SEPASANG mata Jin Patilandak menyorotkan sinar kuning angker. Sekujur duri coklat di kepala dan tubuhnya berjingkrak tanda dia berada dalam keadaan marah besar. Di hadapannya tegak seorang berambut gondrong awut-awutan. Wajah angker dilebati kumis, berewok dan janggut. Dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk bulat. Kaki-kaki inilah tadi yang secara ganas mematahkan pohon, menghancurkan batu besar dan melabrak ke arah Jin Patilandak.
"Makhluk kesasar berkaki batu! Siapa kau! Berani mati menyerangku! Injakkan kaki di pulau dan memasuki rimba belantara Pahitamkelam!" kata Jin Patilandak membentak.
"Kau tidak tahu siapa diriku! Sebaliknya aku tahu banyak tentang dirimu! Kudengar kau adalah makhluk aneh tapi berhati polos. Mengapa kini aku melihat kenyataan sebaliknya?! Tiga makhluk kecil yang ada dalam genggamanmu itu adalah saudara- saudaraku! Jika kau tidak segera melepaskan mereka, saat ini juga akan kuhancur luluhkan tubuhmu!"
"Manusia kaki batu! Jangan bica
"Airnya asin kuning! Berbau belerang!" teriak Bayu. "Lihat! Muka, tubuh dan pakaian kita jadi kuning semua!""Bayu! Lekas kita keluar dari tempat ini!" teriak Bintang. Ketiganya lalu memanjat ke atas liang, naik ke darat.Jin Patilandak lolos dari hantaman pukulan ‘Kutuk Api Dari Langit’. Sepuluh larik sinar maut itu kini menghantam sosok yang barusan menolong menyelamatkan Jin Patilandak."Wuuutttt... wuuutttt! Dessss... desssss! Desssss!"Sosok yang kena hantam terjungkal roboh tetapi sesaat kemudian bergerak bangkit kembali, memandang ke arah Maithatarun dengan dua mata putih aneh menyorot! Maithatarun, Bintang, Bayu dan Arya sendiri tak kalah kaget dan melototnya.Makhluk yang tegak di depan mereka dan tak mempan dihantam pukulan "Kutuk Api Dari Langit" itu tertutup sisik hitam keras laksana baja sekujur kepala, wajah dan tubuhnya sampai ke kaki. Di mukanya tak kelihatan hidung ataupun mulut. Yang ada hanya dua buah mata berbe
"Sejak semula kami tidak punya niat jahat! Mengapa kalian semua seperti melihat setan kepala dua belas?!""Makhluk-makhluk katai yang katamu saudara angkatmu itu..." kata Tringgiling Liang Batu. "Tubuh mereka basah oleh air bercampur belerang. Tubuh kami tidak boleh bersentuhan dengan belerang. Kami bisa celaka. Mengalami kelumpuhan seumur hidup bahkan bisa menemui ajal”“Kakek!" Jin Patilandak berkata dengan suara keras. "Kau menceritakan kelemahan sendiri pada musuh! Manusia berkaki batu ini pasti akan mudah membunuh kita semua!""Eh, kau dengar makhluk berduri itu memanggil makhluk bersisik kakeknya," bisik Bintang pada dua kawannya."Yang aku ingin tahu bagaimana tampang ibu bapak makhluk itu. Apa berduri juga. Kalau betul berduri lalu bagaimana lahirnya? Apa tidak nyangkut di pojokan bawah dekat hik... hik. hik!""Bayu!" sentak Arya. "Kita berada dalam bahaya. Mengapa kau masih bisa bicara tidak karuan! Jangan-jangan kau yang
"Mulutmu keliwat menghina kurang ajar! Kakekku bernama Tringgiling Liang Batu! Bukan Tringgiling Liang Jamban!" Jin Patilandak menghardik lalu meludah ke tanah, membuat Maithatarun, Bayu dan Arya membuang muka menahan geli. Si Tringgiling Liang Batu sendiri yang mukanya tertutup sisik tebal tak kelihatan wajahnya apakah marah atau bagaimana. Tapi dari tenggorokannya keluar suara menggereng."Maafkan aku!" katanya pada Jin Patilandak. Lalu dia ajukan pertanyaan pada makhluk bersisik. "Menurutmu Jin Muka Seribu akan datang tepat bulan purnama mendatang. Kira-kira kapan bulan purnama muncul di pulau ini?!""Jika aku tak salah hitung masih tiga hari dimuka," jawab Tringgiling Liang Batu."Berarti kita masih punya waktu banyak untuk melakukan penyambutan!" kata Bintang pula."Penyambutan bagaimana maksudmu?! Kita tak mungkin melawannya! Apalagi kalau dia sampai menebarkan bubuk belerang!" berucap Jin Patilandak."Sobatku Jin Patilandak! Kau tenang saja.
Jin Muka Seribu tatap sesaat tampang Jin Patilandak. Lalu dia melesat ke arah yang ditunjuk. Di tanah, di antara semak belukar dan pepohonan memang dia melihat tiga sosok katai tergeletak tak bergerak. Pada bagian lehernya terdapat garis hitam seperti darah mengering."Aku sendiri menggorok leher mereka dengan duri-duri di tanganku!" kata Jin Patilandak."Bagus! Tidak sia-sia aku memberi perintah pada kalian kakek dan cucu!" Jin Muka Seribu memandang berkeliling. Tangannya siap mengeluarkan keris luk tiga untuk dimasukkan ke dalam lobang berisi darah. Namun tiba-tiba dia ingat sesuatu. "Kalian berhasil membunuh tiga manusia katai itu! Lalu bagaimana dengan orang bernama Maithatarun, berjuluk Jin Kaki Batu?! Aku tidak melihat dirinya sejak tadi!""Maafkan kami Hai Jin Muka Seribu. Jin Kaki Batu berhasil melarikan diri ketika kami sergap. Dia menghancurkan patung-patung kayu serta pohon-pohon jati. Dia melarikan diri dalam keadaan terluka parah. Sekali lagi kami m
"Jin Muka Seribu," tiba-tiba perempuan bernama Jin Monyong Penggali Liang Kubur berucap. "Pekerjaanku memang tukang gali liang kuburi Terus terang, Hai akupun sudah menyiapkan satu liang kubur untukmu! Jika kau berkenan cepat-cepat ingin masuk ke dalamnya. Hik... hik... hik! Silahkan...!"Habis berkata begitu Jin Monyong Penggali Liang Kubur lalu singkapkan rumput dan daun kering di depannya. Maka kelihatanlah satu lobang besar seukuran kubur manusia!Empat mata Jin Muka Seribu depan belakang mendelik besar, merah laksana saga!"Perempuan bedebah keparat! Kau kira siapa dirimu! Suami dan Jin Patilandak saja tunduk padaku! Apa kau lebih hebat dari mereka?! Kau yang akan kupendam lebih dulu dalam liang itu!""Aku memang lebih hebat dari dua orang yang kau sebutkan itu Jin Muka Seribu! Kau boleh membunuh mereka semudah membalik telapak tangan! Tapi apa kau punya nyali membunuhku seorang perempuan?! Hik... hik... hik!"Tersentaklah Jin Muka Seribu mend
Sementara itu darah mengucur dari luka di pergelangan kakinya. Hawa panas menjalar sampai ke mata kaki. Jin Muka Seribu tidak tahu apa yang barusan menyerangnya. Memandang ke bawah dia melihat ada satu sosok kecil menyelinap ke balik semak belukar.Selain itu tadi dia juga masih sempat melihat satu bayangan kecil menyambar dan tahu-tahu kantong kainnya yang jatuh lenyap entah kemana. Ketika Jin Muka Seribu hendak memandang sosok kecil yang menyelinap di balik semak belukar!"Tiga makhluk katai jahanam! Pasti mereka!" teriak Jin Muka Seribu marah. "Tringgiling Liang Batu! Kau dan cucumu berani mati menipuku!" Seperti tidak perduli lagi akan pantangannya membunuh perempuan Jin Muka Seribu angkat tangan kiri, siap hendak menghantam dengan pukulan "Mengelupas Puncak Langit Mengeruk Kerak Bumi." Yang ditujunya adalah Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batu yang saat itu mendekam berlindung di balik sosok Jin Monyong Penggali Liang Kubur. Jika Jin Muka Seribu hendak membun
Dalam keadaan dan kejadian yang sangat cepat itu baik Tringgiling Liang Batu, Jin Patilandak, serta Bintang dan kawan-kawannya tak mampu memberi pertolongan.Jin Muka Seribu menyeringai. "Selamat jalan ke alam roh Hai Maithatarun!" katanya. Dua tangannya bergerak. Tapi tiba-tiba gerakannya tertahan. Mata Jin Muka Seribu menatap membeliak ke arah lengan atas sebelah dalam tangan kanan dekat ketiak Maithatarun."Hai! Apa tidak salah apa yang aku lihat ini?!" ujar Jin Muka Seribu dalam hati. Bibirnya bergetar, dadanya seolah mau meledak akibat debaran keras yang tiba-tiba muncul. "Tanda bunga dalam lingkaran..." desis Jin Muka Seribu. Muka raksasanya yang sebelumnya merah mendadak sontak berubah menjadi empat wajah kakek yang pucat pasi. "Tidak mungkin! Tidak mungkin!" kata Jin Muka Seribu setengah berteriak. Lalu tanpa menunggu lebih lama makhluk ini putar tubuh, melesat ke arah kegelapan dan lenyap ditelan kelamnya malam!"Apa yang terjadi...?!" bertanya Tringgil
DALAM rimba belantara di kaki Gunung Pabatu Hitam yang biasanya diselimuti kesunyian sekali ini terdengar suara aneh berkepanjangan. Seperti ada seseorang yang tengah mengucapkan atau merapal jampi-jampi tak berkeputusan.“Kau mendengar suara itu Hai tiga saudaraku?” bertanya sosok tinggi besar berewokan yang dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk bola. Orang ini adalah Maithatarun, bekas Kepala negeri Kota Jin yang kemudian dikenal dengan julukan Bola-Bola Neraka alias Jin Kaki Batu.Seperti diceritakan dalam serial sebelumnya, berkat pertolongan Jin Tangan Seribu maka Bintang dan Bayu serta Arya sosok tubuhnya berhasil dirubah menjadi lebih besar walau belum mencapai sebesar sosok orang-orang di Negeri Kota Jin. Karena itulah jika sedang mengadakan perjalanan jauh, Maithatarun selalu membawa ketiga saudara angkatnya itu dengan cara menyelipkan mereka di balik sabuk besar yang melilit pinggangnya.“Kedengarannya seperti orang membac