Share

Bab 8. Rasa cemas Pelangi

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-17 07:24:02

Kepala Diana berdenyut hebat. Ia merasakan kesakitan di seluruh tubuhnya. Rasanya seperti remuk, Diana sontak meringis saat menggerakkan kedua kakinya. 

Hawa dingin seketika menyapa kulit tubuhnya. Diana tanpa sadar menyentuh lengannya, kemudian kebingungan sendiri, karena saat ia tidak mengenakan apa-apa. 

Tubuh Diana dibungkus selimut tebal. Di sampingnya ada Renjana sedang tertidur pulas. Diana panik, ia memegangi kepalanya mencoba mengingat apa yang telah terjadi semalam. 

Diana menggigit ujung jarinya. Ia memukul kepalanya sendiri dengan gemas karena tidak kunjung mengingat apa pun. 

"Apa yang terjadi? Aku dan Renjana ....," gumam Diana menggigit bibir bawahnya. 

Renjana sama sekali tidak bergerak di atas tempat tidur. Diana hanya mendengar dengkuran halus dari lelaki tampan itu. Diana memungut bajunya di lantai, lantas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sembari menunggu Renjana bangun, Diana akan mandi lebih dulu. Baru setelah itu meminta pertanggungjawaban lelaki itu karena sudah menidurinya. 

"Akh! Aku kenapa, sih! Seharusnya aku mengingat kejadian semalam walau cuma sedikit. Apa yang terjadi semalam? Apa yang telah aku dan Renjana lakukan?" pekik Diana menarik rambutnya gemas. 

Hampir saja Diana membenturkan kepalanya ke dinding, karena tidak mengingat apapun walau ia telah mencobanya. 

Diana hanya ingat Renjana menggodanya saat ia menunggu angkutan umum. Renjana mengajak Diana ke sebuah tempat untuk bersenang-senang, karena Diana pikir Renjana bisa mengeluarkannya dari kemiskinan, Diana tidak menolak ajakan Renjana itu, lalu mereka mengobrol dan berkenalan di mobil. Kemudian ...., 

"Hmm ...." desis Diana memiringkan kepalanya. Ia menepuk kepalanya lebih dari dua kali. "Dasar bodoh!" Diana memaki dirinya sendiri. 

Selesai mandi dan memakai bajunya yang semalam, Diana merangkak naik ke atas ranjang hendak membangunkan Renjana yang belum bangun juga. Diana menepuk lengan lelaki itu, beralih ke pipinya. Sontak Renjana pun bangun dan menatap wajah Diana yang telah segar sehabis mandi. 

"Bangun, Renjana! Jelaskan padaku apa yang terjadi semalam di antara kita?!" Diana menggoyangkan lengan Renjana agak kasar. 

Lelaki itu menepis tangan Diana. "Kamu sudah melihatnya saat bangun, kan? Mau meminta penjelasan apa lagi?!" balas Renjana sengit. 

"Jadi ..., kita berdua semalam?" Diana menunjuk hidungnya. 

"Iya! Kamu bukan anak kecil yang harus dijelaskan dulu, kan? Jangan ganggu aku. Aku mau tidur lagi," peringat Renjana. 

Diana merasa tidak terima. Renjana bersikap sangat berbeda dari yang semalam. Diana menyambar bantal lantas memukulkannya ke arah Renjana. 

"Kamu harus tanggungjawab! Kamu sudah meniduriku!" seru Diana memukuli Renjana dengan penuh amarah. 

"Tanggung jawab? Kita melakukannya tanpa paksaan. Untuk apa aku bertanggungjawab?" Secara mengejutkan, lelaki itu menolak untuk bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya kepada Diana. 

*** 

Pelangi menunggu kepulangan Diana sejak semalam. Ia sudah berusaha menghubungi nomor Diana, tapi tidak diangkat. Pelangi bahkan menghujani nomor Diana dengan banyak pesan, namun tetap saja tidak juga dibalas. 

Saking khawatirnya Pelangi kepada adik perempuannya, ia sampai menunggu di ruang tamu hingga ketiduran. Saat  bangun pun, Diana belum pulang juga. 

Lamunan Pelangi buyar ketika mendengar suara pintu rumah dibuka. Detik itu Pelangi mendekat ke arah pintu dan menegur Diana. 

"Kamu dari mana?! Kenapa semalam tidak pulang?" Pelangi tidak kuasa menahan amarahnya. 

"Kakak menunggu kamu sampai ketiduran, tapi kamu tidak kunjung pulang. Semalam kamu ada di mana? Kamu tidak disakiti orang, kan?" Pelangi mendekap kedua bahu adik perempuannya. 

Diana menepis tangan Pelangi dengan kasar. Suasana hati Diana sedang tidak baik mendengar Pelangi mengomelinya, padahal dia baru saja sampai rumah membuatnya semakin kesal. 

"Tidak ada yang menyuruh Kakak menungguku. Itu salah Kakak sendiri," ujar Diana sinis. 

"Aku khawatir sama kamu," gumam Pelangi.

Dalam hati Diana mengumpat. "Telat!" 

"Sudahlah! Tolong jangan terlalu banyak bicara. Kepalaku pusing sekarang!" bentak Diana sambil berlalu pergi meninggalkan kakaknya begitu saja. 

*** 

Ginny masih penasaran dengan perempuan muda penjual bunga yang dilihatnya di lampu merah beberapa waktu yang lalu. 

Wajah perempuan muda itu sangat mirip dengan wajah sahabatnya. Walau Ginny hanya melihatnya sekilas, namun kata hatinya mengatakan perempuan itu sama persis seperti sang Sahabat yang telah meninggal dunia. 

Ginny mengamati lampu merah. Orang-orang yang lalu-lalang, pengamen kecil di jalanan tidak lepas dari pandangan mata Ginny. Wanita itu berharap bisa bertemu dengan perempuan penjual bunga itu lagi. Ia ingin memastikan apakah penglihatannya benar atau hanya sekadar halusinasinya saja karena sedang merindukan sahabatnya? 

Ginny menurunkan kaca mobilnya hingga terbuka sepenuhnya. Ginny melempar pandangan ke sana kemari mengamati sekitar. Setiap kali menemukan perempuan dengan proporsi badan yang persis dengan perempuan itu, Ginny sampai keluar mobil lalu mengejarnya, namun saat perempuan yang dikejarnya menoleh, Ginny menjadi sangat kecewa. Bukan. Yang barusan bukan perempuan yang ia lihat beberapa waktu lalu. 

"Aku yakin perempuan itu mirip Josefina." Ginny meremas ujung bajunya. Sepasang mata Ginny seakan tidak lelah memerhatikan sekitar lampu merah. "Tapi, kenapa dia tidak ada di sini? Aku tidak mungkin salah lihat. Mereka mirip sekali!" seru Ginny penuh keyakinan. 

Sementara itu Pelangi, perempuan yang dicari Ginny di lampu merah memutuskan untuk libur berjualan bunga. Dokter mengatakan Pelangi harus menjaga kesehatan tubuhnya. Tidak disarankan untuk bekerja secara berlebihan dan mengonsumsi makanan sehat agar prosesnya berjalan dengan lancar. 

Tentu saja Pelangi menuruti kata-kata dokter. Keinginan Pelangi hanya untuk melihat Akarsana sembuh. 

Pelangi sedang mengobrol dengan Ardian di telepon. "Kamu libur menjual bunga?" tanya Ardian heran. 

Dia tidak mengira Pelangi akan segigih itu. Mendengar Pelangi bersedia mendonorkan hatinya tanpa meminta imbalan yang ada malah meminta pihak rumah sakit termasuk Ardian agar menjaga rahasianya. Tidak boleh ada satu orang pun yang mengetahuinya, bahkan Ayah dan kedua saudara Pelangi pun tidak tahu menahu mengenai hal ini. 

"Aku harus menjaga kesehatanku sebelum operasi dilaksanakan," ujar Pelangi di dalam telepon. 

"Dan kamu menurutinya." Ardian mendengus. "Baiklah, kalau begitu pergunakan waktu liburmu dengan banyak istirahat dan makan makanan yang bergizi." 

Pelangi mengangguk ringan. "Tentu." 

*** 

Danurdara tidak kuasa menahan rahasia yang telah ia simpan lebih lama. Lelaki itu merasa sedih, karena Pelangi harus hidup serba kekurangan. Pelangi harus giat mencari nafkah. Belum lagi harus mengurusnya dan adik lelakinya yang masih berusia sepuluh tahun. 

Pelangi selalu tersenyum di depan Danurdara, namun ia tahu Pelangi menahan segala perasaan di dadanya. Sebagai seorang Ayah, ia sangat memahami perasaan putrinya. Hanya saja Danurdara tidak bisa melakukan banyak hal. 

Maka dari itu untuk menghentikan segala situasi kurang mengenakan yang Pelangi alami selama ini, Danurdara berniat memberitahu Pelangi tentang asal usulnya. Siapa sebenarnya keluarga Pelangi. 

"Yah?" tegur Pelangi hati-hati. 

Sadari tadi ayahnya banyak melamun. Pelangi memanggil ayahnya sambil memegangi sebelah lengan ayahnya. 

Detik itu lamunan Danurdara pun buyar. Ia menatap wajah Pelangi dengan tatapan yang sedih. "Iya, Pelangi. Kamu panggil Ayah?" 

"Dari tadi," jawab Pelangi pura-pura cemberut. "Ayah sedang memikirkan apa? Jangan dipendam sendiri." 

"Harusnya Ayah yang mengatakan itu." Lelaki itu menatap Pelangi dengan serius. 

"Maksud, Ayah?" tanya Pelangi  bingung. 

"Pelangi, ada yang ingin Ayah katakan sama kamu." 

"Tentang apa?" Pelangi mengerjapkan matanya. 

Danurdara tidak langsung menjawab melainkan menatap wajah Pelangi dengan sorot mata yang sedih dan merasa bersalah, karena ia tidak jujur mengenai siapa Pelangi sebenarnya, karena hidup menjadi putri Danurdara, Pelangi harus hidup susah. 

"Sebenarnya, kamu itu ...." 

Pelangi melihat jam tangannya dan ia terkejut. "Ayah, aku pergi dulu. Aku sudah telat mau menemui seseorang. Bicaranya nanti saja."

"Tapi Pelangi, Ayah ingin...."

"Maaf, Ayah. Bisakah nanti saja? Ini sangat penting."

Melihat anggukan sang ayah, Pelangi pun tergesa-gesa keluar dari kamar.

Bab terkait

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 9. Perempuan beda generasi

    Pelangi menekan bel sekali. Ia menunggu dengan tenang di pintu sembari menunggu pemilik rumah membukakannya. Tidak menunggu terlalu lama, Pelangi mendengar suara kunci yang dibuka dari dalam. Pelangi menggerakkan kedua kakinya berjalan mundur ke belakang bersamaan dengan pintu dibuka. Pelangi dan si pemilik rumah sama-sama tersenyum ketika keduanya saling menatap. Pelangi mengangguk kecil menyapa Kayla. Wanita itu mengajak Pelangi masuk ke dalam rumahnya untuk mengobrol. "Kita ngobrol di taman belakang yuk, Pelangi," ajak Kayla berjalan di depan. "Oh, ya. Kamu mau minum apa? Bagaimana perjalanannya tadi? Kamu naik apa?" tanya Kayla panjang lebar. "Lumayan macet, Bu. Tadi saya kemari naik angkutan umum." Pelangi menjawab sambil tersenyum. "Saya minum air putih saja sudah cukup, kok." Kayla melangkah ke arah dapur. "Lho, jangan air putih saja dong! Di sini ada banyak minuman yang lebih enak. Saya buatkan jus buah saja, ya?" "Apa tidak merepotkan, Bu?" tanya Pelangi. "Sama

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 10. Perasaan yang berbunga-bunga

    "Iya, Om Ardi. Wanita itu mirip Josefina, tapi aku belum bertemu langsung dengannya." "Jika kamu sudah kembali bertemu dengannya segera hubungiku." "Baik." Ginny memutuskan sambungan teleponnya. Ardiyanto sangat penasaran seberapa mirip perempuan itu dengan Josefina, karena Ginny menceritakannya dengan penuh keyakinan. Marien melihat suaminya keluar dari kamar dengan ekspresi wajah yang bingung. Marien menyapa Ardiyanto mengajak lelaki itu untuk minum teh bersama di ruang keluarga. Ardiyanto mengiyakan, mengikuti langkah Marien yang ada di depan. Pasangan suami dan istri tersebut telah duduk di sofa panjang, bersebelahan. Marien menyodorkan secangkir teh kepada suaminya, tapi Ardiyanto kelihatan seperti orang linglung. "Pa?" Marien menegur Ardiyanto. Lamunan Ardiyanto pun buyar. Ia menerima cangkir yang diberikan Marien kepadanya. "Terima kasih." Ardiyanto menyesap tehnya dengan hati-hati. "Tidak mungkin. Ini aneh," gumamnya. "Apanya yang aneh? Tehnya?" tanya Marien. Ard

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 11. Surat wasiat

    Prita baru saja tiba di rumah sakit keesokan harinya dan menemui dokter terlebih dahulu sebelum menemui Akarsana di ruang perawatannya. Di ruang dokter, Prita mendapat kabar bagus yang disampaikan oleh dokter yang akan menangani Akarsana selama di meja operasi. Dokter telah menentukan jadwal operasi Akarsana. "Dua minggu lagi." Sepasang mata Prita seketika berbinar. Bibir wanita itu yang dipoles merah menyala tampak tertarik, membentuk sebuah senyuman lebar. Ia begitu bahagia, karena sebentar lagi Akarsana akan sembuh setelah melakukan operasi. "Terima kasih." Prita mengucapkan dua kata itu lagi sebelum menghilang di balik pintu ruangan dokter. Prita mempercepat langkah. Wanita itu berjalan riang, perasaannya lebih ringan, kini Prita tidak menahan beban, karena memikirkan kesehatan Akarsana lagi. Tangan kanan Prita menggapai gagang pintu ruang perawatan Akarsana. Ia membukanya dengan cepat, berjalan menghampiri ranjang Akarsana. Putranya sedang berbaring sembari menatap ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-21
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 12. Adik penjual bunga

    Diana bisa menghela napas lega sekarang. Lelaki yang dia cari selama ini kini tengah duduk di sebelahnya sembari menyetir mobil. "Kalau kamu memang sedang sibuk harusnya bilang sejak awal. Supaya aku tidak berburuk sangka sama kamu." Diana mengatakannya dengan nada merajuk. "Kamu tiba-tiba menghilang tidak ada kabar. Teleponku sama sekali tidak kamu respons. Siapa yang tidak curiga?" desak Diana. Renjana menahan geram dengan tingkah laku Diana. Siapa juga yang mau bertanggung jawab kepada gadis itu. Dia cuma pura-pura saja agar Diana tidak terus mengganggunya. Siapa yang tidak terkejut melihat Diana ada di depan gerbang kampusnya. Diana bahkan memarahinya di depan umum dan membuatnya seketika menjadi panik. Akhirnya Renjana membuat siasat dengan mengiyakan permintaan Diana dan bersedia bertanggung jawab. Daripada nantinya dibuat malu lebih baik Renjana pura-pura saja. "Maaf, Diana. Aku terlalu sibuk sampai tidak pegang ponsel," jawab Renjana. "Biasanya aku akan menyimpan pon

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 13. Jejak

    Marien memberi Winarto sebuah tugas melalui telepon. Lelaki berusia lima puluh tahun itu baru saja tiba di Bandung, tempat temannya tinggal dulu, Danurdara. Iya, Danurdara adalah teman Winarto yang dia titipkan putri dari mendiang Josefina di masa lalu. Kedatangan Winarto ke Bandung jelas bukan tanpa sebab. Dia mencari bayi Josefina. Winarto tiba di sebuah pemukiman dan sudah lama sekali tidak datang kemari. Ada banyak sekali perubahan di sana. Winarto harus mengingat lagi keberadaan rumah Danurdara. Winarto memasuki sebuah gang kecil. Dia mulai ingat dimana letak rumah Danurdara berada. Namun, saat Winarto sampai di tempat yang dia tuju, dia terkejut karena Danurdara ternyata sudah pindah cukup lama. "Pindah?" pekik Winarto terkejut. Seorang tetangga menghampiri Winarto yang kelihatan kebingungan sejak tadi. "Iya, Pak. Sejak rumahnya kebakaran, Pak Danurdara pindah dari sini." Winarto mendesah dan merasa putus asa. "Bapak tahu di mana Pak Danurdara beserta anak-anaknya pin

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-26
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 14. Doa dan harapan

    Hari ini Pelangi datang ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya. Perempuan itu mengajak ayahnya mengobrol berdua. Berbicara tentang apa saja asal ayahnya tidak merasa kesepian. Danurdara menjawab setiap pertanyaan Pelangi dengan linglung. Lelaki setengah baya itu sedang menimbang. Apakah ia perlu memberitahu Pelangi sekarang? Danurdara telah lama menyimpan rahasia ini dari Pelangi beserta kedua saudaranya. Mulanya Danurdara ingin menyimpan rahasia itu saja sendiri. Namun, melihat Pelangi kesusahan karena dirinya, Danurdara menjadi tidak tega. Tidak seharusnya Pelangi hidup susah seperti ini. Mungkin sudah saatnya perempuan itu tahu asal-usulnya. Danurdara tidak tahan menyembunyikan rahasia ini. "Pelangi, Ayah mau—" Pelangi menatap ayahnya. Namun, belum sempat pria itu berkata pada sang putri, seorang dokter baru saja masuk ke dalam ruang perawatan Danurdara. "Yah, aku tunggu di luar, ya." Pelangi pamit kepada Ayah dan dokter. Dia tidak mau mengganggu dokter yang memeriksa kea

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-27
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 15. Kesempatan hidup

    Naomi sedang membongkar isi lemarinya. Tanpa sadar perempuan itu menjatuhkan sesuatu dari dalam lemari. Sebuah ponsel lama miliknya yang sudah tidak pernah ia aktifkan setelah tinggal di New York. Naomi, mantan calon istri Akarsana kini tinggal di New York dan memilih menikahi lelaki asing, jadi Naomi tidak berniat kembali kepada Akarsana sekalipun lelaki itu berlutut dan mencium kakinya. Ia menggenggam ponsel lamanya sembari berjalan ke arah tepi ranjang. Tiba-tiba ia penasaran siapa saja yang menghubunginya setelah pindah kemari. Baterai ponselnya telah habis. Naomi mengisi daya baterainya lebih dulu sembari menunggu baterai terisi sedikit demi sedikit. Ia mendengar suara denting ponselnya mulai berisik. Satu persatu pesan masuk setelah Naomi menyalakan ponselnya. Ia membuka kotak pesan. Sebagian cuma teman-teman yang berbasa-basi menanyakan kabar, ada juga yang berniat ingin pinjam uang, dan ada satu nama yang memenuhi kotak pesan di ponselnya. Akarsana. Naomi mendesah panjang

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 16. Operasi

    Prita berjalan mondar-mandir. Kepalanya menatap ke pintu ruang operasi. Perasaannya sekarang campur aduk tidak karuan memikirkan kondisi Akarsana di atas meja operasi. Sofia menghampiri ibunya dan mengajaknya duduk di kursi tunggu. Prita masih saja cemas. Di dalam kepala wanita itu sekarang hanya memikirkan Akarsana. Bagaimana situasi di dalam ruang operasi? Apa tidak ada masalah selama operasi berlangsung? Dan berbagai macam pertanyaan lainnya. Sofia menggenggam tangan ibunya. Sebelah tangannya lagi mengusap punggung wanita itu yang naik turun. "Mama tenang saja. Harus tetap tenang," ujar Sofia. "Kita tahu Kak Akarsana adalah orang yang kuat. Semuanya pasti berjalan dengan lancar," tambahnya. Prita menghela napas panjang. "Tetap saja, Sofia. Sebagai seorang Ibu, Mama tidak akan bisa tenang sampai dokter keluar dan memberi selamat kepada kita kalau operasinya berjalan dengan lancar!" Sofia mengangguk memahami maksud ibunya. "Iya, aku tahu, Ma. Kita berdoa saja, ya. Kita harus p

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-08

Bab terbaru

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 62. Kesedihan Diana

    Sofia ikut berduka atas kehilangan yang Diana alami. Sebagai saudara Renjana, Sofia ikut merasakan rasa bersalah. Mungkin, ia akan membawa perasaan ini sampai selamanya. Di dalam kepalanya secara otomatis akan terus mengingat kejadian pagi ini di rumah. Akarsana semula menundukan kepalanya, lantas mendongak seiring mendengar suara tangis dan jeritan Diana di dalam ruang perawatannya. Akarsana meraup wajahnya dengan kasar. Tidak dia sangka kalau Renjana akan melakukan hal sefatal ini. Akarsana tidak tahu menahu awalnya. Andai saja Diana tidak datang ke rumah, mungkin Akarsana dan Sofia tetap tidak akan mengetahuinya. Lelaki itu merasakan kursi di sebelahnya bergerak, ternyata Sofia beranjak dari kursi hendak mendekat ke pintu ruangan Diana. Akarsana menahan lengan Sofia, kemudian menggelengkan kepalanya. "Biarkan Pelangi saja yang menenangkan Diana," tutur Akarsana lembut. "Jika Diana melihat kamu, maka secara otomatis Diana akan bertambah sedih." Gadis itu duduk kembali ke kursin

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 61. Terjatuh

    Ketika Pelangi tiba di rumah Akarsana, perempuan itu tidak menemukan siapa-siapa di pos satpam. Biasanya akan ada Pak Udin yang menyapa, dan menyambut kedatangannya dengan ramah, tapi Pelangi tidak menemukan lelaki setengah baya itu di dalam posnya. Pelangi mendengar suara ribut-ribut dari luar. Dia mengenali suara itu sebagai suara Diana—sang adik. Pelangi tidak buang-buang waktu. Dengan cepat Pelangi berlari menuju ke dalam, berusaha menghentikan kekacauan yang dibuat oleh Diana hari ini. Sementara di dalam rumah Maheswara, Diana berusaha menyerang Renjana, tapi dihalangi oleh Prita yang berdiri di tengah-tengah Diana dan Renjana. Diana mencak-mencak, karena Renjana tidak berusaha menjelaskan kepada keluarganya. Sama halnya dengan Renjana, Prita pun bungkam saat ditanya kebenaran dari kata-kata Diana. Prita hanya menjelaskan kalau Diana adalah adiknya Pelangi. Cuma itu saja. "Tante jangan diam saja! Cepat jelaskan kepada mereka di sini kalau Renjana bersalah! Dan yang aku kataka

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 60. Telepon dari Akarsana

    Sungguh, Akarsana tidak dapat mengatakan apa-apa. Tentu saja Akarsana terkejut, begitu pun dengan Sofia yang sedari tadi hanya mendengarkan saja. Napas Diana memburu. Kedatangannya kemari tentu ingin menuntut pertanggungjawaban dari Renjana. Padahal dia sudah datang kemari bersama Pelangi, tapi Renjana terus menghindar dan menghindar. Diana tidak meminta apa-apa dari Renjana—selain untuk menikahinya, tapi Diana seolah mengemis belas kasih lelaki itu. Bayi di dalam perutnya bukan bayi siapa-siapa kecuali milik Renjana. Diana tidak pernah melakukan hubungan semacam itu dengan lelaki selain Renjana! Jadi Diana dengan lantang mengatakan kalau bayi itu adalah anak Renjana! "Ma ... ini benar? Renjana, cepat jawab!" bentak Akarsana pada adik lelakinya. Renjana hanya diam mematung seperti orang bodoh. Walau dibentak Akarsana, dimaki dan ditekan oleh Diana, Renjana tidak berniat memberikan jawaban yang Akarsana mau. "Aku tidak mau tahu. Kamu harus tanggung jawab, atau kalau tidak, aku aka

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 59. Kemarahan Diana

    Pelangi terpaku, matanya membulat, jantungnya berdebar tak karuan. Kata-kata Akarsana barusan menggantung di udara, menggema di telinganya seperti melodi yang tak pernah ia bayangkan akan didengarnya. "A-apa?" Pelangi terbata, suaranya nyaris tak terdengar. Ia menggelengkan kepala perlahan, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah dengar. "A-apa kau bilang tadi?" Akarsana tersenyum lembut, tatapannya terkunci pada mata Pelangi yang berkaca-kaca. "Aku bilang, aku mencintaimu, Pelangi." Pelangi merasakan aliran hangat menjalar di seluruh tubuhnya dan merasakan kebahagian yang meluap-luap di hatinya. Ini seperti mimpi. Akarsana, pria yang selama ini ia kagumi diam-diam, pria yang selalu membuatnya tersipu malu setiap kali bertemu, kini berdiri di hadapannya, menyatakan cinta yang selama ini hanya ia pendam dalam hati. "Aku... aku tidak salah dengar, kan?" Pelangi masih berusaha meyakinkan dirinya. Akarsana terkekeh pelan, "Tidak, Pelangi. Kau tidak salah dengar. Aku sungguh-su

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 58. Aku mencintaimu

    Kedatangan Akarsana secara tiba-tiba di depan rumah susunnya, telah merampas kesadaran Pelangi untuk beberapa saat. Ia tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan lidahnya terasa kelu saat. Akarsana tersenyum hangat kepadanya, wajahnya sangat ramah, membuat jantung Pelangi berdebaran dengan kencang. Pelangi sedang tidak bermimpi, kan? Pelangi hampir saja menampar pipinya sendiri guna menyadarkan dirinya. "Ah! Tidak apa-apa. Kamu tidak menggangguku, kok. Aku juga tidak sedang sibuk, tapi, dari mana kamu tahu alamat rumahku, Akarsana?" tanya Pelangi penasaran. "Oh, ya. Terima kasih untuk bunganya." Sebuket bunga yang dibawa Akarsana kini telah berpindah ke dalam pelukan Pelangi. Perempuan itu tidak bisa menyembunyikan betapa bahagia dirinya. "Apa aku boleh masuk?" Akarsana tidak menjawab pertanyaan Pelangi, lelaki itu malah meminta diajak masuk ke dalam rumah Pelangi. "Oh, tentu." Pelangi berjalan ke pinggir. "Masuklah, Akarsana!" ajak Pelangi menunjuk ke sofa yang ada di ruang tamu. "Teri

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 57. Tamu di malam hari

    Renjana, anak itu benar-benar menambah beban pikiran bagi Prita. Belum selesai masalah warisan yang direbut oleh Pelangi, kini muncul masalah baru lagi atas ulah salah satu anak lelakinya. Berbeda dengan Akarsana yang lemah lembut, tidak banyak tingkah, Renjana justru tidak bosan membuat Prita pusing kepala! Sepeninggal Pelangi dan Diana keluar dari rumahnya, Prita berteriak sembari melangkah menuju ke lantai atas. Prita dibuat marah oleh Renjana, karena Renjana Prita harus pura-pura berada di kubu Pelangi. Andai saja Prita tidak berniat merebut kembali warisan Kayla yang kini telah berpindah tangan kepada Pelangi, Prita tidak akan sudi memperlakukan Pelangi dengan baik! Prita tidak menyukai perempuan miskin itu. "Renjana!" Prita mempercepat langkah menuju kamar lelaki itu. Sesampainya di depan pintu, wanita setengah baya tersebut menggebrak-gebrak pintu dengan mengerahkan seluruh tenaganya. "Mama tahu kamu di dalam, Renjana! Sekarang, buka pintunya! Mama butuh penjelasan kamu,

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 56. Ketakutan Marien

    Perempuan mana yang mau bertahan dengan suami yang sudah selingkuh di belakang istri selama ini? Tidak ada. Begitu pun dengan Naomi. Sampai mati pun, Naomi tidak akan mau bertahan dengan lelaki itu. Lebih baik Naomi pergi, dan kembali ke Indonesia saja. Naomi menyiapkan koper besar, diletakkannya benda itu ke atas ranjang. Satu per satu baju dari lemarinya ia masukan ke dalam kopernya. Perempuan itu berniat kabur dari suaminya setelah lelaki itu ketahuan selingkuh darinya. Naomi tidak tahan lagi, ia sudah cukup frustrasi atas keadaan yang ia alami sekarang. Sambil menangis, perempuan itu menata baju dan beberapa pakaiannya ke dalam koper. Sekarang ini tujuan utama Naomi adalah kembali ke tempat ia lahir dan dibesarkan. Di sini Naomi tidak sebahagia yang orang kira. "Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan lelaki berengsek itu!" Naomi membanting tutup kopernya dengan keras. Dengan gerakkan kasar, perempuan itu menarik resleting kopernya, kemudian duduk sembari menghela napas pan

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 55. Kemarahan Pelangi

    "Kak Pelangi, tunggu." Diana menahan lengan sang Kakak. Kini, kedua perempuan itu telah berada di rumah Maheswara. Diana menatap rumah di depannya dengan seksama. "Kakak yakin ini rumahnya Renjana?" tanya Diana menatap Pelangi tak percaya, karena ia sering ke rumah ini untuk menjemput dan mengantarkan pakaian kotor.Pelangi mengangguk. Ia menurunkan tangan Diana yang memegangi lengannya. "Sudah, Diana. Jangan banyak membuang waktu!" Tidak biasanya Pelangi menjadi sangat marah. Biasanya perempuan itu hanya akan diam dan tidak banyak melakukan apa-apa, tapi kali ini ia tidak memilih diam. Adik perempuan satu-satunya dihamili seorang lelaki dan faktanya, lelaki itu adalah Renjana, salah satu anggota keluarga Maheswara yang beberapa kali ia temui di rumah itu. Langkah Diana ragu. Dalam kepala Diana, ia takut—mereka akan diusir oleh satpam di rumah itu, karena menerobos masuk ke dalam begitu saja. "Non Pelangi," sapa Pak Udin dari dalam pos satpam yang berada di dekat gerbang rumah.

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 54. Buket bunga untuk Pelangi

    "Kak, Kenapa? Kak Pelangi kenal dengan Renjana?" tanya Diana heran. Pelangi tidak percaya. Namun yang ia lihat memang kenyataan. Sesuai dengan dugaan Pelangi, Renjana pacar Diana adalah adiknya Akarsana. Anak kedua dari Prita. Tidak pernah Pelangi sangka akan terjadi hal seperti ini. "Kak," tegur Diana semakin bingung. Pelangi bisa merasakan dorongan pada bahunya oleh Diana. Sesaat, Pelangi kehilangan kesadarannya. Pelangi berusaha mengatur napas dan memberitahu pada Diana, siapa Renjana sebenarnya. "Kak, jawab aku!" seru Diana mulai tidak sabaran. "Aku kenal dengan Renjana, bahkan aku tahu di mana rumah lelaki itu," gumam Pelangi. "Apa?" desis Diana tidak percaya. Bagaimana Pelangi bisa tahu tentang Renjana? Bahkan tahu alamat rumah Renjana. Apa yang membuat Pelangi begitu yakin kenal dengan lelaki itu? "Tidak mungkin," gumam Diana menolak untuk percaya. Hati kecil Diana seolah tidak terima sang Kakak mengenali Renjana. Diana lebih mengenali Renjana selama ini, tap

DMCA.com Protection Status