinya bocah kecil itu benar-benar anakku. Namun Syifa berlari menghindar dariku, yang membuat hati ini terasa sakit. Sesakit hati itu kah Syifa, hingga melihatku pun
POV Prabu"Dadaaa, Om ...!" teriak suara kecil itu. Terlihat tangannya melambai dari balik kaca jendela. Kubalas lambaian tangannya. Aku berdiri di tempat, hingga akhirnya mobil itu menghilang dari kedua netraku.Akhirnya aku kembali ke acara pernikahan Ilham. Aku melangkah dengan membawa perasaan yang entah, aku sendiri tak bisa menjelaskan. Ada rasa bahagia, sesak dan kecewa. Tak akan kulupakan kejadian hari ini. Kejadian yang akan terus Kusimpan di dalam ingatanku.Aku melangkah mendekati Ilham, hanya untuk sekedar berpamitan. "Sabar, ya. Syifa perempuan baik! Suatu saat ia pasti akan menemukanmu dengan putramu!" ucap Ilham yang sepertinya tahu dengan kejadian yang baru saja kualami. Aku tersenyum getir lalu mengangguk. "Aku pulang dulu, ya. Selamat atas pernikahanmu. Semoga menjadi keluarga sakinah, mawadah, dan warahmah!" ucapku dan kedua mempelai mengangguk.
POV Syifa.***"Fa ...." Panggilan dari Mas Faris, seketika membuatku menoleh ke arahnya. "Ada apa, Mas?" tanyaku. Pandangan lelaki itu lurus ke depan dengan kedua tangan memegang setir mobil."Apa kamu serius?" Aku melipat kening. "Soal?" jawabku dengan kedua netra masih memandangnya. Sesekali Mas Faris menoleh ke arahku. "Kalau kamu terima cintaku," ucap Mas Faris yang sepertinya masih meragukan jawabanku. Mungkin ia mengira kalau ucapanku tadi hanya karena terpaksa. Hanya karena ingin membuat kecewa mantan suamiku. Aku mengulas senyum. "Syifa serius, Mas. Benar-benar serius! Kenapa? Mas Faris meragukan jawaban Syifa? Apa Mas Faris berpikir, kalau Syifa hanya ingin membuat sakit hati Mantan suami Syifa?" tebakku. "Bukan. Bukan itu, Fa!" ucapnya dengan memasang raut wajah bersalah."Sudahlah, Mas. Yang terpenting Syifa menerima cinta Mas Faris. Dan yang past
POV Sesil***Mulai hari ini, aku ikut pergi ke kantor milik keluargaku. Sebenarnya sudah sejak dulu Mama dan Papa memintaku untuk membantunya mengelola usaha mereka. Tapi apa boleh buat, aku sama sekali tertarik. Saat meneruskan pendidikan kuliah pun kuambil jurusan kedokteran, sesuai keinginanku.*********Hari berganti hari, hingga tak terasa dua bulan sudah aku ikut ke tempat usaha kedua orang tuaku. Selama itu pula aku tinggal di rumah Mama dan Papa. Sebenarnya, Mas Iwan selalu datang menemuiku. Tak hentinya pula dia terus menghiba dan memintaku untuk kembali. Namun sayang seribu sayang, tak ada niat sedikitpun untuk kembali dengannya. Entah kenapa nama Mas Iwan yang sempat bertahta di relung hati ini, lenyap dengan sendirinya.Mungkin, perlakuannya yang begitu membuatku tertekan mampu mengikis nama, sosok lelaki yang pernah membua
POV Sesil***"Sesil, apa yang dikatakan sama Papamu itu benar?" Tiba-tiba Mama melontarkan pertanyaan saat baru saja kuhenyakkan tubuhku di sofa ruang keluarga. "Soal apa, Ma?" tanyaku yang memang belum mengetahui Pokok permasalahan."Soal lelaki itu!" ketus Mama dengan memasang raut wajah yang sama sekali tak bersahabat. "Resky?" tebakku yang membuat Mama mengangguk membenarkan."Jangan terlalu buru-buru! Ingat, kamu itu sudah pernah menikah dua kali. Dua kali pula rumah tanggamu hancur. Mama nggak mau kamu menjanda untuk ketiga kalinya!" tegas Mama. Aku menoleh ke arah Papa. Beliau sedang duduk bersandar sembari membaca koran yang ada di hadapannya."Sesil kan bercerai karena memang ada alasannya, Ma. Mama mau hidup Sesil tak bahagia?" ucapku. Terlihat Papa melipat koran tersebut lalu meletakkan di meja."M