Sejak kejadian tempo hari, hubungan Aleeta dan Nicholas kini sudah kembali seperti semula lagi. Nicholas yang selalu bersikap dingin, dan juga Aleeta yang selalu berusaha mendekati Nicholas. Bahkan kini diam-diam Aleeta mulai mengambil alih tugas memasak sarapan dan makan malam. Selagi Nicholas tidak mengetahuinya, maka Aleeta bebas melakukannya. Lagipula selesai memasak dan menghidangkan makanannya ke atas meja makan. Aleeta pasti akan langsung menyingkir begitu saja, untuk menghindari pertanyaan Nicholas yang menanyakan soal siapa yang memasak makanan yang ada di meja makan.
Dan apa yang di lakukan Aleeta ternyata berhasil. Setiap kali ia menyingkir pasti Nicholas akan langsung menyantap masakannya, bahkan pria itu juga tidak segan-segan menghabiskan kopi yang setiap pagi di buat oleh Aleeta juga.“Mary, setelah Nicho berangkat nanti biar aku saja yang membersihkan kamarnya, ya,” ujar Aleeta seraya melepas apron yang ia pakai untuk memasak tadi.Al“Nicholas!”Nicholas yang tadinya celingukan langsung menoleh begitu namanya di panggil. Julian dan Lukas, kedua pria yang tadi merecokinya di kantor melambaikan tangan agar Nicholas tahu posisi mereka.“Maaf terlambat,” ujar Nicholas. Lalu duduk di antara Julian dan Lukas.Saat Nicholas hendak pulang tadi, tiba-tiba saja Ella menyuruhnya untuk mengecek proposal yang harus ia kirim ke klien besok pagi. Jadi terpaksa ia harus menunda kepulangannya hingga beberapa menit sampai ia selesai mengecek proposal yang sekretarisnya berikan.“Santai saja,” jawab Julian seraya menyodorkan buku menu. “Sekarang pesanlah makanan terlebih dahulu.”“Dimana Aleeta? Kamu nggak jadi mengajaknya?” Kali ini giliran Lukas yang bersuara.Nicholas langsung memicing. “Bukan urusanmu.”Lukas tersenyum miring. “Apa aku harus menjemputnya?”“Kamu jangan macam-macam—““Hei, kalian ini kenapa?” Julian menahan dada N
“Bagaimana kalau tubuhmu?”Seketika Aleeta memelotot. Terkejut dengan apa yang di katakan Nicholas. “B-bukanya kemarin kamu sudah—““Nggak ada salahnya kan kalau hari ini aku menginginkannya lagi,” sahut Nicholas seraya menyeringai.Aleeta diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Diam-diam ujung matanya melirik tangan Nicholas yang masih bermain dan memutar-mutar ujung rambutnya. Aleeta lalu menelan ludah perlahan, kemudian mendongak.“A-apa nggak sebaiknya besok saja?” Wanita itu menatap Nicholas dengan gugup.Hari ini Aleeta benar-benar lelah, ia tadi harus membantu Emily lembur dan menyelesaikan desain pesanan kliennya hingga jam delapan malam, lalu saat sampai di rumah, Aleeta masih harus memasak makan malam untuk Nicholas. Dan terakhir, Aleeta terpaksa tertidur di sofa yang walaupun hanya beberapa jam tapi nyatanya hal itu sudah berhasil membuat tubuhnya terasa pegal, terutama bagian lehernya.Ekspresi wajah Nicho
Nicholas mengerang ketika ia meledakkan cairannya ke dalam mulut Aleeta. Ia menekan dan mendorong hingga semua cairan itu masuk ke dalam tenggorokan Aleeta. Dan apakah setelah itu semuanya akan selesai begitu saja?Tidak.Nicholas kemudian menjambak, menarik rambut Aleeta hingga wanita itu berdiri di hadapannya. Mengabaikan Aleeta yang masih tersedak dan terbatuk-batuk. Nicholas menyusul berdiri lalu mendorong wanita itu hingga pinggangnya menatap meja makan.“Nicho—“Aleeta memekik tertahan ketika tiba-tiba Nicholas mengangkat tubuhnya, dan mendudukkannya di atas meja makan. Pria itu membuka paksa kedua paha Aleeta, dan berdiri di tengah-tengahnya.“A-apa yang ingin kamu lakukan, Nicho?” Tanya Aleeta sambil terus mengusap sisa cairan Nicholas yang ada di mulutnya.Nicholas tersenyum miring. “Tenanglah. Aku nggak akan menyakitimu.”Aleeta mendelik. Apa pria itu bilang? Tidak akan menyakitinya? Lalu kira-kir
Pagi harinya, semua aktivitas berjalan seperti biasa. Aleeta menyiapkan sarapan lalu membangunkan Nicholas. Meski setiap kali ia mengetuk pintu kamar Nicholas, pria itu sama sekali tidak pernah membukakan pintu untuknya. Senyum Aleeta mengembang ketika melihat Nicholas muncul di tangga. Ia baru saja selesai menghidangkan sarapan di atas meja makan. Meja yang menjadi tempat bercintanya dengan Nicholas semalam.Ugh! Jika mengingat hal semalam langsung membuat kedua pipi Aleeta terasa memanas. Bukan karena teringat tentang percintaannya. Melainkan malu karena Aleeta tidak habis pikir jika ia dan Nicholas melakukan hal itu di ruang makan. Tidak. Lebih tepatnya di atas meja makan. Tempat mereka makan setiap harinya. Ya ampun, untung saja sisa cairan percintaannya semalam bisa langsung hilang begitu saja. Jika tidak Aleeta mungkin tidak akan pernah berani untuk menginjak ruang makan lagi.“Apa yang kamu lakukan?”Aleeta mengerjap saat menyadari
“Kamu apa kabarnya?” Johan tersenyum pada Aleeta yang sedang sibuk memilih menu makan siangnya.Ternyata Johan tadi membawa Aleeta mampir ke sebuah kedai makanan yang terletak tidak jauh dari butik Emily. Aleeta sedikit bernapas lega karena Johan memilih kedai tersebut. Pasalnya nanti Aleeta tidak perlu panik jika jam istirahat di butik adik iparnya itu hendak berakhir.Aleeta tinggal meminta Johan untuk mengantarnya, tidak butuh waktu lama. Paling lima menit juga langsung sampai.“Baik ...” Aleeta menatap Johan yang terus saja menatapnya sejak tadi. “Kamu?”“Seperti yang kamu lihat. Aku juga baik-baik saja,” jawab Johan.Aleeta mengangguk. “Syukurlah.”“Aleeta ...,” Johan kembali memanggil.“Ya?”“Hanya perasaanku atau memang kamu terlihat sedikit kurusan?” Tatapan Johan terlihat menelisik.Aleeta hanya tersenyum. Jujur saja selama ini ia jarang sekali memerhatikan tubuhnya. Menurutny
Ponsel Nicholas berdering ketika ia sedang sibuk membaca berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya. Tidak ingin menjawab, Nicholas memilih untuk mengabaikan panggilan tersebut. Namun, beberapa detik kemudian ponselnya kembali berdering. “Sial,” umpat Nicholas seraya menyambar ponsel dengan kasar. “Mark? Ada apa dia menghubungiku?”Kali ini tanpa berpikir panjang Nicholas segera menggeser tombol hijau yang ada pada layarnya. Lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinganya. Seketika suara Mark langsung terdengar.“Selamat siang, Tuan. Maaf jika saya mengganggu Anda. Saya hanya ingin memberikan sedikit laporan hari ini,” terang Mark di seberang telepon.“Laporan?” Nicholas mengernyit seraya menumpuk berkas yang sudah ia periksa, lalu mengambil berkas yang lainnya. “Laporan apa yang ingin kamu katakan padaku?”“Siang ini saya melihat Nona Aleeta pergi ke sebuah apotek.”Nicholas terdiam. Apotek? Untuk apa Aleeta ke apot
“Hai, Kak Nicholas!” Emily langsung tersenyum dan mendekati Nicholas yang baru saja menuruni anak tangga.Sementara Nicholas hanya mengernyit heran ketika melihat keberadaan Emily di rumahnya saat ini. Apa yang di lakukan adiknya itu? Tidak biasanya Emily datang sepagi ini. Lagipula jam buka butik milik adiknya masih sekitar jam delapan nanti.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Nicholas penuh selidik.Emily langsung meringis. “Tentu saja untuk menemuimu, Kak. Sejak kemarin aku ingin sekali menemuimu. Ada hal yang ingin aku katakan.”Nicholas bersedekap menatap adiknya yang berdiri di hadapannya. “Tentang apa? Kenapa kamu nggak meneleponku saja?”“Ck! Bagaimana aku mau meneleponmu? Kamu saja nggak pernah menjawab setiap kali aku menghubungimu,” keluh Emily.“Oh, itu karena aku sedang sibuk,” sahut Nicholas santai.Emily langsung mendengus. Ia sudah sangat hafal dengan sifat kakaknya.
Hari Sabtu pun tiba. Sesuai janji, Nicholas dan Aleeta datang berkunjung ke rumah orang tua Nicholas. Selama perjalanan, baik Aleeta maupun Nicholas sama sekali tidak ada yang membuka percakapan. Nicholas yang selalu dingin dan bersikap datar kepada Aleeta tidak mungkin memulai pembicaraan terlebih dahulu. Sedangkan Aleeta, ia terlalu takut untuk merusak suasana hati Nicholas di pagi hari seperti ini. Begitu sampai di kediaman orang tua Nicholas. Keduanya langsung turun. Aleeta meringis ketika hampir menjatuhkan kotak kue yang ia beli sebagai buah tangan untuk kedua mertuanya karena keseimbangan kakinya terganggu. Sedangkan Nicholas hanya menatap datar meski tadi pria itu melihat sendiri Aleeta yang hampir terjatuh. Tanpa mengatakan apapun, Nicholas berjalan lebih dulu mendahului Aleeta masuk ke rumah orang tuanya, dan Aleeta menyusul di belakang. Ini pertama kalinya Aleeta berkunjung ke rumah mertuanya yang ternyata ta
Nicholas menghentikan mobil tepat di pelataran parkir salah satu Apotek ternama yang ada di kotanya. Sebenarnya Nicholas bisa saja datang ke Apotek tadi malam, karena kebetulan Apotek yang ia datangi tersebut buka selama dua puluh empat jam. Tapi, semalam Nicholas masih terlalu bingung. Ia masih membutuhkan waktu untuk berpikir dan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Aleeta bisa mengonsumsi pil itu tanpa sepengetahuannya? Seraya meremas bungkus pil tersebut, Nicholas melangkah keluar mobil. Lalu berjalan ke arah pintu masuk Apotek. “Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?” Seorang petugas di Apotek tersebut langsung menyapa ramah saat Nicholas masuk. “Saya ingin menanyakan soal pil ini,” ujar Nicholas seraya menunjukkan bungkus pil yang ia bawa. Petugas Apotek itu tampak melihat sejenak bungkus obat yang di berikan Nicholas. “Baik, Tuan. Mari ikut saya.” Tanpa banyak berpikir N
Aleeta terbangun keesokan paginya. Tangannya berusaha meraba-raba sisi tempat tidurnya yang ternyata sudah kosong. Wanita itu segera menoleh, dan benar saja Nicholas sudah tidak ada di sebelahnya. Kemana Nicholas? Aleeta pun segera beranjak bangun, memakai gaun tidurnya, lalu turun dari atas tempat tidur. “Kenapa sih Nicho suka sekali meninggalkanku?” Gerutu Aleeta kesal. “Kalau dia bangun pagi untuk berolah raga, kenapa dia nggak mencoba membangunkanku? Toh, aku juga nggak akan menolak untuk di ajak berlari-lari ataupun berjalan santai di sekitar kompleks ini.” Ia terus bergumam seraya berjalan masuk ke kamar mandi.Beberapa menit kemudian, Aleeta kembali keluar dengan keadaan rambut basah dan juga handuk yang melilit tubuhnya. Wanita itu segera membuka lemari, mengambil pakaian dan memakainya. Setelah selesai mengeringkan dan menyisir rambutnya, Aleeta segera keluar kamar. Tempat pertama yang selalu ia tuju di pagi hari adalah dapur.“
“Sentuh aku.” Pinta Nicholas dengan suara parau. Sementara Aleeta tersenyum. Menatap Nicholas yang menatapnya penuh permohonan.“Sudah nggak sabar, heuh?” Goda Aleeta seraya menggenggam milik Nicholas yang besar.Nicholas menghempaskan kepalanya ke bantal seraya tertawa serak.“Aku lihat, kamu semakin pandai menggodaku.”Aleeta mengerucutkan bibirnya. Kemudian tangannya menggerakkan turun naik untuk menyentuh Nicholas seluruhnya. Nicholas mengumpat tertahan dan membuat gerakan tangan Aleeta terhenti.“Maafkan aku,” ujar Nicholas terengah, “Lanjutkan saja.”Aleeta tersenyum, kali ini menggerakkan tangannya tanpa ragu dan tanpa malu-malu. Nicholas memandangi Aleeta yang tengah menjilat bibirnya yang kering, hal itu membuat Nicholas semakin terasa membengkak dan berdenyut.“Aleeta ...,” Tangan Nicholas terangkat membelai rambut Aleeta yang membungkuk di dekat pahanya itu. Membelai kepalanya lembut
Aleeta masih menatap Nicholas. Kedua mata mereka saling berpandangan dan menatap lekat.“Apa keinginanmu masih sama seperti yang tadi, Nicho?” Aleeta bertanya pelan.Nicholas tersenyum. “Keinginan yang mana?”“Soal suatu hal yang membuatmu senang.”Nicholas mengangguk. “Ya ...,” Ujarnya serak.Lalu senyum kecil tercetak di wajah Aleeta. “Kalau begitu kamu akan mendapatkannya,” bisik Aleeta.Nicholas hanya menaikkan sebelah alisnya, saat melihat Aleeta yang sudah lebih dulu bergerak. Aleeta menyentuh tengkuk Nicholas, melingkarkan lengannya di sana, kemudian bergerak maju untuk mengecup bibir Nicholas.Hanya itu yang Nicholas butuhkan sebagai dorongan, ia memeluk pinggang Aleeta, membawa tubuh istrinya ke pangkuannya, mengangkanginya. Ia kembali mendekatkan bibir mereka, bibirnya kali ini bergerak sedikit agresif, membuat Aleeta kewalahan tapi tidak membuat Aleeta menjauhkan bibirnya. Wanita itu
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan