Tepat sore hari, Aleeta memasuki kamar yang Karina tunjukkan sebagai kamarnya. Ia melihat kopernya dan juga koper Nicholas berada disana. Matanya kemudian memelotot. Terkejut.
Apa ia dan Nicholas akan tidur dalam satu kamar?Mengingat mereka telah menikah, tidak mungkin Mama Nicholas memberikan kamar yang terpisah untuk mereka, bukan? Meski orang tua Nicholas tahu tujuan di balik pernikahan anaknya sekalipun. Tidak mungkin juga mereka akan dengan gamblang mengatakan hal itu kepada keluarganya. Mereka pasti akan mencari cara untuk menutupi itu. Apapun masalah internal yang terjadi di dalam pernikahan Aleeta dan Nicholas. Di mata keluarga Nicholas pernikahan itu tetaplah pernikahan sungguhan. Tidak ada sepasang suami istri yang tidur dalam kamar yang terpisah. Meskipun kenyataannya Nicholas dan Aleeta memang selalu tidur di kamar yang terpisah setiap malamnya.Tidak memiliki pilihan lain, Aleeta meraih kopernya, lalu membuka daTepat pukul delapan malam. Emily mengetuk pintu kamar Aleeta dengan tujuan untuk mengajak kakak iparnya itu bergabung dengan para keluarganya yang sudah lebih dulu berkumpul di halaman belakang. Karena kebetulan acara pertunangan Ander juga sudah di mulai sekitar beberapa menit yang lalu. “Kak ...,” Emily kembali mengetuk pintu kamar Aleeta, karena sang pemilik kamar tak kunjung membuka pintunya. “Ya, Emily. Aku sedang memakai sepatu tadi,” sahut Aleeta seraya membuka pintu kamarnya. Seketika Emily bersiul ketika melihat penampilan kakak iparnya. “Emily, kenapa kamu bersiul seperti itu?” Aleeta terlihat kaget ketika mendengar Emily bersiul tadi. Ia tidak menyangka seorang putri dari keluarga Frederick ternyata bisa bersiul seperti itu. Astaga, Aleeta benar-benar tidak habis pikir. Emily terkekeh. “Wow, kamu terlihat luar biasa sekali, Kak.” “Luar biasa seperti apa maksudmu
“Bersikap dingin belum tentu nggak normal. Buktinya selama ini sikap Nicholas juga dingin. Tapi dia pria yang normal, kan?” Lukas menyeringai ke arah Aleeta.Seketika Aleeta menjadi gugup. “K-kenapa kamu jadi membawa nama Nicholas?!” “Aku hanya membuat perbandingan saja,” sahut Lukas santai. “Selama ini Nicholas juga bersikap dingin tapi dia normal. Begitu juga denganku.”“Terserah. Sebaiknya jangan membahas itu lagi!” Ketus Aleeta.“Kenapa? Kamu yang memulainya?”“Ya, kalau begitu jangan di lanjutkan. Bukanya barusan aku sudah bilang jangan bahas itu lagi.”“Ck! Aneh!” Decak Lukas.“Siapa yang aneh?” Aleeta memicing ke arah pria yang berdiri di hadapannya.“Siapa lagi kalau bukan kamu?” Jawab Lukas datar.Aleeta mendengus. “Kamu ini benar-benar menyebalkan. Pergilah. Jangan menggangguku!”“Nggak bisa. Bukankah Mama tadi sudah berpesan supaya aku menemanimu?”“Ta
Saat ini Aleeta sedang duduk bersantai menatap kegelapan laut di depannya. Tadi Aleeta sudah puas bercengkerama dengan para wanita di keluarga Nicholas. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menyingkir sejenak untuk menikmati suasana.Wanita itu duduk di sebuah kursi yang sedikit jauh dari para wanita berkumpul. Ia membiarkan angin dari laut terus berhembus menerpa kulitnya yang sedikit terbuka. Musik yang tenang mengalun lembut. Dan beberapa pasangan ada yang berdansa di tengah-tengah tempat acara.Aleeta duduk di sebuah kursi, memegang segelas minuman. Matanya tertuju pada pasangan romantis yang pada malam hari ini telah resmi bertunangan. Ander dan Siena. Kedua orang itu sejak tadi berhasil menarik perhatian Aleeta. Terlihat jelas bahwa Ander sangat tergila-gila pada Siena. Sejak tadi pria itu terus saja menatap Siena dengan tatapan lembut dan memuja. Menggoda, membuat semu kemerahan sejak tadi terus terpancar di kedua pipi Siena. Namun, sering kali juga Aleeta melihat Siena malu ke
“Dingin?”Aleeta mengerjap ketika Nicholas terus saja menatap dirinya. “Y-ya.” Aleeta berujar pelan. Mereka hanya berdiri diam di sana dengan Nicholas yang memeluk pinggangnya. “A-apa mereka akan marah kalau aku kembali ke kamar sekarang?” Aleeta sendiri tidak tahu kenapa ia bisa menanyakan hal seperti itu kepada Nicholas. Nicholas menatap sekeliling. Semua orang tengah sibuk dengan urusannya masing-masing. Bahkan Papanya juga sudah tidak terlihat mengawasinya lagi.“Tentu saja mereka nggak akan marah. Mereka akan mengerti jika kamu ingin beristirahat sekarang. Ayo, aku antar.” Nicholas membimbing Aleeta masuk ke dalam rumah.Aleeta melangkah dengan canggung, melirik Nicholas dengan ekor matanya. Dan lagi-lagi jantungnya berulah. Pria itu tampak tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Bahkan ketika beberapa saudaranya ada yang menggodanya pun, Nicholas tampak tidak peduli. Pria itu hanya terus berjalan seraya terus memeluk pin
“Sedang apa kamu?”Aleeta seketika gelagapan di tempat. Ia cepat-cepat melempar bungkus pil kontrasepsinya kembali ke dalam koper, lalu menutupnya.“N-nggak ada,” jawab Aleeta seraya menoleh ke arah Nicholas yang sedang berdiri di dekat pintu.Aleeta tidak menyangka kalau pria itu akan menyusulnya ke kamar. Pasalnya, tadi selesai sarapan Aleeta berpamitan untuk kembali ke kamar. Sedangkan Nicholas memilih untuk berkumpul dengan para saudaranya di halaman belakang. Jadi Aleeta pikir ini adalah saat yang tepat baginya untuk mengonsumsi pil kontrasepsi. Karena Nicholas sedang tidak ada. Tapi kenyataannya pria itu tiba-tiba sudah muncul begitu saja di dalam kamarnya.Nicholas tersenyum miring. “Kamu pikir kamu bisa membodohiku,” ujarnya melangkah maju.Aleeta memelotot ketika Nicholas menutup pintu kamarnya dari dalam, lalu melangkah mendekatinya.“M-mau apa kamu, Nicho?” Tanya Aleeta. Ia merasa takut dan juga panik. Takut kalau Nicholas akan mengetahui apa yang baru saja ia masukkan ke d
Nicholas berhenti melangkah ketika menyadari bahwa semua keluarganya, dan keluarga Siena kini sedang berkumpul di ruang santai. Bahkan beberapa ada juga yang berada di luar, di halaman samping. Karena di dalam sudah terlihat penuh.“Nicholas.”Pria itu menoleh ketika mendengar Javier memanggil namanya.“Kemarilah.” Javier melambaikan tangannya supaya Nicholas mendekat.Dengan langkah berat Nicholas mendekati Papanya. “Kenapa, Pa?” Tanyanya pelan.“Ini keluarga Siena yang Papa maksud semalam. Yang mengira kalau Lukas adalah suami Aleeta.” Javier berkata seraya menatap Nicholas.“Saya benar-benar minta maaf. Saya tidak tahu kalau ternyata Anda suaminya. Dan Lukas adalah saudara Anda.” Kata pria paruh baya yang kini berdiri di depan Nicholas dan juga Javier.Nicholas terpaksa menarik bibirnya untuk tersenyum. “Nggak masalah, Om. Tenang saja,” ujarnya berusaha ramah.“Sekali lagi saya minta maaf,” uj
Aleeta tengah membuat minuman di dapur, dan terkejut ketika tiba-tiba Nicholas masuk begitu saja. Saat ini di dapur hanya ada mereka berdua.Sedangkan Nicholas memilih diam dan melangkah dengan tatapan datar. Pria itu berhenti di sebelah Aleeta yang sedang membuat minuman. “Biar aku buatkan. Kamu ingin minum apa?” Aleeta berujar ketika melihat Nicholas yang sedang mengambil gelas.Nicholas menoleh dengan sebelah alis terangkat. “Kamu pikir aku mau meminum minuman buatanmu,” ketusnya tajam.Ada sesuatu yang menusuk dada Aleeta ketika Nicholas mengatakan hal itu di hadapannya. Kenapa sikap pria itu sudah berubah lagi? Padahal baru beberapa menit yang lalu Nicholas bersikap manis padanya. Di hadapan semua keluarganya.“Aku sudah pernah bilang kalau sampai kapanpun aku nggak akan pernah sudi meminum minuman buatan dari tanganmu,” imbuh Nicholas.“Kenapa, Nicho?” Aleeta bertanya pelan. Sedangkan Nicholas yang berdiri di sampingnya hanya mengernyit. “Kenapa kamu bersikap seperti ini padaku
Siang tadi semua keluarga Siena telah berpamitan. Itu berarti hanya tinggal keluarga besar Frederick saja yang saat ini masih berada di Villa, dan juga Siena. Mamanya Ander memang sengaja menyuruh agar Siena tinggal dan pulang besok pagi bersama Ander dan yang lainnya.“Akhirnya hanya tinggal keluarga kita yang ada di Villa ini,” ujar Karin ketika melangkah menuju pintu halaman belakang.Saat ini Aleeta dan para sepupu wanitanya hendak menuju halaman belakang untuk menikmati suasana sore di pinggir pantai. Kecuali Siena yang saat ini sedang ada urusan dengan Sharon—calon ibu mertuanya.“Rasanya jadi seperti liburan keluarga, ya,” sahut Emily.Karin mengangguk. “Benar. Sudah lama sekali ya keluarga kita nggak pergi berlibur bersama.”Kedua wanita itu kini mulai asyik membahas liburan keluarga mereka. Mulai dari liburan di dalam negeri maupun di luar negeri. Kata Emily, dulu keluarganya sering sekali pergi berlibur bersama. Tapi b
“Sentuh aku.” Pinta Nicholas dengan suara parau. Sementara Aleeta tersenyum. Menatap Nicholas yang menatapnya penuh permohonan.“Sudah nggak sabar, heuh?” Goda Aleeta seraya menggenggam milik Nicholas yang besar.Nicholas menghempaskan kepalanya ke bantal seraya tertawa serak.“Aku lihat, kamu semakin pandai menggodaku.”Aleeta mengerucutkan bibirnya. Kemudian tangannya menggerakkan turun naik untuk menyentuh Nicholas seluruhnya. Nicholas mengumpat tertahan dan membuat gerakan tangan Aleeta terhenti.“Maafkan aku,” ujar Nicholas terengah, “Lanjutkan saja.”Aleeta tersenyum, kali ini menggerakkan tangannya tanpa ragu dan tanpa malu-malu. Nicholas memandangi Aleeta yang tengah menjilat bibirnya yang kering, hal itu membuat Nicholas semakin terasa membengkak dan berdenyut.“Aleeta ...,” Tangan Nicholas terangkat membelai rambut Aleeta yang membungkuk di dekat pahanya itu. Membelai kepalanya lembut
Aleeta masih menatap Nicholas. Kedua mata mereka saling berpandangan dan menatap lekat.“Apa keinginanmu masih sama seperti yang tadi, Nicho?” Aleeta bertanya pelan.Nicholas tersenyum. “Keinginan yang mana?”“Soal suatu hal yang membuatmu senang.”Nicholas mengangguk. “Ya ...,” Ujarnya serak.Lalu senyum kecil tercetak di wajah Aleeta. “Kalau begitu kamu akan mendapatkannya,” bisik Aleeta.Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Aleeta yang sudah lebih dulu bergerak. Aleeta menyentuh tengkuk Nicholas, melingkarkan lengannya di sana, kemudian bergerak maju untuk mengecup bibir Nicholas.Hanya itu yang Nicholas butuhkan sebagai dorongan, ia memeluk pinggang Aleeta, membawa tubuh istrinya ke pangkuannya, mengangkanginya. Ia kembali mendekatkan bibir mereka, bibirnya kali ini bergerak sedikit agresif, membuat Aleeta kewalahan tapi tidak membuat Aleeta menjauhkan bibirnya. Wanita itu
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan
Sonya mengerjap. Merasa kaget dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya, menahan tangannya dan juga ... Melindungi Aleeta dari jangkauannya.Sonya kemudian memicing, menatap sosok pria yang sudah sangat ia kenal tersebut.“Jangan pernah berani kamu sentuh istriku dengan tangan kotormu.” Pria itu mendesis seraya menyentak tangan Sonya dengan kasar.Sonya langsung mengumpat atas perlakuan kasar tersebut. “Sialan! Beraninya kamu!” Teriaknya kesal.Aleeta menatap ibunya yang tampak marah, lalu beralih menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. “Nicho.”Nicholas segera menoleh saat Aleeta menyentuh lengannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya lembut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Aleeta seraya menggeleng.Nicholas langsung menangkup wajah Aleeta dengan kedua tangannya. Mengamati setiap inci wajah istrinya dengan lekat. Seolah takut jika ada bagian wajah Aleeta yang telah tersentuh oleh t
Sonya terus mengumpat sepanjang perjalanan. Merasakan perutnya yang begitu begah karena ia sudah langsung harus berjalan setelah makan. Sonya menghentikan langkah saat ia melewati minimarket. “Sepertinya akan lebih baik jika aku duduk di sana terlebih dahulu,” ujar Sonya seraya menatap kursi kosong yang ada di depan minimarket.Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sekelebatan bayangan sosok Aleeta di depan sana. Sonya bahkan sampai terdiam. Antara percaya dan tidak percaya dengan bayangan tersebut. Apakah itu benar-benar hanya bayangan atau ... Memang Aleeta yang ia lihat?Sonya lalu meluruskan pandangannya ke arah depan. “Apa itu benar-benar Aleeta?” Gumam Sonya dengan mata menyipit. Namun, beberapa detik kemudian mata yang menyipit itu berubah menjadi memelotot. “Benar. Sepertinya itu memang Aleeta,” ujar Sonya seraya terus menatap Aleeta yang tengah memasukkan minumannya ke dalam