“Kau tahu siapa makhluk tua bangka yang duduk di atas Kuda berkaki enam itu?” Bayu bertanya.
“Tak pernah kulihat makhluk ini sebelumnya. Aku hanya bisa menduga. Pernah kudengar tentang seorang kakek berjuluk Jin Tutul Seribu! Jangan-jangan dia orangnya. Setahuku dia bukan orang baik-baik. Sama jahatnya dengan Jin Muka Seribu!”
“Kita harus berhati-hati Maithatarun,” kata Bintang.
Seolah tidak perdulikan kehadiran Maithatarun dan tiga manusia cebol yang terikat di pinggangnya, makhluk yang tubuhnya seperti macan tutul di atas kuda hitam berkaki enam memandang tak berkesiap pada Jin Patilandak. Lalu orang ini dongakkan kepala dan dari mulutnya keluar suara meracau panjang seperti orang merapal mantera atau jampi-jampi.
Sesaat kemudian perlahan-lahan kepalanya yang tadi mendongak diturunkan, mulutnya masih terus meracau sedang dua matanya menatap tajam kearah Jin Patilandak. Tiba-tiba racauannya putus. Dari mulutnya menyemb
Dari mulut Jin Tutul Seribu melesat suara gerengan marah. Demikian hebatnya suara gerengan ini hingga menggetarkan seantero tempat. Bersamaan dengan itu wajah si kakek mendadak sontak berubah menjadi tampang seekor macan tutul benaran. Daun telinganya yang lebar berjingkrak. Taring runcing mengerikan mencuat di sudut-sudut mulut. Di bagian bawah tubuhnya muncul ekor panjang yang menyentak-nyentak kian kemari. Lalu “cleeep... cleeppp!” Dari ujung-ujung jari tangan dan kakinya mencuat keluar kuku-kuku panjang, hitam runcing mengerikan. Si kakek kini telah berubah menjadi seekor macan tutul jejadian. Membuat Maithatarun, Bintang dan Bayu tak bergeming ngeri. Arya tak usah ditanya lagi. Jin Patilandak sesaat terkesiap melihat perubahan sosok dan wajah lawannya.Dalam hati dia yakin bahwa musuh memang berniat hendak menguliti membunuhnya. Dia meludah ke tanah lalu berkata. “Baru hari ini aku meninggalkan hutan Pahitamkelam. Tak kenal orang tak pernah punya musuh
Jin Tutul Seribu gelengkan kepala. “Tidak mungkin! Sumpah sudah terucap! Tak mungkin ditarik kembali!”“Biasanya orang bersumpah dengan orang lain. Dengan siapa kau bersumpah? Siapa yang menyuruhmu?!” bentak Jin Patilandak.“Kau tak perlu tahu! Kau tak layak bertanya!” jawab Jin Tutul Seribu.“Kalau begitu kutuk sumpah akan menelan dirimu sendiri!” kata Jin Patilandak lalu meludah ke tanah. Dari dua matanya kembali muncul sinar kuning menggidikkan. Dia maju satu langkah. Maithatarun cepat menengahi sambil berseru. Tapi dua orang itu agaknya tak bisa dicegah lagi. Pada saat keduanya sama-sama melesat hendak saling menyerang dan Maithatarun bermaksud hantamkan kakinya kembali ke arah Jin Tutul Seribu, mendadak ada suara teriakan perempuan berkumandang di dalam rimba belantara itu.“Kalian tiga makhluk menyedihkan. Mengapa mencari mati padahal masih ada kehidupan? Sebelum kalian sama menemui ajal dalam ke
“Dasar geblek!” kembali Arya menyemprot.“Hai, orangnya cantik namanya pun bagus!” memuji Jin Tutul Seribu. “Aku sendiri dikenal orang dengan panggilan Jin Tutul Seribu.”Si gadis tertawa merdu. “Namamu pun bagus! Cocok dengan keadaanmu!”Jin Tutul Seribu tertawa lebar. Hidung macannya mengembang. “Sekarang kau boleh menyampaikan apa yang hendak kau tanyakan padaku Hai Ruhcinta.”“Pertanyaan pertama, apakah kau pernah mengetahui seorang lelaki bernama Patampi?” Begitu ditanya begitu Jin Tutul Seribu gelengkan kepala.“Sayang kau tak bisa menjawab pertanyaan pertama. Aku beralih pada pertanyaan kedua. Apakah kali pernah mendengar riwayat seorang perempuan bernama Ruhpiranti.”“Ruhpiranti... Ruhpiranti..” Jin Tutul Seribu menyebut nama itu berulang-ulang, sambil pukul-pukul keningnya. “Rasa-rasanya aku memang pernah mendengar nama itu. Tapi lu
“Ujar-ujar itu indah dan bagus sekali,” kata Maithatarun. “Artinya dalam dan banyak sekali maknanya bagiku, Akan kuingat baik-baik. Dan aku sangat berterima kasih kau telah memberi tahu ujar-ujar itu padaku.”Gadis bernama Ruhcinta tersenyum. “Sekarang kalau kau bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku tadi?!”“Mengenai orang lelaki bernama Patampi. Puluhan tahun silam dia pernah tinggal di salah satu pelosok terpencil Negeri Kota Jin. Kemudian dia meninggalkan negeri, mengembara mencari ilmu. Kudengar dia menemukan seorang guru sakti dan berhasil mendapatkan berbagai ilmu yang aneh-aneh. Namun dia lenyap begitu saja.”Ketika mendengar ucapan Maithatarun itu walau bibirnya merekah senyum namun sepasang mata bening gadis bernama Ruhcinta kelihatan membesar bercahaya. “Apakah menurutmu dia sudah meninggal dunia Hai orang gagah berkaki batu?” tanya Ruhcinta. Sepasang matanya yang tadi membesar bagus kini meng
“Kenapa kau menanyakan orang itu?!” Yang bertanya adalah Jin Tutul Seribu. Ruhcinta tersenyum dan berpaling. Lalu gadis ini geleng-gelengkan kepala. “Jin Tutul Seribu, bukankah aku sudah memintamu agar pergi dari sini?”“Kau tidak bisa mengatur Jin Tutul Seribu! Kau yang harus tunduk padaku Ruhcinta!”Si gadis tersenyum. “Dari pertanyaanmu agaknya kau tahu siapa dan di mana beradanya orang bernama Pajundai itu.”“Aku akan memberi tahu jika kau bersedia ikut aku ke Istana Surga Dunia!” jawab Jin Tutul Seribu.“Kalau begitu kau pergilah duluan ke istana yang kau sebutkan itu. Aku menyusul kemudian!”“Ruhcinta! Aku memang suka padamu! Kecantikan dan tubuhmu yang bagus menggairahkan darahku! Tapi jangan bersikap keras kepala berani membantah! Aku tidak segan-segan menguliti tubuhmu seperti yang akan kulakukan terhadap Jin Patilandak!”“Aku sedih mendengar k
“Ilmu kepandaianmu mengagumkan. Gerakanmu selembut penari tetapi mengandung tenaga dalam luar biasa. Kalau aku boleh bertanya siapa kau ini sebenarnya dan siapa gerangan gurumu?”Ruhcinta tersenyum. Dalam hati dia memuji ketajaman mata Maithatarun. Namun dengan merendah dia berkata. “Aku hanya seorang gadis tolol kesasar di Negeri Kota Jin ini. Lagi pula kalau kuberi tahu siapa diriku, mungkin banyak kesulitan yang akan menghadang walau datangnya bukan dari kalian. Karenanya biarlah saat ini Siapa adanya diriku tetap menjadi rahasia. Maithatarun, apakah kau bisa memberi tambahan keterangan mengenai orang bernama Pajundai itu?”“Manusia satu itu tidak kuketahui siapa dia adanya. Tak pernah kudengar nama itu sebelumnya. Maafkan sekali ini aku tidak dapat membantu. Tapi dari ucapan-ucapan Jin Tutul Seribu tadi jelas dia tahu banyak tentang orang itu.”Ruhcinta mengangguk. Tiba-tiba gadis ini mendengar suara orang berucap halus da
Sambil pegangi celananya, kali ini dengan dua tangan sekaligus Bintang bangkit berdiri. “Awas kau berani jahil lagi!” kata Bintang sambil delikkan mata pada Bayu. Lalu dia mendongkak memandang ke arah Ruhcinta. “Bolehkah aku menayakan sesuatu?”“Hei…. Apa yang hendak kau tanyakan Hai anak muda yang tingginya selutut?” Sambil berkata Ruhcinta perhatikan sosok Bintang. Pandangannya mendekat dan membesar hingga sesaat kemudian seluruh wajah Bintang berada dalam ruang tatapan matanya. Inilah salah satu kesaktian yang dimiliki si gadis. Yaitu mampu mendekatkan pandangan matanya hingga benda yang jauh atau kecil bisa besar dalam penglihatannya. Berdebarlah dada si gadis ketika melihat bahwa sosok kecil si pemuda ternyata memiliki Wajah yang gagah.“Bintang, orang menunggu pertanyaanmu!” berkata Maithatarun mengingatkan Bintang yang masih belum juga mengajukan pertanyaan dan masih sibuk dengan celananya yang tanggal talin
“Ruhcinta, tiga saudara angkatku ini sebenarnya bukan penduduk Negeri Kota Jin. Mereka datang dasri negeri manusia. Keadaan sosok mereka yang begini kecil menimbulkan kesulitan. Kalau kau melihat sebelumnya mereka tidak lebih dari sejari kelingking. Saat ini, kami tengah berusaha mencari tahu siapa adanya orang pandai yang sanggup membuat mereka bisa menjadi besar seperti kita.”“Ah, sungguh kasihan kalian bertiga…” kata Ruhcinta seraya menatap sayu pada Bintang, Bayu dan Arya.“Kalau saja aku bisa menolong….”“Terima kasih kau memperhatikan kami,” kata Bintang. “Kau sendiri juga punya urusan lebih besar. Jangan memikirkan kami….”Ruhcinta tersenyum. Walau sekilas kembali dia menatap mesra ke arah Bintang. “Para sahabat, aku pergi sekarang.” Sekali berkelebat gadis cantik bertubuh tinggi dan ramping itupun lenyap dari tempat itu. Arya dan Bayu jatuhkan diri ke tan