Home / Romansa / Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO / Bab 2. Cinta akan menemukan jalannya

Share

Bab 2. Cinta akan menemukan jalannya

Author: Miarosa
last update Last Updated: 2023-06-05 22:57:35

"Apa kamu sudah gila?"teriaknya. Tatapan semua orang mengarah kepadanya.

"Mungkin aku memang sudah gila."

Ardian agak mencondongkan kepalanya ke depan. "Kamu sadar apa yang kamu katakan tadi, kan?"

Pelangi mengangguk.

"Tapi kenapa?"

"Karena aku ingin dia sembuh."

"Tapi kamu tidak akan bisa bersamanya."

"Aku tahu dan itu tidak masalah. Cinta akan menemukan jalannya sendiri." Pelangi tersenyum sendu.

Ardian menyandarkan tubuhnya dikursi dan bersidekap sambil menatap Pelangi.

"Cinta sudah membuatmu berpikir tidak waras dan bertindak bodoh."

"Itulah cinta. Dalam mencintai seseorang yang terpenting adalah melihat orang itu bahagia."

"Kau tahu menjadi pedonor hati itu tidak mudah harus melewati serangkaian tes yang cukup panjang dan si pedonor harus dalam keadaan benar-benar sehat. Selain itu mungkin ada beberapa efek samping setelah mendonorkan hati, tapi tidak terjadi pada setiap pedonor."

"Aku sehat."

"Masalahnya apa hatimu itu cocok untuk didonorkan, karena ada berbagai macam pertimbangan seperti golongan darah, usia, tinggi badan hingga kesehatan pedonor secara keseluruhan."

Pelangi terdiam.

"Kalau begitu periksa saja aku siapa tahu cocok."

"Apa kamu yakin kamu akan melakukan ini?"

"Tentu saja yakin."

Ardian kembali mengembuskan napas panjang. "Sebaiknya kamu pikirkan baik-baik lagi."

"Tidak perlu dipikirkan lagi."

"Kamu benar-benar sudah gila. Baiklah. Jika itu keinginanmu. Kamu sudah tahu resikonya."

Pelangi mengangguk.

"Bagaimana dengan Ayahmu?"

"Jangan mengatakan apa pun pada Ayah. Aku tidak ingin kesehatannya bertambah buruk."

"Aku mengerti."

"Aku akan bicara pada dokter. Besok pagi datanglah ke sini lagi."

Pelangi mengangguk. Ia melihat jam tangannya.

"Aku harus segera pergi. Aku harus menjual bunga-bungaku."

Pelangi segera pergi dari hadapan Ardian. Ia pulang ke rumah susunnya untuk mengambil bunga-bunga buatannya yang akan dijual, kemudian ia pergi berkeliling menjajakan dagangannya sampai masuk ke sebuah komplek perumahan mewah. Pelangi melihat seorang wanita tua yang sedang duduk di taman depan rumahnya. Pelangi menghampiri gerbang rumah itu.

"Nyonya apa ingin membeli bungaku? Bunganya bagus-bagus."

Seorang satpam mengusir Pelangi. "Kamu tidak boleh berjualan di sini."

"Lepaskan gadis itu!" teriak seorang wanita tua dari balik gerbang. "Suruh dia masuk!"

Satpam melepaskan Pelangi dan gadis itu menyengir lebar kepadanya. Pintu gerbang dibuka dan Pelangi masuk. Ia langsung menghampiri wanita itu.

"Ayo duduklah!"

"Apa Nyonya mau membeli bunga-bungaku?"

Wanita itu melihat ke arah keranjang bunga yang dibawa Pelangi.

"Apa kamu yang membuatnya?"

"Iya."

Wanita itu mengambil setangkai bunga mawar ungu.

"Bunganya sangat bagus."

Pelangi tersipu malu mendapat pujian darinya. Mata tajam wanita itu mengawasi Pelangi dari ujung rambut sampai ujung kaki membuat Pelangi sedikit jengah ditatap seperti itu. Ia menjadi salah tingkah.

"Aku tidak akan membeli bungamu, tapi aku ingin kamu menjadi temanku bicaraku."

Senyuman Pelangi memudar.

"Jangan khwatir! Aku akan membayarmu."

Pelangi mengerjap-ngerjapkan matanya. "Aku tidak mengerti, Nyonya."

Wanita itu tersenyum simpul. "Aku akan membayarmu sebagai teman bicara."

Pelangi menatap wanita itu tak tak percaya, tapi ia juga merasa kasihan pada wanita itu. Pelangi berpikir mungkin wanita tua itu merasa kesepian tinggal di rumah besarnya.

"Baiklah, tapi aku belum tahu siapa nama Anda?"

"Ah aku lupa memperkenalkan diriku. Namaku Kayla."

"Namaku, Pelangi."

"Baiklah Pelangi mulai sekarang kamu akan menjadi teman bicaraku."

Sore itu mereka habiskan waktu dengan bicara. Pelangi menceritakan tentang keluarganya dan tentang kegiatannya selama ini. Kayla merasa iba dengan kehidupan Pelangi yang menjadi tulang punggung keluarganya.

"Jadi kamu tiga bersaudara?"

"Iya."

"Adik perempuanmu baru saja selesai kuliah?"

"Iya."

"Kenapa kamu putus sekolah?"

"Aku harus memgutamakan pendidikan adik-adikku dulu."

"Kamu sudah banyak berkorban untuk keluargamu. Kamu adalah Kakak yang baik."

"Aku sangat menyayangi mereka."

"Tentu saja kamu sangat sayang mereka."

Kayla meminum tehnya. Wajah sendunya diangkat menatap langit yang semakin beranjak sore.

"Aku senang bisa bicara denganmu, Pelangi."

Wanita itu kembali menatapnya. "Aku jadi merasa tidak kesepian lagi."

"Apa Nyonya Kayla tinggal di sini sendirian?"

"Suamiku sudah meninggal dan aku tidak memiliki anak. Aku tinggal bersama saudara kembarku dan dua keponakanku, tapi walapun begitu aku merasa tidak tinggal bersama mereka."

"Kenapa merasa seperti itu?"

"Aku memiliki hubungan yang buruk dengan saudara kembarku. Dia menginginkan aku cepat mati untuk mengambil semua harta yang aku miliki. Dia tidak pernah mempedulikanku yang dia pedulikan hanyalah uang. Adikku itu gila harta."

"Aku turut prihatin."

Pelangi tidak tahu harus berkata apa. Seharusnya ia tidak pernah bertanya soal keluarganya.

"Sebaiknya kamu segera pulang. Ini sudah sangat sore. Adik-adikmu sudah menunggumu di rumah."

"Anda benar. Aku akan pulang sekarang."

"Dan ini bayaranmu."

Pelangi kaget melihat uang begitu banyak yang diberikan oleh nyonya Kayla.

"Ini terlalu banyak."

"Tidak apa-apa. Ambil saja! Sisanya bisa kamu simpan untuk pengobatan Ayahmu."

"Terima kasih banyak, Nyonya Kayla!"

"Besok siang aku akan menunggumu di sini."

Pelangi pergi dan tidak lama kemudian sebuah mobil sedan hitam memasuki gerbang. Seorang wanita keluar dari mobil, lalu berjalan menghampiri Kayla dengan wajah angkuh dan sombong.

"Bagaimana keadaan Akarsana?"

"Aku tidak tahu kamu peduli padanya,"sindirnya.

"Prita, bagaimana pun juga dia adalah keponakanku."

Wanita yang bernama Prita itu berdecak. "Kamu pasti mengharapkan dia mati secepatnya agar kamu tidak perlu memberikan hartamu padanya." Wanita itu terdengar yakin.

"Prita, kamu keterlaluan sekali. Kenapa kamu selalu berpikiran kotor terhadap saudaramu sendiri?" Kayla geram dibuatnya.

"Bukannya kamu juga sama?"

"Aku tidak pernah salah menilai orang. Hati dan pikiranmu sudah diselimuti oleh rasa dengki dan iri hati padaku sejak dulu. Jika bukan karena permintaan orang tua kita, aku tidak akan mengizinkanmu tinggal di rumahku. Mungkin kalian sudah tinggal di jalanan sekarang dan tentu saja dengan kebaikan hatiku aku memperkerjakan putramu di perusahaanku. Akarsana, dia anak yang baik, tapi sayang dia memiliki Ibu macam kamu yang selalu meracuni pikirannya."

Prita menatap geram pada saudara kembarnya. Ia sudah tidak tahan hidup satu atap dengan saudara kembarnya itu. Kebenciannya pada Kayla dimulai sejak orang tua mereka selalu membeda-bedakan mereka. Kayla selalu menjadi anak kesayangan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkannya mulai dari karir, cinta, dan harta yang melimpah.

"Dari dulu sampai sekarang, kamu tidak pernah berubah. Setiap hari kamu selalu memboroskan uangmu pantas saja kamu tidak pernah bisa menjadi orang kaya sebaliknya kamu jatuh miskin. Harta warisan bagianmu dari orang tua kita sudah kamu habiskan begitu saja."

"Diam kau Kayla! Aku tidak ingin mendengar ceramahmu lagi. Aku sudah muak." Wajah Prita diliputi oleh seribu satu kekesalan. Ia masuk ke dalam rumah.

Di rumah sakit, Ardian yang sedang melihat keadaan Akarsana, pria itu tiba-tiba membuka matanya.

Related chapters

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 3. Berita baik

    Pelan tapi pasti, jari-jari tangan milik Akarsana mulai bergerak. Meskipun hanya pelan, terkesan halu, masih dapat ditangkap oleh penglihatan Ardian. Laki-laki itu lantas berjalan ke sisi brankar, tubuhnya sedikit mencondong, memastikan penglihatannya tidak salah.Jari itu kembali bergerak. Kali ini Ardian sangat yakin dengan penglihatannya. Dengan cepat, tangan Ardian menekan tombol nurse call di atas brankar milik Akarsana.“Akarsana, bisa mendengar saya?” Ardian tentu saja mengerti jika pertanyaannya tidak akan dijawab, tapi itu semua keluar begitu saja dari mulutnya. Reflek saat melihat pergerakan dari Akarsana yang dikatakan koma.Tidak tenang karena belum ada tanda-tanda dokter akan datang, Ardian memilih untuk bergegas melangkah keluar. Dia ingin Akarsana segera mendapatkan pemeriksaan terkait kondisinya saat ini.Ini kabar baik. Sangat baik.Bangunnya Akarsana dari koma adalah keajaiban yang ditunggu oleh Pelangi, sepupunya. Ardian sudah bisa membayangkan seperti apa respon Pe

    Last Updated : 2023-06-05
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 4. Melepas rindu

    Tubuh yang dibalut pakaian dari merk terkenal itu menjadi pusat perhatian orang, namun hal itu tidak terasa mengganggu bagi Prita. Sudah biasa bagi Prita menjadi perhatian termasuk gadis yang baru saja meliriknya sekilas yang ada dipikirannya saat ini adalah secepatnya bertemu dengan Akarsana.Setelah memastikan ruang rawat sudah benar, Prita langsung menekan pegangan pintu dan mendorongnya pelan. Dia bisa melihat Akarsana yang terlihat begitu lemah dengan jarum infus di tangan kanan.Prita melangkah perlahan memastikan suara ketukan heels yang dikenakan tidak mengganggu istirahat Akarsana. Sayang, harapannya tidak terkabul saat melihat Akarsana perlahan membuka mata.Oh Tuhan, hati Prita bergetar melihat tatapan lemah Akarsana.“Nak, bagaimana keadaan kamu? Masih ada yang sakit?” tanya Prita seraya mengusap puncak kepala Akarsana dengan lembut.“Ma … Na, Naomi di mana?” tanya Akarsana dengan suara lemah. "Aku mau bertemu dengan dia, Ma. Aku mau tanya kenapa di pergi begitu saja."Rau

    Last Updated : 2023-06-05
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 5. Sepasang suami istri

    Lelah tetapi juga bahagia. Itulah yang dirasakan Pelangi saat ini. Setelah mengunjungi sang Ayah dan memastikan keadaan laki-laki itu baik-baik saja, Pelangi melangkahkan kaki keluar rumah sakit.Setelah keluar dari halaman rumah sakit, Pelangi memberhentikan angkutan umum. Pelangi langsung bergerak menuju rumah seseorang. Orang itu selalu meminta dirinya untuk menemani berbicara dan tentu saja Pelangi tidak menolak. Dia juga merasa nyaman saat berbicara dengan orang itu.Setelah sampai dan membayar ongkos angkutan umum, Pelangi langsung disambut baik oleh wanita yang tengah berkutat dengan tanaman hias. Senyuman itu yang Pelangi rindukan setelah kepergiaan sang Ibu. Orang itu seakan memberikan sosok ibu yang masih diperlukan oleh Pelangi."Pelangi,” sambutnya dengan senyum gembira. Padahal, dia tadi mengira Pelangi tidak akan datang karena ini sudah telat dua puluh menit dari kebiasaan mereka.Pelangi dengan sedikit canggung membalas pelukan Kayla. Keduanya lantas duduk di kursi yang

    Last Updated : 2023-06-05
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 6. Siapakah pendonor itu?

    Pelangi menurunkan tas dari bahunya. Ia dan adik laki-lakinya baru saja tiba di rumah bertepatan dengan adik perempuannya. Adik perempuan Pelangi baru saja kembali dari kampus. Baru saja tiba di rumah, gadis itu membanting tas dan ponselnya ke atas kursi yang ada di ruang tamu. Pelang menjadi sangat heran. Apa yang membuat adiknya menjadi sangat marah dan uring-uringan begini? Sebagai Kakak yang baik, Pelangi menghampiri adik perempuannya. Berusaha mengajak gadis itu bicara dan meminta adiknya agar lebih tenang. Gerakkan kasar Diana membuat perempuan itu mengembuskan napas. Jujur saja Pelangi lelah dan ingin istirahat, tapi melihat Diana uring-uringan seperti itu membuat Pelangi urung untuk istirahat. Ia tidak akan tenang sebelum mengetahui masalah sang Adik. "Kamu kenapa? Ada masalah? Kakak lihat, kamu pulang-pulang malah marah kayak gini. Coba sini cerita sama Kakak," bujuk Pelangi penuh kelembutan. Gadis itu menatap sang Kakak dengan tatapan seolah ingin menerkam. Dientak

    Last Updated : 2023-06-05
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 7. Mabuk

    Kabar tentang Akarsana yang akhirnya mendapatkan donor hati pun disambut gembira oleh Prita yang baru saja datang menjenguk putranya. Wanita itu merasa tidak percaya dengan kata-kata yang disampaikan oleh dokter kepadanya. Dia sampai mengulang pertanyaannya lebih dari dua kali untuk memastikan. Prita seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Tentu saja wanita itu sangat senang. Dia mengucapkan syukur karena akhirnya Akarsana mendapatkan donor yang tepat seperti yang dikatakan dokter. Prita memeluk Akarsana, membelai rambut anak lelakinya sambil menangis terharu. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa lagi selain mengucapkan terima kasih juga kepada dokter yang telah menangani Akarsana. "Sama-sama, Bu." Dokter membalas dengan sopan. Setelah dokter pergi, Prita duduk di samping tempat tidur. "Pasti kamu sangat senang, bukan?" Akarsana mengangguk. "Iya. Akhirnya aku memiliki harapan hidup lagi dan aku sangat bersyukur ada orang baik yang mau menolongku, meskipun aku tidak ta

    Last Updated : 2023-06-16
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 8. Rasa cemas Pelangi

    Kepala Diana berdenyut hebat. Ia merasakan kesakitan di seluruh tubuhnya. Rasanya seperti remuk, Diana sontak meringis saat menggerakkan kedua kakinya. Hawa dingin seketika menyapa kulit tubuhnya. Diana tanpa sadar menyentuh lengannya, kemudian kebingungan sendiri, karena saat ia tidak mengenakan apa-apa. Tubuh Diana dibungkus selimut tebal. Di sampingnya ada Renjana sedang tertidur pulas. Diana panik, ia memegangi kepalanya mencoba mengingat apa yang telah terjadi semalam. Diana menggigit ujung jarinya. Ia memukul kepalanya sendiri dengan gemas karena tidak kunjung mengingat apa pun. "Apa yang terjadi? Aku dan Renjana ....," gumam Diana menggigit bibir bawahnya. Renjana sama sekali tidak bergerak di atas tempat tidur. Diana hanya mendengar dengkuran halus dari lelaki tampan itu. Diana memungut bajunya di lantai, lantas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sembari menunggu Renjana bangun, Diana akan mandi lebih dulu. Baru setelah itu meminta pertanggungjawaban lelak

    Last Updated : 2023-06-17
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 9. Perempuan beda generasi

    Pelangi menekan bel sekali. Ia menunggu dengan tenang di pintu sembari menunggu pemilik rumah membukakannya. Tidak menunggu terlalu lama, Pelangi mendengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Pelangi menggerakkan kedua kakinya berjalan mundur ke belakang bersamaan dengan pintu dibuka. Pelangi dan si pemilik rumah sama-sama tersenyum ketika keduanya saling menatap. Pelangi mengangguk kecil menyapa Kayla. Wanita itu mengajak Pelangi masuk ke dalam rumahnya untuk mengobrol. "Kita ngobrol di taman belakang yuk, Pelangi," ajak Kayla berjalan di depan. "Oh, ya. Kamu mau minum apa? Bagaimana perjalanannya tadi? Kamu naik apa?" tanya Kayla panjang lebar. "Lumayan macet, Bu. Tadi saya kemari naik angkutan umum." Pelangi menjawab sambil tersenyum. "Saya minum air putih saja sudah cukup, kok." Kayla melangkah ke arah dapur. "Lho, jangan air putih saja dong! Di sini ada banyak minuman yang lebih enak. Saya buatkan jus buah saja, ya?" "Apa tidak merepotkan, Bu?" tanya Pelangi. "Sama

    Last Updated : 2023-06-18
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 10. Perasaan yang berbunga-bunga

    "Iya, Om Ardi. Wanita itu mirip Josefina, tapi aku belum bertemu langsung dengannya." "Jika kamu sudah kembali bertemu dengannya segera hubungiku." "Baik." Ginny memutuskan sambungan teleponnya. Ardiyanto sangat penasaran seberapa mirip perempuan itu dengan Josefina, karena Ginny menceritakannya dengan penuh keyakinan. Marien melihat suaminya keluar dari kamar dengan ekspresi wajah yang bingung. Marien menyapa Ardiyanto mengajak lelaki itu untuk minum teh bersama di ruang keluarga. Ardiyanto mengiyakan, mengikuti langkah Marien yang ada di depan. Pasangan suami dan istri tersebut telah duduk di sofa panjang, bersebelahan. Marien menyodorkan secangkir teh kepada suaminya, tapi Ardiyanto kelihatan seperti orang linglung. "Pa?" Marien menegur Ardiyanto. Lamunan Ardiyanto pun buyar. Ia menerima cangkir yang diberikan Marien kepadanya. "Terima kasih." Ardiyanto menyesap tehnya dengan hati-hati. "Tidak mungkin. Ini aneh," gumamnya. "Apanya yang aneh? Tehnya?" tanya Marien. Ard

    Last Updated : 2023-06-20

Latest chapter

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 62. Kesedihan Diana

    Sofia ikut berduka atas kehilangan yang Diana alami. Sebagai saudara Renjana, Sofia ikut merasakan rasa bersalah. Mungkin, ia akan membawa perasaan ini sampai selamanya. Di dalam kepalanya secara otomatis akan terus mengingat kejadian pagi ini di rumah. Akarsana semula menundukan kepalanya, lantas mendongak seiring mendengar suara tangis dan jeritan Diana di dalam ruang perawatannya. Akarsana meraup wajahnya dengan kasar. Tidak dia sangka kalau Renjana akan melakukan hal sefatal ini. Akarsana tidak tahu menahu awalnya. Andai saja Diana tidak datang ke rumah, mungkin Akarsana dan Sofia tetap tidak akan mengetahuinya. Lelaki itu merasakan kursi di sebelahnya bergerak, ternyata Sofia beranjak dari kursi hendak mendekat ke pintu ruangan Diana. Akarsana menahan lengan Sofia, kemudian menggelengkan kepalanya. "Biarkan Pelangi saja yang menenangkan Diana," tutur Akarsana lembut. "Jika Diana melihat kamu, maka secara otomatis Diana akan bertambah sedih." Gadis itu duduk kembali ke kursin

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 61. Terjatuh

    Ketika Pelangi tiba di rumah Akarsana, perempuan itu tidak menemukan siapa-siapa di pos satpam. Biasanya akan ada Pak Udin yang menyapa, dan menyambut kedatangannya dengan ramah, tapi Pelangi tidak menemukan lelaki setengah baya itu di dalam posnya. Pelangi mendengar suara ribut-ribut dari luar. Dia mengenali suara itu sebagai suara Diana—sang adik. Pelangi tidak buang-buang waktu. Dengan cepat Pelangi berlari menuju ke dalam, berusaha menghentikan kekacauan yang dibuat oleh Diana hari ini. Sementara di dalam rumah Maheswara, Diana berusaha menyerang Renjana, tapi dihalangi oleh Prita yang berdiri di tengah-tengah Diana dan Renjana. Diana mencak-mencak, karena Renjana tidak berusaha menjelaskan kepada keluarganya. Sama halnya dengan Renjana, Prita pun bungkam saat ditanya kebenaran dari kata-kata Diana. Prita hanya menjelaskan kalau Diana adalah adiknya Pelangi. Cuma itu saja. "Tante jangan diam saja! Cepat jelaskan kepada mereka di sini kalau Renjana bersalah! Dan yang aku kataka

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 60. Telepon dari Akarsana

    Sungguh, Akarsana tidak dapat mengatakan apa-apa. Tentu saja Akarsana terkejut, begitu pun dengan Sofia yang sedari tadi hanya mendengarkan saja. Napas Diana memburu. Kedatangannya kemari tentu ingin menuntut pertanggungjawaban dari Renjana. Padahal dia sudah datang kemari bersama Pelangi, tapi Renjana terus menghindar dan menghindar. Diana tidak meminta apa-apa dari Renjana—selain untuk menikahinya, tapi Diana seolah mengemis belas kasih lelaki itu. Bayi di dalam perutnya bukan bayi siapa-siapa kecuali milik Renjana. Diana tidak pernah melakukan hubungan semacam itu dengan lelaki selain Renjana! Jadi Diana dengan lantang mengatakan kalau bayi itu adalah anak Renjana! "Ma ... ini benar? Renjana, cepat jawab!" bentak Akarsana pada adik lelakinya. Renjana hanya diam mematung seperti orang bodoh. Walau dibentak Akarsana, dimaki dan ditekan oleh Diana, Renjana tidak berniat memberikan jawaban yang Akarsana mau. "Aku tidak mau tahu. Kamu harus tanggung jawab, atau kalau tidak, aku aka

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 59. Kemarahan Diana

    Pelangi terpaku, matanya membulat, jantungnya berdebar tak karuan. Kata-kata Akarsana barusan menggantung di udara, menggema di telinganya seperti melodi yang tak pernah ia bayangkan akan didengarnya. "A-apa?" Pelangi terbata, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menggelengkan kepala perlahan, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah dengar. "A-apa kau bilang tadi?" Akarsana tersenyum lembut, tatapannya terkunci pada mata Pelangi yang berkaca-kaca. "Aku bilang, aku mencintaimu, Pelangi." Pelangi merasakan aliran hangat menjalar di seluruh tubuhnya dan merasakan kebahagian yang meluap-luap di hatinya. Ini seperti mimpi. Akarsana, pria yang selama ini ia kagumi diam-diam, pria yang selalu membuatnya tersipu malu setiap kali bertemu, kini berdiri di hadapannya, menyatakan cinta yang selama ini hanya ia pendam dalam hati. "Aku... aku tidak salah dengar, kan?" Pelangi masih berusaha meyakinkan dirinya. Akarsana terkekeh pelan, "Tidak, Pelangi. Kau tidak salah dengar. Aku sungguh-su

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 58. Aku mencintaimu

    Kedatangan Akarsana secara tiba-tiba di depan rumah susunnya, telah merampas kesadaran Pelangi untuk beberapa saat. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan lidahnya terasa kelu saat. Akarsana tersenyum hangat kepadanya, wajahnya sangat ramah, membuat jantung Pelangi berdebaran dengan kencang. Pelangi sedang tidak bermimpi, kan? Pelangi hampir saja menampar pipinya sendiri guna menyadarkan dirinya. "Ah! Tidak apa-apa. Kamu tidak menggangguku, kok. Aku juga tidak sedang sibuk, tapi, dari mana kamu tahu alamat rumahku, Akarsana?" tanya Pelangi penasaran. "Oh, ya. Terima kasih untuk bunganya." Sebuket bunga yang dibawa Akarsana kini telah berpindah ke dalam pelukan Pelangi. Perempuan itu tidak bisa menyembunyikan betapa bahagia dirinya. "Apa aku boleh masuk?" Akarsana tidak menjawab pertanyaan Pelangi, lelaki itu malah meminta diajak masuk ke dalam rumah Pelangi. "Oh, tentu." Pelangi berjalan ke pinggir. "Masuklah, Akarsana!" ajak Pelangi menunjuk ke sofa yang ada di ruang tamu. "Teri

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 57. Tamu di malam hari

    Renjana, anak itu benar-benar menambah beban pikiran bagi Prita. Belum selesai masalah warisan yang direbut oleh Pelangi, kini muncul masalah baru lagi atas ulah salah satu anak lelakinya. Berbeda dengan Akarsana yang lemah lembut, tidak banyak tingkah, Renjana justru tidak bosan membuat Prita pusing kepala! Sepeninggal Pelangi dan Diana keluar dari rumahnya, Prita berteriak sembari melangkah menuju ke lantai atas. Prita dibuat marah oleh Renjana, karena Renjana Prita harus pura-pura berada di kubu Pelangi. Andai saja Prita tidak berniat merebut kembali warisan Kayla yang kini telah berpindah tangan kepada Pelangi, Prita tidak akan sudi memperlakukan Pelangi dengan baik! Prita tidak menyukai perempuan miskin itu. "Renjana!" Prita mempercepat langkah menuju kamar lelaki itu. Sesampainya di depan pintu, wanita setengah baya tersebut menggebrak-gebrak pintu dengan mengerahkan seluruh tenaganya. "Mama tahu kamu di dalam, Renjana! Sekarang, buka pintunya! Mama butuh penjelasan kamu,

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 56. Ketakutan Marien

    Perempuan mana yang mau bertahan dengan suami yang sudah selingkuh di belakang istri selama ini? Tidak ada. Begitu pun dengan Naomi. Sampai mati pun, Naomi tidak akan mau bertahan dengan lelaki itu. Lebih baik Naomi pergi, dan kembali ke Indonesia saja. Naomi menyiapkan koper besar, diletakkannya benda itu ke atas ranjang. Satu per satu baju dari lemarinya ia masukan ke dalam kopernya. Perempuan itu berniat kabur dari suaminya setelah lelaki itu ketahuan selingkuh darinya. Naomi tidak tahan lagi, ia sudah cukup frustrasi atas keadaan yang ia alami sekarang. Sambil menangis, perempuan itu menata baju dan beberapa pakaiannya ke dalam koper. Sekarang ini tujuan utama Naomi adalah kembali ke tempat ia lahir dan dibesarkan. Di sini Naomi tidak sebahagia yang orang kira. "Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan lelaki berengsek itu!" Naomi membanting tutup kopernya dengan keras. Dengan gerakkan kasar, perempuan itu menarik resleting kopernya, kemudian duduk sembari menghela napas pan

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 55. Kemarahan Pelangi

    "Kak Pelangi, tunggu." Diana menahan lengan sang Kakak. Kini, kedua perempuan itu telah berada di rumah Maheswara. Diana menatap rumah di depannya dengan seksama. "Kakak yakin ini rumahnya Renjana?" tanya Diana menatap Pelangi tak percaya, karena ia sering ke rumah ini untuk menjemput dan mengantarkan pakaian kotor.Pelangi mengangguk. Ia menurunkan tangan Diana yang memegangi lengannya. "Sudah, Diana. Jangan banyak membuang waktu!" Tidak biasanya Pelangi menjadi sangat marah. Biasanya perempuan itu hanya akan diam dan tidak banyak melakukan apa-apa, tapi kali ini ia tidak memilih diam. Adik perempuan satu-satunya dihamili seorang lelaki dan faktanya, lelaki itu adalah Renjana, salah satu anggota keluarga Maheswara yang beberapa kali ia temui di rumah itu. Langkah Diana ragu. Dalam kepala Diana, ia takut—mereka akan diusir oleh satpam di rumah itu, karena menerobos masuk ke dalam begitu saja. "Non Pelangi," sapa Pak Udin dari dalam pos satpam yang berada di dekat gerbang rumah.

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 54. Buket bunga untuk Pelangi

    "Kak, Kenapa? Kak Pelangi kenal dengan Renjana?" tanya Diana heran. Pelangi tidak percaya. Namun yang ia lihat memang kenyataan. Sesuai dengan dugaan Pelangi, Renjana pacar Diana adalah adiknya Akarsana. Anak kedua dari Prita. Tidak pernah Pelangi sangka akan terjadi hal seperti ini. "Kak," tegur Diana semakin bingung. Pelangi bisa merasakan dorongan pada bahunya oleh Diana. Sesaat, Pelangi kehilangan kesadarannya. Pelangi berusaha mengatur napas dan memberitahu pada Diana, siapa Renjana sebenarnya. "Kak, jawab aku!" seru Diana mulai tidak sabaran. "Aku kenal dengan Renjana, bahkan aku tahu di mana rumah lelaki itu," gumam Pelangi. "Apa?" desis Diana tidak percaya. Bagaimana Pelangi bisa tahu tentang Renjana? Bahkan tahu alamat rumah Renjana. Apa yang membuat Pelangi begitu yakin kenal dengan lelaki itu? "Tidak mungkin," gumam Diana menolak untuk percaya. Hati kecil Diana seolah tidak terima sang Kakak mengenali Renjana. Diana lebih mengenali Renjana selama ini, tap

DMCA.com Protection Status