“Pagi, Nicho.”
Nicholas menaikkan sebelah alisnya. Ia menatap Aleeta datar ketika wanita itu tersenyum ke arahnya.Sial. Apa yang wanita itu lakukan?“Nicho, kamu ingin kemana? Apa kamu nggak ingin sarapan terlebih dahulu?” Aleeta kembali bersuara. Dan Nicholas tetap saja diam.“Aku akan menunggumu jika kamu ingin sarapan terlebih dahulu. Aku akan menunggumu di halaman samping,” imbuh Aleeta.“Mau pergi kemana?” Suara dingin Nicholas terdengar.Membuat Aleeta yang sudah hendak melangkah itu seketika berhenti. Aleeta menoleh ke arah Nicholas yang sama sekali tidak menatap ke arahnya. Wajah pria itu hanya datar dan lurus memandang ke depan.“A-aku ingin menunggumu di halaman samping selama kamu menikmati sarapanmu.”Nicholas akhirnya menoleh, menatap Aleeta tanpa ekspresi. “Kita akan makan bersama,” ujarnya datar.Aleeta tampak terkejut. “M-makan bersama?! Bukanya kamu bilang kalau kamu“Kita akan berangkat satu jam lagi. Sebaiknya kamu segera bersiap-siap.” Nicholas berujar ketika pria itu sudah menghabiskan sarapannya.Aleeta ingin membuka mulutnya. Namun, kemudian ia kembali menutupnya rapat-rapat. Saat ini memang bukanlah saat yang tepat untuk menolak ajakkan Nicholas. Lebih baik ia mengalah saja. “Ya,” jawab Aleeta pelan.Nicholas kemudian berdiri. Ia menatap Aleeta yang masih menunduk seraya mengaduk-aduk piring makanannya. Dan tanpa mengatakan apapun lagi, Nicholas langsung memilih pergi meninggalkan ruang makan.Aleeta mendesah ketika Nicholas sudah menghilang dari balik pintu. “Menyebalkan sekali,” gumamnya seraya membanting sendok.“Ada apa, Nona?” Mary bertanya ketika baru saja keluar dari dapur.“Mary, aku benar-benar nggak ingin pergi dengan Nicholas. Aku merasa belum siap bertemu dengan keluarganya. Apa yang harus aku lakukan di sana nanti?” Aleeta bertanya panik.Aleeta yakin. Pesta pertunangan itu pasti tidak hanya akan di hadiri oleh beberapa orang
Aleeta bernapas lega ketika penerbangan itu akhirnya berakhir setelah ia mencoba bertahan selama hampir dua jam lamanya. Kali ini Aleeta memutuskan untuk melangkah keluar terlebih dahulu. Mendahului Nicholas yang masih sibuk menyimpan Ipad-nya.Perjalanan tadi bisa di katakan sebagai perjalanan termewah yang pernah Aleeta rasakan selama ini. Namun, juga merupakan perjalanan paling menyesakkan yang pernah di rasakan oleh Aleeta.“Tampaknya kamu terlihat bersemangat sekali,” cibir Nicholas saat melihat Aleeta berjalan tergesa menuruni tangga jet.Aleeta tidak menjawab. Ia mengabaikan ucapan Nicholas dan memilih berdiri agak jauh ketika mereka sudah sama-sama turun ke bawah.“Mobil jemputannya ada di sebelah sana,” ujar Nicholas seraya menunjuk sebuah mobil hitam yang sudah menjemputnya.Aleeta hanya berdehem lalu segera melangkah ke arah mobil yang di tunjuk oleh Nicholas.Nicholas mengernyit. Kenapa wanita itu? Perasaa
“Aleeta ...,”“Hai ... Ander?” Aleeta meringis ketika menyebut nama Ander.Ander tertawa. “Iya. Namaku Ander. Tenang saja kamu nggak salah orang.”Lagi-lagi Aleeta hanya bisa kembali meringis. Bukan takut salah orang. Hanya saja Aleeta merasa canggung. Ini pertama kalinya Aleeta bertemu dengan semua sepupu Nicholas. Sebab di hari pernikahannya dengan Nicholas waktu itu, mereka tidak ada yang hadir atau lebih tepatnya tidak di undang. Karena memang Nicholas hanya sengaja mengundang para orang tua saja. Itu pun juga tidak semuanya. “Terima kasih sudah mengundangku hari ini,” ujar Aleeta.“Nggak masalah. Sudah sewajarnya aku mengundangmu. Karena aku nggak ingin jadi seperti Nicholas,” ucap Ander yang berhasil membuat Aleeta mengernyit.“Maksudmu?”“Ya, kamu tahu, kan. Kalau waktu kalian menikah kemarin kalian nggak mengundangku.”“O-oh itu ...,” Aleeta meringis lalu menunduk. “Maaf, waktu itu kami—““Aku hanya bercanda, Aleeta. Kamu nggak perlu panik seperti itu,” sahut Ander kemudian.
Tepat sore hari, Aleeta memasuki kamar yang Karina tunjukkan sebagai kamarnya. Ia melihat kopernya dan juga koper Nicholas berada disana. Matanya kemudian memelotot. Terkejut.Apa ia dan Nicholas akan tidur dalam satu kamar?Mengingat mereka telah menikah, tidak mungkin Mama Nicholas memberikan kamar yang terpisah untuk mereka, bukan? Meski orang tua Nicholas tahu tujuan di balik pernikahan anaknya sekalipun. Tidak mungkin juga mereka akan dengan gamblang mengatakan hal itu kepada keluarganya. Mereka pasti akan mencari cara untuk menutupi itu. Apapun masalah internal yang terjadi di dalam pernikahan Aleeta dan Nicholas. Di mata keluarga Nicholas pernikahan itu tetaplah pernikahan sungguhan. Tidak ada sepasang suami istri yang tidur dalam kamar yang terpisah. Meskipun kenyataannya Nicholas dan Aleeta memang selalu tidur di kamar yang terpisah setiap malamnya. Tidak memiliki pilihan lain, Aleeta meraih kopernya, lalu membuka da
Tepat pukul delapan malam. Emily mengetuk pintu kamar Aleeta dengan tujuan untuk mengajak kakak iparnya itu bergabung dengan para keluarganya yang sudah lebih dulu berkumpul di halaman belakang. Karena kebetulan acara pertunangan Ander juga sudah di mulai sekitar beberapa menit yang lalu. “Kak ...,” Emily kembali mengetuk pintu kamar Aleeta, karena sang pemilik kamar tak kunjung membuka pintunya. “Ya, Emily. Aku sedang memakai sepatu tadi,” sahut Aleeta seraya membuka pintu kamarnya. Seketika Emily bersiul ketika melihat penampilan kakak iparnya. “Emily, kenapa kamu bersiul seperti itu?” Aleeta terlihat kaget ketika mendengar Emily bersiul tadi. Ia tidak menyangka seorang putri dari keluarga Frederick ternyata bisa bersiul seperti itu. Astaga, Aleeta benar-benar tidak habis pikir. Emily terkekeh. “Wow, kamu terlihat luar biasa sekali, Kak.” “Luar biasa seperti apa maksudmu
“Bersikap dingin belum tentu nggak normal. Buktinya selama ini sikap Nicholas juga dingin. Tapi dia pria yang normal, kan?” Lukas menyeringai ke arah Aleeta.Seketika Aleeta menjadi gugup. “K-kenapa kamu jadi membawa nama Nicholas?!” “Aku hanya membuat perbandingan saja,” sahut Lukas santai. “Selama ini Nicholas juga bersikap dingin tapi dia normal. Begitu juga denganku.”“Terserah. Sebaiknya jangan membahas itu lagi!” Ketus Aleeta.“Kenapa? Kamu yang memulainya?”“Ya, kalau begitu jangan di lanjutkan. Bukanya barusan aku sudah bilang jangan bahas itu lagi.”“Ck! Aneh!” Decak Lukas.“Siapa yang aneh?” Aleeta memicing ke arah pria yang berdiri di hadapannya.“Siapa lagi kalau bukan kamu?” Jawab Lukas datar.Aleeta mendengus. “Kamu ini benar-benar menyebalkan. Pergilah. Jangan menggangguku!”“Nggak bisa. Bukankah Mama tadi sudah berpesan supaya aku menemanimu?”“Ta
Saat ini Aleeta sedang duduk bersantai menatap kegelapan laut di depannya. Tadi Aleeta sudah puas bercengkerama dengan para wanita di keluarga Nicholas. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyingkir sejenak untuk menikmati suasana.Wanita itu duduk di sebuah kursi yang sedikit jauh dari para wanita berkumpul. Ia membiarkan angin dari laut terus berhembus menerpa kulitnya yang sedikit terbuka. Musik yang tenang mengalun lembut. Dan beberapa pasangan ada yang berdansa di tengah-tengah tempat acara.Aleeta duduk di sebuah kursi, memegang segelas minuman. Matanya tertuju pada pasangan romantis yang pada malam hari ini telah resmi bertunangan. Ander dan Siena. Kedua orang itu sejak tadi berhasil menarik perhatian Aleeta. Terlihat jelas bahwa Ander sangat tergila-gila pada Siena. Sejak tadi pria itu terus saja menatap Siena dengan tatapan lembut dan memuja. Menggoda, membuat semu kemerahan sejak tadi terus terpancar di kedua pipi Siena. Namun, sering kali juga Aleeta melihat Siena malu ke
“Dingin?”Aleeta mengerjap ketika Nicholas terus saja menatap dirinya. “Y-ya.” Aleeta berujar pelan. Mereka hanya berdiri diam di sana dengan Nicholas yang memeluk pinggangnya. “A-apa mereka akan marah kalau aku kembali ke kamar sekarang?” Aleeta sendiri tidak tahu kenapa ia bisa menanyakan hal seperti itu kepada Nicholas. Nicholas menatap sekeliling. Semua orang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Bahkan Papanya juga sudah tidak terlihat mengawasinya lagi.“Tentu saja mereka nggak akan marah. Mereka akan mengerti jika kamu ingin beristirahat sekarang. Ayo, aku antar.” Nicholas membimbing Aleeta masuk ke dalam rumah.Aleeta melangkah dengan canggung, melirik Nicholas dengan ekor matanya. Dan lagi-lagi jantungnya berulah. Pria itu tampak tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Bahkan ketika beberapa saudaranya ada yang menggodanya pun, Nicholas tampak tidak peduli. Pria itu hanya terus berjalan seraya terus memeluk pin
“Sentuh aku.” Pinta Nicholas dengan suara parau. Sementara Aleeta tersenyum. Menatap Nicholas yang menatapnya penuh permohonan.“Sudah nggak sabar, heuh?” Goda Aleeta seraya menggenggam milik Nicholas yang besar.Nicholas menghempaskan kepalanya ke bantal seraya tertawa serak.“Aku lihat, kamu semakin pandai menggodaku.”Aleeta mengerucutkan bibirnya. Kemudian tangannya menggerakkan turun naik untuk menyentuh Nicholas seluruhnya. Nicholas mengumpat tertahan dan membuat gerakan tangan Aleeta terhenti.“Maafkan aku,” ujar Nicholas terengah, “Lanjutkan saja.”Aleeta tersenyum, kali ini menggerakkan tangannya tanpa ragu dan tanpa malu-malu. Nicholas memandangi Aleeta yang tengah menjilat bibirnya yang kering, hal itu membuat Nicholas semakin terasa membengkak dan berdenyut.“Aleeta ...,” Tangan Nicholas terangkat membelai rambut Aleeta yang membungkuk di dekat pahanya itu. Membelai kepalanya lembut
Aleeta masih menatap Nicholas. Kedua mata mereka saling berpandangan dan menatap lekat.“Apa keinginanmu masih sama seperti yang tadi, Nicho?” Aleeta bertanya pelan.Nicholas tersenyum. “Keinginan yang mana?”“Soal suatu hal yang membuatmu senang.”Nicholas mengangguk. “Ya ...,” Ujarnya serak.Lalu senyum kecil tercetak di wajah Aleeta. “Kalau begitu kamu akan mendapatkannya,” bisik Aleeta.Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Aleeta yang sudah lebih dulu bergerak. Aleeta menyentuh tengkuk Nicholas, melingkarkan lengannya di sana, kemudian bergerak maju untuk mengecup bibir Nicholas.Hanya itu yang Nicholas butuhkan sebagai dorongan, ia memeluk pinggang Aleeta, membawa tubuh istrinya ke pangkuannya, mengangkanginya. Ia kembali mendekatkan bibir mereka, bibirnya kali ini bergerak sedikit agresif, membuat Aleeta kewalahan tapi tidak membuat Aleeta menjauhkan bibirnya. Wanita itu
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan
Sonya mengerjap. Merasa kaget dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya, menahan tangannya dan juga ... Melindungi Aleeta dari jangkauannya.Sonya kemudian memicing, menatap sosok pria yang sudah sangat ia kenal tersebut.“Jangan pernah berani kamu sentuh istriku dengan tangan kotormu.” Pria itu mendesis seraya menyentak tangan Sonya dengan kasar.Sonya langsung mengumpat atas perlakuan kasar tersebut. “Sialan! Beraninya kamu!” Teriaknya kesal.Aleeta menatap ibunya yang tampak marah, lalu beralih menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. “Nicho.”Nicholas segera menoleh saat Aleeta menyentuh lengannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya lembut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Aleeta seraya menggeleng.Nicholas langsung menangkup wajah Aleeta dengan kedua tangannya. Mengamati setiap inci wajah istrinya dengan lekat. Seolah takut jika ada bagian wajah Aleeta yang telah tersentuh oleh t
Sonya terus mengumpat sepanjang perjalanan. Merasakan perutnya yang begitu begah karena ia sudah langsung harus berjalan setelah makan. Sonya menghentikan langkah saat ia melewati minimarket. “Sepertinya akan lebih baik jika aku duduk di sana terlebih dahulu,” ujar Sonya seraya menatap kursi kosong yang ada di depan minimarket.Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sekelebatan bayangan sosok Aleeta di depan sana. Sonya bahkan sampai terdiam. Antara percaya dan tidak percaya dengan bayangan tersebut. Apakah itu benar-benar hanya bayangan atau ... Memang Aleeta yang ia lihat?Sonya lalu meluruskan pandangannya ke arah depan. “Apa itu benar-benar Aleeta?” Gumam Sonya dengan mata menyipit. Namun, beberapa detik kemudian mata yang menyipit itu berubah menjadi memelotot. “Benar. Sepertinya itu memang Aleeta,” ujar Sonya seraya terus menatap Aleeta yang tengah memasukkan minumannya ke dalam