Air hitam di dalam lobang semakin tinggi. Kini mulai mendekati lutut Maithatarun dan panasnya bukan main. Maithatarun coba angkat kaki kanannya untuk menghantam dinding lobang. Namun kaki sebelah kiri amblas ke dalam dasar lobang hingga tubuhnya hampir terbanting jatuh.
"Bintang!" Maithatarun berteriak. "Air hitam celaka ini panas sekali. Aku tidak tahan! Rasanya seperti direbus!"
"Maithatarun! Bertahanlah! Kami mencari akal menolongmu!" teriak Bayu. Tapi sebenarnya dia sendiri tidak tahu akal apa yang bisa diperbuat. Bintang terduduk di tanah. "Tak ada tali, tak ada akar gantung. Kalaupun ada tak mungkin aku dan kawan-kawan menarik sosok Maithatarun keluar dari lobang. Kalau air hitam panas itu naik mencapai bagian bawah perutnya celaka besar! Bisa- bisa barangnya berubah jadi dua telor rebus!"
"Hik..hik...hik!" Bayu tertawa cekikikan mendengar ucapan Bintang itu. Sebaliknya Arya membentak marah.
"Dalam keadaan begini rupa kalian masih bisa bergurau! Kal
"Craaakkk!"Bagian batang pohon jati berduri somplak besar pada bagian tiga jengkal di atas tanah dihantam mata pedang. Semangat Bintang jadi tambah berkobar. Dia menghantam lagi, lagi dan lagi! Tiada henti seolah orang kemasukan setan! Sebelas kali membacok, pohon itu tampak bergetar. Bintang kembali membacok. Kali ini dari jurusan yang berlawanan dari bacokan semula. Terdengar suara berkereketan."Kraaaaaakkkk!"Pohon jati besar berduri itu tumbang, jatuh melintang tepat di atas lobang dengan ujung menghunjam ke bawah, menusuk ke dinding lobang. Maithatarun berteriak keras. Kalau tidak cepat dia merunduk dan jatuhkan diri ke samping niscaya kepalanya kena hantaman pucuk pohon jati!Bayu dan Arya bersorak gembira. Dia kini maklum apa sebenarnya yang telah dilakukan Bintang. Di dafam lobang Maithatarun ulurkan tangannya ke atas. Dia berhasil menjangkau batang pohon yang masuk ke dalam lobang!"Bintang! Kau yang punya usaha! Tapi ini pasti Tuhan Gus
"Takdir, takdir apa maksudmu Jin Patilandak?" tanya Bintang."Takdir bahwa saat ini juga kalian akan meregang nyawa. Kepala kalian akan kupotes satu demi satu! Darah kalian akan kuperas dan kumasukkan ke dalam lobang batu di atas sana! Itulah takdir atas diri kalian!"Bintang dan kawan-kawannya langsung menggigil. "Kami tidak berbuat kejahatan di atas pulau ini! Kami tidak punya permusuhan denganmu. Mengapa kau inginkan jiwa kami. Malah hendak melakukan kekejian gila terhadap mayat-mayat kami! Memotes kepala kami! Lalu memasukkan darah kami ke dalam lobang batu! Mengapa sekejam itu? Untuk apa?!" Suara Bintang keras tapi gemetar."Sudah kubilang! Kematian kalian adalah takdir! Darah kalian juga takdir!"Arya memandang berkeliling. "Kita harus segera cari kesempatan melarikan diri. Sebentar lagi matahari akan tenggelam. Dalam gelap kita punya kesempatan. Bintang, pergunakan ilmu Mata Dewa yang kau miliki”Baru saja Arya berkata begitu tiba-tiba
SEPASANG mata Jin Patilandak menyorotkan sinar kuning angker. Sekujur duri coklat di kepala dan tubuhnya berjingkrak tanda dia berada dalam keadaan marah besar. Di hadapannya tegak seorang berambut gondrong awut-awutan. Wajah angker dilebati kumis, berewok dan janggut. Dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk bulat. Kaki-kaki inilah tadi yang secara ganas mematahkan pohon, menghancurkan batu besar dan melabrak ke arah Jin Patilandak."Makhluk kesasar berkaki batu! Siapa kau! Berani mati menyerangku! Injakkan kaki di pulau dan memasuki rimba belantara Pahitamkelam!" kata Jin Patilandak membentak."Kau tidak tahu siapa diriku! Sebaliknya aku tahu banyak tentang dirimu! Kudengar kau adalah makhluk aneh tapi berhati polos. Mengapa kini aku melihat kenyataan sebaliknya?! Tiga makhluk kecil yang ada dalam genggamanmu itu adalah saudara- saudaraku! Jika kau tidak segera melepaskan mereka, saat ini juga akan kuhancur luluhkan tubuhmu!""Manusia kaki batu! Jangan bica
"Airnya asin kuning! Berbau belerang!" teriak Bayu. "Lihat! Muka, tubuh dan pakaian kita jadi kuning semua!""Bayu! Lekas kita keluar dari tempat ini!" teriak Bintang. Ketiganya lalu memanjat ke atas liang, naik ke darat.Jin Patilandak lolos dari hantaman pukulan ‘Kutuk Api Dari Langit’. Sepuluh larik sinar maut itu kini menghantam sosok yang barusan menolong menyelamatkan Jin Patilandak."Wuuutttt... wuuutttt! Dessss... desssss! Desssss!"Sosok yang kena hantam terjungkal roboh tetapi sesaat kemudian bergerak bangkit kembali, memandang ke arah Maithatarun dengan dua mata putih aneh menyorot! Maithatarun, Bintang, Bayu dan Arya sendiri tak kalah kaget dan melototnya.Makhluk yang tegak di depan mereka dan tak mempan dihantam pukulan "Kutuk Api Dari Langit" itu tertutup sisik hitam keras laksana baja sekujur kepala, wajah dan tubuhnya sampai ke kaki. Di mukanya tak kelihatan hidung ataupun mulut. Yang ada hanya dua buah mata berbe
"Sejak semula kami tidak punya niat jahat! Mengapa kalian semua seperti melihat setan kepala dua belas?!""Makhluk-makhluk katai yang katamu saudara angkatmu itu..." kata Tringgiling Liang Batu. "Tubuh mereka basah oleh air bercampur belerang. Tubuh kami tidak boleh bersentuhan dengan belerang. Kami bisa celaka. Mengalami kelumpuhan seumur hidup bahkan bisa menemui ajal”“Kakek!" Jin Patilandak berkata dengan suara keras. "Kau menceritakan kelemahan sendiri pada musuh! Manusia berkaki batu ini pasti akan mudah membunuh kita semua!""Eh, kau dengar makhluk berduri itu memanggil makhluk bersisik kakeknya," bisik Bintang pada dua kawannya."Yang aku ingin tahu bagaimana tampang ibu bapak makhluk itu. Apa berduri juga. Kalau betul berduri lalu bagaimana lahirnya? Apa tidak nyangkut di pojokan bawah dekat hik... hik. hik!""Bayu!" sentak Arya. "Kita berada dalam bahaya. Mengapa kau masih bisa bicara tidak karuan! Jangan-jangan kau yang
"Mulutmu keliwat menghina kurang ajar! Kakekku bernama Tringgiling Liang Batu! Bukan Tringgiling Liang Jamban!" Jin Patilandak menghardik lalu meludah ke tanah, membuat Maithatarun, Bayu dan Arya membuang muka menahan geli. Si Tringgiling Liang Batu sendiri yang mukanya tertutup sisik tebal tak kelihatan wajahnya apakah marah atau bagaimana. Tapi dari tenggorokannya keluar suara menggereng."Maafkan aku!" katanya pada Jin Patilandak. Lalu dia ajukan pertanyaan pada makhluk bersisik. "Menurutmu Jin Muka Seribu akan datang tepat bulan purnama mendatang. Kira-kira kapan bulan purnama muncul di pulau ini?!""Jika aku tak salah hitung masih tiga hari dimuka," jawab Tringgiling Liang Batu."Berarti kita masih punya waktu banyak untuk melakukan penyambutan!" kata Bintang pula."Penyambutan bagaimana maksudmu?! Kita tak mungkin melawannya! Apalagi kalau dia sampai menebarkan bubuk belerang!" berucap Jin Patilandak."Sobatku Jin Patilandak! Kau tenang saja.
Jin Muka Seribu tatap sesaat tampang Jin Patilandak. Lalu dia melesat ke arah yang ditunjuk. Di tanah, di antara semak belukar dan pepohonan memang dia melihat tiga sosok katai tergeletak tak bergerak. Pada bagian lehernya terdapat garis hitam seperti darah mengering."Aku sendiri menggorok leher mereka dengan duri-duri di tanganku!" kata Jin Patilandak."Bagus! Tidak sia-sia aku memberi perintah pada kalian kakek dan cucu!" Jin Muka Seribu memandang berkeliling. Tangannya siap mengeluarkan keris luk tiga untuk dimasukkan ke dalam lobang berisi darah. Namun tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Kalian berhasil membunuh tiga manusia katai itu! Lalu bagaimana dengan orang bernama Maithatarun, berjuluk Jin Kaki Batu?! Aku tidak melihat dirinya sejak tadi!""Maafkan kami Hai Jin Muka Seribu. Jin Kaki Batu berhasil melarikan diri ketika kami sergap. Dia menghancurkan patung-patung kayu serta pohon-pohon jati. Dia melarikan diri dalam keadaan terluka parah. Sekali lagi kami m
"Jin Muka Seribu," tiba-tiba perempuan bernama Jin Monyong Penggali Liang Kubur berucap. "Pekerjaanku memang tukang gali liang kuburi Terus terang, Hai akupun sudah menyiapkan satu liang kubur untukmu! Jika kau berkenan cepat-cepat ingin masuk ke dalamnya. Hik... hik... hik! Silahkan...!"Habis berkata begitu Jin Monyong Penggali Liang Kubur lalu singkapkan rumput dan daun kering di depannya. Maka kelihatanlah satu lobang besar seukuran kubur manusia!Empat mata Jin Muka Seribu depan belakang mendelik besar, merah laksana saga!"Perempuan bedebah keparat! Kau kira siapa dirimu! Suami dan Jin Patilandak saja tunduk padaku! Apa kau lebih hebat dari mereka?! Kau yang akan kupendam lebih dulu dalam liang itu!""Aku memang lebih hebat dari dua orang yang kau sebutkan itu Jin Muka Seribu! Kau boleh membunuh mereka semudah membalik telapak tangan! Tapi apa kau punya nyali membunuhku seorang perempuan?! Hik... hik... hik!"Tersentaklah Jin Muka Seribu mend