Disisi lain, Naya setelah keluar dari pabrik Naya naik angkot sekitar 10 menit lalu ia turun di halte. Setelahnya Naya berjalan sambil melihat-lihat lowongan kerja.
Hampir setengah jam ia berjalan Naya berjalan namun ia belum menemukan satupun lowongan pekerjaan yang menerimanya yang hanya lulusan SMA. Hingga akhirnya ia melihat rumah makan yang terlihat ramai sekali pengunjung. "Nyoba ke sana kali ya, bismillah dulu aja," gumam Naya lalu berjalan menuju rumah makan tersebut. "Mbak maaf, saya mau nanya apakah disini ada lowongan pekerjaan?" tanya Naya pada salah satu petugas rumah makan tersebut. "Oh iya Mbak, kebetulan ada kita lagi butuh dua orang," jawab perempuan berjilbab pink tersebut membuat Naya langsung menghela nafas lega. "Alhamdulillah," gumamnya. "Mbak mau kerja disini?" tanya wanita tersebut, dengan cepat Naya mengangguk sambil tersenyum. "Mari saya antarkan ketemu Pak Deni pemilik rumah makan ini," ajak perempuan tersebut yangd dibalas anggukan oleh Naya. "Naya," ucap Naya sambil mengulurkan tangannya. "Riri," balas perempuan tersebut sambil membalas uluran tangan Naya, setelahnya Riri membawa Naya bertemu atasannya. "Permisi Pak," "Iya, masuk aja," sahut Deni, Riri masuk terlebih dahulu sedangkan Naya masih di luar. Sekitar dua menit kemudian Riri keluar lalu mempersilahkan Naya masuk. "Permisi Pak," ucap Naya sopan membuat Deni yang sedang mengotak-atik ponselnya langsung mendongak. "Iya, silahkan duduk," ucap Deni yang dibalas anggukan oleh Naya lalu ia duduk berseberangan dengan Deni. Naya membuka maskernya, detik kemudian Deni langsung diam sejenak. "Naya," ucap Deni membuat Naya langsung kaget. "Kamu Naya 'kan? Cucunya nenek Fitri?" tebak Deni membuat Naya langsung mengangguk, tapi ia masih bingung. "Ya ampun Naya, kamu kenal aku gak?" tanya Deni membuat Naya langsung menggeleng. "Kita tetanggaan waktu kecil, ingat rumah hantu," lanjut Deni dengan semangatnya membuat Naya berfikir sejenak detik kemudian ia mengangguk. "Kamu Deni yang sering ingusan itu?" tanya Naya membuat Deni langsung menggaruk tengkuknya sekilas lalu mengangguk. "Itu kan dulu," ucap Deni malu membuat Naya langsung terkekeh. "Ya ampun sekarang kamu udah jadi bos besar ya," puji Naya membuat Deni tersenyum, ia tidak menyangka Deni yang dulu kecil, kurus dan dekil. Sekarang sudah menjema bak pangeran tampan dan juga gagah. "Amin, do'ain ya sekarang baru tiga cabang sih sama satu lagi mini market," jawab Deni membuat Naya langsung mengangguk kagum. Deni sangat senang bisa bertemu dengan Naya temannya waktu SD. "Luar biasa sih kamu," lagi-lagi Naya memuji Deni membuat Deni tidak hentinya tersenyum. "Terima kasih, em … kamu mau lamar kerja?" tanya Deni membuat Naya seketika malu dengan dirinya yang tidak sebanding dengan Deni. "Iya," jawab Naya lalu menunduk malu membuat Deni tersenyum. "Selow kali, gak usah malu kayak gitu, aku juga dulu pernah jadi karyawan rumah makan kurang lebih dua tahun sambil ngumpulin modal dan alhamdulilahnya sekarang bisa buka sendiri," ucap Deni ia tahu pasti Naya merasa malu padanya. "Kamu mau kerja kapan?" tanya Deni membuat Naya sedikit kaget. "Aku udah di terima emangnya?" pertanyaan polos Naya membuat Deni terkekeh. "Iya di terima, kalo gak di terima takut di lempar pake batu kayak dulu," ledek Deni membuat Naya cengengesan. Ia memang sangat tomboy sewaktu kecil, hingga tidak jarang teman laki-lakinya nangis karena ulahnya. "Sekarang kamu udah ayu dan cantik ya," ucap Deni membuat Naya langsung blushing. "Bisa aja si tempurung, lap dulu ingusnya," ledek Naya membuat Deni tertawa. "Udah gak dong," sanggah Deni. "Um … kira-kira aku boleh kerja apa?" tanya Naya membuat Deni sejenak berfikir. "Apa ya, yang lagi kekurangannya sih, cuci piring sama ngantar makanan, kalo kamu jadi asisten aku juga gak apa hahah," jawab Deni sambil tertawa membuat Naya mangut-mangut lalu memicingkan matanya. "Aku mau ngantar makanan aja deh, kalo jadi asisten kamu berat," jawab Naya membuat Deni berhenti tertawa. "Berat kenapa?" "Berat dengerin gombalan receh kamu," jawab Naya membuat Deni langsung geleng-geleng. "Gak boleh gitu, tar malah jatuh cinta," goda Deni membuat Naya langsung tertawa terbahak-bahak. "Jatuh cinta sama kamu haha gak … gak, kamu dulu sering nangis gara-gara aku usulin, payah," ledek Naya membuat Deni langsung menatap Naya tajam. "Itu kan dulu Nay, kamu gak lihat apa ototku, gendong kamu satu tangan aku bisa loh," ujar Deni tidak mau kalah sambil menunjukkan ototnya yang sering di latih di tempat gym. "Oh iya lah, bagus dong biar gak di bully terus," lanjut Naya membuat Deni langsung memutar mata malas. "Kalo kerja disini hati-hati jatuh cinta, itu aja," lanjut Deni membuat Naya langsung geleng-geleng. "Aku udah nikah," ujar Naya membuat Deni langsung kaget. "Bohong, siapa yang mau sama kamu," bantah Deni membuat Naya menggedikkan bahunya. "Ya udah kalo gak percaya," lanjut Naya lalu matanya melihat ke arah jendela tepat di mana gulai dan lauk tersusun rapi. Deni membuka ponselnya sejenak lalu kemudian mematikannya, saat Deni menoleh ia melihat Naya sedang memandangi para karyawan yang sedang membungkus dan menyajikan makanan. "Riri!" panggil Deni membuat Naya kaget lalu menoleh. "Iya Pak," jawab Riri. "Sini bentar," lanjut Deni, tidak berapa lama kamudian Riri sudah diambang pintu. "Tolong bungkus nasi sama lauk yang beda-beda ya, daging, ayam, ikan semua deh sama sayur juga ya," ucap Deni. "Oke siap, Pak," jawab Riri yang dibalas anggukan oleh Deni. Sedangkan Naya hanya diam memperhatikan keduanya, sebelum keluar Riri tersenyum sekilas pada Naya. "Rumah kamu dimana?" tanya Deni membuat Naya langsung menoleh. "Kosan aku di jalan mawar gak jauh kok sekitar 10 menitan naik angkot, itupun tadi sempet macet," jawab Naya yang dibalas anggukan oleh Deni. 'Kosan? Bukannya tadi katanya udah nikah, dasar Naya masih aja suka ngerjain orang,' ucap Deni dalam hati sambil tersenyum. "Kenapa emangnya?" tanya Naya. "Gini, aku ada sedikit kerjaan lagi niatnya aku mau sekalian nganterin kamu pulang aja," jawab Deni membuat Naya mangut-mangut. "Ya udah gak apa-apa, kamu berangkat aja, aku bisa naik angkot kok," ucap Naya lalu mengambil maskernya. "Gak apa-apa bareng aja, itung-itung kamu ngerasain mobilku," sanggah Deni dengan pedenya membuat Naya kembali terkekeh. "Dasar tukang pamer," "Iya dong, kamu harus liat perjuanganku hahah," ucap Deni tidak mau kalah membuat Naya geleng-geleng. "Kita berangkat sekarang?" tanya Deni laku tangannya meraih kunci mobilnya."Boleh," "Pak, ini pesanan yang tadi," ucap Riri."Kasih sama Naya aja," ucap Deni membuat Naya kaget. "Hah?" "Gratis," jawab Deni santai membuat Naya terkekeh begitu juga dengan Riri. "Ini Mbak," ucap Riri sambil memberikan kantong plastik tersebut. "Makasih ya Riri," "Sama-sama, Naya," jawab Riri lalu ia kembali melanjutkan kerjaannya. "Ini beneran, aku gak enak jadinya," ucap Naya membuat Deni menaikkan alisnya sebelah. "Gak enak kenapa? Belum juga di coba udah bilang gak enak," ujar Deni membuat Naya menghembuskan nafas kasar. "Bukan makanannya," kesal Naya. "Ya udah sih enak-enakin aja, ribet deh, yuk," lanjut Deni lalu ia berdiri sambil membenarkan pakaiannya. Naya mengikuti Deni dari belakang sambil beramah-tamah ke karyawan-karyawan lainnya. Selama perjalanan hanya ada keheningan diantara keduanya, aroma makanan yang Naya pegang membuat perutnya keroncong. Kruk! Tiba-tiba suara perutnya berbunyi membuat Naya langsung malu, sedangkan Deni hanya bisa menahan tawa melihat Naya sekarang menjadi sangat pemalu. Uhuk! Uhuk! Naya pura-pura batuk untuk menutupi suara perutnya yang membuatnya malu sampe ubun-ubun. Ingin rasanya ia cepat-cepat sampai karena malu. "Nanti langsung makan aja hemft …," ucap Deni sambil menahan tawanya membuat Naya langsung mendengus kesal. "Gara-gara makanan ini sih harum banget," ucap Naya sambil mengerucutkan bibirnya membuat Deni tertawa."Makanannya yang harum atau kamu yang udah kelaparan?" ledek Deni membuat Naya langsung malu. "Makanannya!" kesal Naya membuat Deni tertawa terbahak-bahak. Begitu sampai di depan kosan Naya, ia langsung turun. "Maaf ya belum bisa mampir," ucap Deni yang dibalas anggukan oleh Naya. "Makasih ya, udah di anter," jawab Naya yang dibalas anggukan oleh Deni. "Yup, sana makan, besok jangan lupa kerja jam 8 kalo telat gajinya aku potong," ujar Deni sambi bercanda membuat Naya langsung menelan salivanya dengan susah payah. "Serius?" tanya Naya membuat Deni lagi-lagi tertawa. "Bercanda Pak, elah serius amat, ya udah pamit ya, assalamualaikum," jawab Deni membuat Naya langsung menghela nafas lega. "Walaikumsalam, hati-hati,"i ujar Naya. "Okey baby," goda Deni membuat Naya langsung melotot. "Dih pede amat," ujar Naya begitu melihat mobil Deni menjauh. "Eh Naya, siapa tuh? Beda lagi sama yang kemaren ya?" tanya Bu Ida tetangga Naya yang mulutnya suka ember dan suka menyebar-nyebarkan gosip. "Eh Bu Ida, itu teman saya," jawab Naya singkat karena ia tidak mau berurusan dengan Ida. "Oh iya ya, o iya suami kamu yang kemaren mana? Kok gak pernah jenguk kamu? Kok pisah rumah juga ya?" tanya Ida mulai kepo, Naya yang mendengar itu langsung merasa laparnya semakin menjadi. "Em Buk, saya masuk dulu ya belum sholat dhuhur," ucap Naya lalu ia masuk begitu saja meninggalkan Ida yang masih di teras rumahnya. "Hum … Naya laris juga ya, ganti laki-laki terus, bisa jadi gosip ini di warung," gumam Ida lalu ia langsung memakai sandalnya lalu berjalan menuju warung tempat biasa Ibu-Ibu kompleks tersebut ngumpul-ngumpul. Dari dalam kosan, Naya ternyata sedang mengintip di balik jendela rasanya ingin melakban mulut Bu Ida yang selalu membuat-buat cerita. "Ih dasar gak tau malu, udah tua masih aja ngurusin hidup orang," kesal Naya sambil meletakkan kantong plastik di tangannya dengan perasaan kesal.Berbeda dengan Naya, Reza justru tidak bisa fokus sama sekali dengan kerjaannya di kantor. Bawaannya terus melamun memikirkan bagaimana cara supaya bisa kembali bertemu dengan Naya.'Apa aku ke kosan Naya aja ya?' gumamnya dalam hati, ada rasa rindu yang membuncah di hatinya. Tok! Tok! Tok!Ceklek Tiba-tiba pintu terbuka membuat Reza langsung menoleh ke arah pintu. "Mama," gumamnya, Neni yang melihat Reza langsung tersenyum lalu mendekati anaknya tersebut."Lagi kerja ya, Nak?" tanya Neni. "Iya Ma," jawab Reza singkat. "Ini Mama bawain makan siang buat kamu, pulang ke rumah ya, Mama kangen kalo gak ada kamu," bujuk Neni membuat Reza langsung memijit pelipisnya."Untuk pulang gak dulu deh Ma, aku butuh ketenangan," jawab Reza membuat Neni langsung menahan kesal. "Tapi adik kamu butuh biaya sekolah," lanjut Neni."Bukannya aku udah transfer uang ke rekening Mama ya seminggu yang lalu?" tanya Reza bingung. "Em … iya, kamu udah transfer tapi Sarah katanya ada praktikum segala macam, Mama
Deg! Reza mematung sejenak melihat kotak kosong itu. Reza kembali memasukkan semua sampah ke dalam kotak lalu ia menaruh kembali kotak itu di atas lemari seperti sedia kala. 'Kemana semua akta sama berkas-berkas peninggalan Papa? Apa mungkin di kamar Mama ya?" gumam Reza bertanya-tanya, tanpa membuang waktu ia langsung keluar dari kamar Papanya berniat masuk ke dalam kamar Mamanya. Baru beberapa langkah ia dari kamar, tiba-tiba Reza mendengar suara orang ngobrol dari arah teras. "Oh no, mereka pulang," gumamnya pelan, detik kemudian Reza teringat kunci masih menempel di pintu. Dengan cepat Reza berlari ke pintu untuk mengambil kuncinya lalu Reza mencari tempat sembunyi. "Huh … akhirnya pulang juga Ma, panas banget," keluh Sarah meletakkan semua belanjaan di meja lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. "Panas … panas kamu yang lama milih-milih barang di mall, liat nih struknya sampe panjang gini," bantah Neni, Reza yang bersembunyi di kamarnya langsung menghembuskan nafas kasar mend
Sore hari, Silvi pulang ke kosannya,saat berjalan menuju kosannya tiba-tiba ia di panggil oleh Ibu-ibu yang sedang nongkrong di warung. "Eh neng Silvi, mau nanya dong? Itu suaminya si Naya kemana sih? Kok dia numpang mulu sama Neng Silvi?" tanya Ibu-ibu tersebut membuat Silvi langsung memutar mata malas. "Pentingnya apa sih Bu, ngurusin hidupnya orang? Lagian Naya gak bikin kalian bangkrut kan kalo dia gak berkabar," tanya Silvi dengan nada tidak suka. *Bukan ngurusin Neng, cari tahu aja soalnya itu si Naya di kosan kamu mul.u, kan takut bikin aib," timpal Ibu-ibu yang di sebekah Bu Ida. "Haduh … ya udah deh Bu, saya mau ke kosan dulu buka puasa, lagi puasa soalnya gak boleh gibah tar gak ada yang sah," bohong Silvi lalu ia kembali berjalan menuju kosannya. "Sombong amat, puasa gitu aja di bilang-bilang," ujar para Ibu-ibu yang tidak di hiraukan oleh Silvi. Tok! Tok! Tok! "Nay," panggil Silvi membuat Naya yang sedang menyetrika langsung beranjak dari duduknya untuk membu
"Udah ikhlasin, ayo masuk," ajak Silvi yang dibalas anggukan oleh Naya lalu mereka berangkat menuju kontrakan yang tidak begitu jauh dari tempat mereka sekarang.Sekitar 5 menit, akhirnya mereka sampai di kontrakan yang sudah mereka booking tadi malam. "Wah … ini kontrakannya, Vi?" tanya Naya yang dibalas anggukan oleh Silvi. "Bagus," puji Naya membuat Silvi terkekeh. "Bayarannya juga lumayan sih hehe," jawab Silvi cengengesan membuat Naya terkekeh. "Ya udah yuk susun barang, aku mau kerja hari ini hari pertama," ucap Naya lalu ia mulai menurunkan barang-barangnya. "Gak usah kerja dulu sih, aku juga gak kerja nih," ajak Silvi membuat Naya langsung melotot. "Gila kali kamu ya, baru kemaren diterima udah ngelunjak, gak … gak, aku tetap kerja," tegas Naya lalu ia mulai memasukkan barang-barang mereka ke dalam kontrakan sedangkan Silvi masih ngobrol dengan Mika di depan. Hari menunjukkan pukul 7.30 Naya dan Silvi sudah selesai beres-beres, Naya langsung mengganti pakaiannya lal
Alex menyusuri jalan hingga ia sampai di kontrakan yang di katakan Wawan. "Ini kali ya?" gumam Alex di dalam mobil lalu ia turun dari mobil. Tok! Tok! Tok! "Assalamualaikum," ucap Alex, namun tidak ada sahutan sedikitpun, beberapa kali Alex memanggil hasilnya tetap nihil. "Nyari siapa?" tanya seseorang membuat Alex langsung berbalik. "Oh Bu, mau nanya dong orangnya dimana ya?" tanya Alex. "Udah gak ngontrak lagi, subuh tadi udah keluar soalnya tadi malam ngabarin saya katanya mau pindah," jawab Ibu tersebut yang ternyata pemilik kontrakan. 'Pindah? Demi apa nyari kemana lagi ini?' batin Alex, ia langsung mengangguk. "Terima kasih Bu," ucap Alex yang dibalas anggukan oleh Ibu tersebut lalu ia kembali masuk ke dalam mobil. "Udahlah, capek banget nyari-nyari gini, pulang aja," gumam Alex lalu ia mulai melajukan mobilnya. Belum jauh mobil melaju, Alex langsung memperjelas penglihatannya ke spion samping. "Itu Silvi bukan?" gumam Alex lalu ia langsung memundurkan kembali mobilnya
Hari menunjukkan pukul 1 siang, Naya duduk sebentar karena merasa capek berjam-jam melayani pembeli. "Mbak Naya," panggil Riri membuat Naya langsung menoleh kalau tersenyum. "Ayo kita makan duluan, nanti biar gantian sama yang lain," ajak Riri membuat Naya langsung mengangguk karena jujur perutnya sudah keroncongan, ia sudah ngiler melihat orang-orang yang lahap makan karena memang rumah makan Deni sederhana, tapi pengunjungnya tidak habis-habis karena masakannya yang enak. "Em … Deni gak kesini lagi?" tanya Naya di sela-sela makan mereka, Riri langsung menggeleng. "Biasanya nggak Mbak, palingan juga datang pas mau tutup sekalian setoran sama laporan pemasukan hari ini," jawab Riri membuat Naya mangut-mangut. "Sumpah sih ini enak banget," lanjut Naya membuat Riri langsung mengangguk. "Iya tau Mbak, apalagi nih sambelnya heh bikin ngiler, aku tuh dari awal kerja di sini gak pernah bosan karena emang enak banget," sambung Riri membuat Naya mangut-mangut. "Udah lama kerja?" tan
"Kak Reza," ucap Naya pelan, tapi Reza sama sekali tidak bergeming ia tetap pada posisinya. Naya melihat hujan kembali turun. "Kak jangan disitu, sini," ajak Naya, tapi lagi-lagi Reza tidak bergerak dari tempatnya tatapan pasrah dan menyesal itu membuat Naya langsung tidak tega. Ia berlari mendekati Reza lalu ia manarik tangan Reza menuju teras kontrakannya. "Kakak ngapain kesini?" tanya Naya sambil melihat kasana-kemari takut di lihat warga. Reza membuka kancing kemejanya membahas Naya kaget. "K–kak mau ngapain?" tanya Naya panik, detik kemudian Reza mengeluarkan kertas yang dilapisi plastik. Kemudian ia memberikannya pada Naya, sedangkan Naya malah bingung melihat itu. Tanpa membuang waktu ia langsung membuka plastik tersebut, detik kemudian mata Naya membola melihat kartu keluarga yang berisikan nama Reza dan dirinya. "Kak-" "Aku mohon Naya, kasihani aku," pinta Reza membuat Naya tidak bisa membendung air matanya ia langsung buru-buru menunduk menyembunyikan air matanya.
"Ta–tante mau bunuh Re–reza?" tanya Nova tidak percaya. "Tante udah muak banget baik-baik sama dia, ternyata dia malah kayak gini Tante tau dia lakuin ini pasti karena Naya dan sekarang Tante mau benar-benar nunjukin gimana Tante sebenarnya," lanjut Neni membuat Nova langsung mengurungkan niatnya untuk curhat. Disisi lain, Alex benar-benar membawa Silvi ke rumah orang tuanya. Sekarang mobilnya sudah terparkir di halaman rumah. "Kak ini ngapain?" "Mampir dulu, ini rumah orang tua saya," jawab Alex membuat Silvi melotot. "Ini beneran rumah Kakak? 'Kan tadi aku bilang pu-" "Laper gak, ini saya laper banget kangen masakan Ibu saya. Lagian dari pagi saya udah nyari-nyari kamu dan Naya ke mulai dari pabrik, kontrakan lama kalian sama ya ini lagi," terang Alex memotong ucapan Silvi. "Siapa suruh nyari-nyari sampe segitunya!" bantah Silvi pelan tapi terdengar jelas oleh Alex. Alex langsung menoleh ke samping lalu mendekatkan tubuhnya ke Silvi membuat Silvi langsung kaget. "Bisa g
"Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng
Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante
Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y
[Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d
"Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran
Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse
Setelah Dokter pulang Reza belum kunjung sadar membuat rasa takut dan panik masih menghantui Naya dan yang lainnya. Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara mobil terparkir di halaman. "Siapa yang datang Rey?" tanya Naya, Rey langsung melihat ke arah jendela. "Bang Alex, Kak." jawab Rey membuat Naya mangut-mangut. "Assalamualaikum, waduh rame banget ini, ada apa?" ucap Alex yang sudah berdiri diambang pintu kamar membuat yang lain menoleh. "Walaikumsalam." "Eh … kenapa ini? Reza kenapa?" tanya Alex bingung. "Pingsan Kak." "Hah? Kok bisa?" tanya Alex lagi. "Gak tau tadi lagi berdua doang disini sama Zahra, tiba-tiba aku datang Kak Reza udah gak sadarkan diri di tambah Zahra duduk di dadanya." terang Naya membuat Alex kaget sekaligus lucu mendengarnya. "Zahra mana?" "Tuh." tunjuk Naya, Zahra yang sedang asik dengan bonekanya tidak menyadari Alex sudah di dekatnya. "Zahra …" "Ha …" sahut Zahra sambil mendongak membuat Alex gemas lalu mencubit pipi gembul itu.
Keesokan harinya Naya bangun terlebih dahulu, ia melihat Reza masih tidur pulas. Tanpa membuang waktu ia langsung mengerjakan tugasnya sebagaimana ia seorang istri. Pukul 5.30 Naya mendekati Reza pelan-pelan ia mulai membangunkan suaminya itu. "Kak ..." panggil Naya sambil menggoyang-goyangkan tangan Reza membuat sang empu mulai terusik kemudian membuka matanya. "Hem." dehem Reza lalu ia bangkit dari ranjang menunaikan ibadah sholat subuh. Sedangkan Naya yang melihat itu hanya bisa menghela nafas panjang lalu ia memilih keluar dari kamar. 15 menit kemudian Reza sudah selesai melakukan sholat, ia bangkit lalu melihat ke arah ranjang Zahra. Dan benar saja anak kecil itu sudah duduk disana membuat bibir Reza tersenyum lalu ia menggendong Zahra. "Anak kecil udah bangun?" ucap Reza membuat Naya mengusap-usap wajahnya. "Ayo kita cuci muka dulu biar gak ngantuk lagi." lanjut Reza lalu ia membawa Zahra ke kamar mandi mengusap air ke wajah Zahra. Hal itu membuat Zahra sedikit kaget kar
Tiba-tiba saja air mata Naya semakin deras memastikan yang didepannya itu adalah RezaBegitu Reza sangat dekat Naya bahu Naya kembali bergetar hebat seolah-olah memberitahu jika dirinya tidak sedang baik-baik saja."Hiks ... Kakak ..." pinta Naya selirih mungkin membuat laki-laki itu membuka kacamatanya lalu menatap Naya bingung."Kakak baik-baik aja kah?""Kamu siapa ya?"Jleb!Naya langsung luruh ke lantai ia tidak bisa lah menopang tubuhnya."Eh ... Kenapa kamu malah duduk? Apa kamu mengenal saya?" tanya Reza membuat Naya tidak bisa menjawab apa-apa lagi."Eh Bu ... Kenapa ini?" tiba-tiba security menghampiri Naya yang duduk di lantai."Mbak kenapa ayo saya bantu berdiri saya antarkan pulang ya Mbak." ucap satpam tersebut karena ia sudah benar-benar kasihan sama Naya.Naya hanya diam dibantu security tersebut untuk berdiri matanya terus menatap Reza tapi lidahnya sudah kaku dan kelu."Ayo Mbak jangan begini terus setiap hari kasian keluarga Mbak." nasehat security tersebut."Saya b