"Kau benar-benar minta mampus!" teriak mulut Jin Muka Seribu sebelah depan. Taringnya mencuat. Dua matanya mendelik besar. Lalu dari ke dua mata itu melesat dua larik sinar hijau berbentuk segi tiga yang ujung terdepan menyerupai ujung tombak runcing. Inilah ilmu kesaktian yang disebut "Jin Hijau Penjungkir Roh". Benda apa saja yang terkena hantaman dua larik sinar hijau itu akan menjadi leleh lunak seperti lumpur. Dulunya ilmu kesaktian ini adalah milik seorang tokoh berjuluk Jin Lumpur Hijau. Dengan segala tipu dan kelicikannya Jin Muka Seribu berhasil merampas ilmu kesaktian itu.
Tringgiling Liang Batu terkejut besar, tidak menyangka kalau Jin Muka Seribu memiliki ilmu kesaktian itu.
"Benar Jin Hijau Penjungkir Roh!" ujar makhluk bersisik dengan suara bergetar. "Dia pasti mencuri ilmu kesaktian itu dari Jin Lumpur Hijau!"
Tringgiling Liang Batu cepat kerahkan hawa sakti ke sekujur tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki. Sisik-sisik hitamnya serta merta ber
TUJUH puluh tahun kemudian, di kawasan Negeri Kota Jin. Dua ekor makhluk yang sekujur tubuhnya ditumbuhi duri-duri panjang runcing berwarna coklat merayap di sela-sela bebatuan. Begitu orang yang mendarat di pulau mencapai pinggiran Rimba Pahitamkelam, dua landak raksasa itu keluarkan gerengan keras dan melesat lancarkan serangan.Lelaki bercaping yang bukan lain Jin Muka Seribu adanya sesaat hentikan langkah, tegak terkesiap. Wajahnya yang semula berupa empat wajah lelaki berusia 40 tahun serta merta berubah menjadi empat wajah raksasa menakutkan. Lalu begitu melihat dua ekor landak menyerang dirinya serta merta dia menyambar caping lebar di kepala dan lemparkan benda ini ke arah landak raksasa yang menerjang dari arah kanan.Terhadap landak satunya, Jin Muka Seribu kirimkan satu jotosan. Yang di arah adalah bagian bawah perut yang tidak ditumbuhi duri-duri tebal."Braaakkk!"Caping bambu yang melesat di udara itu hancur berantakan begitu menghantam soso
Sosok di atas batu karang tetap tidak bergerak, tidak mengedip apalagi menjawab dan jatuhkan diri sesuai perintah. Malah kembali makhluk itu meludah ke tanah. Merasa ditantang dan dihina marahlah Jin Muka Seribu."Saat ini aku belum punya niat membunuhmu! Tapi jika tiba waktunya kau akan kubikin mampus dengan sejuta kesengsaraan!""Jin Muka Seribu!" Mendadak makhluk berduri di atas batu karang berucap."Hai! Ternyata kau tidak bisu! Bisa bicara seperti manusia! Ha... ha! Kuharap kau juga tidak tuli!""Jin Muka Seribu! Aku sudah tahu siapa dirimu dari kakekku Tringgiling Liang Batu! Aku tidak suka kehadiranmu di pulau ini! Lekas kembali ke perahumu! Tinggalkan pulau! Atau sekujur tubuhmu akan kutaburi dengan duri beracun!"Sementara itu dua ekor landak raksasa yang dalam keadaan cidera telah berkumpul satu sama lain dengan cepat mendekam di samping batu karang dekat makhluk berduri tegak berdiri.Jin Muka Seribu tertawa bergelak mendengar uca
Di dalam Rimba Pahitamkelam, di atas sebuah gundukan batu besar diapit oleh pohon-pohon jati berduri, tidak jauh dari sebuah liang batu yang digenangi air serta serbuk aneh berwarna kuning. Sosok bersisik itu duduk bersila, tak bergerak. Dia adalah Tringgiling Liang Batu yang selama tujuh puluh tahun belakangan ini hidup tersiksa akibat bubuk belerang yang ditabur Jin Muka Seribu di liang batu sarang kediamannya. Sepasang matanya yang putih berbentuk combong kelapa kini tampak berwarna kelabu. Di depannya, di bagian batu yang lebih rendah bersila makhluk yang tubuhnya ditumbuhi duri-duri coklat.Dia adalah sang cucu yang semula diberi nama Patilandak, oleh Jin Muka Seribu dirubah menjadi Jin Patilandak. Di samping Jin Patilandak duduk mendekam sepasang landak raksasa."Hai Kakekku Tringgiling Liang Batu," Jin Patilandak membuka mulut. "Barusan aku menemui makhluk yang punya empat muka di pantai pulau. Barusan pula kami berlaga mengadu kesaktian. Apakah dia makhluk bern
Sisik hitam di wajah Tringgiling Liang Batu mencuat kaku. "Karena perbuatanmu menabur bubuk belerang di liang kediamanku, sejak tujuh puluh tahun silam aku tak pernah dan tak bisa tidur. Bagaimana bisa mengharapkan aku akan bisa bermimpi...!""Kau memang tidak! Dua ekor landak raksasa itu juga tidak!" sahut Jin Muka Seribu. Lalu dia memandang ke atas pohon. "Jin Patilandak! Aku ingin bicara denganmu! Kalau bicara jangan bersikap gila dan kurang ajar! Turun dari pohon dan duduk bersila di hadapanku!"Jin Patilandak menjawab dengan meludah ke tanah. Membuat Jin Muka Seribu menjadi marah dan empat mukanya langsung berubah menjadi muka-muka raksasa.“Tringgiling Liang Batu! Kesabaranku habis sudah. Cucu kurang ajarmu ini terpaksa kuberi pelajaran!" Jin Muka Seribu angkat tangan kanannya. Pergelangan diputar dan mulutnya komat kamit. Kemarahan membuat dia hendak menghantam Jin Patilandak dengan pukulan ‘Mengelupas puncak langit mengeruk kerak bu
"Mimpi hebat! Mimpi bagus! Hai Jin Patilandak, itukah semua mimpi yang kau alami? Tak ada sesuatu yang kau lupakan?!" bertanya mulut Jin Muka Seribu sebelah belakang.Jin Patilandak gelengkan kepala. "Aku sudah menuturkan semua yang aku ingat dalam mimpi”Dari balik pakaian kulit kayunya Jin Muka Seribu keluarkan sebuah benda. Ketika diperlihatkannya pada Jin Patilandak, benda itu ternyata adalah sebilah keris berluk tiga yang belum memiliki gagang."Jin Patilandak, keris yang disebut orang dari atas langit dalam mimpimu itu, inilah dia perwujudannya!"Jin Patilandak memperhatikan tak berkedip. Juga Tringgiling Liang Batu dan dua ekor landak raksasa sama-sama menatap benda yang ada di tangan Jin Muka Seribu."Sekarang dengar baik-baik Hai Jin Patilandak dan Tringgiling Liang Batui Seperti yang kau lihat dalam mimpimu! Keris ini akan menjadi senjata sakti bertuah jika direndam selama tiga purnama dalam darah salah seorang dari ketiga manusia k
KITA kembali pada Bintang, Maithatarun, Bayu dan Arya yang tersesat ke pulau dan masuk ke dalam Rimba Pahitamkelam. Seperti diceritakan, begitu memasuki rimba belantara mereka menemukan deretan patung-patung kayu aneh di sisi kiri dan kanan sebuah jalan setapak. Begitu mereka berusaha melewati deretan patung sebelah depan, tiba-tiba patung pada deretan pertama dan kedua bergerak melakukan serangan mematikan. Untung Bintang memperingatkan hingga Maithatarun bergerak cepat. Dengan salah satu kaki batunya lelaki berjuluk Jin Kaki Batu ini berhasil menghancurkan tiga patung kayu.Walau mengalami hal berbahaya itu namun Maithatarun dan tiga saudara angkatnya itu memutuskan untuk meneruskan perjalanan, memasuki rimba belantara melalui jalan setapak yang di kiri kanannya dipenuhi deretan patung-patung aneh. Patung-patung ini adalah hasil ciptaan Jin Muka Seribu yang sengaja dibuat untuk menjebak ke empat orang itu."Dukkk... dukkkk!" Kaki-kaki batu Maithatarun bergerak melang
"Menurut kalian siapa yang coba mencelakai kita?' tanya Bayu. "Jin Patilandak atau Jin Sejuta Tanya Sejuta Jawab, gurunya si Jin Muka Seribu itu?'"Besar kemungkinan Jin Patilandak. Karena aku yakin ini adalah pulau kediamannya" Menjawab Maithatarun."Kita tidak ada permusuhan dengan dia. Malah bertemu pun belum! Mengapa sejahat itu tindakannya?!" ujar Bintang."Sebentar lagi sore akan segera berubah malam. Baiknya kita segera tinggalkan tempat ini. Kembali ke pantai. Besok pagi-pagi kita teruskan menyelidik keadaan pulau ini." Yang bicara adalah Arya.Maithatarun berpaling pada Bintang dan Bayu.Akhirnya semua setuju untuk kembali ke pantai. Maithatarun segera memasukkan tiga saudara angkatnya itu ke balik sabuk lalu melangkah ke jurusan dari arah mana dia sebelumnya datang. Tak selang berapa lama, setelah berjalan cukup jauh dan rasa-rasa sudah akan sampai ke pantai tiba-tiba Maithatarun hentikan langkahnya. Dia memandang berkeliling.
Air hitam di dalam lobang semakin tinggi. Kini mulai mendekati lutut Maithatarun dan panasnya bukan main. Maithatarun coba angkat kaki kanannya untuk menghantam dinding lobang. Namun kaki sebelah kiri amblas ke dalam dasar lobang hingga tubuhnya hampir terbanting jatuh."Bintang!" Maithatarun berteriak. "Air hitam celaka ini panas sekali. Aku tidak tahan! Rasanya seperti direbus!""Maithatarun! Bertahanlah! Kami mencari akal menolongmu!" teriak Bayu. Tapi sebenarnya dia sendiri tidak tahu akal apa yang bisa diperbuat. Bintang terduduk di tanah. "Tak ada tali, tak ada akar gantung. Kalaupun ada tak mungkin aku dan kawan-kawan menarik sosok Maithatarun keluar dari lobang. Kalau air hitam panas itu naik mencapai bagian bawah perutnya celaka besar! Bisa- bisa barangnya berubah jadi dua telor rebus!""Hik..hik...hik!" Bayu tertawa cekikikan mendengar ucapan Bintang itu. Sebaliknya Arya membentak marah."Dalam keadaan begini rupa kalian masih bisa bergurau! Kal