Home / Romansa / Penyamaran Saudara Kembar / Terbongkarnya Penyamaran Dejan

Share

Terbongkarnya Penyamaran Dejan

Author: DV Dandelion
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Devan mendapat jatah libur dari kantor selama lima hari. Tadinya dia ingin bersantai saja dan tinggal di Jambi, tetapi Talita merengek ingin ditemani ke Jakarta. Dia sudah kangen dengan hiruk pikuk suasana metropolitan dan menyambangi pusat perbelanjaan.

Setelah dipikir-pikir lagi, sepertinya ajakan Talita itu menarik juga. Devan bisa pulang mengunjungi orang tuanya dan berkoordinasi langsung dengan rekan kerja dari kantor pusat. Selain itu, dia juga penasaran dengan alasan orang tua Kintan marah-marah lewat telepon beberapa waktu sebelumnya.

Kalau dipikir-pikir, Kintan sendiri juga tidak pernah menghubungi Devan semenjak dia pindah tugas. Jika akhirnya hubungan mereka kandas, kesalahan itu bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Devan.

Maka hari itu, di suatu akhir pekan yang cerah, Devan dan Talita berangkat dengan penerbangan paling pagi pukul 06.45. Proyek mereka sementara ditangani oleh Penanggung Jawab Lapang yang sudah lebih dahulu ditugaskan di sana.

Kintan. Nama itu seakan-ak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Penyamaran Saudara Kembar   Sakitnya Dikhianati Sahabat Sendiri

    Sepeninggal Devan, Kintan hanya bisa terduduk lemas di lantai ruang kerja. Semuanya terlalu sulit untuk dicerna akal sehat. Tatapannya kosong. Air matanya sampai tidak bisa lagi menetes. Satu-satunya penanda bahwa dia masih sadar adalah kelopak matanya yang masih berkedip perlahan. Detak jam dinding seolah-olah mengantarkan ingatan Kintan akan kebersamaannya dengan Devan palsu. Ya, bagi Kintan semuanya palsu.Sikap Dejan pasti palsu. Perhatian Dejan juga palsu. Pun dengan rasa cinta yang sempat membuat jantung Kintan berdebar kencang. Itu juga palsu.Dalam bayangannya, dua lelaki kembar tersebut tengah mentertawakan kebodohannya. Mau marah, tapi tidak tahu harus marah kepada siapa. Toh, muara semua kesalahpahaman itu sebenarnya dari kekurangannya yang tidak bisa membedakan wajah.Suara ketukan di pintu membuat Kintan akhirnya tersadar bahwa dirinya masih berada di ruang kerja. Ratri memanggilnya dari luar berulang kali. Kintan pun akhirnya menguatkan kedua lutut untuk berdiri dan mem

  • Penyamaran Saudara Kembar   Kintan Pingsan!

    "Kasih jalan! Kasih jalan!" seru seorang lelaki yang membopong tubuh mungil Kintan. Kerumunan yang semula mengitari mereka lantas menepi untuk membiarkan orang itu lewat.Kintan dibawa ke bawah pohon yang teduh. Kakinya diluruskan dan badannya dikipasi. Seorang wanita berseragam minimarket menepuk pipinya berulang kali untuk memeriksa kesadaran Kintan."Permisi, Mas, Mbak ...." Dinda sampai di tempat itu dengan terengah-engah. Dia langsung berlutut di samping tubuh Kintan yang tergolek tak berdaya."Kintan! Sadar, Tan ... Ya Allah, kenapa jadi kayak gini, sih?" Embun menggelayut di ujung mata Dinda."Mas, ini teman saya. Kalau nggak keberatan, saya mau minta tolong bawa dia ke salon saya yang di ujung itu. Nanti biar saya panggilkan dokter untuk diperiksa," pinta Dinda dengan wajah cemas."Oh, boleh, Mbak. Syukurlah kalau Mbak ini temannya."Dinda dan wanita berseragam minimarket membopong tubuh Kintan bagian atas sedangkan kakinya dibopong lagi oleh lelaki itu. Sinar matahari yang te

  • Penyamaran Saudara Kembar   Bantuan Malia

    Dejan mencengkeram ponselnya kuat-kuat setelah sambungan telepon terputus. Berita dari Dinda bagaikan petir di siang bolong.Entah apa yang harus dia perbuat untuk menebus kesalahan kepada Kintan. Ya, kesalahan. Meski awalnya Devan yang menyakiti hati Kintan dengan diam-diam menduakannya, Dejan juga punya andil karena menutupi kebohongan itu dengan kebohongan lain.Sebagai manusia yang punya hati, Dejan bisa merasakan sakitnya menjadi Kintan. Ibarat kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah calon suami selingkuh, kembaran suaminya malah mengaku-aku demi bisa mendekatinya.Pasca dihubungi Dinda, tak lama kemudian Devan juga menghubunginya. Dia dihadapkan pada dua pilihan: tidak mengangkat telepon itu, tetapi akan dicap sebagai pecundang atau mengangkat telepon dan menerima konsekuensi akan ditertawakan habis-habisan.Semuanya sudah kepalang tanggung. Nasi sudah menjadi bubur. Mengelak bukanlah sifat seorang ksatria. Dia harus berani menghadapi risiko dari semua perbuatannya

  • Penyamaran Saudara Kembar   Bu Dian Mulai Berubah

    Welcome to IndonesiaTulisan di Bandara Soekarno-Hatta itu membuat wajah Malia berseri-seri. Meski telah melalui perjalanan panjang selama belasan jam, Malia masih sanggup berfoto-foto dan menggeret kopernya penuh semangat.Wajah Dejan masih seasam perasan jeruk nipis. Kalau saja tidak berhutang budi kepada Malia, sudah pasti dia akan mengusir gadis itu jauh-jauh.Mereka memesan taksi menuju sebuah hotel bintang empat di kawasan Mampang, Jakarta Selatan. Malia sempat menawarkan agar Dejan menumpang mandi dan berganti pakaian, tetapi langsung ditolak mentah-mentah. Tujuan Dejan hanya satu: segera kembali ke rumah untuk menemui Devan dan menyelesaikan semuanya."Ingat, Malia, jangan cari gara-gara! Aku mengizinkanmu ikut sebagai timbal balik atas bantuanmu," tegasnya sebelum meninggalkan hotel."Telingaku masih di sini, Dejan, tidak perlu kau ulangi berkali-kali!"Malia cemberut. Dia memang belum tau tujuan kepulangan Dejan yang sebenarnya, tetapi gelagatnya jelas terlihat marah sekali

  • Penyamaran Saudara Kembar   Adu Jotos

    "Emm, omong-omong, ke dokter apa kamu akan berobat? Maksudku, apakah cukup ke dokter umum atau perlu ke spesialis?" tanya Dejan saat turun dari mobil.Malia adalah warga negara asing sehingga Dejan perlu membantunya melakukan registrasi di lobi rumah sakit."Spesialis kandungan," jawab Malia tanpa ragu. Dejan terhenyak beberapa detik. Dokter spesialis kandungan? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Malia?"Kenapa wajahmu tegang begitu? Kamu pikir aku hamil?" terka Malia tanpa tedeng aling-aling."Ya, emm, tidak ... Maksudku, sedikit saja." Dejan mengacungkan jempol dan telunjuk yang hampir menyatu untuk menegaskan kata 'sedikit' itu. Malia terkekeh. Jawaban Dejan yang terbata-bata itu jelas menunjukkan bahwa dia grogi dan takut salah bicara."Bagaimana kalau nanti dokter bertanya siapa ayahnya? Haruskah kujawab bahwa itu kamu?" Malia semakin merasa di atas angin, ingin mengusilinya.Dejan memasang muka datar dengan lirikan setajam belati. "Kalau kau tidak sesakit itu dan masih bisa b

  • Penyamaran Saudara Kembar   Rahasia yang Harus Tetap Menjadi Rahasia

    "Anda berdua akan dibebaskan setelah membayar ganti rugi kerusakan dan menandatangani surat pernyataan. Dan sebagai kosekuensi ke depannya, Anda dilarang berobat di rumah sakit ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," ucap kepala keamanan rumah sakit.Tanpa banyak cakap, Dejan dan Devan langsung menyetujui syarat tersebut. Uang bisa dicari. Rumah sakit lain juga masih banyak. Namun, urusan dua bersaudara ini harus segera diselesaikan.Setelah menyelesaikan urusan di kantor keamanan, Dejan meminta sepasang kekasih itu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Waktunya tidak banyak, jadi dia langsung menanyai mereka di depan kantor keamanan."Jadi bener, lo hamil anak kakak gue?" Dejan menatap tajam Talita.Wanita berlipstik merah menyala itu mengangguk seraya mengelus perutnya. Masih kempis, Dejan tebak usia kandungannya baru beberapa minggu."Rencana lo apa sekarang?" Lelaki yang matanya masih merah menahan kantuk itu ganti menatap Devan."Bukan urusan lo!" balas Devan sen

  • Penyamaran Saudara Kembar   Maukah Kau Memulai Kembali?

    Sudah tiga hari berlalu sejak Malia menemui Kintan. Selama tiga hari itu juga, Kintan enggan menerima telepon atau membalas pesan Dejan. Sempat terbersit keinginan untuk memblokir nomornya sementara waktu, tapi Kintan tidak sampai hati. Kalau dipikir-pikir, muara semua kesalahpahaman itu adalah Devan. Dialah yang pergi begitu saja tanpa menjelaskan apa pun. Seandainya mereka putus sejak awal, barangkali rasanya tidak sesakit itu. "Nggak ke toko lagi, Tan?" tanya Bu Ranti. Sudah tiga hari dia mendapati anaknya murung dan kurang nafsu makan. Namun, setiap kali ditanya gadis itu mengunci mulutnya rapat-rapat. "Mungkin nanti siangan, Bu." Kintan mengaduk nasi gorengnya tanpa minat. Kegiatannya terhenti karena ada telepon dari Dinda. Dia jadi punya alasan untuk meninggalkan sarapan dan pergi ke balkon untuk menerima telepon. "Halo, Din." "Tan, lagi di mana?" "Di rumah. Kenapa?" "Temani jalan-jalan ke Ancol, yuk!" "Hah?!" Kintan mengernyit karena ajakan itu terasa sangat tiba-tib

  • Penyamaran Saudara Kembar   Menjadi yang Selalu Ada

    Udara di sekitar kedai makanan itu terasa hampa. Harumnya bumbu ayam goreng dan hiruk pikuk suasana sekitar tidak cukup mampu memecah keheningan di antara Dejan dan Kintan. Keduanya menarik napas dalam, mengisi rongga dada yang terasa sesak dengan sebanyak-banyaknya udara. "Aku hargai keputusan kamu, Tan," kata Dejan akhirnya. "Tapi bolehkah aku meminta satu hal?" sambungnya. Kintan mengangkat alis sebagai isyarat agar Dejan melanjutkan ucapannya. "Kita masih bisa temenan, kan?" Kintan tersenyum kecil. Sebuah senyuman yang sulit Dejan artikan. "Menurut Mas Dejan, kita masih bisa temenan? Setelah semua yang aku alami kemarin, aku harus bersikap biasa saja? Jangan kelewatan kalau bercanda!" Intonasinya menjadi lebih berat di ujung kalimat.Baru kali itu Dejan melihat Kintan melempar tatapan sinis. Meski demikian, ucapan gadis itu memang tidak salah. Apa yang dia harapkan dari sebuah pertemanan yang diawali dengan kebohongan? "Iya sih, Tan. Kamu nggak bikin keributan aja udah syuk

Latest chapter

  • Penyamaran Saudara Kembar   Hukum Tabur Tuai

    Pernikahan Devan dan Talita awalnya terasa begitu indah. Mereka menggelar resepsi mewah dan mampu mengundang penyanyi favorit Talita sebagai bintang tamu. Bulan madunya pun tidak main-main, paket perjalanan ke lima negara Eropa selama 10 hari. Semua tampak baik-baik saja hingga kemudian badai menerpa di usia pernikahan yang masih seumur jagung.Pernikahan yang semula terasa manis dan indah, berubah menjadi hari-hari penuh pertengkaran. Curiga, cemburu, dan miskomunikasi adalah makanan sehari-hari. Rumah yang masih dalam cicilan itu menjadi saksi bisu terbongkarnya kebusukan Talita satu demi satu.Di usia kehamilan Talita yang menginjak 7 bulan, Devan harus menjalani serangkaian proses pemeriksaan di kantor. Divisi keuangan melaporkan adanya tindak penggelapan uang proyek pada audit tahunan. Tersangkanya adalah Talita selama mereka bertugas di Jambi.Perusahaan ditaksir mengalami kerugian hingga 200 juta rupiah. Tim Legal awalnya ingin melaporkan kasus tersebut ke polisi, tetapi Devan

  • Penyamaran Saudara Kembar   Awal yang Baru

    "Besok aku akan bicara dengan Om dan Tante, Bu. Nggak usah takut, kita nggak salah. Dzolim sekali kalau mereka menuntut warisan sementara Ayah memiliki istri dan anak yang masih hidup!" ucap Kintan tegas.Kintan geram sebab kerabatnya sudah kelewat batas. Warisan yang ditinggalkan Pak Surya memang cukup banyak, meliputi tabungan, rumah, tanah, dan toko kue. Namun, bukan berarti mereka bisa meminta seenaknya. Itu tidak sesuai dengan hukum perdata maupun hukum Islam."Tadi Ibu sudah berusaha menyampaikan pendapat, tapi mereka masih kekeh. Om Yudi merasa berhak mendapatkan bagi hasil toko kue karena dulu ikut menyumbang material. Tante Ira juga merasa berhak dapat warisan tanah karena pembagian dari kakek kamu dulu tidak sama banyak. Ibu sudah capek, Tan.""Mana bisa begitu? Kalau niat awalnya bantu ya bantu. Urusan pembagian warisan dari Kakek juga bukan tanggung jawab kita. Udah, pokoknya Ibu istirahat ya, jangan mikirin hal-hal nggak penting kayak gitu. Sekarang aku yang akan pasang b

  • Penyamaran Saudara Kembar   Setelah Ayah Pergi

    Dinda menemui Kintan dan Bu Ranti. Dia harus menjelaskan perihal chef kiriman Dejan sebelum mereka salah paham. Lagi pula, tambahan bantuan itu juga sangat berarti di tengah sibuknya persiapan acara doa bersama. "Jadi, maksud kamu, Mas Dejan sengaja mengirim chef pribadi ke sini untuk menyiapkan konsumsi selama tiga hari ke depan?" Kintan mengulang informasi yang didengarnya. Dinda mengangguk mengiakan. "Kintan, Tante, sebelumnya aku minta maaf kalau terkesan lancang. Tolong jangan menolak dan menyalahartikan niat baiknya. Dejan benar-benar tulus ingin membantu." Dinda menunduk dalam. Dia siap dengan segala konsekuensi yang mungkin akan diterima. "Tapi buat apa, Din?" Intonasi Kintan meninggi. "Aku nggak pernah minta! Bayar chef pribadi itu mahal, apalagi sampai tiga hari. Terus aku harus diam menikmati semua bantuannya dan berpikir dia nggak punya niat tersembunyi? Mana bisa begitu!" "Kintan, pelankan suaramu, Nak. Ada banyak kerabat di luar," tegur Bu Ranti. Dia pun sebenarn

  • Penyamaran Saudara Kembar   Chef Pribadi untuk Tuan Putri

    Jalanan macet, pikiran kusut, dan Talita yang seenaknya pergi setelah marah-marah adalah kombinasi memuakkan hingga membuat Devan memukul setirnya berulang kali. Tanpa memedulikan tatapan sinis pengendara lain, dia menekan klakson tidak sabaran. Kepalanya berdenyut nyeri. Semua hal seolah terjadi begitu cepat hingga Devan tak sanggup membendung akibatnya."Haruskah aku datang ke pemakaman?" tanyanya dalam hati, berulang kali.Namun, ada keraguan besar yang menahan langkahnya. Apakah kedatangan Devan bisa diterima oleh keluarga Kintan? Dia khawatir, keributan besar akan terjadi dan mengganggu suasana mereka yang tengah berduka.Selain itu, diam-diam Devan juga takut dilaporkan ke polisi. Bagaimana jika keluarga Kintan menuntutnya dengan pasal pembunuhan yang tidak disengaja? Devan pernah menonton berita televisi, pelaku kejahatan tersebut juga bisa masuk penjara. Jika itu terjadi, tamatlah riwayatnya.Devan mengepalkan tangannya yang gemetaran. Dia berusaha mengatur napas. Tidak. Kinta

  • Penyamaran Saudara Kembar   Bendera Kuning

    Mobil jenazah melaju pelan memasuki gang. Sirinenya tidak dinyalakan, sesuai permintaan keluarga. Sudah ada seorang lelaki di ujung gang yang memandu mobil tersebut. Tetangga lainnya juga sudah ramai berkerumun di depan rumah yang sedang berduka.Ketika pintu mobil dibuka, Kintan turun terlebih dahulu. Matanya sembab dan pandangannya kosong. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ada, dia memegang tangan Bu Ranti untuk membantunya turun. Peti jenazah diturunkan oleh beberapa orang lelaki untuk disalatkan terlebih dahulu.Dinda menghambur dan memeluk Kintan. Berulang kali dia mengucap maaf karena tidak bisa membersamai sang sahabat di titik terendah. Pada saat Pak Surya dirawat di rumah sakit, Dinda tengah berada di Bandung untuk mengurus kasus sengketa tanah keluarga."Aku bersaksi ayahmu orang baik, Tan. Semoga Allah ampuni dosanya, terima seluruh amal baiknya, dan tempatkan di surga," bisik Dinda.Kintan mengangguk dan mengamini doa sahabatnya. Sejujurnya, dia sedih sekaligus bahagia. Bagai

  • Penyamaran Saudara Kembar   Pesan Terakhir

    Pak Surya keluar dari ruang ICU sehari pasca operasi. Dokter menyatakan kondisinya sudah cukup stabil. Untuk mempercepat proses pemulihan, lelaki berusia setengah abad tersebut diharuskan menjalani rawat inap selama beberapa waktu. Ada pemantauan rutin untuk memeriksa bekas luka jahit, ritme detak jantung, serta tanda vital lainnya.Pagi itu, Pak Surya minta disuapi oleh Kintan. Gadis itu pun dengan senang hati memenuhi permintaan ayahnya. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak quality time. Momen itu pun dimanfaatkan Kintan untuk membahas hal-hal yang menyenangkan demi kesembuhan Pak Surya."Nanti kalau Ayah sudah boleh pulang, kita jalan-jalan ke Lembang, yuk!" katanya seraya meyuapkan sesendok bubur hambar.Pak Surya terkekeh dan mengangguk. Meski bibirnya masih pucat, wajahnya terlihat lebih bersih dan berseri."Nanti aku tanya dokter deh, Ayah boleh makan cake atau nggak. Aku punya resep baru lho yang belum Ayah coba." Kintan terlihat bersemangat. Dia memang sudah cukup lama ingi

  • Penyamaran Saudara Kembar   Nyonya Devan

    Pak Surya masih belum sadarkan diri selepas menjalani operasi pemasangan ring jantung. Lelaki paruh baya itu terkulai lemah di ruang pemulihan. Bibirnya pucat dan tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Satu-satunya penanda bahwa dia masih hidup adalah bunyi 'bip' berulang dari alat monitor jantung.Berbagai macam selang terpasang di tubuhnya. Satu selang terhubung ke tabung oksigen. Selang lain untuk mendeteksi detak jantung. Ada pula selang infus dan selang pembuangan. Selang-selang itulah yang menopang tanda vital kehidupannya."Ngapain, sih, dia masih di sini?" tanya Bu Ranti, lebih seperti menggerutu. Matanya melirik Bu Dian yang sepertinya sedang berzikir dengan suara lirih.Pak Doni sedang mengantar Dejan ke bandara. Lelaki itu hanya bisa menunggui operasi Pak Surya sampai separuh jalan. Meskipun ingin berada di sana lebih lama, kewajibannya untuk mengurus bisnis harus menjadi prioritas untuk saat ini."Jangan begitu, Bu. Tante Dian sudah banyak membantu dari tadi." Kintan menging

  • Penyamaran Saudara Kembar   Konfrontasi

    Devan menarik paksa lengan Talita. Matanya nyalang penuh amarah. Sebenarnya Talita kesakitan karena cengkeraman lelaki itu sangat kuat, tetapi dia tidak berani protes atau meronta. Jantungnya bertalu-talu, menanti kiranya hukuman apa yang akan diberikan Devan atas keributan tersebut. Di satu sisi, dia menyesal karena telah melanggar larangan Devan. Jelas, setelah ini, mereka berdua akan mendapat hukuman dari kantor. Namun, di sisi lain, Talita juga tidak terima dibicarakan di belakang seperti itu. Devan melepas cengkeraman dan bersegera menutup pintu begitu tiba di ruangannya. Dengan kasar, dia setengah mendorong Talita agar duduk di salah satu kursi. "Kamu sudah gila? Hah?!" bentak Devan. Dia mati-matian mengecilkan volume suara agar tidak terdengar dari luar. Devan tahu, pegawai lain pasti sedang berkumpul di depan ruangannya untuk menguping. "Baru kemarin aku tekankan supaya kamu sembunyikan kehamilan dulu. Baru kemarin, Tal. Kamu segitunya butuh pengakuan? Kamu takut aku lari

  • Penyamaran Saudara Kembar   Skandal yang Terbongkar

    "Nasi sudah menjadi bubur. Meminta maaf sekarang tidak akan mengubah apa pun. Silakan pulang saja!" hardik Bu Ranti. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Kintan memegangi bahu ibunya. Di satu sisi, dia tidak sampai hati mengusir keluarga Devan. Namun, di sisi lain, dia juga sangat memahami dan menghormati pilihan sang ibu. Memang tidak mudah membukakan pintu maaf kepada seseorang yang pernah merugikan kita. Apalagi dalam hal ini, nyawa taruhannya. Bu Dian masih belum beranjak. Dia tetap bersimpuh di hadapan Bu Ranti meski wanita itu berkali-kali menyingkirkan tangannya.Dejan memandang Kintan dengan wajah memelas. Melalui isyarat, dia meminta Kintan menjauh untuk membicarakan sesuatu. Dejan berjalan dahulu menuju koridor di sisi kanan ruang operasi. Kintan menyusul setelah terlebih dahulu mohon permisi kepada Bu Dian."Ada apa, Mas?" tanyanya setelah berhadapan dengan Dejan. Mereka leluasa bercakap-cakap karena di lorong itu minim lalu lalang orang lewat."Seperti janjiku kemar

DMCA.com Protection Status