Beranda / Romansa / Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO / Bab 70. Rasa kecewa Akarsana

Share

Bab 70. Rasa kecewa Akarsana

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-02 16:42:22
Ardan pergi menuju perusahaan Akarsana, ada sebuah kabar yang harus ia beritahu Akarsana secara langsung. Kabar ini pasti akan melukai Akarsana, tetapi ia harus memberikan kabar ini agar Akarsana berhenti mencintai seseorang yang bahkan sudah memiliki suami. Ardan tidak ingin Akarsana terperangkap hubungan yang salah, meskipun ia tahu kalau Akarsana dan Naomi sudah tidak saling menghubungi lagi karena larangan Prita.

"Kamu bisa lihat sendiri ini," ucap Ardan sambil menunjukkan sebuah foto pada Akarsana.

Ardan mendapatkan foto itu dari seorang temannya yang tinggal di Amerika dan kebetulan temannya itu salah satu teman dari suami Naomi. Ardan terlalu geram pada Naomi yang membohongi Akarsana, Akarsana harus tahu kalau Naomi itu sudah menikah. Ardan tidak ingin Akarsana terjebak dengan wanita iblis itu.

Akarsana menerima ponsel Ardan, ia melihat foto yang Ardan tunjukkan padanya. Seketika tubuhnya mematung ketika melihat foto itu, wajah Akarsana memerah pertanda ia sangat marah
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 71. Aku ingin segera menikahi Pelangi

    Sampai Akarsana tiba di rumah, lelaki itu masih terbayang-bayang oleh penjelasan Ardan mengenai Naomi yang telah bersuami. Akarsana tidak tahu menahu soal itu. Akarsana pikir Naomi belum menikah sama sekali. Apa lagi mengingat perempuan itu sempat menelpon ke nomornya dan mereka mengobrol cukup lama sebelum dia ketahuan oleh Prita. Tega sekali Naomi membohongi dirinya. Jika perempuan itu memang telah menikah dan hidup bahagia di Amerika, kenapa masih memberi harapan kepada Akarsana? Entahlah, untuk saat ini Akarsana cuma ingin mandi dan istirahat setelah itu. Akarsana terlalu lelah. Bukan hanya tenaganya saja yang diperas saat bekerja, tapi juga pikirannya. Tidak henti-hentinya Akarsana memikirkannya. Otak Akarsana seolah diperas. "Tuan Akarsana," sapa Bi Jum saat papasan dengan Akarsana di dekat tangga. "Iya, Bi." Akarsana mengangguk pelan. "Baru pulang, Tuan? Mau Bibi buatkan teh atau kopi?" tawar Bi Jum. Karena melihat anak majikannya tampak kelelahan, Bi Jum sengaja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 72. Pesan yang terabaikan

    Akarsana tidak hentinya menghela napas panjang setiap kali membahas masalah Renjana dan Diana. Bagaimana, tidak? Prita selalu membela Renjana yang jelas-jelas sudah salah. Prita seolah tidak mau mengalah dan mengakui kalau putranya memang berada di pihak yang salah. Akarsana dan Sofia setuju, Renjana memang harus menemui Diana untuk meminta maaf. Memohon ampun kalau perlu. Seperti yang dikatakan Akarsana, Prita menolak Renjana meminta maaf kepada Diana. Prita merasa Renjana tidak salah. Justru Diana yang membuat situasi memanas dan semakin rumit. "Dengar ya, Akarsana. Mama tidak akan sudi membiarkan adik kamu datang menemui perempuan itu. Renjana tidak salah, Diana saja genit!" Prita meninggikan suaranya. Berbeda dari biasanya. Kali ini Akarsana tidak sependapat dengan Ibu dan adik lelakinya. Walau Renjana itu adiknya, tapi di mata Akarsana, Renjana adalah dalang di balik semua masalah yang ada. Andai saja Renjana tidak pernah main-main perempuan—apa lagi sampai nekat mengh

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 73. Memilih jalan sendiri

    Akarsana mencoba tidur, tetapi pikirannya masih berputar di sekeliling perdebatan tadi dengan ibunya. Matanya menatap langit-langit kamar dengan kosong. Dulu, ia begitu mengagumi sosok Prita. Ibunya adalah wanita tangguh yang selalu terlihat elegan dan kuat dalam menghadapi hidup. Namun, semakin dewasa, Akarsana mulai melihat sisi lain dari Prita yang membuatnya sulit bernapas. Ibunya tidak pernah salah. Itu yang ada dalam kamus Prita. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya, ibunya selalu mencari cara untuk menyalahkan orang lain. Dan kali ini, korban terbaru dari amarahnya adalah Diana. Diana yang telah kehilangan bayi. Diana yang hancur. Diana yang tidak punya siapa-siapa selain Pelangi. Sejujurnya, Akarsana tidak memiliki kedekatan dengan Diana. Tapi ia masih manusia. Ia masih bisa merasakan sakitnya perempuan itu. Keterpurukannya. Luka yang ia rasakan bukan hanya di tubuhnya, tetapi juga di jiwanya. Bayi itu bisa saja selamat jika Renjana bukan pengecut. Renja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 74. Rumah Pelangi

    Akarsana tidak tahu bagaimana akhirnya ia berdiri di depan rumah ini lagi. Rumah Pelangi. Setelah pertengkaran sengit dengan ibunya, hanya satu tempat yang terlintas di benaknya. Ia mematikan mesin mobil dan menarik napas dalam. Malam sudah larut, tapi lampu teras masih menyala. Ia tahu Pelangi ada di dalam. Tanpa ragu, ia melangkah keluar dan mengetuk pintu. Tidak perlu menunggu lama, pintu itu terbuka, memperlihatkan Pelangi yang masih mengenakan kaus rumah dan celana pendek. Tatapan mereka bertemu.Tidak ada sapaan, tidak ada pertanyaan kenapa Akarsana tiba-tiba datang. Hanya keheningan. Pelangi menatapnya lekat, mencari sesuatu dalam sorot mata pria itu. Akarsana tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap balik dengan tatapan yang dalam dan penuh intensitas. Lalu, seolah mengerti sesuatu yang tak perlu diucapkan, Pelangi menghela napas dan berkata pelan, "Masuk!" Akarsana melangkah masuk tanpa banyak bicara. Rumah Pelangi terasa hangat, nyaman. Aroma teh melati meng

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 75. Tatapan tulus

    Pukul satu dini hari. Akarsana memarkir mobilnya di garasi rumah dengan perasaan yang masih berantakan. Bibirnya masih bisa merasakan jejak kehangatan ciuman Pelangi. Dadanya masih menyimpan debaran yang tadi sempat mengguncangnya begitu hebat. Tapi begitu ia melangkah masuk ke dalam rumah, semua kehangatan itu menguap begitu saja. Sebab di ruang tamu, ibunya sudah menunggunya. Prita duduk di sofa dengan tangan terlipat di dada, tatapannya dingin dan penuh kecurigaan. Lampu ruangan masih menyala terang, menandakan wanita itu memang sengaja menunggu kepulangannya. "Darimana saja kamu?" Suara itu terdengar tajam. Akarsana tidak langsung menjawab. Ia menutup pintu dengan tenang, meletakkan kunci mobil di atas meja, lalu berbalik menghadap ibunya. Ekspresinya datar. "Tugas," jawabnya santai. Prita menyipitkan mata. "Tugas apa? Jangan bilang kamu—" "Aku sedang melakukan tugasku, Ma," potong Akarsana sebelum ibunya bisa menyelesaikan kalimatnya. "Membuat Pelangi semakin j

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 76. Lamaran

    Akarsana tidak pernah berpikir bahwa suatu hari dia akan berlutut di hadapan seorang wanita untuk kedua kalinya. Malam ini, dia duduk berlutut di hadapan Pelangi, menatap wanita itu dengan segenap keberanian yang tersisa di dalam dirinya. Di tangannya, ada sebuah cincin berlian kecil—bukan yang paling mahal, bukan yang paling mewah, tapi cincin yang dia pilih dengan hati-hati. Yang menurutnya paling cocok untuk wanita di hadapannya. Pelangi menatapnya dengan mata membulat, tangan terangkat menutupi mulutnya, tubuhnya bergetar. Dia tidak percaya. "Pelangi..." Suara Akarsana terdengar serak. Sial. Dia tidak pernah merasa segugup ini sebelumnya. "Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan jatuh sejauh ini. Aku tidak pernah menyangka bahwa seseorang bisa membuatku ingin berubah ingin menjadi lebih baik." Pelangi masih membeku di tempatnya. "Aku mencintaimu." Hanya tiga kata, tapi begitu berat.Tiga kata yang mengubah segalanya. Tiga kata yang membuat hati Pelangi hampir me

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 77. Permulaan kemenangan

    Matahari bersinar redup sore itu, seolah ikut mengiringi perasaan di dalam dada Pelangi yang bercampur aduk. Langkahnya terhenti di depan pintu kamar rawat Diana. Pelangi menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu dan masuk. Diana sedang duduk bersandar di ranjangnya, mengenakan baju pasien berwarna biru muda. Wajahnya masih pucat, tetapi matanya terlihat lebih hidup dibanding terakhir kali Pelangi mengunjunginya. "Pelangi!" Diana tersenyum samar. "Kamu datang." "Tentu saja," Pelangi mendekati tempat tidur lalu duduk di kursi samping ranjang. "Gimana keadaanmu?" Diana menghela napas. "Sedikit lebih baik. Tapi aku masih sering teringat kejadian itu." Pelangi menggenggam tangan sahabatnya. "Aku di sini, Diana. Aku selalu di sini." Diana tersenyum lemah. "Terima kasih." Pelangi ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku ada sesuatu yang ingin aku beri tahu." Diana menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa?" Pelangi menggigit bibirnya sebelum mengembuskan napas p

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02
  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 78. Kejutan

    Pernikahan tinggal menghitung minggu. Kesibukan Pelangi semakin menjadi-jadi, tetapi ia menikmatinya. Setiap hari diisi dengan berbagai persiapan dari memilih gaun, mencicipi menu katering, hingga berdiskusi dengan perencana pernikahan. Meski melelahkan, ada kebahagiaan yang mengalir di dalam dirinya. Namun, dari semua hal yang Pelangi hadapi, yang paling ia nikmati adalah saat-saat bersama Akarsana. Sejak melamarnya, Akarsana menjadi lebih terbuka dan perhatian. Tidak ada lagi sindiran tajam atau sikap angkuh. Kini, lelaki itu dengan bangga menggandeng tangannya, membantunya dalam setiap persiapan, bahkan menemani Pelangi memilih dekorasi pernikahan yang menurutnya “terlalu berlebihan, tapi kalau kamu suka, aku juga suka.” Hari ini, Pelangi berencana menemui desainer untuk menyesuaikan gaun pernikahannya. Namun, sebelum itu, Akarsana tiba-tiba meminta Pelangi datang ke kantornya. “Aku mau menunjukkan sesuatu,” kata Akarsana lewat telepon pagi itu. “Menunjukkan apa?” Pelangi

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-02

Bab terbaru

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 121. Janji di bawah cahaya bintang. TAMAT.

    Malam itu, suasana rumah masih dipenuhi ketegangan setelah pengakuan Sofia. Pelangi duduk di sofa dengan ekspresi kosong, sementara Akarsana mondar-mandir, pikirannya kacau."Aku masih tidak percaya " gumam Akarsana, suaranya nyaris berbisik.Sofia menunduk, matanya memerah menahan air mata. "Aku juga tidak ingin mempercayainya. Aku menyesal karena tidak melakukan sesuatu sejak dulu, jika aku berani melawan, mungkin Tante Kayla masih hidup."Pelangi menarik napas dalam-dalam. "Kebenaran akhirnya terungkap. Tapi, lalu apa? Apa kita akan membiarkan ini berlalu begitu saja?"Akarsana menatap adiknya dengan mata berkilat. "Tidak, kita tidak bisa membiarkannya. Apa pun yang terjadi, Ibu harus bertanggung jawab."Sofia menggigit bibirnya, lalu menggeleng. "Tapi Akarsana, Ibu kita... dia bahkan sudah tidak waras sekarang. Dia sudah hidup dalam ketakutan selama enam bulan terakhir. Apa yang bisa kita lakukan selain menyerahkannya pada perawatan?"Akarsana mengepalkan tangannya. Ia marah, kece

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 120. Kepingan kenyataan

    Ruangan itu menjadi sunyi. Hanya suara detak jam yang terdengar, seakan menegaskan bahwa ketakutan Prita masih ada, masih mengintai, dan belum benar-benar pergi.Prita masih tersungkur di lantai dengan tubuh gemetar. Air matanya mengalir deras, napasnya tersengal, sementara kedua tangannya mencengkeram kepalanya seolah berusaha menepis suara-suara yang hanya bisa ia dengar."Maafkan aku,Kayla! Maafkan aku!" gumamnya berulang kali, suaranya penuh ketakutan.Akarsana, Sofia, dan Pelangi masih berusaha menenangkannya, tetapi tiba-tiba, suara Prita berubah menjadi jeritan histeris."Aku tidak bermaksud membunuhmu!"Hening.Ketiga orang di ruangan itu membeku, tatapan mereka terpaku pada Prita yang masih terisak. Kata-kata itu menggema di kepala mereka, memenuhi ruangan dengan ketegangan yang mencekam.Akarsana menelan ludah, dadanya berdegup kencang. "Ibu,apa maksudmu?" tanyanya pelan, tetapi suaranya tegas.Prita tidak menjawab. Ia terus meracau, tubuhnya masih bergetar hebat. Seolah kat

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 119. Langkah pertama menuju kedamaian

    Pelangi berdiri di sana, berdampingan dengan seorang pria yang Sofia kenal baik—Akarsana. Namun, perhatiannya langsung terfokus pada Pelangi. Sofia nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Pelangi, yang dulu selalu tampak sederhana dan jauh dari kesan feminin, kini berubah. Gaun lembut membalut tubuhnya dengan anggun, rambut panjangnya tergerai dengan rapi, dan ada kehangatan baru dalam sorot matanya. Ia tampak begitu cantik, begitu berbeda. Namun, bukan hanya perubahan penampilan Pelangi yang mengejutkan Sofia. Tangannya yang digenggam erat oleh Akarsana seolah menegaskan sesuatu. Sofia mengangkat pandangannya, melihat ekspresi kakaknya—wajah itu, yang selama ini redup dan penuh beban, kini berseri. Akarsana terlihat seperti dirinya yang dulu, sebelum semua kekacauan terjadi. Sofia menelan ludah, masih belum bisa mencerna semuanya. "K-Kak Pelangi?" suaranya bergetar. Pelangi tersenyum lembut. "Hai, Sofia!"" Sofia mengalihkan tatapannya ke Akarsana, mencari jawaban.

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 118. Tatapan yang saling bertaut

    Diana masih berdiri di tempatnya, dadanya naik-turun seiring napasnya yang tidak beraturan. Tatapan Damar yang begitu dalam tadi masih terbayang di benaknya, mengusik perasaannya yang bahkan belum ia sadari sepenuhnya. Ia menggeleng pelan, mencoba mengabaikan semuanya, lalu menghembuskan napas panjang. Saat itu juga, suara musik dan tawa dari para tamu pesta kembali menyadarkannya akan kenyataan. Malam ini adalah malam pertunangan Pelangi dan Akarsana. Diana melangkah masuk ke dalam ruangan, tepat saat Ardiyanto menaiki podium kecil di tengah aula, mengambil mikrofon dan mengetuknya pelan. Semua tamu segera menghentikan obrolan mereka dan mengalihkan perhatian ke pria tua itu. "Ladies and gentlemen," Ardiyanto memulai dengan suara penuh wibawa. "Terima kasih telah menghadiri acara malam ini. Malam ini adalah malam yang istimewa bagi keluarga kami, karena cucu saya, Pelangi, akan bertunangan dengan pria yang telah mendapatkan hatinya kembali, Akarsana." Tepuk tangan menggema di

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 117. Kebimbangan di hati Diana

    Pelangi mencoba kembali menenangkan pikirannya setelah pertemuannya dengan Akarsana. Hatinya masih berdebar tidak menentu, tapi kali ini bukan karena keraguan, melainkan karena keputusan besar yang sudah ia buat.Suara langkah kaki tergesa-gesa mendekat, disusul suara yang penuh amarah."Pelangi!" suara Diana menggema di ruangan, membuat Pelangi dan Ardiyanto menoleh.Diana berdiri di ambang pintu dengan ekspresi penuh kemarahan dan di belakangnya, Danurdara—ayahnya—menyusul dengan tatapan yang lebih tenang tapi tak kalah tegas."Kau serius, Pelangi?!" Diana mendekat dengan cepat. "Kau lebih memilih pria yang sudah menghancurkanmu, yang sudah membuatmu menangis selama ini, daripada Damar yang jelas-jelas pria baik?"Pelangi menghela napas. Ia sudah menduga ini akan terjadi."Diana, dengarkan aku—""Tidak!" Diana memotong dengan suara penuh emosi. "Aku tidak bisa diam saja melihatmu kembali ke dalam lingkaran yang sama! Apa kau tidak takut akan terluka lagi? Apa kau tidak ingat bagaima

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 116. Hati yang terikat

    "Kalian berdua," suara Damar terdengar datar, tapi ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat Pelangi merasa bersalah. Akarsana tidak mundur. Ia justru menatap Damar dengan pandangan penuh keyakinan. "Aku tidak akan menyerah," kata Akarsana tegas. "Aku mencintai Pelangi, dan aku yakin dia masih mencintaiku." Pelangi mengerjapkan mata, dadanya berdebar kencang. Damar menatap Pelangi. "Apa yang dikatakannya benar?" Pelangi tercekat. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Pelangi menatapnya, perasaan bersalah semakin menyesakkan dadanya. "Damar, aku...." Damar mengangkat tangannya, menghentikan ucapan Pelangi. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa. Aku hanya ingin kau jujur pada dirimu sendiri." Pelangi menatap Damar dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu, pria ini benar-benar baik. Damar tersenyum lembut. "Jangan memaksakan diri, Pelangi. Aku ingin kau bahagia, dengan atau tanpa aku." Pelangi terisak pelan. Damar menghela napas panjang lalu menatap Akarsana. "Aku harap kau tidak

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 115. Pergulatan hati

    "Dan kau gagal." Akarsana menatapnya dalam, suaranya tenang tapi penuh keyakinan. "Aku tahu kau masih mencintaiku, Pelangi. Aku bisa melihatnya di matamu." Pelangi menggeleng dengan cepat, air matanya mulai jatuh tanpa bisa ia tahan. "Tidak," bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Akarsana. Akarsana mengulurkan tangannya, ingin menghapus air mata itu, tapi Pelangi mundur selangkah, membuat jarak di antara mereka. "Aku akan bertunangan dengan Damar," katanya dengan suara yang lebih tegas, seakan ia mengatakannya bukan hanya untuk Akarsana, tapi juga untuk dirinya sendiri. Akarsana terdiam, dadanya terasa sesak. "Lalu kenapa kau menangis?" tanyanya dengan suara lirih. Pelangi menggigit bibirnya. Ia ingin berteriak bahwa ia tidak ingin bertunangan dengan Damar, bahwa hatinya masih terikat pada Akarsana, tapi ia tidak bisa. Ia tidak boleh. Tanpa menjawab, ia berbalik dan membuka pintu, meninggalkan Akarsana yang masih berdiri di sana dengan ekspresi hancur.

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 114. Keraguan dalam bayangan

    Dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan. Pelangi membeku di tempat. Hatinya berdebar begitu kencang saat matanya bertemu dengan mata Akarsana. Pria itu berdiri di antara kerumunan, mengenakan jas hitam yang tampak sedikit longgar di tubuhnya seperti seseorang yang kehilangan berat badan. Wajahnya lebih tirus dari yang terakhir kali Pelangi lihat. Namun, sorot matanya tetap sama. Penuh luka. Akarsana tidak bergerak, hanya menatapnya dalam diam. Pelangi mengeraskan hatinya dan segera mengalihkan pandangan. Ini tidak seharusnya terjadi. Akarsana tidak seharusnya ada di sini. Tapi pertanyaannya adalah siapa yang mengundangnya? Di tengah kebingungan, Diana tiba-tiba muncul di sampingnya dan berbisik pelan, "Aku tidak mengundangnya, Pelangi. Aku juga terkejut dia datang." Pelangi menelan ludah. Ia tidak ingin menunjukkan kegugupannya. "Aku akan pura-pura tidak melihatnya," katanya lirih. Diana menatapnya ragu, tetapi tidak berkata apa-apa lagi. Namun, masalahnya adalah

  • Penjual Bunga itu Ternyata Istri CEO   Bab 113. Sosok yang tidak diharapkan

    Malam itu, Akarsana tidak bisa tidur. Kata-kata Sofia terus terngiang di kepalanya."Jika kau masih mencintainya, pergilah cari dia!"Akarsana tidak bisa menahan keinginan untuk mencari tahu. Ia bangkit dari tempat tidurnya, mengambil ponselnya, dan membuka kontak lama yang tak pernah ia hapus.Pelangi.Jari-jarinya gemetar saat hendak menekan tombol panggil.Namun, ia ragu."Bagaimana jika dia tidak mau bicara denganku?""Bagaimana jika dia sudah bersama pria lain?"Pikiran itu membuat dadanya terasa sesak.Akhirnya, ia hanya menatap nama itu di layar ponselnya, sebelum akhirnya menghela napas dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku.Mungkin, Sofia benar. Ia harus menemui Pelangi. Bukan hanya untuk memohon kesempatan kedua, tetapi untuk mengatakan hal yang selama ini tidak sempat ia katakan, bahwa ia mencintainya.Bahwa ia menyesali semuanya. Dan bahwa ia ingin memperbaikinya.Keesokan paginya, Akarsana mendatangi rumah sakit dimana Ardian bekerja. Ardian adalah satu-satunya o

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status