Ketika hendak memasuki jam makan malam, Nicholas menghampiri Mary yang sedang memasak di dapur. Beruntung, ketika Nicholas ke dapur, Aleeta tidak berada di sana.
“Mary, apa kamu bisa membuatkanku semur ayam yang seperti waktu itu?” Nicholas menatap Mary yang terlihat langsung menghentikan aktivitas memasaknya.“Maaf, Tuan. Semur ayam yang mana?” Mary balik bertanya.“Semur ayam yang pernah kamu masak pagi-pagi itu. Yang membuatku sampai menambah nasi,” terang Nicholas.Mary terdiam. Mungkin Nicholas berpikir semur ayam itu adalah buatannya. Padahal selama ini yang selalu memasak untuk Nicholas adalah Aleeta. Kalau seperti ini Mary harus menjawab apa?“Mary, kenapa kamu diam saja?”Mary mengerjap ketika mendengar suara Nicholas. “M-maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud—““Nggak usah banyak bicara. Cepat kamu buatkan saja semur ayamnya. Aku ingin makan malam dengan menu itu,” sahut Nicholas.Mary mengAleeta memegangi dadanya yang berdebar ketika kakinya berdiri di depan pintu kamar Nicholas. Padahal selama ini ia sudah sering keluar masuk melalui pintu yang ada di hadapannya. Tapi entah kenapa malam ini tiba-tiba saja Aleeta merasa ketakutan.Ia mencoba menarik napas sebelum memutuskan untuk memutar knop pintu yang ada di hadapannya. Bunyi pintu yang terbuka itu semakin membuat degup jantung Aleeta berdetak begitu keras. Ia memberanikan diri melangkah masuk, lalu kembali menutup pintunya dari dalam.Sunyi.Suasana itulah yang pertama kali Aleeta rasakan ketika masuk ke dalam kamar Nicholas. Ia mencoba melangkah mendekat, tapi ia tak menemukan keberadaan Nicholas di sana. Bahkan di ranjang tempat tidur pria itu juga tidak ada.Aleeta menatap sekeliling. Kemana Nicholas? Apa pria itu sedang mandi? Pandangannya lalu jatuh ke pintu kamar mandi yang tertutup. Aleeta mencoba mendekat, menempelkan telinganya di pintu kamar mandi. Tapi ia tida
“Aku menginginkan yang lebih ...,”Nicholas kembali mencecap bibir Aleeta. Aleeta memejamkan mata membalas cecapan itu. Ia kembali memeluk leher Nicholas dan membawa pria itu lebih dekat padanya. Sementara bibirnya membalas Nicholas dengan sama bernafsunya.Kini bibir Nicholas beralih ke leher Aleeta. Mengecupnya di sana. Sebelah tangannya memegangi leher wanita itu. Membelainya, lalu turun menyusuri dadanya.Aleeta memejamkan mata. Membiarkan tangan Nicholas bergerak menyentuh tubuhnya.“Nicho.” Wanita itu mengerang ketika jari Nicholas menekan puncak dadanya. Aleeta terus memejamkan mata. Dan baru membuka mata ketika merasakan tubuhnya melayang, matanya menatap mata Nicholas yang kini menggendongnya menuju ranjang.Nicholas membaringkan Aleeta di atas ranjang. Ini pertama kalinya Aleeta merasakan berbaring di ranjang tempat tidur Nicholas. Pria itu lalu melingkupi tubuh Aleeta dengan tubuhnya sendiri. Nicholas menc
Liburan ke Paris. Seumur-umur Aleeta tidak pernah membayangkan akan pergi berlibur ke luar negeri. Jangankan ke luar negeri, ke luar kota saja Aleeta juga tidak mampu untuk membayangkannya. Bagi Aleeta liburan terbaik dalam hidupnya yaitu bisa beristirahat di kamar, tanpa ada gangguan dari siapa pun. Tapi itu dulu, tepatnya beberapa bulan yang lalu sebelum ia mengenal pria bernama Nicholas. Secara tidak langsung, Nicholas memang benar-benar berhasil mengubah kehidupan Aleeta, dari yang biasa menjadi luar biasa. Dan Aleeta benar-benar bersyukur dengan hal tersebut. Menjadi bagian dari keluarga paling kaya dan paling di kagumi oleh semua orang adalah hal yang tidak pernah Aleeta bayangkan. Namun, hal itu terjadi pada hidupnya.Tapi meskipun begitu, Aleeta tidak pernah sekali pun berani menyamakan kehidupannya seperti yang ada di cerita dongeng. Karena baginya, cerita dongeng dan kehidupannya adalah dua cerita yang sangat berbeda. Dalam cerita dongeng semua tokoh
Paris, sebuah kota di benua Eropa yang biasa disebut sebagai kota cinta. Soal keindahan, seharusnya tidak perlu di ragukan lagi.Nicholas dan Aleeta baru saja tiba di Paris Charles de Gaulle Airport. Tidak ada kata yang bisa menggambarkan betapa bahagianya Aleeta saat ini.Untuk pertama kalinya, Aleeta pergi ke Paris. Sebelumnya wanita itu tidak pernah tahu yang namanya dunia luar. Bagaimana rasanya pergi ke luar negeri? Seperti apa keindahannya? Namun, sekarang Aleeta benar-benar merasakannya.Aleeta menghirup napas sejenak sebelum keluar Jet. “Paris aku datang,” gumamnya dengan bibir tersenyum.Sementara itu, seperti biasa Nicholas sudah lebih dulu berjalan di depan Aleeta. Pria itu terlihat merapatkan longcoat-nya sebelum keluar jet.“Pakai jaketmu. Jika kamu nggak ingin kaget dengan udara dingin yang ada di sini.” Nicholas berujar tanpa menoleh pada Aleeta.Aleeta hanya mendengus tapi tetap menuruti perintah Nicho
“Aku ingin keluar sebentar.” Kata Nicholas seraya memakai coat-nya.“Kemana?” Tanya Aleeta.Nicholas langsung menoleh ke arah wanita itu. “Kamu kenapa selalu saja cerewet? Apa kamu lupa, apa yang aku lakukan itu bukanlah urusanmu? Jadi kamu diam saja, dan nggak usah terlalu banyak bertanya.”Aleeta menunduk sambil menautkan kedua tangannya. “Maaf ...,” Ujarnya pelan.Nicholas mendesah. Kenapa Aleeta suka sekali mengatakan maaf? Apa wanita itu tidak punya kata-kata lain selain kata maaf? Membuatnya jengkel saja.Mengabaikan rasa jengkelnya. Nicholas memilih untuk meraih ponsel yang ia letakkan di atas tempat tidur, lalu berjalan ke arah pintu kamar. Namun, sebelum langkahnya benar-benar mencapai pintu kamar, pria itu masih menyempatkan diri untuk menoleh.“Jangan kemana-mana selagi aku keluar. Di mansion ini nggak ada siapapun selain kita berdua. Jadi jangan merepotkanku,” peringat Nicholas dengan nada bersungguh-sungguh.Aleeta tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya mengangguk, dan m
Selesai makan, Aleeta sibuk membereskan dapur, mencuci piring dan peralatan lain yang ia gunakan untuk memasak tadi. Sementara Nicholas, pria itu langsung beranjak pergi begitu saja. Entah kemana Aleeta juga tidak mengetahuinya.Setengah jam kemudian barulah Aleeta selesai dengan pekerjaannya. Wanita itu menguap, seraya meregangkan otot punggungnya. Rasanya lelah dan mengantuk. Padahal tadi Aleeta sudah sempat tertidur sebentar, tapi sekarang ia sudah mengantuk lagi. Aleeta segera membersihkan tangannya, lalu keluar dapur setelah mematikan lampu yang ada di sana. Ia berjalan menaiki tangga seraya menguap. Mengantuk benar-benar membuat kepalanya terasa begitu pusing. Rasanya Aleeta ingin langsung merebahkan diri di ranjang tempat tidur begitu ia sampai di kamar nanti. Namun, begitu Aleeta membuka pintu kamar. Ternyata Nicholas sudah lebih dulu tertidur di sana.Aleeta menghela napas. Rupanya selesai makan tadi Nicholas langsung pergi untuk tidur. Enak sekali hidup pria itu. Aleeta mem
Aleeta mengumpat, ketika hawa dingin langsung terasa menusuk kulitnya begitu ia keluar dari rumah. “Sial. Dingin sekali,” gerutunya seraya merapatkan jaket. Wanita itu lalu berjalan keluar gerbang mansion milik Nicholas. Begitu sampai di luar gerbang, Aleeta terdiam. Ia mencoba mengamati sekitar, rasanya asing dan tampak berbeda. Bahkan suasana, jalan dan gang-gang yang ada di sana pun juga tampak berbeda. Tiba-tiba Aleeta menjadi ragu. Apa ia harus tetap pergi atau tidak? Tapi, berhubung ia sudah berada di luar jadi tidak ada alasan baginya untuk kembali masuk ke dalam rumah lagi. Akhirnya, dengan segenap keberaniannya, Aleeta memutuskan untuk melangkah. Wanita itu berusaha mencari halte atau jalan yang biasa di lewati oleh taksi. Aleeta terus melangkah melewati kerumunan orang-orang asing yang mungkin penduduk asli, atau pun turis. Aleeta tidak tahu. Di matanya mereka semua tampak sama hingga Aleeta tidak bisa membedakannya. Orang-orang itu tampak begitu acuh dan sibuk denga
“Terima kasih sudah bersedia membantuku,” ujar Nicholas seraya menepuk bahu temannya.Teman Nicholas yang bernama Marvelo itu pun langsung tersenyum. “Tidak masalah. Tenang saja. Aku senang bisa membantumu.”“Mungkin jika nggak ada kamu. Aku nggak tahu lagi harus meminta bantuan kepada siapa?”Marvelo mendengus. “Kamu pikir aku percaya dengan ucapanmu? Aku tahu siapa dirimu. Aku yakin kamu punya banyak kenalan yang juga tinggal di sini.”Nicholas langsung tertawa. “Percayalah. Dari semua kenalanku hanya kamu satu-satunya yang paling bisa aku andalkan.”“Ugh! Aku terharu sekali, dude.” Mereka lalu tertawa bersama. “Oh iya, kemungkinan barangnya baru bisa jadi besok lusa,” imbuh Marvelo.Nicholas terdiam. Besok lusa? Itu berarti bertepatan dengan malam natal.“Hm. Nggak masalah. Jadi pada hari natalnya pun aku juga nggak masalah,” sahut Nicholas.“Ck! Kamu pikir aku tidak butuh berlibur, heuh?” Cibir Marvelo yang membuat Nicholas terkekeh.“Baiklah-baiklah. Yang jelas kabari aku jika su
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan
Sonya mengerjap. Merasa kaget dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya, menahan tangannya dan juga ... Melindungi Aleeta dari jangkauannya.Sonya kemudian memicing, menatap sosok pria yang sudah sangat ia kenal tersebut.“Jangan pernah berani kamu sentuh istriku dengan tangan kotormu.” Pria itu mendesis seraya menyentak tangan Sonya dengan kasar.Sonya langsung mengumpat atas perlakuan kasar tersebut. “Sialan! Beraninya kamu!” Teriaknya kesal.Aleeta menatap ibunya yang tampak marah, lalu beralih menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. “Nicho.”Nicholas segera menoleh saat Aleeta menyentuh lengannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya lembut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Aleeta seraya menggeleng.Nicholas langsung menangkup wajah Aleeta dengan kedua tangannya. Mengamati setiap inci wajah istrinya dengan lekat. Seolah takut jika ada bagian wajah Aleeta yang telah tersentuh oleh t
Sonya terus mengumpat sepanjang perjalanan. Merasakan perutnya yang begitu begah karena ia sudah langsung harus berjalan setelah makan. Sonya menghentikan langkah saat ia melewati minimarket. “Sepertinya akan lebih baik jika aku duduk di sana terlebih dahulu,” ujar Sonya seraya menatap kursi kosong yang ada di depan minimarket.Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sekelebatan bayangan sosok Aleeta di depan sana. Sonya bahkan sampai terdiam. Antara percaya dan tidak percaya dengan bayangan tersebut. Apakah itu benar-benar hanya bayangan atau ... Memang Aleeta yang ia lihat?Sonya lalu meluruskan pandangannya ke arah depan. “Apa itu benar-benar Aleeta?” Gumam Sonya dengan mata menyipit. Namun, beberapa detik kemudian mata yang menyipit itu berubah menjadi memelotot. “Benar. Sepertinya itu memang Aleeta,” ujar Sonya seraya terus menatap Aleeta yang tengah memasukkan minumannya ke dalam
“Bagaimana? Kamu sudah menemukannya sekarang?” Sonya memicing pada seorang pria yang baru saja memasuki klub yang biasa ia gunakan sebagai tempat berjudi bersama dengan para geng sosialitanya. Pria berpotongan botak itu hanya tersenyum seraya duduk di sebelah Sonya. “Aku belum—““Apa kamu bilang? Belum?! Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau waktu itu pernah melihat keberadaannya di dekat jalan green hill?!” Sonya semakin menatap marah pada pria botak tersebut.Pria botak bernama Roi itu mendesah. “Santailah sedikit, Sayang. Kamu sudah terlalu banyak marah akhir-akhir ini.”“Bagaimana aku tidak marah? Sia-sia aku mengeluarkan uang untukmu dan juga anak buahmu yang tidak berguna itu!” Ketus Sonya.Sejak Sonya memutuskan untuk mencari keberadaan Aleeta. Sejak saat itu juga Sonya rela mengeluarkan uang untuk membayar orang-orang suruhannya agar ia bisa segera menemukan keberadaan Aleeta di pusat kota ini. Sonya sadar
“Sekarang aku tahu bagaimana wajah orang bodoh yang sesungguhnya.” Seharusnya Nicholas marah oleh kalimat yang Lukas katakan. Tapi kali ini, ia tidak marah sama sekali. Nicholas menutup pintu mobilnya dengan santai, lalu berjalan memasuki kantornya.“Sudah kuduga, kamu benar-benar terlihat seperti orang bodoh,” sambung Lukas.“Apa masalahmu sebenarnya? Kenapa kamu bisa ada di sini sepagi ini?” Nicholas mengangkat wajah dan menatap saudara angkatnya.“Aku menunggumu.” “Wah, selama aku nggak ada di sini ternyata kamu sudah berubah menjadi orang yang perhatian, ya,” cibir Nicholas seraya tersenyum di buat-buat.Lukas mendengus. “Kamu terlihat semakin bodoh saat tersenyum seperti itu.”Nicholas langsung terkekeh. “Terima kasih atas pujiannya, Luke.”Mereka lalu masuk ke dalam lift. Dan keluar ketika lift sudah terbuka di lantai tujuan mereka, yaitu ruangan Nicholas.“Apa kamu nggak meras