Keesokan harinya, Alex sudah rapi hendak berangkat ke kantor. Baru saja ia keluar dari kamarnya tiba-tiba ia melihat Reza sedang melamun di ruang tamu.
"Reza," panggil Alex membuat Reza langsung kaget. "Hum," Reza menoleh. "Gak ngantor?" tanya Alex sambil merapikan kancing kemejanya. "Saya bingung Lex, saya pengen ketemu Naya, tapi udah gak bisa, saya nggak mood ngantor," jawab Reza membuat Alex seketika diam, sebenarnya ada rasa kasihan di hatinya, tapi balik lagi Reza tetaplah laki-laki yang seharusnya bisa mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk. "Untuk saat ini mungkin jangan dulu, kasih Naya waktu jangan kamu cecer terus, kasian dia," usul Alex membuat Reza semakin bingung. "Tap-" "Gak apa-apa deh, besok saya ke pabrik demi kamu, ntar saya fotoin kalo ada naya di sana," potong Alex, ia malas berdebat dengan Reza yang masih mementingkan kepentingannya sendiri. "Ngantor gih, jangan sampai kantor hancur gara-gara kamu, buktikan kalo kamu itu bertanggung jawab, soal Naya serahkan pada yang kuasa. Karena sedikit demi sedikit kamu akan tahu semuanya dari keluargamu sendiri, udahlah capek ceramah terus," lanjut Alex lalu meminum air putih di depannya. "Iya, nanti saya berangkat," jawab Reza membuat Alex menaikkan alisnya sebelah. "Ya udah kalo gitu saya duluan," lanjut Alex yang dibalas anggukan oleh Reza. "Hati-hati," ucap Reza membuat Alex kembali berbalik. "Kamu tuh yang hati-hati, jangan sampe bunuh diri tar Naya buat saya," celetuk Alex membuat Reza melotot. "Heh!" kesal Reza membuat Alex tertawa. Disisi lain, Naya benar-benar terpuruk dan masih kepikiran terus setelah mengetahui Aga itu adalah suaminya sendiri. "Naya ayo makan, ini aku udah masak telur dadar kesukaanmu," ajak Silvi. "Wah … makasih banyak ya," ucap Naya lalu mendekati Silvi. Silvi yang melihat Naya duduk disampingnya langsung memperhatikan wajah temannya tersebut. "Nay," panggil Silvi. "Hum," "Kok kamu makin pucat sih? Kamu sakit?" tanya Silvi merasa heran dengan Naya akhir-akhir ini. "Gak tahu nih, mungkin kurang minum kali, suka pusing," jawab Naya membuat Silvi mengangguk. "Bisa jadi, masih kepikiran Reza?" tanya Silvi membuat Naya langsung menggedikkan bahunya. "Udah sih, suami kayak gitu harus di kasih pelajaran Nay, kamu harus buat dia sadar betapa pentingnya kamu dalam hidupnya," ucap Silvi membuat Naya menghela nafas panjang. "Aku gak penting malah di hidupnya," jawab Naya santai. "Jadi pindah?" tanya Silvi yang di balas anggukan oleh Naya. "Aku mau resign aja dari pabrik, malu aku kerja di sana di bully terus hiks … sakit Vi," tiba-tiba tangis Naya pecah membuat Silvi langsung memeluk Naya dari samping. "Sabar ya, aku akan tetap bantu kamu kok tenang aja," ucap Silvi yang dibalas anggukan oleh Naya. Setelah selesai makan mereka berdua siap-siap untuk berangkat ke pabrik. Sekitar 10 menit jalan, akhirnya keduanya sampai di pabrik. "Aku ke bagian pengemasan dulu ya, apa mau aku temani sampai Pak Wawan datang?" tanya Silvi. "Gak apa-apa kamu kerja aja, aku nunggu depan ruangan Pak Wawan aja," jawab Naya yang dibalas anggukan oleh Silvi. Naya duduk di depan ruangan Wawan sekitar 15 menit akhirnya orang yang ia tunggu akhirnya datang juga. Naya melihat jam menunjukkan pukul 9 pagi. "Naya," sapa Wawan membuat Naya langsung berdiri sambil tersenyum. "Pak Wawan, selamat pagi," ucap Naya. "Pagi, ada yang bisa saya bantu kah, sampai nunggu di depan ruangan saya?" tanya Wawan yang dibalas anggukan oleh Naya. "Oh kalo begitu mari ngobrol di dalam aja," ajak Wawan lalu membuka pintu ruangannya. "Silahkan duduk," suruh Wawan sambil meletakkan barang yang dia bawa. "Baik Pak," "So, ada apa Naya?" tanya Wawan ikut duduk di seberang Naya. "Pak maaf jika selama saya kerja disini banyak membuat kesalahan sehingga Bapak, Pak Alex Pak Aga jadi repot karena saya. Terima kasih banyak sudah mengizinkan saya bekerja disini Pak, tapi sekarang saya berniat mau resign dulu, Pak," ujar Naya. "Hah?" Wawan kaget mendengar ucapan Naya barusan. "Iya Pak, maafin saya belum bisa jadi karyawan yang baik ya," ucap Naya membuat Wawan mangut-mangut. "Em … saya gak ada hak juga ya Naya untuk larang kamu resign, saya paham posisi kamu, saya sebagai HRD juga meminta maaf sama kamu karena pelayanan pabrik tidak sesuai yang kamu harapkan," ujar Wawan yang dibalas anggukan oleh Naya. "Saya sih Pak, yang harusnya minta maaf gara-gara saya pabrik jadi heboh dadakan," sambung Naya. "Oke, tapi untuk surat resmi resign kamu belum bisa saya kasih sekarang ya, karena butuh tanda tangan Pak Alex sedangkan beliau gak tau kapan nih datang kesini, kamu tahu sendiri 'kan Pak Alex gak hanya ngurus ini," lanjut Wawan yang dibalas anggukan oleh Naya. "Gak apa-apa Pak, mungkin nanti kalo udah jadi saya minta tolong sama Silvi aja untuk mengambilnya kesini," lanjut Naya yang dibalas anggukan oleh Wawan. "Sekarang kamu mau kerja dimana?" "Em … belum tau nih Pak, rencananya hari ini saya mau nyari-nyari sih, semoga ada yang nerima,"lanjut Naya. "Saya hanya bisa do'ain ya, kalo semisalnya mau kerja disini lagi, berkabar aja nanti saya coba sampaikan ke Pak Alex atau Pak Aga karena dua orang ini saya lihat sangat respek sama kamu," usul Wawan membuat Naya langsung memaksakan bibirnya tersenyum mendengar nama Reza. "Baik Pak, terima kasih banyak, kalo gitu saya pamit ya Pak," lanjut Naya. "Iya hati-hati ya Naya, semoga sukses," ucap Wawan. "Terima kasih Pak, permisi," Begitu Naya pergi Wawan langsung menuju komputernya membuat surat resmi resign Naya. Disisi lain, Alex sedang mewawancarai beberapa calon karyawan yang mendaftar di perusahaannya, karena memang membutuhkan sekitar lima orang. Sudah hampir satu jam ia melaksanakan wawancara. "Pak, ini pendaftar selanjutnya," ucap Tere memberikan CV pendaftar tersebut. "Baik, tunggu lima menit baru panggil orangnya ya, saya baca dulu," ucap Alex. "Baik Pak," Alex membuka map di tangannya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. "Widyawati Novariana," "Hum … pengalaman kerjanya lumayan bagus, tapi tunggu … perusahaan Adinata Company? Bukannya ini perusahaan Reza," gumam Alex sambil memanyunkan bibirnya sedikit. "Oke, Tere silahkan suruh masuk," lanjut Alex. "Baik Pak," Drt … drt … drt. Tiba-tiba ponsel Alex bergetar, ia menoleh melihat layar ponselnya. "Wawan," gumamnya. "Permisi Pak," ucap seseorang membuat Alex langsung menoleh, detik kemudian ia kaget melihat yang datang tidak lain adalah Nova. 'Nova,' ucap Alex dalam hati, ia seketika teringat saat gadis itu mengedipkan mata padanya kemaren. 'Oh Nova, ternyata kamu bukan wanita baik-baik ya selalu mencari kesempatan dalam kesempitan, baiklah kita mulai permainan,' ucap Alex dalam hati. "Boleh saya duduk, Pak?" pertanyaan Nova membuat Alex langsung tersadar. "Oh, silahkan," ucap Alex, ia dapat melihat pakaian gadis itu tidak ada ubahnya seperti pakaian murahan. "Oke Nova, kamu mau lamar di kantor saya?" Alex memulai wawancaranya. "Iya Pak," jawab Nova. "Oke, apa kelebihan dirimu, skillmu?" tanya Alex lalu ia fokus ke CV Nova. "Em … saya sudah hampir tiga tahun jadi sekretaris di perusahaan yang berbeda-beda, Pak,"jawab Nova. "Apakah kamu pernah di pecat dari perusahaan lain?" tanya Alex dengan santainya. 'Pertanyaan apa ini, jelas-jelas dia tahu kalo aku di pecat sama Reza!' umpat Nova dalam hati. "Eh iya Pak, tapi saya di pecat bukan karena kinerja saya, itu cuma salah paham aja," jawab Nova membuat Alex mangut-mangut. "Berapa gaji yang kamu inginkan?" tanya Alex lagi membuat Nova sejenak berfikir. "Em … sesuai kerjaan saya aja Pak dan seperti gaji pada umumnya, besar harapan saya di terima sih Pak sini," jwab Nova dengan manisnya. "Oke, kamu sangat ingin bekerja disini?" tanya Alex lagi yang dibalas anggukan oleh Nova. "Di bagian mana?" pertanyaan Alex tersebut membuat Nova tersenyum dalam hati, ia sudah melihat tanda-tanda lampu hijau dirinya bakal di terima. "Terserah Bapak aja, karena saya tahu Bapak pasti bisa menentukannya," jawab Nova sambil tersenyum membuat Alex mangut-mangut. 'Wawancaranya bagus, tapi pakaiannya bisa bikin musibah di kantor ini,' gumam Alex lalu mengehela nafas. "Em … kamu yakin apapun yang saya tentukan?" ulang Alex yang dibalas anggukan oleh Nova, senyuman manis tidak pudar dari bibirnya. "Sebenarnya perusahaan ini sangat membutuhkan OB atau office girl sih, kira-kira kamu mau gak?" tanya Alex membuat mata Nova langsung membola dan mulutnya sedikit terbuka. "OB?" ulang Nova yang dibalas anggukan oleh Alex. "Yang benar saja dong Pak, saya dari sekretaris turun ke Ob," sanggah Nova tidak terima dengan ucapan Alex barusan. "Lah, tadi kamu bilang saya yang nentuin, kalo sekretaris disini sudah ada karyawan juga sudah full yang dibutuhkan sekarang ya OB," jelas Alex berbohong padahal ia juga lagi membutuhkan beberapa karyawan, Nova langsung menelan salivanya dengan susah payah. Ia tidak mengerti situasinya sekarang antara peluang dan musibah. "Tapi Pak-" "Silahkan di pikirkan lagi aja, toh itu cuma tawaran kalo kamu gak mau, ya gak masalah, di luar masih banyak yang antri soalnya," lanjut Alex membuat Nova seketika bingung. "Em … saya pikirkan dulu aja kali ya Pak, nanti saya hubungi Bapak, boleh minta kontak Bapak gak?" tanya Nova membuat Alex menyatukan kedua tangannya. "Em … kalo buat kontak silahkan ke Tere aja karena itu bagian dia ya," jawab Alex membuat Nova langsung mengangguk. Padahal ia sangat ingin mendapatkan kontak Alex. "Sudah selesai, silahkan keluar," lanjut Alex, Nova hanya bisa menghela nafas panjang. Rasanya wawancara yang sudah ia siapkan semalaman tidak mempan.Disisi lain, Naya setelah keluar dari pabrik Naya naik angkot sekitar 10 menit lalu ia turun di halte. Setelahnya Naya berjalan sambil melihat-lihat lowongan kerja. Hampir setengah jam ia berjalan Naya berjalan namun ia belum menemukan satupun lowongan pekerjaan yang menerimanya yang hanya lulusan SMA. Hingga akhirnya ia melihat rumah makan yang terlihat ramai sekali pengunjung. "Nyoba ke sana kali ya, bismillah dulu aja," gumam Naya lalu berjalan menuju rumah makan tersebut. "Mbak maaf, saya mau nanya apakah disini ada lowongan pekerjaan?" tanya Naya pada salah satu petugas rumah makan tersebut. "Oh iya Mbak, kebetulan ada kita lagi butuh dua orang," jawab perempuan berjilbab pink tersebut membuat Naya langsung menghela nafas lega. "Alhamdulillah," gumamnya. "Mbak mau kerja disini?" tanya wanita tersebut, dengan cepat Naya mengangguk sambil tersenyum. "Mari saya antarkan ketemu Pak Deni pemilik rumah makan ini," ajak perempuan tersebut yangd dibalas anggukan oleh Naya. "Naya,"
Berbeda dengan Naya, Reza justru tidak bisa fokus sama sekali dengan kerjaannya di kantor. Bawaannya terus melamun memikirkan bagaimana cara supaya bisa kembali bertemu dengan Naya.'Apa aku ke kosan Naya aja ya?' gumamnya dalam hati, ada rasa rindu yang membuncah di hatinya. Tok! Tok! Tok!Ceklek Tiba-tiba pintu terbuka membuat Reza langsung menoleh ke arah pintu. "Mama," gumamnya, Neni yang melihat Reza langsung tersenyum lalu mendekati anaknya tersebut."Lagi kerja ya, Nak?" tanya Neni. "Iya Ma," jawab Reza singkat. "Ini Mama bawain makan siang buat kamu, pulang ke rumah ya, Mama kangen kalo gak ada kamu," bujuk Neni membuat Reza langsung memijit pelipisnya."Untuk pulang gak dulu deh Ma, aku butuh ketenangan," jawab Reza membuat Neni langsung menahan kesal. "Tapi adik kamu butuh biaya sekolah," lanjut Neni."Bukannya aku udah transfer uang ke rekening Mama ya seminggu yang lalu?" tanya Reza bingung. "Em … iya, kamu udah transfer tapi Sarah katanya ada praktikum segala macam, Mama
Deg! Reza mematung sejenak melihat kotak kosong itu. Reza kembali memasukkan semua sampah ke dalam kotak lalu ia menaruh kembali kotak itu di atas lemari seperti sedia kala. 'Kemana semua akta sama berkas-berkas peninggalan Papa? Apa mungkin di kamar Mama ya?" gumam Reza bertanya-tanya, tanpa membuang waktu ia langsung keluar dari kamar Papanya berniat masuk ke dalam kamar Mamanya. Baru beberapa langkah ia dari kamar, tiba-tiba Reza mendengar suara orang ngobrol dari arah teras. "Oh no, mereka pulang," gumamnya pelan, detik kemudian Reza teringat kunci masih menempel di pintu. Dengan cepat Reza berlari ke pintu untuk mengambil kuncinya lalu Reza mencari tempat sembunyi. "Huh … akhirnya pulang juga Ma, panas banget," keluh Sarah meletakkan semua belanjaan di meja lalu menghempaskan tubuhnya di sofa. "Panas … panas kamu yang lama milih-milih barang di mall, liat nih struknya sampe panjang gini," bantah Neni, Reza yang bersembunyi di kamarnya langsung menghembuskan nafas kasar mend
Sore hari, Silvi pulang ke kosannya,saat berjalan menuju kosannya tiba-tiba ia di panggil oleh Ibu-ibu yang sedang nongkrong di warung. "Eh neng Silvi, mau nanya dong? Itu suaminya si Naya kemana sih? Kok dia numpang mulu sama Neng Silvi?" tanya Ibu-ibu tersebut membuat Silvi langsung memutar mata malas. "Pentingnya apa sih Bu, ngurusin hidupnya orang? Lagian Naya gak bikin kalian bangkrut kan kalo dia gak berkabar," tanya Silvi dengan nada tidak suka. *Bukan ngurusin Neng, cari tahu aja soalnya itu si Naya di kosan kamu mul.u, kan takut bikin aib," timpal Ibu-ibu yang di sebekah Bu Ida. "Haduh … ya udah deh Bu, saya mau ke kosan dulu buka puasa, lagi puasa soalnya gak boleh gibah tar gak ada yang sah," bohong Silvi lalu ia kembali berjalan menuju kosannya. "Sombong amat, puasa gitu aja di bilang-bilang," ujar para Ibu-ibu yang tidak di hiraukan oleh Silvi. Tok! Tok! Tok! "Nay," panggil Silvi membuat Naya yang sedang menyetrika langsung beranjak dari duduknya untuk membu
"Udah ikhlasin, ayo masuk," ajak Silvi yang dibalas anggukan oleh Naya lalu mereka berangkat menuju kontrakan yang tidak begitu jauh dari tempat mereka sekarang.Sekitar 5 menit, akhirnya mereka sampai di kontrakan yang sudah mereka booking tadi malam. "Wah … ini kontrakannya, Vi?" tanya Naya yang dibalas anggukan oleh Silvi. "Bagus," puji Naya membuat Silvi terkekeh. "Bayarannya juga lumayan sih hehe," jawab Silvi cengengesan membuat Naya terkekeh. "Ya udah yuk susun barang, aku mau kerja hari ini hari pertama," ucap Naya lalu ia mulai menurunkan barang-barangnya. "Gak usah kerja dulu sih, aku juga gak kerja nih," ajak Silvi membuat Naya langsung melotot. "Gila kali kamu ya, baru kemaren diterima udah ngelunjak, gak … gak, aku tetap kerja," tegas Naya lalu ia mulai memasukkan barang-barang mereka ke dalam kontrakan sedangkan Silvi masih ngobrol dengan Mika di depan. Hari menunjukkan pukul 7.30 Naya dan Silvi sudah selesai beres-beres, Naya langsung mengganti pakaiannya lal
Alex menyusuri jalan hingga ia sampai di kontrakan yang di katakan Wawan. "Ini kali ya?" gumam Alex di dalam mobil lalu ia turun dari mobil. Tok! Tok! Tok! "Assalamualaikum," ucap Alex, namun tidak ada sahutan sedikitpun, beberapa kali Alex memanggil hasilnya tetap nihil. "Nyari siapa?" tanya seseorang membuat Alex langsung berbalik. "Oh Bu, mau nanya dong orangnya dimana ya?" tanya Alex. "Udah gak ngontrak lagi, subuh tadi udah keluar soalnya tadi malam ngabarin saya katanya mau pindah," jawab Ibu tersebut yang ternyata pemilik kontrakan. 'Pindah? Demi apa nyari kemana lagi ini?' batin Alex, ia langsung mengangguk. "Terima kasih Bu," ucap Alex yang dibalas anggukan oleh Ibu tersebut lalu ia kembali masuk ke dalam mobil. "Udahlah, capek banget nyari-nyari gini, pulang aja," gumam Alex lalu ia mulai melajukan mobilnya. Belum jauh mobil melaju, Alex langsung memperjelas penglihatannya ke spion samping. "Itu Silvi bukan?" gumam Alex lalu ia langsung memundurkan kembali mobilnya
Hari menunjukkan pukul 1 siang, Naya duduk sebentar karena merasa capek berjam-jam melayani pembeli. "Mbak Naya," panggil Riri membuat Naya langsung menoleh kalau tersenyum. "Ayo kita makan duluan, nanti biar gantian sama yang lain," ajak Riri membuat Naya langsung mengangguk karena jujur perutnya sudah keroncongan, ia sudah ngiler melihat orang-orang yang lahap makan karena memang rumah makan Deni sederhana, tapi pengunjungnya tidak habis-habis karena masakannya yang enak. "Em … Deni gak kesini lagi?" tanya Naya di sela-sela makan mereka, Riri langsung menggeleng. "Biasanya nggak Mbak, palingan juga datang pas mau tutup sekalian setoran sama laporan pemasukan hari ini," jawab Riri membuat Naya mangut-mangut. "Sumpah sih ini enak banget," lanjut Naya membuat Riri langsung mengangguk. "Iya tau Mbak, apalagi nih sambelnya heh bikin ngiler, aku tuh dari awal kerja di sini gak pernah bosan karena emang enak banget," sambung Riri membuat Naya mangut-mangut. "Udah lama kerja?" tan
"Kak Reza," ucap Naya pelan, tapi Reza sama sekali tidak bergeming ia tetap pada posisinya. Naya melihat hujan kembali turun. "Kak jangan disitu, sini," ajak Naya, tapi lagi-lagi Reza tidak bergerak dari tempatnya tatapan pasrah dan menyesal itu membuat Naya langsung tidak tega. Ia berlari mendekati Reza lalu ia manarik tangan Reza menuju teras kontrakannya. "Kakak ngapain kesini?" tanya Naya sambil melihat kasana-kemari takut di lihat warga. Reza membuka kancing kemejanya membahas Naya kaget. "K–kak mau ngapain?" tanya Naya panik, detik kemudian Reza mengeluarkan kertas yang dilapisi plastik. Kemudian ia memberikannya pada Naya, sedangkan Naya malah bingung melihat itu. Tanpa membuang waktu ia langsung membuka plastik tersebut, detik kemudian mata Naya membola melihat kartu keluarga yang berisikan nama Reza dan dirinya. "Kak-" "Aku mohon Naya, kasihani aku," pinta Reza membuat Naya tidak bisa membendung air matanya ia langsung buru-buru menunduk menyembunyikan air matanya.
"Mama mau nikah?" tanya Reza menggoda Neni membuat Neni langsung memukul tangan anaknya itu pelan. "Gak lah cukup melihat anak-anak Mama bahagia itu udah lebih dari cukup." jawab Neni membuat Reza terkekeh geli. "Gak apa-apa Ma kalo mau nikah juga, direstuin kok." "Gak usah kurang ajar Reza ..." "Hahah ... Beneran Ma." goda Reza. "Sana urusin istri kamu yang lagi hamil gak usah aneh-aneh kamu tuh yang jangan sampai tergoda oleh wanita manapun." omel Neni membuat Reza tersenyum lalu mengangguk. "Siap Bunda Ratu, Naya tidak akan tergantikan." Jawab Reza. Malam hari setelah semuanya pulang, Neni ke kamar bersama Zahra, ia sudah terbiasa tidur dengan cucunya tersebut. "Kak." panggil Naya bagitu melihat Reza sibuk dengan komputernya. "Hum ... kenapa?" tanya Reza sambil melihat Naya seperti anak kecil ingin meminta sesuatu. "Sini sayang." ucap Reza lalu menarik Naya duduk di pangkuannya. "Mau apa cantik?" tanya Reza sambil menciumi pipi istrinya tersebut. "Em ... peng
Dua bulan kemudian Naya mual-mual membuat Reza dan keluarganya bahagia. "Za apa gak kecepatan Zahra punya adik?" tanya Alex saat berkunjung ke rumah Reza. "Gak dong, Zahra udah genap dua tahun nanti adeknya lahir Zahra masuk tiga tahun, yang kecepatan punya adek itu Syakila." jawab Reza dengan santainya membuat Alex melotot. "Silvi gak hamil ya," "Ya iya maksudnya yang kecepatan punya adek itu Syakila kalo misalnya Silvi hamil." "Iya-iya biasa aja kali, o iya Tante Neni berapa lama umroh?" tanya Alex sambil menyeruput kopi. "Dua bulanan semoga pulang dengan selamat." jawab Reza yang diamini oleh Alex. "Gak nyangka ya sekian banyak drama yang terjadi beberapa tahun yang lalu akhirnya kita semuanya bisa tenang menjalani hari, apalagi saya setelah Indri menikah rasanya lega banget." terang Alex membuat Reza mangut-mangut. "Ya begitulah jika tuhan sudah berkehendak yang jahat bisa jadi baik dan yang baik bisa jadi jahat," jawab Reza yang dibalas anggukan oleh Alex. "Tante
Hampir 30 menit Rifki menunggu Indri, tapi Indri belum keluar-keluar juga membuat Rifki greget. Tok! Tok! Tok! "Indri." "Iya ..." "Keluar saya gak nyuruh kamu lama-lama di dalam." ucap Rifki dengan nada tegas membuat Indri langsung memejamkan matanya. 'Lex ... Kamu tega banget sama aku, kamu gak kasian apa lihat aku.' ucapnya dalam hati lalu ia perlahan membuka pintu. Ceklek! Deg! Rifki langsung menelan salivanya dengan susah payah begitu melihat Indri hanya memakai handuk sepaha. "Aku lupa bawa baju ganti." ucapnya membuat Rifki mengalihkan pandangannya sekilas. "Iya, ayo sholat dulu." ajak Rifki lalu mereka melakukan sholat berjamaah. Setelah selesai sholat, Indri membuka mukenahnya lalu ia berjalan ke dekat lemari hendak mengambil baju. Saat ia berjinjit tiba-tiba ia kaget melihat tangan Rifki melingkar di perutnya. "Ri--rifki-- "Aku kangen banget sama kamu." ucap Rifki dengan napas berat membuat Indri merinding. "Aku mau pake baju dulu." lanjut Indri y
[Bukannya gak menghargai atau gimana ya Indri, punten ini mah maaf ... Dari kemaren-kemaren bukannya kamu udah tunangan bahan denger-denger gosipnya udah mau nikah kok sekarang baru mau lagi?] tanya Alex blak-blakan. [Kemaren itu aku kabur Lex dan sekarang dipaksa pulang sama Ayah dan beneran mau dinikahin besok, hiks ...] Silvi yang melihat itu pura-pura tidak mendengar ia fokus pada Syakila. "Kita keluar yuk sayang." ucap Silvi sambil menciumi pipi putrinya itu lalu ia melangkah hendak keluar. Baru dua langkah tiba-tiba tangannya dicekal oleh Alex membuat Silvi berhenti lalu mendongak. Cup! Tiba-tiba ada Alex mengecup bibirnya membuat Silvi mematung. [Sekarang gini, ikuti apa yang disarankan orang tuamu karena orang tua biasanya tau apa yang terbaik untuk anaknya.] jawab Alex yang masih setia memegang tangan Silvi. [Tapi le-- [Udah jangan ngeluh terus kehidupan ini gak gitu-gitu aja, sama halnya kayak saya dan Silvi sudah jadi orang tua dan ya ... Udah otw anak ke d
"Iya Om." jawab Nova membuat laki-laki itu panik bukan main. "Anak siapa?" "Ya anak Om lah sama teman-teman Om itu." jawab Nova yang dibalas gelengan oleh laki-laki paruh baya itu. "Gak mungkin saya gak pernah ngeluarin di dalam kamu bohong, pasti itu kerjaan kamu sama laki-laki lain." tuduh laki-laki itu membuat Nova melotot. "Om! Ini anak Om Budi saya gak pernah sama siapa-siapa semenjak di booking sama Om!" bantah Nova. "Ok kalo itu benar ulahku sekarang gugurkan saja, saya kasih uang." suruh Budi membuat Nova menyunggingkan senyum. "Iya Om, aku minta 50 juta Om harus tanggung jawab ini." ujar Nova membuat Budi mau tidak mau mengangguk. "Tapi ini kamu harus benar-benar menggugurkan anak itu karena jika tidak saya tidak mau tanggung jawab lagi mau gimanapun juga." ancam Budi membuat Nov. "Iya Om aman nanti aku gugurin, Om mau gak?" goda Nova membuat Budi tersenyum miring. "Tanpa kamu suruh pun aku akan tetap mengambil alih itu." jawab Budi lalu mendorong Nova ke ran
Sore hari setelah Alex dan Silvi pulang. Reza sedang berdiri di dekat jendela kamar sambil bersedekap dada. Ceklek! Naya yang baru saja masuk langsung mengunci pintu lalu mendekati suaminya itu. 'Kak Reza kenapa lagi ya? Jangan bilang dia lupa Ingatan lagi.' ucap Naya dalam hati lalu memberanikan diri memegang tangan Reza. "Kak ..." "Hum." Reza kaget lalu menoleh ke samping, detik kemudian bibirnya tersenyum manis. "Kakak mikirin apa?" tanya Naya, Reza langsung membawa Naya berdiri di depannya menghadapi jendela. Lalu Reza memeluk istrinya itu dari belakang menyandarkan kepalanya di bahu Naya membuat Naya sedikit kaget, ia menoleh kesamping bertepatan dengan wajah Reza di dekatnya. Cup! "Zahra mana sayang? tanya Reza membuat Naya tersenyum lalu ia mencium kembali pipi suaminya itu. "Zahara dibawa jalan-jalan sama Nurul, Rey sama Mama." jawab Naya. "Oh mereka jalan-jalan, kamu kenapa gak ikut?" tanya Reza. "Mau sama Kakak aja." jawab Naya pelan membuat Reza terse
Setelah Dokter pulang Reza belum kunjung sadar membuat rasa takut dan panik masih menghantui Naya dan yang lainnya. Tidak beberapa lama kemudian terdengar suara mobil terparkir di halaman. "Siapa yang datang Rey?" tanya Naya, Rey langsung melihat ke arah jendela. "Bang Alex, Kak." jawab Rey membuat Naya mangut-mangut. "Assalamualaikum, waduh rame banget ini, ada apa?" ucap Alex yang sudah berdiri diambang pintu kamar membuat yang lain menoleh. "Walaikumsalam." "Eh … kenapa ini? Reza kenapa?" tanya Alex bingung. "Pingsan Kak." "Hah? Kok bisa?" tanya Alex lagi. "Gak tau tadi lagi berdua doang disini sama Zahra, tiba-tiba aku datang Kak Reza udah gak sadarkan diri di tambah Zahra duduk di dadanya." terang Naya membuat Alex kaget sekaligus lucu mendengarnya. "Zahra mana?" "Tuh." tunjuk Naya, Zahra yang sedang asik dengan bonekanya tidak menyadari Alex sudah di dekatnya. "Zahra …" "Ha …" sahut Zahra sambil mendongak membuat Alex gemas lalu mencubit pipi gembul itu.
Keesokan harinya Naya bangun terlebih dahulu, ia melihat Reza masih tidur pulas. Tanpa membuang waktu ia langsung mengerjakan tugasnya sebagaimana ia seorang istri. Pukul 5.30 Naya mendekati Reza pelan-pelan ia mulai membangunkan suaminya itu. "Kak ..." panggil Naya sambil menggoyang-goyangkan tangan Reza membuat sang empu mulai terusik kemudian membuka matanya. "Hem." dehem Reza lalu ia bangkit dari ranjang menunaikan ibadah sholat subuh. Sedangkan Naya yang melihat itu hanya bisa menghela nafas panjang lalu ia memilih keluar dari kamar. 15 menit kemudian Reza sudah selesai melakukan sholat, ia bangkit lalu melihat ke arah ranjang Zahra. Dan benar saja anak kecil itu sudah duduk disana membuat bibir Reza tersenyum lalu ia menggendong Zahra. "Anak kecil udah bangun?" ucap Reza membuat Naya mengusap-usap wajahnya. "Ayo kita cuci muka dulu biar gak ngantuk lagi." lanjut Reza lalu ia membawa Zahra ke kamar mandi mengusap air ke wajah Zahra. Hal itu membuat Zahra sedikit kaget kar
Tiba-tiba saja air mata Naya semakin deras memastikan yang didepannya itu adalah RezaBegitu Reza sangat dekat Naya bahu Naya kembali bergetar hebat seolah-olah memberitahu jika dirinya tidak sedang baik-baik saja."Hiks ... Kakak ..." pinta Naya selirih mungkin membuat laki-laki itu membuka kacamatanya lalu menatap Naya bingung."Kakak baik-baik aja kah?""Kamu siapa ya?"Jleb!Naya langsung luruh ke lantai ia tidak bisa lah menopang tubuhnya."Eh ... Kenapa kamu malah duduk? Apa kamu mengenal saya?" tanya Reza membuat Naya tidak bisa menjawab apa-apa lagi."Eh Bu ... Kenapa ini?" tiba-tiba security menghampiri Naya yang duduk di lantai."Mbak kenapa ayo saya bantu berdiri saya antarkan pulang ya Mbak." ucap satpam tersebut karena ia sudah benar-benar kasihan sama Naya.Naya hanya diam dibantu security tersebut untuk berdiri matanya terus menatap Reza tapi lidahnya sudah kaku dan kelu."Ayo Mbak jangan begini terus setiap hari kasian keluarga Mbak." nasehat security tersebut."Saya b