Sisik hitam di wajah Tringgiling Liang Batu mencuat kaku. "Karena perbuatanmu menabur bubuk belerang di liang kediamanku, sejak tujuh puluh tahun silam aku tak pernah dan tak bisa tidur. Bagaimana bisa mengharapkan aku akan bisa bermimpi...!"
"Kau memang tidak! Dua ekor landak raksasa itu juga tidak!" sahut Jin Muka Seribu. Lalu dia memandang ke atas pohon. "Jin Patilandak! Aku ingin bicara denganmu! Kalau bicara jangan bersikap gila dan kurang ajar! Turun dari pohon dan duduk bersila di hadapanku!"
Jin Patilandak menjawab dengan meludah ke tanah. Membuat Jin Muka Seribu menjadi marah dan empat mukanya langsung berubah menjadi muka-muka raksasa.
“Tringgiling Liang Batu! Kesabaranku habis sudah. Cucu kurang ajarmu ini terpaksa kuberi pelajaran!" Jin Muka Seribu angkat tangan kanannya. Pergelangan diputar dan mulutnya komat kamit. Kemarahan membuat dia hendak menghantam Jin Patilandak dengan pukulan ‘Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bu
"Mimpi hebat! Mimpi bagus! Hai Jin Patilandak, itukah semua mimpi yang kau alami? Tak ada sesuatu yang kau lupakan?!" bertanya mulut Jin Muka Seribu sebelah belakang.Jin Patilandak gelengkan kepala. "Aku sudah menuturkan semua yang aku ingat dalam mimpi”Dari balik pakaian kulit kayunya Jin Muka Seribu keluarkan sebuah benda. Ketika diperlihatkannya pada Jin Patilandak, benda itu ternyata adalah sebilah keris berluk tiga yang belum memiliki gagang."Jin Patilandak, keris yang disebut orang dari atas langit dalam mimpimu itu, inilah dia perwujudannya!"Jin Patilandak memperhatikan tak berkedip. Juga Tringgiling Liang Batu dan dua ekor landak raksasa sama-sama menatap benda yang ada di tangan Jin Muka Seribu."Sekarang dengar baik-baik Hai Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batui Seperti yang kau lihat dalam mimpimu! Keris ini akan menjadi senjata sakti bertuah jika direndam selama tiga purnama dalam darah salah seorang dari ketiga manusia k
KITA kembali pada Bintang, Maithatarun, Bayu dan Arya yang tersesat ke pulau dan masuk ke dalam Rimba Pahitamkelam. Seperti diceritakan, begitu memasuki rimba belantara mereka menemukan deretan patung-patung kayu aneh di sisi kiri dan kanan sebuah jalan setapak. Begitu mereka berusaha melewati deretan patung sebelah depan, tiba-tiba patung pada deretan pertama dan kedua bergerak melakukan serangan mematikan. Untung Bintang memperingatkan hingga Maithatarun bergerak cepat. Dengan salah satu kaki batunya lelaki berjuluk Jin Kaki Batu ini berhasil menghancurkan tiga patung kayu.Walau mengalami hal berbahaya itu namun Maithatarun dan tiga saudara angkatnya itu memutuskan untuk meneruskan perjalanan, memasuki rimba belantara melalui jalan setapak yang di kiri kanannya dipenuhi deretan patung-patung aneh. Patung-patung ini adalah hasil ciptaan Jin Muka Seribu yang sengaja dibuat untuk menjebak ke empat orang itu."Dukkk... dukkkk!" Kaki-kaki batu Maithatarun bergerak melang
"Menurut kalian siapa yang coba mencelakai kita?' tanya Bayu. "Jin Patilandak atau Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab, gurunya si Jin Muka Seribu itu?'"Besar kemungkinan Jin Patilandak. Karena aku yakin ini adalah pulau kediamannya" Menjawab Maithatarun."Kita tidak ada permusuhan dengan dia. Malah bertemu pun belum! Mengapa sejahat itu tindakannya?!" ujar Bintang."Sebentar lagi sore akan segera berubah malam. Baiknya kita segera tinggalkan tempat ini. Kembali ke pantai. Besok pagi-pagi kita teruskan menyelidik keadaan pulau ini." Yang bicara adalah Arya.Maithatarun berpaling pada Bintang dan Bayu.Akhirnya semua setuju untuk kembali ke pantai. Maithatarun segera memasukkan tiga saudara angkatnya itu ke balik sabuk lalu melangkah ke jurusan dari arah mana dia sebelumnya datang. Tak selang berapa lama, setelah berjalan cukup jauh dan rasa-rasa sudah akan sampai ke pantai tiba-tiba Maithatarun hentikan langkahnya. Dia memandang berkeliling.
Air hitam di dalam lobang semakin tinggi. Kini mulai mendekati lutut Maithatarun dan panasnya bukan main. Maithatarun coba angkat kaki kanannya untuk menghantam dinding lobang. Namun kaki sebelah kiri amblas ke dalam dasar lobang hingga tubuhnya hampir terbanting jatuh."Bintang!" Maithatarun berteriak. "Air hitam celaka ini panas sekali. Aku tidak tahan! Rasanya seperti direbus!""Maithatarun! Bertahanlah! Kami mencari akal menolongmu!" teriak Bayu. Tapi sebenarnya dia sendiri tidak tahu akal apa yang bisa diperbuat. Bintang terduduk di tanah. "Tak ada tali, tak ada akar gantung. Kalaupun ada tak mungkin aku dan kawan-kawan menarik sosok Maithatarun keluar dari lobang. Kalau air hitam panas itu naik mencapai bagian bawah perutnya celaka besar! Bisa- bisa barangnya berubah jadi dua telor rebus!""Hik..hik...hik!" Bayu tertawa cekikikan mendengar ucapan Bintang itu. Sebaliknya Arya membentak marah."Dalam keadaan begini rupa kalian masih bisa bergurau! Kal
"Craaakkk!"Bagian batang pohon jati berduri somplak besar pada bagian tiga jengkal di atas tanah dihantam mata pedang. Semangat Bintang jadi tambah berkobar. Dia menghantam lagi, lagi dan lagi! Tiada henti seolah orang kemasukan setan! Sebelas kali membacok, pohon itu tampak bergetar. Bintang kembali membacok. Kali ini dari jurusan yang berlawanan dari bacokan semula. Terdengar suara berkereketan."Kraaaaaakkkk!"Pohon jati besar berduri itu tumbang, jatuh melintang tepat di atas lobang dengan ujung menghunjam ke bawah, menusuk ke dinding lobang. Maithatarun berteriak keras. Kalau tidak cepat dia merunduk dan jatuhkan diri ke samping niscaya kepalanya kena hantaman pucuk pohon jati!Bayu dan Arya bersorak gembira. Dia kini maklum apa sebenarnya yang telah dilakukan Bintang. Di dafam lobang Maithatarun ulurkan tangannya ke atas. Dia berhasil menjangkau batang pohon yang masuk ke dalam lobang!"Bintang! Kau yang punya usaha! Tapi ini pasti Tuhan Gus
"Takdir, takdir apa maksudmu Jin Patilandak?" tanya Bintang."Takdir bahwa saat ini juga kalian akan meregang nyawa. Kepala kalian akan kupotes satu demi satu! Darah kalian akan kuperas dan kumasukkan ke dalam lobang batu di atas sana! Itulah takdir atas diri kalian!"Bintang dan kawan-kawannya langsung menggigil. "Kami tidak berbuat kejahatan di atas pulau ini! Kami tidak punya permusuhan denganmu. Mengapa kau inginkan jiwa kami. Malah hendak melakukan kekejian gila terhadap mayat-mayat kami! Memotes kepala kami! Lalu memasukkan darah kami ke dalam lobang batu! Mengapa sekejam itu? Untuk apa?!" Suara Bintang keras tapi gemetar."Sudah kubilang! Kematian kalian adalah takdir! Darah kalian juga takdir!"Arya memandang berkeliling. "Kita harus segera cari kesempatan melarikan diri. Sebentar lagi matahari akan tenggelam. Dalam gelap kita punya kesempatan. Bintang, pergunakan ilmu Mata Dewa yang kau miliki”Baru saja Arya berkata begitu tiba-tiba
SEPASANG mata Jin Patilandak menyorotkan sinar kuning angker. Sekujur duri coklat di kepala dan tubuhnya berjingkrak tanda dia berada dalam keadaan marah besar. Di hadapannya tegak seorang berambut gondrong awut-awutan. Wajah angker dilebati kumis, berewok dan janggut. Dua kakinya terbungkus batu besar berbentuk bulat. Kaki-kaki inilah tadi yang secara ganas mematahkan pohon, menghancurkan batu besar dan melabrak ke arah Jin Patilandak."Makhluk kesasar berkaki batu! Siapa kau! Berani mati menyerangku! Injakkan kaki di pulau dan memasuki rimba belantara Pahitamkelam!" kata Jin Patilandak membentak."Kau tidak tahu siapa diriku! Sebaliknya aku tahu banyak tentang dirimu! Kudengar kau adalah makhluk aneh tapi berhati polos. Mengapa kini aku melihat kenyataan sebaliknya?! Tiga makhluk kecil yang ada dalam genggamanmu itu adalah saudara- saudaraku! Jika kau tidak segera melepaskan mereka, saat ini juga akan kuhancur luluhkan tubuhmu!""Manusia kaki batu! Jangan bica
"Airnya asin kuning! Berbau belerang!" teriak Bayu. "Lihat! Muka, tubuh dan pakaian kita jadi kuning semua!""Bayu! Lekas kita keluar dari tempat ini!" teriak Bintang. Ketiganya lalu memanjat ke atas liang, naik ke darat.Jin Patilandak lolos dari hantaman pukulan ‘Kutuk Api Dari Langit’. Sepuluh larik sinar maut itu kini menghantam sosok yang barusan menolong menyelamatkan Jin Patilandak."Wuuutttt... wuuutttt! Dessss... desssss! Desssss!"Sosok yang kena hantam terjungkal roboh tetapi sesaat kemudian bergerak bangkit kembali, memandang ke arah Maithatarun dengan dua mata putih aneh menyorot! Maithatarun, Bintang, Bayu dan Arya sendiri tak kalah kaget dan melototnya.Makhluk yang tegak di depan mereka dan tak mempan dihantam pukulan "Kutuk Api Dari Langit" itu tertutup sisik hitam keras laksana baja sekujur kepala, wajah dan tubuhnya sampai ke kaki. Di mukanya tak kelihatan hidung ataupun mulut. Yang ada hanya dua buah mata berbe