“Kamu apa kabarnya?” Johan tersenyum pada Aleeta yang sedang sibuk memilih menu makan siangnya.
Ternyata Johan tadi membawa Aleeta mampir ke sebuah kedai makanan yang terletak tidak jauh dari butik Emily. Aleeta sedikit bernapas lega karena Johan memilih kedai tersebut. Pasalnya nanti Aleeta tidak perlu panik jika jam istirahat di butik adik iparnya itu hendak berakhir.Aleeta tinggal meminta Johan untuk mengantarnya, tidak butuh waktu lama. Paling lima menit juga langsung sampai.“Baik ...” Aleeta menatap Johan yang terus saja menatapnya sejak tadi. “Kamu?”“Seperti yang kamu lihat. Aku juga baik-baik saja,” jawab Johan.Aleeta mengangguk. “Syukurlah.”“Aleeta ...,” Johan kembali memanggil.“Ya?”“Hanya perasaanku atau memang kamu terlihat sedikit kurusan?” Tatapan Johan terlihat menelisik.Aleeta hanya tersenyum. Jujur saja selama ini ia jarang sekali memerhatikan tubuhnya. MenurutnyPonsel Nicholas berdering ketika ia sedang sibuk membaca berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya. Tidak ingin menjawab, Nicholas memilih untuk mengabaikan panggilan tersebut. Namun, beberapa detik kemudian ponselnya kembali berdering. “Sial,” umpat Nicholas seraya menyambar ponsel dengan kasar. “Mark? Ada apa dia menghubungiku?”Kali ini tanpa berpikir panjang Nicholas segera menggeser tombol hijau yang ada pada layarnya. Lalu mendekatkan benda pipih itu ke telinganya. Seketika suara Mark langsung terdengar.“Selamat siang, Tuan. Maaf jika saya mengganggu Anda. Saya hanya ingin memberikan sedikit laporan hari ini,” terang Mark di seberang telepon.“Laporan?” Nicholas mengernyit seraya menumpuk berkas yang sudah ia periksa, lalu mengambil berkas yang lainnya. “Laporan apa yang ingin kamu katakan padaku?”“Siang ini saya melihat Nona Aleeta pergi ke sebuah apotek.”Nicholas terdiam. Apotek? Untuk apa Aleeta ke apot
“Hai, Kak Nicholas!” Emily langsung tersenyum dan mendekati Nicholas yang baru saja menuruni anak tangga.Sementara Nicholas hanya mengernyit heran ketika melihat keberadaan Emily di rumahnya saat ini. Apa yang di lakukan adiknya itu? Tidak biasanya Emily datang sepagi ini. Lagipula jam buka butik milik adiknya masih sekitar jam delapan nanti.“Apa yang kamu lakukan di sini?” Tanya Nicholas penuh selidik.Emily langsung meringis. “Tentu saja untuk menemuimu, Kak. Sejak kemarin aku ingin sekali menemuimu. Ada hal yang ingin aku katakan.”Nicholas bersedekap menatap adiknya yang berdiri di hadapannya. “Tentang apa? Kenapa kamu nggak meneleponku saja?”“Ck! Bagaimana aku mau meneleponmu? Kamu saja nggak pernah menjawab setiap kali aku menghubungimu,” keluh Emily.“Oh, itu karena aku sedang sibuk,” sahut Nicholas santai.Emily langsung mendengus. Ia sudah sangat hafal dengan sifat kakaknya.
Hari Sabtu pun tiba. Sesuai janji, Nicholas dan Aleeta datang berkunjung ke rumah orang tua Nicholas. Selama perjalanan, baik Aleeta maupun Nicholas sama sekali tidak ada yang membuka percakapan. Nicholas yang selalu dingin dan bersikap datar kepada Aleeta tidak mungkin memulai pembicaraan terlebih dahulu. Sedangkan Aleeta, ia terlalu takut untuk merusak suasana hati Nicholas di pagi hari seperti ini. Begitu sampai di kediaman orang tua Nicholas. Keduanya langsung turun. Aleeta meringis ketika hampir menjatuhkan kotak kue yang ia beli sebagai buah tangan untuk kedua mertuanya karena keseimbangan kakinya terganggu. Sedangkan Nicholas hanya menatap datar meski tadi pria itu melihat sendiri Aleeta yang hampir terjatuh. Tanpa mengatakan apapun, Nicholas berjalan lebih dulu mendahului Aleeta masuk ke rumah orang tuanya, dan Aleeta menyusul di belakang. Ini pertama kalinya Aleeta berkunjung ke rumah mertuanya yang ternyata ta
Setelah sepuluh menit menunggu di meja makan, barulah Nicholas pergi ke ruang kerja Javier. Ia terlebih dahulu mengetuk pintu, dan baru masuk setelah dipersilahkan.“Ada hal penting apa, Pa?” Tanya Nicholas. Javier menginstruksikannya untuk duduk di sofa, dan pria itupun menurut. Tak lama, Javier menyusul dengan membawa sebuah paspor, lalu menyerahkannya pada Nicholas.“Ini hadiah dari Papa dan Mama,” ujar Javier yang membuat kening Nicholas berkerut ketika mendengarnya.“Paspor?” Nicholas lalu mengambil paspor tersebut, dan terkejut ketika melihat data diri Aleeta tercantum di sana. “Untuk apa Papa memberikan paspor ini pada Aleeta?”“Bukankah tadi Papa sudah bilang, itu hadiah dari Papa dan Mama.”“Aleeta nggak butuh hadiah ini, Pa,” sahut Nicholas cepat.“Tentu saja dia butuh. Kamu akan pergi berlibur ke Paris bersama Aleeta. Berhubung kamu sudah memilikinya sedangkan Aleeta belum. Jadi dia membutuhkannya.”
Pagi harinya, Aleeta bangun kesiangan.Baru saja Aleeta membuka mata, ia langsung lompat dari ranjang tempat tidurnya. Padahal beberapa waktu belakangan ini ia sudah terbiasa bangun pukul lima atau enam pagi untuk membantu Mary di dapur. Tapi kali ini, ia bangun pukul delapan. Apa mungkin karena tidurnya yang terlalu nyenyak semalam?Seketika Aleeta langsung menatap ke ranjang tempat tidurnya. Nicholas sudah tidak ada di sana. Kemungkinan pria itu sudah bangun sejak tadi, dan sekarang menghilang entah kemana. “Kenapa sih Nicho nggak membangunkanku?” Gumam Aleeta pelan.Wanita itu lalu melangkah masuk ke kamar mandi. Setelah menyikat gigi dan mencuci muka, Aleeta segera keluar dari kamar menuju dapur. Di sana ada Karina yang sedang memasak sarapan dengan di bantu oleh ART-nya.“Pagi, Ma,” sapa Aleeta. “Maaf, aku bangunnya kesiangan.”Karina tersenyum. “Tidak apa-apa, Sayang. Mama maklum, kok,” ujarnya kembali tersenyu
Ketika hendak memasuki jam makan malam, Nicholas menghampiri Mary yang sedang memasak di dapur. Beruntung, ketika Nicholas ke dapur, Aleeta tidak berada di sana. “Mary, apa kamu bisa membuatkanku semur ayam yang seperti waktu itu?” Nicholas menatap Mary yang terlihat langsung menghentikan aktivitas memasaknya.“Maaf, Tuan. Semur ayam yang mana?” Mary balik bertanya.“Semur ayam yang pernah kamu masak pagi-pagi itu. Yang membuatku sampai menambah nasi,” terang Nicholas.Mary terdiam. Mungkin Nicholas berpikir semur ayam itu adalah buatannya. Padahal selama ini yang selalu memasak untuk Nicholas adalah Aleeta. Kalau seperti ini Mary harus menjawab apa?“Mary, kenapa kamu diam saja?” Mary mengerjap ketika mendengar suara Nicholas. “M-maaf, Tuan. Saya tidak bermaksud—““Nggak usah banyak bicara. Cepat kamu buatkan saja semur ayamnya. Aku ingin makan malam dengan menu itu,” sahut Nicholas.Mary meng
Aleeta memegangi dadanya yang berdebar ketika kakinya berdiri di depan pintu kamar Nicholas. Padahal selama ini ia sudah sering keluar masuk melalui pintu yang ada di hadapannya. Tapi entah kenapa malam ini tiba-tiba saja Aleeta merasa ketakutan.Ia mencoba menarik napas sebelum memutuskan untuk memutar knop pintu yang ada di hadapannya. Bunyi pintu yang terbuka itu semakin membuat degup jantung Aleeta berdetak begitu keras. Ia memberanikan diri melangkah masuk, lalu kembali menutup pintunya dari dalam.Sunyi.Suasana itulah yang pertama kali Aleeta rasakan ketika masuk ke dalam kamar Nicholas. Ia mencoba melangkah mendekat, tapi ia tak menemukan keberadaan Nicholas di sana. Bahkan di ranjang tempat tidur pria itu juga tidak ada.Aleeta menatap sekeliling. Kemana Nicholas? Apa pria itu sedang mandi? Pandangannya lalu jatuh ke pintu kamar mandi yang tertutup. Aleeta mencoba mendekat, menempelkan telinganya di pintu kamar mandi. Tapi ia tida
“Aku menginginkan yang lebih ...,”Nicholas kembali mencecap bibir Aleeta. Aleeta memejamkan mata membalas cecapan itu. Ia kembali memeluk leher Nicholas dan membawa pria itu lebih dekat padanya. Sementara bibirnya membalas Nicholas dengan sama bernafsunya.Kini bibir Nicholas beralih ke leher Aleeta. Mengecupnya di sana. Sebelah tangannya memegangi leher wanita itu. Membelainya, lalu turun menyusuri dadanya.Aleeta memejamkan mata. Membiarkan tangan Nicholas bergerak menyentuh tubuhnya.“Nicho.” Wanita itu mengerang ketika jari Nicholas menekan puncak dadanya. Aleeta terus memejamkan mata. Dan baru membuka mata ketika merasakan tubuhnya melayang, matanya menatap mata Nicholas yang kini menggendongnya menuju ranjang.Nicholas membaringkan Aleeta di atas ranjang. Ini pertama kalinya Aleeta merasakan berbaring di ranjang tempat tidur Nicholas. Pria itu lalu melingkupi tubuh Aleeta dengan tubuhnya sendiri. Nicholas menc
Setelah merasa puas mengamati pohon Natal. Nicholas kembali mengajak Aleeta untuk meneruskan perjalanannya. Mereka semakin melangkah mendekati kaki dari menara Eiffel. Di sana ada banyak sekali spot yang bisa di gunakan untuk bersantai, berfoto ria dan sebagainya. Nicholas berniat untuk mengajak Aleeta duduk di sebuah bangku kosong yang ada di ujung. Setelah berjalan beberapa menit lamanya, Nicholas yakin Aleeta pasti merasa kelelahan dan membutuhkan waktu untuk duduk barang sejenak. Meski Aleeta tidak meminta untuk beristirahat. Tapi Nicholas tetap sadar diri, ia tidak mungkin menjadi pria yang egois dengan membiarkan Aleeta tidak beristirahat.“Ayo, kita duduk di sana terlebih dahulu,” ajak Nicholas. Menarik Aleeta mendekati bangku kosong yang ia maksud.Namun, saat langkahnya hendak mencapai bangku. Tiba-tiba saja ada sepasang kekasih yang menghentikan langkah Nicholas.“Permisi. Maaf mengganggu ...,” Nicholas menoleh pada
“Ayo, kita ke sana. Aku ingin melihat menara Eiffel lebih dekat,” ajak Aleeta. Wanita itu sengaja mengatakan hal itu untuk mengalihkan topik pembicaraan yang sedang di bicarakan oleh Nicholas. Rasanya sangat tidak tepat untuk membicarakan hal romantis saat ini. Apa lagi dengan suasana hati Aleeta yang sedang tidak bisa terkontrol. Aleeta hanya takut kalau ia akan terbawa suasana.Nicholas hanya bisa menurut ketika Aleeta menarik tangannya. Pria itu mengikuti langkah Aleeta yang terus mengajaknya mendekat ke menara Eiffel. Sementara itu tangan keduanya tetap tertatut. Nicholas terus menggenggam tangan Aleeta, seolah ia tidak ingin melepaskan tangan mungil dan lembut itu dari genggamannya.“Wah, betapa indahnya itu. Tampak begitu berkilau dan bercahaya.” Kata Aleeta seraya menatap puncak menara Eiffel.“Sudah aku bilang, kota Paris akan jauh lebih indah jika di malam hari.”Aleeta menoleh menatap Nicholas yang ternyata ... Juga t
Nicholas menghentikan sepeda motornya di area parkir khusus yang ada di dekat kawasan menara Eiffel. Pria itu sengaja memarkirkan sepeda motornya di sana supaya ia bisa menikmati waktu sambil berjalan-jalan bersama Aleeta. Ia lalu turun dari sepeda motor, begitu juga dengan Aleeta.“Kemarikan helmmu,” ujar Nicholas, meminta helm yang di pakai Aleeta agar ia bisa menaruhnya di atas motor.Namun, lama Nicholas mengulurkan tangan, Aleeta tak kunjung juga menyerahkan helm itu padanya. Nicholas mengernyit. Apa Aleeta sedang melamun?“Aleeta.”“Ya?” Wanita itu mengerjap kaget lalu menoleh ke arah Nicholas. “Ada apa?” Tanya Aleeta.Nicholas tersenyum tipis. Sepertinya Aleeta memang benar-benar melamun tadi. “Apa yang membuatmu sampai melamun seperti itu?”Melamun? Aleeta mengernyit. Siapa yang melamun? Perasaan ia tidak melamun. Aleeta menatap Nicholas yang sudah meraih helm dari tangannya, lalu meletakkannya di
Aleeta masih terdiam ketika wanita bernama Gwen tadi mendekati Nicholas.“Astaga, Nich. Aku nggak menyangka bisa bertemu denganmu di sini.”Nicholas tersenyum. “Ya. Aku juga nggak menyangka. Sudah lama sekali kita nggak bertemu, Gwen.”Aleeta seketika memelotot ketika wanita bernama Gwen itu langsung memeluk suaminya begitu saja, tanpa permisi. Ck! Apa-apaan wanita itu?!“Kamu yang menolak bertemu denganku.” Gwen tersenyum seraya melepas pelukan.Nicholas hanya tertawa, lalu tiba-tiba meraih pinggang Aleeta dan memeluknya. “Perkenalkan, Aleeta. Istriku.”Mata Gwen menatap tangan Nicholas yang memeluk pinggang Aleeta.“Wah, jadi kamu sudah menikah Frederick?” “Tentu saja,” jawab Nicholas santai.Sementara Aleeta, ia hanya terdiam dan membiarkan tangan Nicholas terus memeluk pinggangnya. Aleeta tidak menyangka kalau Nicholas benar-benar mengenalkannya sebagai istrinya. Entah apa hubunga
“Sudah selesai?” Nicholas masuk ke dalam kamar tepat saat baru saja Aleeta selesai mengganti bajunya. Wanita itu lalu menoleh dan menatap Nicholas.“Memangnya kamu ingin mengajakku kemana? Kenapa tiba-tiba menyuruhku untuk mengganti pakaian?” Aleeta balik bertanya.Nicholas menaikkan sebelah alisnya. “Kamu lupa, bukankah sore tadi kita sudah berencana untuk pergi ke menara Eiffel hari ini?”Astaga, benar. Aleeta lupa. Ia pikir Nicholas tidak bersungguh-sungguh dengan hal itu. Pasalnya mereka berdua masih akan berada di Paris sampai tahun baru nanti. Jadi kalau hanya untuk sekedar mengunjungi menara Eiffel, Aleeta pikir hal itu tidak harus di lakukan sekarang. Masih banyak hari lain yang bisa mereka gunakan untuk pergi ke sana. Tapi tampaknya Nicholas benar-benar ingin menepati janjinya. Dan Aleeta harus menghargai keputusan Nicholas.“Sebenarnya nggak harus hari ini juga nggak apa-apa, Nicho. Lagipula ini sudah jam tujuh.”
Aleeta menatap jam yang menempel di dinding kamarnya. Hampir pukul setengah enam sore. Itu berarti sudah hampir satu jam sejak kepergian Nicholas, Aleeta belum juga beranjak dari tempatnya. Wanita itu masih berbaring di atas tempat tidur seraya menonton layar televisi yang tengah menampilkan acara drama keluarga.Tiba-tiba Aleeta teringat kalau dirinya belum meminum pil kontrasepsinya sejak Nicholas pergi tadi. Seraya menepuk kening, wanita itu beranjak turun dari tempat tidur.“Astaga, Aleeta. Apa yang kamu pikirkan sejak tadi? Ini kesempatan untukmu sebelum Nicholas kembali pulang,” gerutu Aleeta seraya membuka kopernya untuk mengambil pil pencegah kehamilannya.Aleeta mengamati pil kecil itu di tangannya. Apa tidak apa-apa ia mengonsumsinya sekarang? Atau besok saja? Wanita itu tiba-tiba merasa bimbang. Setahu Aleeta jenis kontrasepsi yang ia konsumsi harus di minum sehari sekali pada jam yang sama. Dan biasanya Aleeta meminumnya di pagi hari. Tap
“Kamu cemburu?” Aleeta hanya bisa mendengus. Sepertinya Nicholas memang tidak akan berhenti bertanya jika Aleeta tidak segera menyanggah tuduhan tersebut. Enak saja pria itu. Memangnya siapa yang cemburu? Rutuk Aleeta dalam hati.“Kamu—““Aku nggak cemburu!” Sahut Aleeta ketus.Nicholas hanya mengangguk-angguk dan tetap meneruskan sarapannya dengan santai. Sementara Aleeta menggerutu pelan dengan suara yang tidak jelas terdengar. Membuat Nicholas tersenyum geli menatapnya. Pria itu meraih gelas minuman Aleeta, lalu meneguknya hingga setengah.“Nicho!” “Hm.” Nicholas kembali meletakkan gelas minuman yang tinggal separuh itu ke hadapan Aleeta.“Kamu ini kenapa, sih?” “Kenapa apanya?”Aleeta memutar bola mata. “Kamu sudah punya minuman sendiri. Kenapa masih meminum punyaku?”“Aku masih haus,” jawab Nicholas datar.“Kalau masih haus minta saja Helena untuk membuat
Keesokan harinya, Aleeta terbangun tepat saat jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi. Wanita itu menggeliat lalu mengerjap-ngerjapkan matanya. Seluruh tubuhnya terasa begitu remuk tetapi juga terasa ringan secara bersamaan. Sebuah kombinasi pas yang selalu Aleeta rasakan setiap kali selesai bercinta sepanjang malam dengan Nicholas. Beberapa waktu belakangan ini Nicholas selalu memperlakukan Aleeta dengan baik, termasuk dalam urusan bercinta. Jika biasanya ia akan mendapatkan rasa sakit setelah pria itu menyetubuhinya, tapi beberapa kali ini Aleeta sudah tidak pernah merasakan hal itu lagi. Dan Aleeta harap seterusnya akan seperti itu.Wanita itu lalu memiringkan tubuh polosnya yang masih berbalut selimut itu ke samping. Ke arah Nicholas yang masih terlelap dalam tidurnya. Aleeta tersenyum melihat wajah Nicholas yang masih terlelap tersebut. Wajah pria itu begitu tenang dan damai, hingga Aleeta merasa takut untuk mengganggunya. Namun, ketika Aleeta
Nicholas masih mengamati wajah Aleeta yang berada di bawah tubuhnya. Dan hal itu lagi-lagi membuat Aleeta merasa salah tingkah. Ia mencoba menelan ludah dengan susah payah. Rasanya malu. Nicholas belum pernah menatapnya seperti itu. Tatapan pria itu begitu dekat, lekat dan menggoda, membuat jantung Aleeta berulah karenanya. Aleeta memalingkan wajah menatap dinding. “Aleeta.” Tangan Nicholas menyentuh pipi Aleeta. Membuat Aleeta kembali menatapnya. Aleeta hanya diam, menatap Nicholas tanpa bersuara. Nicholas mengusap bibir bawah Aleeta, bibir yang pucat itu terasa begitu dingin di kulitnya. Tangan Nicholas membelai daun telinga Aleeta, ia bisa mendengar Aleeta menarik napas berat. Pria itu perlahan menunduk. Dan Aleeta masih menatapnya tanpa mengatakan apapun, tidak menolak, dan juga tidak merasa keberatan. Saat bibir pria itu menempel di bibirnya, mata Aleeta terpejam. Bibir Nicholas berg