Selesai makan, Aleeta sibuk membereskan dapur, mencuci piring dan peralatan lain yang ia gunakan untuk memasak tadi. Sementara Nicholas, pria itu langsung beranjak pergi begitu saja. Entah kemana Aleeta juga tidak mengetahuinya.Setengah jam kemudian barulah Aleeta selesai dengan pekerjaannya. Wanita itu menguap, seraya meregangkan otot punggungnya. Rasanya lelah dan mengantuk. Padahal tadi Aleeta sudah sempat tertidur sebentar, tapi sekarang ia sudah mengantuk lagi. Aleeta segera membersihkan tangannya, lalu keluar dapur setelah mematikan lampu yang ada di sana. Ia berjalan menaiki tangga seraya menguap. Mengantuk benar-benar membuat kepalanya terasa begitu pusing. Rasanya Aleeta ingin langsung merebahkan diri di ranjang tempat tidur begitu ia sampai di kamar nanti. Namun, begitu Aleeta membuka pintu kamar. Ternyata Nicholas sudah lebih dulu tertidur di sana.Aleeta menghela napas. Rupanya selesai makan tadi Nicholas langsung pergi untuk tidur. Enak sekali hidup pria itu. Aleeta mem
Aleeta mengumpat, ketika hawa dingin langsung terasa menusuk kulitnya begitu ia keluar dari rumah. “Sial. Dingin sekali,” gerutunya seraya merapatkan jaket. Wanita itu lalu berjalan keluar gerbang mansion milik Nicholas. Begitu sampai di luar gerbang, Aleeta terdiam. Ia mencoba mengamati sekitar, rasanya asing dan tampak berbeda. Bahkan suasana, jalan dan gang-gang yang ada di sana pun juga tampak berbeda. Tiba-tiba Aleeta menjadi ragu. Apa ia harus tetap pergi atau tidak? Tapi, berhubung ia sudah berada di luar jadi tidak ada alasan baginya untuk kembali masuk ke dalam rumah lagi. Akhirnya, dengan segenap keberaniannya, Aleeta memutuskan untuk melangkah. Wanita itu berusaha mencari halte atau jalan yang biasa di lewati oleh taksi. Aleeta terus melangkah melewati kerumunan orang-orang asing yang mungkin penduduk asli, atau pun turis. Aleeta tidak tahu. Di matanya mereka semua tampak sama hingga Aleeta tidak bisa membedakannya. Orang-orang itu tampak begitu acuh dan sibuk denga
“Terima kasih sudah bersedia membantuku,” ujar Nicholas seraya menepuk bahu temannya.Teman Nicholas yang bernama Marvelo itu pun langsung tersenyum. “Tidak masalah. Tenang saja. Aku senang bisa membantumu.”“Mungkin jika nggak ada kamu. Aku nggak tahu lagi harus meminta bantuan kepada siapa?”Marvelo mendengus. “Kamu pikir aku percaya dengan ucapanmu? Aku tahu siapa dirimu. Aku yakin kamu punya banyak kenalan yang juga tinggal di sini.”Nicholas langsung tertawa. “Percayalah. Dari semua kenalanku hanya kamu satu-satunya yang paling bisa aku andalkan.”“Ugh! Aku terharu sekali, dude.” Mereka lalu tertawa bersama. “Oh iya, kemungkinan barangnya baru bisa jadi besok lusa,” imbuh Marvelo.Nicholas terdiam. Besok lusa? Itu berarti bertepatan dengan malam natal.“Hm. Nggak masalah. Jadi pada hari natalnya pun aku juga nggak masalah,” sahut Nicholas.“Ck! Kamu pikir aku tidak butuh berlibur, heuh?” Cibir Marvelo yang membuat Nicholas terkekeh.“Baiklah-baiklah. Yang jelas kabari aku jika su
Taksi yang di tumpangi Nicholas akhirnya berhenti di supermarket yang buka selama dua empat jam. Nicholas yakin, supermarket itu juga yang siang tadi di datangi oleh Aleeta. Karena dari semua supermarket yang ada di Paris, hanya itulah satu-satunya supermarket yang jaraknya paling dekat dari rumahnya.Untuk memastikannya, Nicholas rela masuk dan mencari keberadaan Aleeta di dalam supermarket besar tersebut. Pria itu sudah berkeliling di semua penjuru sudut supermarket, tapi ia tidak melihat keberadaan Aleeta di sana.Mungkin saja Aleeta memang sudah keluar.Nicholas akhirnya kembali keluar. Ia berdiri di depan supermarket seraya mengamati sekitar. Hari semakin malam, dan ia tidak tahu harus mencari keberadaan Aleeta dimana lagi? “Sial!” Umpat Nicholas seraya mengepalkan kedua tangannya. Pria itu kemudian memutuskan untuk menyusuri jalan sekitar supermarket. Barangkali Aleeta tersesat dan tengah berada di salah satu jalan yang
Entah sudah berapa jauh Nicholas berjalan. Pria itu masih tak kunjung juga menemukan Aleeta. Nicholas mengacak rambut. Kekhawatiran mulai menyelinap masuk ke dalam benaknya. Ia benar-benar takut jika terjadi sesuatu dengan Aleeta.Apa wanita itu sedang ketakutan sekarang? Apa wanita itu sedang menangis? Sial. Berbagai pertanyaan tentang Aleeta kini mulai berputar silih berganti mengganggu pikiran Nicholas. Ia harus bisa segera menemukan Aleeta.Pria itu lalu kembali menyusuri jalanan. Ia terus berkeliling di kawasan tersebut. Tidak peduli dengan udara dingin yang semakin menusuk. Atau pun hari yang semakin larut malam.Nicholas kembali berhenti melangkah, ketika ia menyadari bahwa jalan yang ia lalui perlahan mulai terasa sepi. Hanya ada beberapa orang yang lewat di jalan tersebut. Nicholas lalu menatap jalan terakhir yang ada di paling ujung. Jalan yang bahkan terlihat lebih sepi dari tempat ia berdiri. Aleeta tidak mungkin ada di sana. Jika wanita itu tersesat pasti dia akan mencar
Aleeta terus membawa Nicholas menjauh. Ia terus menggenggam dan menarik tangan Nicholas tanpa melepaskannya sedikitpun. Aleeta tidak akan membiarkan Nicholas kembali mendekati ketiga berandalan tadi. Aleeta tidak ingin Nicholas membunuh mereka.Wanita itu menarik napas dan semakin mempercepat langkahnya. Nicholas yang menyadari hal tersebut seketika mendongak. Menatap Aleeta yang terus saja berjalan seraya menggenggam tangannya. Apa yang di lakukan wanita itu? Kenapa Aleeta terus membawanya menjauh?Tatapan Nicholas lalu kembali beralih pada genggaman tangan Aleeta. Ia bisa merasakan tangan wanita itu yang terus saja bergetar sejak tadi. Tapi wanita itu tampaknya tidak ingin menyerah. Aleeta terus menggenggam dan bahkan semakin mengeratkannya. Seolah takut jika Nicholas akan kembali ke belakang dan membunuh para berandalan tadi.Nicholas lalu berdecak pelan. “Kenapa kamu melakukan ini?” Tanyanya dengan suara datar.Aleeta yang
“Apa kamu lapar?” Tanya Nicholas begitu ia dan Aleeta memasuki rumah.Mereka baru tiba di rumah ketika hari sudah menjelang pukul dua dini hari. Udara di luar bahkan sudah semakin terasa begitu dingin. Jika mereka berada di luar lebih lama lagi, Nicholas yakin kalau tubuh mereka bisa membeku karena udara dingin yang menusuk tersebut.Aleeta menggeleng pelan. “Aku makan besok pagi saja.”“Kamu yakin? Aku bisa membangunkan Helena agar dia menyiapkan makanan untukmu kalau kamu mau.”Lagi-lagi Aleeta kembali menggeleng. “Nggak usah, Nicho. Aku makan besok pagi saja,” ujar Aleeta.Wanita itu bukanya tidak lapar. Aleeta ingat betul kalau seharian tadi ia belum memakan apapun kecuali dua buah Croissant yang ia beli di Cafe siang tadi. Tapi saat ini ia terlalu malas untuk makan. Tubuhnya terlalu lelah, lemas dan juga kedinginan. Hal itulah yang membuat Aleeta kehilangan rasa laparnya. Sekarang ia lebih tertarik untuk segera masuk ke dal
Nicholas masih mengamati wajah Aleeta yang berada di bawah tubuhnya. Dan hal itu lagi-lagi membuat Aleeta merasa salah tingkah. Ia mencoba menelan ludah dengan susah payah. Rasanya malu. Nicholas belum pernah menatapnya seperti itu. Tatapan pria itu begitu dekat, lekat dan menggoda, membuat jantung Aleeta berulah karenanya. Aleeta memalingkan wajah menatap dinding. “Aleeta.” Tangan Nicholas menyentuh pipi Aleeta. Membuat Aleeta kembali menatapnya. Aleeta hanya diam, menatap Nicholas tanpa bersuara. Nicholas mengusap bibir bawah Aleeta, bibir yang pucat itu terasa begitu dingin di kulitnya. Tangan Nicholas membelai daun telinga Aleeta, ia bisa mendengar Aleeta menarik napas berat. Pria itu perlahan menunduk. Dan Aleeta masih menatapnya tanpa mengatakan apapun, tidak menolak, dan juga tidak merasa keberatan. Saat bibir pria itu menempel di bibirnya, mata Aleeta terpejam. Bibir Nicholas berg
“Sentuh aku.” Pinta Nicholas dengan suara parau. Sementara Aleeta tersenyum. Menatap Nicholas yang menatapnya penuh permohonan.“Sudah nggak sabar, heuh?” Goda Aleeta seraya menggenggam milik Nicholas yang besar.Nicholas menghempaskan kepalanya ke bantal seraya tertawa serak.“Aku lihat, kamu semakin pandai menggodaku.”Aleeta mengerucutkan bibirnya. Kemudian tangannya menggerakkan turun naik untuk menyentuh Nicholas seluruhnya. Nicholas mengumpat tertahan dan membuat gerakan tangan Aleeta terhenti.“Maafkan aku,” ujar Nicholas terengah, “Lanjutkan saja.”Aleeta tersenyum, kali ini menggerakkan tangannya tanpa ragu dan tanpa malu-malu. Nicholas memandangi Aleeta yang tengah menjilat bibirnya yang kering, hal itu membuat Nicholas semakin terasa membengkak dan berdenyut.“Aleeta ...,” Tangan Nicholas terangkat membelai rambut Aleeta yang membungkuk di dekat pahanya itu. Membelai kepalanya lembut
Aleeta masih menatap Nicholas. Kedua mata mereka saling berpandangan dan menatap lekat.“Apa keinginanmu masih sama seperti yang tadi, Nicho?” Aleeta bertanya pelan.Nicholas tersenyum. “Keinginan yang mana?”“Soal suatu hal yang membuatmu senang.”Nicholas mengangguk. “Ya ...,” Ujarnya serak.Lalu senyum kecil tercetak di wajah Aleeta. “Kalau begitu kamu akan mendapatkannya,” bisik Aleeta.Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Aleeta yang sudah lebih dulu bergerak. Aleeta menyentuh tengkuk Nicholas, melingkarkan lengannya di sana, kemudian bergerak maju untuk mengecup bibir Nicholas.Hanya itu yang Nicholas butuhkan sebagai dorongan, ia memeluk pinggang Aleeta, membawa tubuh istrinya ke pangkuannya, mengangkanginya. Ia kembali mendekatkan bibir mereka, bibirnya kali ini bergerak sedikit agresif, membuat Aleeta kewalahan tapi tidak membuat Aleeta menjauhkan bibirnya. Wanita itu
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan
Sonya mengerjap. Merasa kaget dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya, menahan tangannya dan juga ... Melindungi Aleeta dari jangkauannya.Sonya kemudian memicing, menatap sosok pria yang sudah sangat ia kenal tersebut.“Jangan pernah berani kamu sentuh istriku dengan tangan kotormu.” Pria itu mendesis seraya menyentak tangan Sonya dengan kasar.Sonya langsung mengumpat atas perlakuan kasar tersebut. “Sialan! Beraninya kamu!” Teriaknya kesal.Aleeta menatap ibunya yang tampak marah, lalu beralih menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. “Nicho.”Nicholas segera menoleh saat Aleeta menyentuh lengannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya lembut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Aleeta seraya menggeleng.Nicholas langsung menangkup wajah Aleeta dengan kedua tangannya. Mengamati setiap inci wajah istrinya dengan lekat. Seolah takut jika ada bagian wajah Aleeta yang telah tersentuh oleh t
Sonya terus mengumpat sepanjang perjalanan. Merasakan perutnya yang begitu begah karena ia sudah langsung harus berjalan setelah makan. Sonya menghentikan langkah saat ia melewati minimarket. “Sepertinya akan lebih baik jika aku duduk di sana terlebih dahulu,” ujar Sonya seraya menatap kursi kosong yang ada di depan minimarket.Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sekelebatan bayangan sosok Aleeta di depan sana. Sonya bahkan sampai terdiam. Antara percaya dan tidak percaya dengan bayangan tersebut. Apakah itu benar-benar hanya bayangan atau ... Memang Aleeta yang ia lihat?Sonya lalu meluruskan pandangannya ke arah depan. “Apa itu benar-benar Aleeta?” Gumam Sonya dengan mata menyipit. Namun, beberapa detik kemudian mata yang menyipit itu berubah menjadi memelotot. “Benar. Sepertinya itu memang Aleeta,” ujar Sonya seraya terus menatap Aleeta yang tengah memasukkan minumannya ke dalam