“Buka bibirmu, Aleeta.” Nicholas meminta dengan suara lembut.
Aleeta sedikit tersentak ketika Nicholas kembali menurunkan wajahnya, lalu menyatukan bibir mereka. Pria itu hanya mengecup pada awalnya, kemudian mulai melumat dengan perlahan. Sementara bibir Aleeta hanya diam, tanpa membalasnya.“Cium aku,” pinta Nicholas.“B-bagaimana caranya?” Tanya Aleeta gugup.Nicholas tersenyum tipis seraya mengusap bibir Aleeta yang basah. “Bukankah kamu pernah melakukannya padaku sebelumnya?” Kata Nicholas yang membuat Aleeta seketika mengernyit. “Kamu hanya perlu mengikuti nalurimu. Dan ikuti setiap gerakan bibirku.”Nicholas kembali menyatukan bibirnya dengan bibir Aleeta. Bergerak perlahan sedikit demi sedikit. Aleeta hanya diam pada awalnya, lalu dengan ragu-ragu bibirnya bergerak mengecap bibir Nicholas. Mengikuti gerakan bibir pria itu. Nicholas tersenyum di bibir Aleeta.“Terus ikuti gerakan bibirku,” bisik NicAleeta mengerjap ketika merasakan sebuah tangan menyentuh bahunya. Kedua matanya perlahan terbuka, menatap sekeliling yang masih terlihat sedikit kabur. “Nona Aleeta, bangun. Saya sudah menyiapkan air mandi untuk, Anda.”“Hm.” Aleeta hanya bergumam tidak jelas. Rupanya Mary yang membangunkannya. Apa?!Kedua mata Aleeta langsung membelalak lebar. Mary? Bukankah semalam ia—dimana Nicholas? Aleeta mengernyit kebingungan ketika menyadari sisi ranjangnya tampak kosong. Tidak ada siapapun di sampingnya. Hanya dirinya berbaring seorang diri di ranjang tempat tidurnya.Aleeta menatap Mary yang sedang membuka lemari pakaiannya, memilih pakaian apa yang akan ia kenakan setelah mandi nanti.Wanita itu menyentuh dadanya. Kenapa tiba-tiba sesuatu di dalam dadanya terasa sakit? Ia masih ingat sehangat apa percintaannya dengan Nicholas semalam. Bahkan pria itu juga sempat memeluknya sebelum mereka memejamkan mata. Tapi kenapa pagi
Nicholas tengah melajukan mobilnya menuju kompleks perumahan milik kedua orang tuanya. Pagi tadi, Nicholas terbangun ketika mendengar suara ponselnya berbunyi. Dan ternyata itu adalah panggilan dari Papanya. Javier meminta agar Nicholas datang ke rumahnya pagi ini tanpa mengatakan alasan kenapa Nicholas harus datang ke sana.Nicholas mendesah ketika mobilnya berhenti di perempatan lampu merah. Mata pria itu menatap lurus ke depan. Meski semalam ia sedang mabuk, tapi hal itu tidak bisa membuat Nicholas lupa dengan apa yang sudah ia lakukan bersama Aleeta. Bahkan tadi ketika Nicholas terbangun dari tidurnya hal pertama yang ia ingat adalah bayangan bagaimana panasnya percintaan mereka semalam. Nicholas ingat bagaimana Aleeta mendesah dan terus merintih di bawahnya. Ketika bibir ranum wanita itu terus memanggil-manggil namanya. Nicholas ingat bagaimana tubuh wanita itu merona ketika Nicholas terus menyentuhnya, memasukinya dengan cara tak terkendali.
“Emily?” “Sepertinya kamu nggak suka melihat kedatanganku ya, Kak?” Aleeta tersenyum ketika melihat seorang wanita yang berstatus sebagai adik Nicholas itu memasang raut wajah merajuk. “Bukan seperti itu Emily. Apa yang sedang kamu lakukan di sini?” Tanya Aleeta kemudian. Emily mendekat, lalu mendorong kursi roda Aleeta masuk ke dalam rumah. “Tentu saja untuk bertemu dengan Kakak ipar. Bukankah kita belum pernah berkenalan secara resmi sejauh ini?” Aleeta mengernyit. Apa yang membuat adik Nicholas tiba-tiba berpikiran seperti itu? “Perkenalan seperti apa yang kamu maksud?” Aleeta mendongak ke arah wanita itu. Emily tersenyum. “Ayo kita jalan-jalan,” ujarnya yang berhasil membuat Aleeta kembali mengernyit. “Emily, kamu nggak lupa dengan kondisiku, kan?” “Tentu saja nggak. Tenang saja. Ada aku,” jawab Emily santai. Aleeta tidak
“Kamu yakin ingin pergi?”Langkah Nicholas seketika berhenti ketika ia baru hendak keluar dari kediaman milik orang tuanya. Pria itu menoleh. Ada Papa dan Mamanya yang sedang berdiri menatapnya.“Tentu saja, Pa. Masalah yang terjadi di perusahaan tentu sudah menjadi tanggung jawabku,” jawab Nicholas datar.“Tapi untuk kali ini biar Papa atau Lukas saja. Kamu tidak perlu pergi—““Aku sudah bilang kalau semua itu adalah tanggung jawabku,” sahut Nicholas.Javier terdiam, menatap Karina yang tampak sedih dengan keputusan putranya.“Lalu bagaimana dengan istrimu? Apa kamu tega meninggalkan Aleeta sendirian?” Kali ini Karina yang bertanya.Nicholas mendengus dalam hati. Sekarang ia merasa bahwa apapun yang ia lakukan pasti akan ada sangkut pautnya dengan Aleeta. Bahkan ketika ia tidak peduli pun orang lain yang akan berlomba untuk mengingatkannya.“Dia akan baik-baik saja tinggal di rumahku.” Nicholas
Aleeta duduk di halaman belakang seorang diri, sementara Mary tengah sibuk menyiapkan menu sarapannya pagi ini. Pikiran Aleeta melayang, memikirkan Nicholas yang semalam tidak pulang lagi ke rumahnya.Padahal kemarin pria itu sudah pergi selama seminggu? Tapi sekarang dia kembali pergi lagi? Kemana sebenarnya pria itu pergi? Dan kenapa Nicholas tiba-tiba memutuskan untuk pergi dari rumahnya? Hal itu yang sampai sekarang masih terus membuat Aleeta bertanya-tanya.“Kak Aleeta!”Aleeta mengerjap ketika mendengar seseorang berteriak memanggil namanya. Siapa yang memanggilnya? Perasaan Mary tidak pernah berteriak seperti itu.“Astaga, ternyata kamu di sini, Kak.” Emily mendesah setelah berhasil menemukan keberadaan Kakak iparnya.“Emily?” Kedua alis Aleeta mengernyit. “Apa yang sedang kamu lakukan di sini sepagi ini?”Emily tersenyum. “Tentu saja untuk bertemu denganmu.”Sebelah alis Aleeta terangkat tinggi. “Ka
“Apa Anda sudah siap, Nona?” Tanya Mary ketika membuka pintu kamar Aleeta.Aleeta yang baru saja meminum obatnya itu langsung mengerjap. Ia dengan cepat menutup laci tempat ia menaruh obat, sebelum Mary berjalan mendekatinya.“S-sudah,” jawab Aleeta pelan. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah memberi tahu Emily kalau hari ini adalah jadwal check-up ku?”“Sudah, Nona. Bahkan Nona Emily juga memberikan izin kalau besok Nona Aleeta masih ingin beristirahat di rumah.” Kata Mary.Hari ini adalah jadwal check-up Aleeta lagi. Jadi ia harus memberitahu Emily supaya adik iparnya itu tidak perlu datang dan menjemputnya. Sebenarnya Emily bisa meminta Mark ataupun Steven untuk mengantarnya ke butik Emily. Tapi Emily menolak dan bersikeras agar Aleeta tetap berangkat dan pulang bersamanya. Dan hal itu sudah berlangsung selama lima hari ini.“Em, baiklah. Tapi kalau kondisiku nggak apa-apa, aku boleh berangkat bekerja kan, Mary?”“Itu sem
Lukas berhenti di sebuah taman kompleks yang terletak cukup jauh dari rumah Nicholas. Tidak ada siapapun di sana selain Lukas dan Aleeta. “Perasaan kompleks rumahmu nggak sesepi ini,” ujar Lukas seraya menatap sekeliling.“Mungkin saja mereka lebih memilih berada di dalam rumah, daripada harus keluar di cuaca yang semakin mendung seperti ini,” sahut Aleeta sambil menatap awan mendung yang tampak semakin hitam.Lukas terkekeh. “Hanya mendung, kan? Bukan hujan.”“Ck! Terserah kamu saja,” gumam Aleeta pelan.Angin mulai berhembus sedikit kencang hingga berhasil menerbangkan rambut Aleeta yang belum sempat ia ikat. Lukas tersenyum ketika melihat Aleeta yang tengah sibuk merapikan rambutnya kembali.“Ngomong-ngomong, kapan kamu mulai boleh berjalan lagi?” Tanya Lukas.“Dokter bilang dua hari lagi.” “Dua hari?”Aleeta mengangguk. “Dua hari itu pasti akan menjadi waktu yang sangat lama untukku.”“Kenapa bisa begitu?” “Karena aku benar-benar sudah bosan duduk di atas kursi roda. Aku bahkan
“Kamu jadi pulang besok, Nich?” Tanya Victor ketika melihat Nicholas tengah mengemas barang-barangnya ke dalam koper.Dari awal Nicholas memang sengaja meminta Victor untuk menemaninya ke London. Nicholas tahu kalau saudaranya yang satu itu pasti bisa ia andalkan dalam mengurus masalah yang sedang terjadi di perusahaannya yang ada di London.Pria bernama Victor itu juga memiliki kemampuan yang sangat handal dalam hal melacak. Sama halnya dengan Lukas. Apalagi Victor dulu sempat bekerja di sebuah agensi mata-mata besar yang ada di London.“Ya. Masalah sudah selesai, kan. Jadi apa lagi yang ingin aku lakukan di sini,” jawab Nicholas datar.Victor tersenyum. “Apa jangan-jangan kamu sudah merindukan istrimu? Makanya kamu ingin cepat-cepat kembali pulang, heuh?”Nicholas memicing tajam. “Kamu ingin aku merobek mulut sialanmu itu, ya?”“Jangan emosi, Nich. Lagipula aneh saja, kamu jarang sekali langsung pulang setelah masalah selesai. Biasanya kamu suka mengadakan perayaan terlebih dahulu.”
“Apa kamu sudah paham?” Tanya Nicholas.Sudah hampir satu jam lamanya, Nicholas mengajari Aleeta tentang bagaimana cara menggunakan smartphone-nya. Pria itu mengajari dengan sangat sabar dan detail, tidak ada yang terlewat satupun. Hanya saja mungkin karena Aleeta baru pertama kali menggunakan smartphone jadinya wanita itu masih terlihat sedikit bingung.Sementara itu, Aleeta yang duduk di sebelah Nicholas hanya diam, tidak menggubris sedikitpun ucapan pria itu. Aleeta hanya terus mengamati layar ponsel yang di pegang Nicholas itu dengan serius. Lalu tiba-tiba Aleeta menunduk, menjatuhkan kepalanya ke bahu Nicholas.“Aleeta ...,” Nicholas menoleh. “Kamu tidur?” Aleeta menggeleng pelan. “Aku nggak tidur. Tenang saja.”“Aku kira kamu ketiduran,” sahut Nicholas.Aleeta lalu mengangkat kepalanya. Memutar posisi kemudian duduk bersila menghadap Nicholas. Dan karena malam ini ia hanya mengenakan gaun tidur pendek, jadi ia harus menarik selimut agar bisa menutupi bagian kaki dan pahanya yan
“Akhirnya kamu pulang juga. Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Nicholas yang melihat keberadaan Aleeta langsung cepat-cepat menyembunyikan tangannya di balik punggung. Aleeta tadi belum sempat melihat tangannya, kan? Kalau pun sudah terlanjur melihat semoga saja Aleeta tidak menyadari apa yang saat ini sedang ia bawa. “Nicho, kenapa diam? Bukanya tadi kamu mencariku. Tapi kenapa sekarang hanya diam?” Gerutu Aleeta dengan bibir mengerucut. Nicholas tersenyum. “Kemarilah. Aku punya sesuatu untukmu,” perintahnya pada Aleeta. “Apa?” “Mendekatlah kalau ingin tahu,” ujar Nicholas yang mau tidak mau langsung membuat Aleeta mendekatinya. Nicholas segera merengkuh pinggang Aleeta ketika istrinya itu berdiri di hadapannya. “Nicho, apa yang kamu lakukan? Katanya kamu punya sesuatu untukku. Kenapa jadi memelukku seperti ini?” “Ini ...,” kata Nicholas seraya mengangkat paper bag ponsel yang di bawanya ke hadapan Aleeta. “Aku membelikanmu ponsel.” “P-ponsel?” Aleeta menatap Nichola
“Nona Aleeta, sedang apa Anda di sini?” Aleeta terkejut dan seketika menoleh saat mendengar suara Mary. Ia hanya menggaruk tengkuk, kemudian meringis. Menatap Mary yang berdiri di depan pintu.“Sejak tadi saya mencari-cari, Anda. Ternyata Anda berada di sini,” imbuh Mary.Aleeta langsung berdehem. “Memangnya ada perlu apa kamu mencariku, Mary? Apa Nicho sudah kembali?” Tanyanya.“Tuan belum kembali, Nona. Saya mencari Anda hanya untuk mengatakan kalau sepertinya semur dagingnya sudah matang. Apa saya harus memindahkannya ke wadah, atau di biarkan dulu di atas kompor?”“Ah, itu ... Biarkan di atas kompor saja, Mary. Supaya bumbunya bisa meresap sampai ke dalam dagingnya,” jawab Aleeta. Setelah itu ia kembali sibuk mencari sesuatu di dalam kamar lamanya.Saat Aleeta tengah memasak tadi entah kenapa tiba-tiba ia teringat dengan pil kontrasepsinya. Aleeta baru ingat kalau sejak kembali dari Paris kemarin, ia belum meminu
Begitu sampai di rumah, Nicholas segera menyerahkan kunci mobilnya kepada Steven agar pria itu memindahkan mobilnya ke carport. Sementara Nicholas memasuki rumah bersama Aleeta. “Selamat datang, Tuan dan ... Nona.” Mary yang kebetulan sedang membersihkan ruang tamu terlihat kaget. Hari ini untuk pertama kalinya ia melihat Nicholas dan Aleeta pulang secara bersamaan. Meski Mary ingin sekali bertanya kenapa mereka bisa pulang bersama? Atau mungkin, apakah Nicholas tadi yang menjemput Aleeta? Tapi kemudian Mary sadar. Ia tidak punya hak atas pertanyaan itu. Lagipula, Mary sudah sangat senang bisa melihat Tuan dan Nonanya akur seperti itu. Tanpa harus ia ikut campur ke dalam urusan mereka. “Oh iya, Mary. Apa kamu sudah menyiapkan makan malam untuk kami?” Tanya Nicholas. “Belum, Tuan. Saya tidak tahu kalau Anda dan Nona Aleeta pulang lebih awal hari ini. Kalau begitu saya akan segera menyiapkan makan malam terlebih dahulu.”
“Baiklah kalau begitu,” ujar Nicholas lalu mengeluarkan ponsel.Sonya yang melihat Nicholas mengeluarkan ponselnya pun langsung tersenyum senang. Ia berpikir kalau Nicholas pasti akan mengiriminya uang sekarang. Maka dari itu, Sonya pun juga langsung mengeluarkan ponselnya.“Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu, menantu,” ucap Sonya tanpa malu. Padahal Aleeta yang mendengarnya pun langsung merasa malu. Kenapa ibunya itu selalu mendewakan yang namanya uang? Sejak dulu sampai sekarang yang ibunya pikirkan hanya uang, uang dan uang. Apa tidak ada yang lain?Nicholas menaikkan kedua alisnya. “Apa kamu bilang? Nomor rekening?”Sonya mengangguk. “Ya. Nomor rekeningku masih sama dengan yang dulu.”Nicholas langsung tertawa. “Memangnya siapa yang butuh nomor rekeningmu?”“Bukankah kamu akan mengirimiku uang.” Sonya menatap Nicholas yang masih terus tertawa.“Uang? Ck! Untuk apa aku mengirimu uan
Sonya mengerjap. Merasa kaget dengan kemunculan seseorang yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya, menahan tangannya dan juga ... Melindungi Aleeta dari jangkauannya.Sonya kemudian memicing, menatap sosok pria yang sudah sangat ia kenal tersebut.“Jangan pernah berani kamu sentuh istriku dengan tangan kotormu.” Pria itu mendesis seraya menyentak tangan Sonya dengan kasar.Sonya langsung mengumpat atas perlakuan kasar tersebut. “Sialan! Beraninya kamu!” Teriaknya kesal.Aleeta menatap ibunya yang tampak marah, lalu beralih menatap seseorang yang berdiri di hadapannya. “Nicho.”Nicholas segera menoleh saat Aleeta menyentuh lengannya. “Kamu nggak apa-apa?” Tanyanya lembut.“Aku nggak apa-apa,” jawab Aleeta seraya menggeleng.Nicholas langsung menangkup wajah Aleeta dengan kedua tangannya. Mengamati setiap inci wajah istrinya dengan lekat. Seolah takut jika ada bagian wajah Aleeta yang telah tersentuh oleh t
Sonya terus mengumpat sepanjang perjalanan. Merasakan perutnya yang begitu begah karena ia sudah langsung harus berjalan setelah makan. Sonya menghentikan langkah saat ia melewati minimarket. “Sepertinya akan lebih baik jika aku duduk di sana terlebih dahulu,” ujar Sonya seraya menatap kursi kosong yang ada di depan minimarket.Namun, saat ia hendak melangkahkan kakinya, tanpa sengaja ekor matanya menangkap sekelebatan bayangan sosok Aleeta di depan sana. Sonya bahkan sampai terdiam. Antara percaya dan tidak percaya dengan bayangan tersebut. Apakah itu benar-benar hanya bayangan atau ... Memang Aleeta yang ia lihat?Sonya lalu meluruskan pandangannya ke arah depan. “Apa itu benar-benar Aleeta?” Gumam Sonya dengan mata menyipit. Namun, beberapa detik kemudian mata yang menyipit itu berubah menjadi memelotot. “Benar. Sepertinya itu memang Aleeta,” ujar Sonya seraya terus menatap Aleeta yang tengah memasukkan minumannya ke dalam
“Bagaimana? Kamu sudah menemukannya sekarang?” Sonya memicing pada seorang pria yang baru saja memasuki klub yang biasa ia gunakan sebagai tempat berjudi bersama dengan para geng sosialitanya. Pria berpotongan botak itu hanya tersenyum seraya duduk di sebelah Sonya. “Aku belum—““Apa kamu bilang? Belum?! Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau waktu itu pernah melihat keberadaannya di dekat jalan green hill?!” Sonya semakin menatap marah pada pria botak tersebut.Pria botak bernama Roi itu mendesah. “Santailah sedikit, Sayang. Kamu sudah terlalu banyak marah akhir-akhir ini.”“Bagaimana aku tidak marah? Sia-sia aku mengeluarkan uang untukmu dan juga anak buahmu yang tidak berguna itu!” Ketus Sonya.Sejak Sonya memutuskan untuk mencari keberadaan Aleeta. Sejak saat itu juga Sonya rela mengeluarkan uang untuk membayar orang-orang suruhannya agar ia bisa segera menemukan keberadaan Aleeta di pusat kota ini. Sonya sadar
“Sekarang aku tahu bagaimana wajah orang bodoh yang sesungguhnya.” Seharusnya Nicholas marah oleh kalimat yang Lukas katakan. Tapi kali ini, ia tidak marah sama sekali. Nicholas menutup pintu mobilnya dengan santai, lalu berjalan memasuki kantornya.“Sudah kuduga, kamu benar-benar terlihat seperti orang bodoh,” sambung Lukas.“Apa masalahmu sebenarnya? Kenapa kamu bisa ada di sini sepagi ini?” Nicholas mengangkat wajah dan menatap saudara angkatnya.“Aku menunggumu.” “Wah, selama aku nggak ada di sini ternyata kamu sudah berubah menjadi orang yang perhatian, ya,” cibir Nicholas seraya tersenyum di buat-buat.Lukas mendengus. “Kamu terlihat semakin bodoh saat tersenyum seperti itu.”Nicholas langsung terkekeh. “Terima kasih atas pujiannya, Luke.”Mereka lalu masuk ke dalam lift. Dan keluar ketika lift sudah terbuka di lantai tujuan mereka, yaitu ruangan Nicholas.“Apa kamu nggak meras