Pasedayu gelengkan kepala. "Tak ada hal lain yang bisa kuperbuat Aku hanya berkemampuan merubah jaring ini dari jaring api menjadi jaring tali biasa. Lebih dari itu aku tak bisa. Seperti penjelasanku dulu, hanya ada beberapa orang saja di Negeri Jin ini yang mampu memutus jaring api biru ini...”
"Berarti kita bisa seumur-umur mendekam di dalam jaring celaka ini! Mungkin ajal lebih dulu datang menjemput sebelum ada yang membebaskan kita!" kata Ruhsantini.
"Kek, kalau aku tidak salah mengingat, kau pernah mengatakan siapa-siapa saja orang yang mampu menjebol jaring ini. Siapa tahu ada orang yang bisa menemui mereka untuk dimintai bantuannya "
"Aku tidak yakin. Orang-orang itu seperti setan. Ada bernama tapi sulit dicari bahkan entah masih hidup atau sudah menjadi satu dengan tanah. Seorang di antara mereka adalah Jin Obat Seribu. Tapi manusia satu ini aneh angin-anginan. Kalau hatinya sedang senang apapun yang diminta orang akan diberikannya sekalipun
"Siapa?!" tanya Jin Terjungkir Langit tak kalah kerasnya."Patandai alias Jin Bara Neraka!"Si kakek tersurut satu langkah mendengar ucapan Maithatarun itu. Sementara Ruhsantini keluarkan seruan tertahan karena tidak menyangka nama bekas suaminya itu yang bakal diucapkan Maithatarun. "Aku sudah menduga..." kata Jin Terjungkir Langit dengan suara bergetar. Sepasang matanya sekilas tampak berkaca-kaca. Ada satu perasaan besar yang seperti coba ditekannya."Aku sendiri memang pernah melihat tanda itu di lengan kanan sebelah belakang Jin Bara Neraka..." Orang tua ini kemudian berpaling pada Ruhsantini. "Kau adalah istri Jin Bara Neraka ""Saat ini aku tidak lagi jadi istri manusia keji jahat itu!" menukas Ruhsantini."Aku tahu perasaanmu Hai Ruhsantini. Tapi bagaimanapun kau pernah menjadi istrinya. Yang aku ingin tanyakan, apakah kau pernah tahu, melihat atau menyadari bahwa Jin Bara Neraka memang memiliki tanda seperti yang ada di lengan
PAEKAKIENAM, kuda hitam berkaki enam milik Maithatarun bergulingan bergemuruh kian kemari sambil melejang-lejangkan kaki. Debu dan pasir semakin banyak beterbangan ke udara. Dua pohon patah dan sebuah batu besar terbelah berkeping-keping dihantam tendangan binatang raksasa itu. Bau sangit daging terbakar memenuhi udara. Kuda bertanduk dua itu meringkik sekali lagi lalu."brakk!"Tubuhnya menghantam sebatang pohon besar. Pohon ini berderak keras lalu tumbang dengan suara menggemuruh. Di bawah pohon Paekakienam terkapar melejang-lejang. Sekujur tubuhnya yang penuh guratan luka sangat dalam, berselemak darah, mengepulkan asap, berada dalam jiratan jaring api biru."Pae! Pae! Kudaku... Kudaku!" teriak Maithatarun melihat apa yang terjadi dengan binatang tunggangannya itu. Lalu seperti orang kalap dia hendak mengamuk. Kakinya diangkat untuk bisa menginjak putus jaring di bagian bawah tapi tidak berhasil. Tangannya lalu digerakkan untuk melepas pukulan Kutuk Api Dari
"Terima kasih kau mau membantuku sang Junjungan. Tapi jika kau tidak keberatan Hai Junjungan biar aku beritahu padanya pasal lantaran apa aku ingin menghabisi keparat bernama Maithatarun ini!"Sang Junjungan kelihatan tidak begitu senang dengan ucapan Patandai alias Jin Bara Neraka itu. Tapi dia akhirnya anggukkan kepala. Jin Bara Neraka lalu berpaling pada Jin Terjungkir Langit. "Agar kau tahu!" kata Jin Bara Neraka pula. "Makhluk bernama Maithatarun yang sepasang kakinya ditancapi Bola-Bola Neraka itu sudah sejak lama menjadi musuh besarku. Belum sempat aku membalaskan sakit hati dendam kesumat, tahu-tahu dia main gila bergendak-gendak dengan istriku. Dia merampas Ruhsantini dari tanganku!""Mulutmu kotor! Tuduhanmu keji!" teriak Maithatarun dari dalam jaring."Aku tidak pernah merampas Ruhsantini! Perempuan itu meninggalkan dirimu karena kau berniat hendak membunuhnya! Otakmu sudah jadi gila karena dicuci oleh dukun jahat Jin Santet Laknat! Kau bahkan tega he
"Wusss!"Di ujung tongkat kini kelihatan ada api menyala! Barisan gigi-gigi sang Junjungan sunggingkan seringai aneh. Dia hantamkan tongkatnya ke depan.”wuuuttttt”Satu lingkaran api luar biasa panasnya membuntal ke arah Jin Terjungkir Langit. Yang diserang tidak tinggal diam. Dua kaki digerakkan melancarkan serangan balasan. Sementara tangan kanan menyelinap melancarkan pukulan ke arah badan tongkat tulang.Lingkaran api yang hendak menggulung Jin Terjungkir Langit serta merta buyar begitu terkena sapuan angin dingin biru yang melesat keluar dari dua kaki Jin Terjungkir Langit. Melihat dia mampu menghancurkan serangan lawan Jin Terjungkir Langit jadi bersemangat. Tenaga dalamnya dilipat gandakan ke arah tangan yang tengah berusaha memukul tongkat tulang.Sang Junjungan putar tangan kanannya. Tongkat tulang yang ujungnya ada apinya berputar secara aneh."Kraaakk!"Jin Terjungkir Langit berhasil memukul tongkat tulang itu
SEANDAINYA ada petir menyambar di depan hidungnya saat itu mungkin tidak demikian hebat kejut Patandai alias Jin Bara Neraka. Gerakan tangan kirinya hendak menghabisi Maithatarun serta merta tertahan. Dua matanya mendelik besar memandangi Jin Bara Neraka lalu berpaling pada Jin Terjungkir Langit.Yang terkejut bukan cuma Jin Bara Neraka. Maithatarun yang sebelumnya sudah pasrah menghadapi kemalian tersentak kaget, memandang pada Jin Bara Neraka lalu menoleh pada Jin Terjungkir Langit.Di dalam jaring Ruhsantini tekapkan salah satu tangannya ke mulut, menahan seruan kaget yang hampir meluncur dari mulutnya."Jin Bara Neraka saudara kandung Maithatarun? Bagaimana mungkin?!"Ruhsantini melihat Jin Terjungkir Langit dongakkan kepala ke langit Dua matanya terpejam. Mulutnya berkomat kamit. Orang tua itu seperti tengah berdoa. "Jangan-jangan orang tua itu benar-benar miring otaknya!" pikir Ruhsantini.Sang Junjungan termasuk orang yang ikut terkejut. Wal
"Kemarahan bisa membuat seseorang sesat bicara. Dendam kesumat bisa membuat insan melupakan kasih. Hasutan bisa menimbulkan bencana. Kalau benar perempuan itu adalah seorang istri sesat, dan kalau aku boleh bertanya, siapa gerangan suaminya sebelumnya?"Air muka Jin Bara Neraka berubah, tegang membesi. Rahangnya menggembung dan gerahamnya mengeluarkan suara bergemeletak. Untuk beberapa saat lamanya dia tak bisa membuka mulut dan hanya memandang pada gadis baju biru dengan mendelik besar."Hai, kau tidak menjawab, berarti mungkin kaulah bekas suaminya. Benar begitu?"Jin Bara Neraka masih membungkam. Lalu dia maju satu langkah. Sanbil menuding tepat-tepat pada gadis baju biru dia bekata. "Lekas kau menyingkir dari tempat ini! Jangan mengira aku tidak tega membuatmu celaka!""Hawa amarah masih menguasai dirimu. Padahal aku yakin di lubuk hatimu masih ada rasa kasihan. Baik, aku akan pergi dari sini. Tapi aku akan membawa serta perempuan dalam jala itu!"
"Orang itu. Dia muncul kembali ..." kata Ruhcinta dalam hati."Mungkin sekali ini aku terpaksa bicara keras terhadapnya. Tapi apakah kasih memang mengajar kan aku harus berlaku seperti itu?!"Sang Junjungan tidak perdulikan teriakan Jin Terjungkir Langit. Dengan cepat dia berkelebat hendak tinggalkan tempat itu. Tapi Ruhcinta cepat meng hadangnya."Menyingkirlah atau kugebuk mukamu yang cantik sampai cacat!"Mahkluk jerangkong mengancam dan angkat tongkat tulang di tangan kirinya ke atas, siap dipukulkan ke wajah Ruhcinta. Si gadis tetap tenang. Malah berkata."Kau dengar orang meminta. Mengapa sosok yang kau panggul itu tidak segera kau turunkan saja? Perlu apa berjalan dengan beban seberat itu?"Makhluk jerangkong menyeringai. Dia melirik ke arah orang bermuka hitam di sebelah si gadis. Agaknya bukan ucapan Ruhcinta tadi yang jadi bahan pertimbangannya."Ucapanmu yang terakhir mungkin benar. Kau inginkan orang ini silahkan ambil!" S
"Kek," kata Ruhcinta pula."Mungkin aku telah mengeluarkan ucapan salah. Tadi aku mengatakan kau mungkin adalah ayahnya sendiri. Agaknya itu yang membuat Jin Bara Neraka marah besar. Aku tidak mengerti mengapa sampai bicara begitu. Aku mohon maafmu. Tapi terus terang seperti ada satu alur perasaan dalam hatiku yang tiba-tiba menyatu dengan alur perasaan yang ada dalam dirimu ;""Kau tidak bersalah Hai gadis bernama Ruhcinta. Patandai, seperti Maithatarun adalah anakku. Anak kandung darah dagingku. Aku yakin benar hal itu. Tanda yang ada di lengan Patandai, juga yang terdapat di lengan Maithatarun tak dapat dipungkiri "Air mata bercucuran di pipi orang tua itu."Kek, untuk sementara biar kau menenangkan diri. Tanganmu cidera. Sekujur tubuhmu penuh luka bakar. Aku akan berusaha menolongmu sebisaku ""Terima kasih. Kau anak baik. Hatimu tutus dan penuh kasih. Kalau saja aku punya anak perempuan atau menantu sepertimu, hidupku tentu penuh bahagia. Tap